• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Kawasan Karst Di Desa Sulkam Kabupaten Langkat Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Kawasan Karst Di Desa Sulkam Kabupaten Langkat Sumatera Utara"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Karst

Karst berasal dari bahasa Slovenia berarti lahan gersang berbatu. Istilah karst di gunakan untuk mendeskripsikan suatu kawasan atau bentang alam dicirikan dengan adanya proses karstifikasi dan proses pelarutan batuan yang diakibatkan oleh aliran permukaan. Karst memiliki karakteristik baik wilayah permukaan (eksokarst) dan bawah permukaan (endokarst) ditandai adanya cekungan-cekungan tertutup atau lembah kering dalam berbagai ukuran, bukit-bukit kecil, langkanya atau tidak terdapatnya drainase atau sungai permukaan, sungai-sungai yang nampak dipermukaan hilang dan terputus ke dalam tanah, sungai-sungai di bawah permukaan tanah, terdapatnya gua dari sistem drainase bawah tanah, lereng terjal, dan endapan sedimen lempung berwarna merah hasil dari pelapukan batuan karst (Ford dan William, 2007).

2.2. Karstifikasi

Kawasan karst adalah kawasan yang mempunyai bentang alam, hidrologi dengan ciri khas dibentuk dari batuan karbonat dan dolomit sebagai akibat adanya kombinasi antara batuan yang mudah larut, porositas sekunder, dan pengaruh air alami sebagian agen pelarutannya (Ford dan William, 2007).

(2)

dengan suplai air terus menerus yang kaya karbon dioksida, lapisan karbonat mulai melarut.

Karst dengan dominasi porositas sekunder di mana air lolos melalui rekahan-rekahan (fracture), perlapisan batuan (bedding plane) dan patahan (fault) pada formasi karst. Porositas ruang antar butir (primer) dan permeabilitas pada karst terumbu (non-klastik) sangat rendah sedang porositas primer dan permeabilitas tinggi untuk karst bersifat klastik karena memiliki ruang antar butiran. Aliran air pada aquifer karst mengalir sekaligus melarutkan bidang perlapisan, rekahan dan patahan. Kebanyakan aliran air yang mengalir melalui rekahan dan bidang perlapisan memiliki hydraulic conductivity yang besar. Sifat aquifer karst tidak menerus secara lateral dan tidak seragam dikarenakan aliran air pada aquifer karst mengalir melalui rekahan-rekahan dan bidang perlapisan. Aliran air yang masuk akan segera lolos mengalir hingga ke aliran dasar (base flow). Aliran tersebut terakumulasi membentuk pola aliran di bawah permukaan tanah. Proses pelarutan memperbesar ruang rekahan-rekahan dan bidang perlapisan membentuk sistem lorong gua. Lorong-lorong gua berfungsi sebagai koridor menuju ke sistem sungai bawah tanah (underground river).

Karstifikasi adalah proses kerja air terutama secara kimiawi, meskipun secara mekanik yang menghasilkan kenampakan-kenampakan topografi karst. Karstifikasi atau proses pembentukan bentuk lahan karst didominasi oleh proses pelarutan. Proses pelarutan karst diawali oleh larutnya CO2 di dalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil terurai menjadi H− dan HCO3. Ion H− inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO3 menjadi Ca2+ dan HCO32-.

(3)

2-Gambar 2.1. Pembentukan Karst

2.3. Batu Gamping

Batu gamping merupakan salah satu golongan batuan sedimen. Batu gamping terdiri dari batu gamping non-klastik dan batu gamping klastik. Batu gamping non-klastik, merupakan koloni dari binatang laut antara lain dari koelentrata, moluska, protozoa dan foraminifera, batu gamping non-klastik sering disebut batu gamping koral. Batu gamping klastik, merupakan hasil rombakan jenis batu gamping non-klastik melalui proses erosi oleh air, transportasi, sortasi, dan tersedimentasi. Proses erosi, transportasi, sortasi, dan sedimentasi banyak mineral-mineral terikut yang merupakan pengotor yang memberi variasi warna dari batu seperti warna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat, merah bahkan hitam.

(4)

gamping berdasarkan kandungan mineral diperlihatkan pada Tabel 2.1 (Ford dan William, 2007).

