• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Tiang Bor Tunggal Diameter 0,80 M Dengan Menggunakan Model Tanah Soft Soil Dan Mohr-Coulomb Pada Proyek Hotel Sapadia Medan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1. Pengertian Umum

Sejalan dengan perkembangan Kota Medan yang terus berkembang ditambah lagi dengan sudah diresmikannya Bandara Internasional Kuala Namu, maka semakin banyak permintaan pembangunan gedung-gedung bertingkat, baik hotel, pusat perbelanjaan, serta gedung-gedung bertingkat tinggi lainnya. Dengan adanya pengembangan gedung-gedung secara vertikal, maka akan semakin banyak pula permintaan untuk penggunaan pondasi dalam, khususnya pondasi tiang bor/bored pile, demikian juga halnya dengan pembangunan Hotel Sapadia Medan yang

menggunakan pondasi tiang bor/bored pile. Pemilihan type pondasi tiang bor/bored pile ini tentunya sudah melalui beberapa pertimbangan diantaranya menghindari

terjadinya getaran pada bangunan-bangunan disekitarnya.

(2)

Kebanyakan buku tentang rekayasa pondasi tiang modern masih tetap menganjurkan pengambilan faktor keamanan sama dengan 3 dari hasil analitis perkiraan daya dukung tiang. Alasan utama kiranya adalah kondisi tanah alam yang sangat bervariasi dan perilakunya sangat kompleks. Selain itu setiap pelaksanaan pemancangan pondasi tiang dapat mengubah dan mengganggu kondisi susunan tanah aslinya, sehingga para ahli geoteknik menyatakan bahwa kemajuan utama dalam pondasi tiang belakangan ini adalah kesadaran bahwa pengaruh pelaksanaan pondasi harus memperhitungkan rekayasa geoteknik diantaranya yaitu melalui metode elemen hingga.

Lalu, perlu juga menjadi catatan dan perhatian kita bersama, walaupun perhitungan daya dukung pondasi tiang umumnya sudah dikorelasikan dengan hasil pengujian di laboratorium, namun kondisi di laboratorium sering sekali sangat berbeda dengan kondisi tanah dalam keadaan asli, dan salah satu cara yang paling dapat diandalkan dalam memprediksi daya dukung tiang adalah dengan melakukan uji beban statis yang dikombinasikan dengan penggunaan instrumentasi yang kita kenal dengan istilah loading test.

Pemilihan pemakaian pondasi tiang bor/bored pile pada bangunan tinggi di perkotaan dikarenakan penulangan yang tidak dipengaruhi oleh tegangan saat pengangkutan dan pemancangan, tidak adanya resiko kenaikan muka tanah serta tanah bor pada saat pemancangan yang dapat diperiksa dan dicocokkan dengan data laboratorium (Hardiyatmo, 2011).

2.2. Tanah Sebagai Bahan Pendukung Pondasi

(3)

tanpa kandungan bahan organik. Tanah berasal dari pelapukan batuan yang prosesnya dapat secara fisik maupun kimia. Istilah-istilah seperti kerikil/gravel, pasir/sand, lanau/silt dan lempung/clay digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah (Das, 1995).

Untuk mengadakan peramalan dan penilaian teknis dalam perencanaan, diperlukan pengertian yang mendalam mengenai karakteristik mekanis dari tanah. Parameter yang mempengaruhi karakteristik tanah sebagai pendukung pondasi berupa ukuran butiran tanah, berat jenis tanah, kadar air tanah, kerapatan butiran tanah, angka pori, sudut geser tanah dsb. Untuk memperoleh data tersebut, maka diperlukan penelitian tanah melalui laboratorium Mekanika Tanah dengan data dari laboratorium dapat diketahui daya dukung yang dapat dihasilkan oleh sebuah pondasi terhadap beban bangunan diatasnya.

2.2.1. Parameter Tanah

Secara umum elemen tanah mempunyai 3 (tiga) fase, yaitu butiran padat, air dan udara seperti terlihat pada Gambar 2.1.

(4)

Pemahaman menge dalam memperoleh pa dapat dilihat pada Gam adalah angka pori/void saturation, sedangkan

content, dan berat volum

Tabel 2.