Tabel 2.1. Sifat Mineral Batuan Karst

Type Mineral Komposisi Kimia Kekerasan Deskripasi Karbonat Kalsit

Sumber : Ford dan William ( 2007)

Pada proses sedimentasi mineral lain dapat hadir sebagai pengotor. Bila pengotor pada batu gamping banyak mengandung magnesit maka disebut dolomit (CaMg(CO3)2, bila dikotori kuarsa disebut batu gamping kuarsa CaCO3, bila pengotornnya lempung maka disebut batu gamping lempungan. Batu gamping memiliki warna yang dikontrol oleh persentasi mineral penyusun yang dominan dan pengotornya. Batu gamping yang berwarna putih susu dominan disusun oleh mineral kalsit, berwarna abu-abu muda-tua menunjukkan kehadiran unsur magnesium, warna kemerahan umumnya di sebabkan oleh hadirnya mangan dan warna kehitaman disebabkan hadirnya unsur organik.

2.3.1. Susunan Batu Gamping

(5)

sparit atau hasil rekristalisasi (Boggs, 2009). Batuan gamping memiliki komponen penyusun yang terdiri dari :

2.3.1.1. Kerangka

Kerangka penyusun batu gamping berupa kerangka organik, bioklastik, intraklastik dan kemiklastik. Kerangka organik (scleral atau frame builder) adalah struktur tubuh gamping yang tersusun atas koral, bryozoa dan alga. Bioklastik yang terdiri dari fragmen atau cangkang-cangkang binatang seperti foraminifera, moluska, brachiopoda dan koral. Intraklastik (fragmen non-organik) yang merupakan hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen gamping sebelumnya. Kemiklastik merupakan butir-butir terbentuk di tempat sedimentasi karena proses kimiawi seperti koagulasi, akresi dan penggumpalan.

2.3.1.2. Matriks

Matriks atau mikrit merupakan butiran halus (1 µm -5 µm) yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu sedimentasi (Folk, 2002). Matriks dibawah mikroskop hampir opak. Matriks dihasilkan dari pengendapan air laut tenang. Pengendapan langsung sebagai jarum aragonit terbentuk secara biokimia atau kimiawi dari prespitasi air laut dengan mengisi rongga antar butir yang kemudian berubah menjadi kalsit, ataupun dari hasil abrasi oleh pukulan-pukulan gelombang.

2.3.1.3. Spar

(6)

2.3.2. Klasifikasi Batu Gamping

Batu gamping merupakan batuan sedimen non-klastik yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau hasil kegiatan organisme. Batuan yang sama diendapkan pada waktu yang sama dikatakan berbeda fasies jika kedua batuan berbeda ciri fisik, kimia atau biologi. Karakteristik litologi, tekstur, kandungan fosil, warna, struktur sedimen menjadi faktor pembeda dalam melakukan identifikasi batu gamping. Penamaan batu gamping dilakukan dengan mengacu dari beberapa klasifikasi pada Tabel 2.2.

Dunham Packstone Mudstone Grainstone Wackstone Folk Allocemical Allocemical Embry dan

Batu gamping kerangka memiliki bentuk serta jaringan kerangka yang dikontrol oleh jenis organisme yang membentuknya, secara umum terdapat dua komponen penyusun batu gamping kerangka yaitu:

1. Komponen utama, dimana organisme pembentuk kerangka berupa koral madrepora, bryozoa, koral stromaporoiod, radist, algae (ganggang). 2. Komponen lain, biasanya berupa bioklas seperti foraminifera terutama

(7)

2.3.2.1. Klasifikasi Dunham

Pengamatan mikroskopis dilakukan dengan menggunakan klasifikasi Dunham op.cit Boggs (2009) dengan melihat secara megaskopis berdasarkan pengendapannya yaitu derajat perubahan tekstur, komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses pengendapan, tingkat kelimpahan antara butiran dan lumpur karbonat yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Klasifikasi Dunham

Klasifikasi Dunham meliputi : 1. Mudstone

(8)

berlangsung perlahan–lahan dan bertingkat dimana batas antara antara tingkatan tidak jelas, bahkan dapat saling melingkup, tingkatan tersebut adalah penyemenan, pelarutan pengendapan, perubahan mineralogi butir dan rekristalisasi. Keterdapatan mudstones dapat ditemukan disekitar pinggiran pantai, asosiasi dari batuan mudstones adalah batu pasir karbonatan dan packtone. Kegunaan dari batuan mudstones sebagai reservoir dalam pencarian minyak bumi.

2. Wackestone

Wackstone merupakan lumpur didukung batu kapur yang mengandung butiran karbonat lebih dari 10% (lebih besar dari 20 mikron) "mengambang" dalam matriks lumpur halus-halus kapur. Wackestone adalah matriks yang didukung batuan karbonat yang mengandung lebih dari 10% allochems dalam matriks lumpur karbonat.

3. Boundstone

Boundstone merupakan hubungan antar komponen yang tertutup dengan rapat (oolite).

4. Grainstone

Grainstone merupakan hubungan antar komponen tanpa lumpur yang sering disebut batuan karbonat bebas lumpur, yang didukung butir. Grainstone terbentuk pada kondisi energi yang tinggi, butiran-produktif lingkungan di mana lumpur tidak dapat terakumulasi. Grainstones mempunyai tekstur berpori dan dikenal sebagai karbonat yang terdapat pada sekitar pantai.

5. Packstone

(9)

proses energi yang lebih tinggi. Packstone berasal dari wackestones dipadatkan, yaitu proses akibat dari infiltrasi lumpur awal atau akhir dari sebelum disimpan, lumpur bebas sedimen terbentuk dalam air yang tenang, atau hasil pencampuran dari berbagai lapisan sedimen.

2.3.2.2. Klasifikasi Embry dan Klovan

Klasifikasi Embry dan Klovan merupakan pengembangan klasifikasi Dunham dengan membagi batu gamping menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonus dan allochtonus yang komponen penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses sedimentasi (Gambar 2.3). Embry dan Klovan membagi bounstone menjadi tiga kelompok yaitu frame stone, bindstone, dan bafflestone berdasarkan atas komponen utama yang berfungsi sebagai perangkap sedimen serta penambahan nama kelompok batuan yang mengandung komponen berukuran lebih dari 2 mm sebanyak 10% dengan nama batuan rudstone dan floatsone.

Gambar 2.3. Klasifikasi Embry dan Klovan

(10)

lalu. Tergantung bahan organik dalam sedimen ketika batu terbentuk dan jenis bahan organik, boundstone diklasifikasikan sebagai framestone, bindstone, atau bafflestone.

1. Framestone

Organisme dari organik fosil, dalam karang laut, yang terjadi berdekatan dengan spons terikat oleh kerak mikroba dan pasir yang mengeras. Ruang antara bertahap diisi dengan pasir, sedimen dan kristal kalsit. Kurun waktu yang lama, air surut dan struktur terus menerus terkena udara dan penyemenan alami dari padat sedimen diawetkan sisa-sisa bahan organik sebagai fosil.

2. Bindstone

Hasil organisme yang mengikat sedimen hingga lepas bersama-sama, ditandai dengan adanya dispersi. Bindstone umumnya adalah ganggang yang bersama dengan lapisan lumpur dan kalsit dengan besar pori-pori yang disebabkan oleh gelembung gas yang menjadi terperangkap dalam sedimen selama pembentukan. Stromatolit berupa gundukan fosil alga berlapis dan sedimen yang bentuk paling umum dari bindstone. Bindstone kebanyakan berorientasi secara vertikal. Bindstone merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dari boundstone.

3. Bafflestone

(11)

2.4. Penggunaan Batu Gamping

Batu gamping dalam penggunaannya memiliki persyaratan komposisi atau sifat kimia sesuai dengan peruntukan seperti kadar CaO, kehadiran unsur pengotor (Mg, Al, Fe, P, S, Na, K dan F), mineral pengotor (kuarsa, pirit, dan markasit) dan sifat fisik (kecerahan, ukuran butir, kuat tekan, keausan,). Penggunaan batu gamping dari sifat fisik dan mutu batu gamping sebagai bahan pengerasan jalan di lakukan dengan membuat sampel batu gamping menjadi agregat berukuran kasar, dan halus.

Persyaratan batu gamping dijadikan bahan baku semen dengan CaCO3 dengan kadar 50%-55%, MgO dengan kadar maksimum 2%, Fe2O3 dengan kadar 2,47 % dan Al2O3 dengan kadar 0,95 %.