2.2.1.1. Berat Isi (γsat da Berat volume ata

Korelasi empiris untuk hard antara nilai N-SPT

ngenai komposisi tanah diperlukan untuk mengam parameter tanah dan hubungan antara volume ambar 2.1. Sementara Hubungan volume pada

oid ratio, porositas/porosity, derajat kejenuh

n untuk hubungan berat digunakan istilah ka ume/unitweight). Hubungan tersebut dapat dilihat T bel 2.1. Korelasi berbagai jenis parameter tanah

(Sumber: Punmia, 1981)

danγunsat)

atau berat isi (γ) merupakan berat tanah persatuan vol

uk konsitensi tanah kohesif mulai dari very soft sa SPT dengan berat isi tanah jenuh dapat dilihat pada Ta

ambil keputusan ume dengan berat da elemen tanah nuhan/degree of kadar air/water hat Tabel 2.1.

an volume,

(2.1.) t sampai dengan

(5)

Tabel 2.2. Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan berat isi tanah jenuh (sat) untuk tanah kohesif (Sumber: Lambe W T & Whitman R V, 1969)

N-SPT

tanah kohesif dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan untuk tanah non kohesif dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3. Korelasi berat isi tanah () non kohesif dan kohesif (Sumber: Lambe W T & Whitman R V, 1969)

Cohesionless Soil N 0 - 10 11–30 31–50 > 50 Unit Weightγ, kN/m3 12 -16 1418 16 - 20 18 - 23

Angle of Friction,φ 25 - 32 28- 36 30 - 40 > 35 State Loose Medium Dense Very Dense

Cohesive

N > 4 4–6 6–15 16 - 25 > 25 Unit Weightγ, kN/m3 14 -18 1618 16 - 18 16 - 20 > 20

(6)

Tabel 2.4. Korelasi berat jenis tanah jenuh (sat) non kohesif. (Sumber: Lambe W T & Whitman R V, 1969)

Desciption Very Loose Loose Medium Dense Very Dense N-SPT

Fine 1–2 3 - 6 7 - 15 16 - 30

Medium 2–3 4 - 7 8 - 20 21 - 40 > 40

Coarse 3–6 5–9 10 - 25 16 - 45 > 45

Angle of frictionφ

Fine 26 - 28 28 - 30 30 - 34 33 - 38

Medium 27 - 28 30 - 32 32 - 36 36 - 42 > 50 Coarse 28 - 30 30–34 33 - 34 40 - 50

γwet(kN/m3) 11 - 16 14–18 17 - 20 17 - 22 20–23

2.2.1.2. Parameter Kekakuan (E danν)

Parameter kekakuan dinyatakan dalam modulus elastisitas (E) dan Poisson ratio (ν). Hubungan Poisson ratio () dengan regangan adalah sebagai berikut:

Regangan Horizontal, (εh) = (2.2)

Regangan Vertikal, (εh) = (2.3)

Sehingga Poisson ratio, (ν) = (2 .4)

(7)

Tabel 2.5. Korelasi modulus elastisitas (Es) dengan nilai N-SPT (Bowles, 1988)

Jenis Tanah N-SPT (kN/m2)

Sand (Normally Consolidated)

Sand, all (Normally Consolidated) Es = (26002900) N

Sand (overconsolidated) Es = 4000 + 1050 N Es(ocr)= Es(ocr). 0,5

Gravelly Sand Es = 1200 (N + 6)

Es = 600 (N + 6), N < 15

Clayey Sand Es = 320 (N + 15)

Silt, Sandy silt or clayey silt Es = 300 (N + 6)

Tabel 2.6. Hubungan tipe tanah dengan modulus Young dan Poisson ratio (Das, 1995)

Jenis Tanah Medium Dense sand 17,25 - 27,60 2500 - 4000 0,25 - 0,40 Dense sand 34,50 - 55,20 5000 - 8000 0,30 - 0,45 Silty sand 10,35 - 17,25 1500 - 2500 0,20 - 0,40 Sand and gravel 69,00 - 172,50 10000 - 25000 0,15 - 0,35

Soft clay 2,07 - 10,35 300 - 750

0,20 - 0,50 Medium Clay 5,18 - 10,35 750 - 1500

(8)

Besaran Modulus Elastisitas berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.7, mulai dari tanah clay, tanah glacial till, sand, sand and gravel, shale serta tanah silt.