Batu gamping dalam peleburan dan pemurnian logam sebagai bahan imbuh pada tanur tinggi dan pengikat gas dibutuhan batu gamping yang keras. Batu gamping yang dibutuhkan adalah dengan kadar CaO minimum 52%, SiO2 maksimum 4,00%, Al2O3 + Fe2O3 maksimum 3,00%, MgO maksimum 3,50%, Fe2O5 maksimum 0,65%, P maksimum 0,10% (Badan Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, 2011).

2.5. Metode Geolistrik

Metode geolistrik adalah metode geofisika yang didasarkan pada

penerapan konsep kelistrikan pada masalah kebumian. Tujuannya adalah untuk

memperkirakan sifat listrik medium atau formasi batuan di bawah permukaan

terutama kemampuannya untuk menghantarkan atau menghambat arus listrik.

Penginjeksikan arus listrik DC dengan tegangan tinggi ke dalam tanah dilakukan

melalui dua batang elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah

dengan jarak tertentu. Aliran arus listrik akan menimbulkan beda potensial listrik

antara dua titik di permukaan tanah.

Beda potensial listrik yang terjadi antara elektroda A dan B dengan jarak

tertentu diubah menjadi lebih besar maka beda potensial listrik yang timbul pada

elektroda M dan N ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang dialiri

(12)

potensial yang timbul berbanding lurus dengan besar arus yang diinjeksikan, dan

berbanding lurus dengan hambatan listrik medium yang dialiri oleh arus listrik.

Besar hambatan listrik medium berbanding lurus dengan resistivitas listrik

medium yang dilalui. Beda potensial yang timbul berbanding lurus dengan besar

resistivitas listrik medium yang dialiri oleh arus listrik. Asumsi yang dibuat bahwa

kedalaman lapisan batuan yang ditembus oleh arus listrik sama dengan separuh

dari jarak antara A dan B (AB/2), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran

arus listrik berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2.

Metode geolistrik sering menggunakan 4 batang elektroda yang terletak

dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu dua batang

elektroda arus (AB) di bagian luar dan dua batang elektroda tegangan (MN) di

bagian dalam.

Pengukuran resistivitas metode geolistrik dapat dilakukan untuk tujuan berbeda sesuai dengan metode geolistrik dan konfigurasi elektroda yang digunakan. Metode geolistrik memiliki tiga teknik pengukuran yaitu, profiling atau mapping, sounding, dan imaging (Telford, dkk, 1990). Model dimensi yang ingin diperoleh dalam interpretasi bawah permukaan, dikenal ada tiga jenis teknik pengukuran resistivitas listrik yaitu 1D, 2D dan 3D (Loke, 2000).

(13)

Teknik pengukuran lateral profiling dilakukan untuk mengetahui variasi resistivitas listrik secara lateral. Pada teknik lateral biasanya menggunakan konfigurasi Wenner, dengan jarak antara elektroda tetap. Teknik profiling dikenal sebagai constant separation tra nversing (CST) atau teknik mapping. Teknik mapping menggunakan spasi antara elektroda-elektroda dibuat tetap, kemudian seluruh konfigurasi elektroda dipindahkan sepanjang garis lurus untuk memperoleh informasi perubahan resistivitas listrik secara lateral (Loke, 2000). Interpretasi data yang diambil dengan teknik profiling, diasumsikan resistivitas listrik medium tidak berubah dalam arah vertikal. Keadaan sebenarnya di alam, kondisi geologi bawah permukaan sangat kompleks dimana resistivitas listrik dapat berubah dengan cepat dalam jarak yang pendek.

Studi resistivitas listrik 2D dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan resistivitas listrik bawah permukaan baik ke arah lateral maupun vertikal sepanjang lintasan survey (Metwaly dan Alfauzan , 2013). Interpretasi data hasil pengukuran diasumsikan resistivitas listrik tidak berubah pada arah tegak lurus lintasan survey. Model interpretasi menghasilkan profil dua dimensi (pseudosection) yang menggambarkan perubahan resistivitas listrik semu medium di bawah permukaan ke arah lateral dan vertikal dalam bentuk kontur sepanjang lintasan survey. Teknologi peralatan geolistrik digital yang dikontrol mikroprosesor serta dilengkapi dengan sistim multi-elektroda dan multi-core cable, sehingga pengukuran resistivitas listrik 2D dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Konfigurasi elektroda pengukuran resistivitas listrik 2D dengan jarak antara elektroda yang berbeda-beda dapat dilakukan secara cepat, sehingga diperoleh informasi variasi resistivitas listrik secara lateral dan vertikal. Istilah studi resistivitas listrik 2D disebut 2D Electrical Imaging Survey (Loke, 2000). Studi 2D digunakan untuk memperoleh profil dua dimensi bawah permukaan yang baik, pengukuran dilaksanakan secara sistimatik dan dibuat seluruh kemungkinan pengukuran.

Aliran listrik pada suatu formasi batuan dapat terjadi terutama karena

adanya fluida elektrolit pada pori-pori atau rekahan batuan. Oleh karenanya

(14)

jenis fluida pengisi pori-pori batuan. Batuan berpori yang berisi air atau air asin

akan lebih konduktif (resistivitas listrik-nya rendah) dibanding batuan yang sama

dengan pori-pori yang hanya berisi udara. Resistivitas dipengaruhi temperatur

tinggi yang menurunkan resistivitas listrik batuan secara keseluruhan akibat

meningkatnya mobilitas ion-ion penghantar muatan listrik pada fluida yang

bersifat elektrolit.

Metode geolistrik untuk arus yang masuk diasumsikan melewati medium bumi. Besar resistivitas listrik suatu batuan tergantung pada kondisi medium bumi seperti kering, basah, retak-retak, padat, cair, dan jenis material seperti densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu. Faktor geologi yang menentukan resistivitas listrik batuan seperti umur batuan, tekstur batuan dan proses geologi seperti alterasi, pelapukan, pelarutan dan metamorfisme (Loke, 2000). Nilai resistivitas listrik suatu batuan merupakan kisaran besaran. Namun demikian metode geolistrik sudah berhasil digunakan untuk penyelidikan hidrologi seperti penentuan akuifer, adanya kontaminasi, penyelidikan mineral, dan studi arkeologi. Survey geolistrik untuk mengetahui resistivitas bawah permukaan bumi dengan melakukan pengukuran di permukaan bumi dengan menggunakan dua elektroda potensial dan dua elektroda arus untuk setiap jarak elektroda yang berbeda dapat digunakan untuk menurunkan variasi harga resistivitas lapisan di bawah titik ukur (sounding point) untuk kawasan karst memiliki nilai tahanan jenis tinggi 50 Ωm –1x107 Ωm sehingga dapat dibedakan daerah lempung dan karbonat (Farooq, dkk, 2012). Pencarian sungai bawah tanah di daerah karst dengan indikasi resistivitas rendah untuk aliran air bawah permukaan (Andriyani, dkk, 2010).

(15)

potensialnya merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Besar resistivitas listrik yang didapat pada saat pengukuran adalah resistivitas listrik semu (apparent resistivity).

2.5.1. Konfigurasi Wenner-Schlumberger

Pengukuran sounding adalah pengukuran bawah permukaan dengan tujuan untuk mengetahui perubahan resistivitas listrik secara vertikal ke bawah dengan kedalaman yang cukup dalam, konfigurasi yang cocok digunakan adalah konfigurasi Schlumberger, seperti pada Gambar 2.4. Konfigurasi Schlumberger pemindahan elekroda tidak perlu semuanya dipindahkan, cukup elektroda arus (A dan B) yang dipindahkan sedangkan elektroda potensial (M dan N) tetap.

Konfigurasi Schlumberger jarak ideal antara elektroda M dan N dibuat sekecil

mungkin, sehingga jarak antara elektroda M dan N secara teoritis tidak berubah,

tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak antara elektroda

A dan B sudah relatif besar maka jarak antara elektroda M dan N dirubah.

Perubahan jarak antara elektroda M dan N tidak lebih besar dari 1/5 jarak antara

elektroda A dan B (Loke, 2000). Penggunaan konfigurasi Schlumberger pemindahan elektroda tidak terlalu sulit dan tidak terlalu jauh untuk mengetahui sampai ke kedalaman tertentu.

Konfigurasi Schlumberger pada Gambar 2.4. memberi keunggulan

mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu

dengan membandingkan nilai resistivitas listrik ketika terjadi perubahan jarak

elektroda MN/2. Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN dapat dipercaya,

maka ketika jarak AB relatif besar maka jarak elektroda MN diperbesar.

Konfigurasi Schlumberger untuk resistivitas listrik semu medium paruh ruang

ditentukan dengan persamaan:

(2.1)

(16)

dan AB = jarak elektroda arus (m) MN = jarak elektroda potensial (m)

K = faktor geometrik sebagai fungsi a dan b

Gambar 2.4. Konfigurasi Schlumberger

Konfigurasi Wenner menggunakan jarak antara elektroda A dan M, jarak

antara elektroda M dan N dan jarak antara elektroda N dan A dibuat sama, lalu

semua elektroda A, M, N dan A dipindahkan secara bersama sama dengan jarak

antara elektroda dibuat tetap. Dengan demikian dengan konfigurasi Wenner akan

diperoleh informasi perubahan resistivitas listrik secara horizontal, dan teknik

pengukuran ini dikenal sebagai profiling. Susunan elektroda dalam konfigurasi

(17)

Gambar 2.5. Susunan Elektroda pada konfigurasi Wenner dan Schlumberger

Konfigurasi Wenner–Schlumberger merupakan hybrid antara konfigurasi Wenner dan konfigurasi Schlumberger, dan termasuk konfigurasi yang relative baru dalam studi pencitraan. Konfigurasi Sclumberger merupakan konfigurasi yang paling sering digunakan dalam studi sounding. Bentuk susunan elektroda Schlumberger dapat digunakan pada system dengan jarak elektroda yang tetap. Faktor n untuk susunan elektroda ini merupakan nilai banding antara jarak antara elektroda A dan M (atau elektroda B dan N) dengan jarak antara elektroda potensial M dan N. Sedangkan dalam konfigurasi Wenner nilai n merupakan keadaan khusus dengan faktor n = 1.

(18)

Gambar 2.6. Perbandingan Cakupan Data antara Konfigurasi Wenner dan Wenner – Schlumberger.

2.6. Resistivitas Batuan

Sifat fisika batuan dan mineral memiliki resistivitas bervariasi. Nilai reisitivitas batuan tergantung dari macam-macam materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu. Jenis setiap batuan pada akuifer yang terdiri atas material lepas mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan air atau makin besar kandungan garamnya. Mineral lempung bersifat menghantarkan arus listrik sehingga harga tahanan jenis akan kecil. Variasi resistivitas bahan menurut (Milsom, 2003; Telford, dkk,1990; Raynold, 1997) ditunjukkan pada Lampiran E.

2.7. Mekanika Batuan

(19)

Tujuan utama uji kuat tekan unaksial adalah untuk mendapatkan nilai kuat tekan dari batuan. Harga tegangan pada saat batuan hancur didefenisikan sebagai kuat tekan uniaksial batuan dan diberikan oleh hubungan:

(2.2)

Dimana

σ = Kuat tekan uniaksial (MPa)

Gambar

Gambar 2.1. Pembentukan Karst
Tabel 2.1. Sifat Mineral Batuan Karst
Tabel 2.2. Klasifikasi Batu Gamping
Gambar 2.2. Klasifikasi Dunham
+5

Referensi

Dokumen terkait

Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode geofisika yang dapat mengukur nilai resistivitas batuan di bawah permukaan tanah dengan cara menginjeksikan arus,

Metode resistivitas listrik bekerja berdasarkan pengukuran beda potensial pada permukaan bumi yang dihasilkan oleh arus searah yang mengalir di bawah permukaan,

Posisi elektroda arus C dan elektroda potensial P secara berurutan C1-P1P2-C2 dengan spasi antar elektroda sebesar 3 meter, dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas ini

Application of Geoelectrical Resistivity Imaging and VLF-EM for Subsurface Characterization In a Sedimentary Terrain, Southwestern Nigeria.. Mineralogical Composition of

Prinsip kerja resistivitas ialah mengalirkan arus DC (arus bolak balik) yang besar ke dalam bumi melalui dua elektroda arus yang ditanamkan di dua titik permukaan tanah

Prinsip metode geolistrik adalah mengalirkan arus listrik serah ke dalam bumi melelui dua elektroda arus yang ditancapkan pada dua titik di permukaan tanah,

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran geolistrik, berupa besarnya nilai hambatan (R), spasi antar elektroda (a) dan jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial

Resistivitas batuan dapat diukur dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam tanah melalui dua elektrode di permukaan tanah dan mengukur beda potensial yang muncul di permukaan yang