Tabel 2.7. Modulus elastisitas (Es) berbagai jenis tanah (Bowles, 1988)

Jenis Tanah Modulus Elastisitas Es (103) (kN/m2)

Clay Very Soft 2–5

Soft 5–25

Medium 15 - 50

Hard 50–100

Sandy 25–100

Glacial till Loose 10–150

Dense 150–720

Very Dense 500–1440

Loose 15–60

Sand Silty 5 -20

Loose 10–25

Dense 50–81

Sand and Gravel Loose 50–150

Dense 100–200

Shale 144–14400

Silt 2 - 20

2.2.1.3. Parameter Kekuatan Tanah (c, danψ)

(9)

1. Kohesi tanah (c) butiran tanah da

Gambar 2.2. Gra .

Gambar 2.3. Grafik

2. Sudut geser/fric Ø merupakan pena

h (c), merupakan nilai yang timbul akibat adanya le h dan nilai N-SPT dapat ditentukan dari Gambar 2.2 da

Grafik hubungan antara kohesi (c) dan nilai N-SPT . (Sumber: Terzaghi, 1967)

ik hubungan nilai N-SPT dan undrained shear stre (Sumber: Terzaghi, 1967)

friction angle (Ø), sudut geser atau sudut geser enambahan dari shear strength dengan stress leve

lekatan antar 2.2 dan 2.3.

SPT

trength (Su)

Ø ser dalam tanah

(10)

yang besar ditemukan pada tanah yang berbutir, Sudut geser/friction angle diperoleh dari kekasaran antar butiran tanah. Nilai sudut geser dalam untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8.Sudut geser dalam tanah bukan lempung (Bowles, 1988)

Jenis Tanah Sudut geser efektif (Ø’)

Loose Dense

Gravel, crushed 36–40 40–50

Gravel, bank run 34–38 38–42

Sand, crushed (angular) 32–36 35–45 Sand, bank run (sub angular) 30–36 34–40 Sand, beach (well rounded) 28–32 32–38

Silty sand 25–35 30–36

Silt, inorganik 25–35 30–35

3. Sudut dilatansi (ψ), tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi sama sekali atau sama dengan 0. Dilatansi dari pasir tergantung dari sudut gesernya. Untuk pasir kwarsa kurang lebih adalah ψ ≈ φ - 30°. Walaupun demikian dalam kebanyakan kasus ψ adalah 0. Untuk d < 30, nilai negatif yang kecil untukψhanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas.

2.2.2. Konsep Tegangan Total dan efektif 2.2.2.1. Konsep Tegangan Total

(11)

Gam Gambar 2.4 me melintang. H adalah besa sedangkan Ha merupaka pendek/short term atau kondisi undrained. Kon kecepatan terdisipasinya air pori relatif lebih lamba kondisi undrained

Gambar 2.4. Potongan melintang tanah

menunjukkan titik A pada suatu massa tanah dal besarnya kedalaman muka air tanah dihitung dari upakan kedalaman titik A dihitung dari muka air

egangan total (σ ) adalah: = H γ w+ (Ha– H) γ sat

t volume air.

t volume tanah jenuh air.

ngan total digunakan untuk menganalisis stabi au akhir konstruksi, dalam penggunaan praktis Kondisi ini terjadi pada saat penambahan beban

ya air pori. Pada tanah lempung proses terdisipa mbat dibandingkan dengan tanah pasir, oleh karen

umumnya digunakan untuk tanah

dalam potongan ri partikel tanah ir tanah. Secara

 (2.5)

(12)

Faktor keamanan dalam kondisi kritis (minimal) terletak di akhir konstruksi pada saat nilai u maksimal. Seiring berjalannya waktu, tekanan air pori akan tereduksi sehingga menyebabkan kuat geser tanah dan faktor keamanan meningkat. Berdasarkan ilustrasi tersebut, maka analisis tegangan total digunakan pada saat lereng dalam kodisi kritis (faktor keamanan minimal). Parameter yang digunakan

pada analisis tegangan total adalah cu (undrained cohesion) dan φu(undrained friction angle). Parameter-parameter tersebut disebut dengan parameter total. Kekuatan tanah

lempung jenuh/undrained shear strength dinyatakan dengan Su, Su= cu

φu= 0

Undrained strength (cu) untuk lempung normally consolidated dapat ditentukan melalui persamaan berikut :

= 0,11 + 0,0037 (2.6)

Dimana,

σ’0 = Tegangan efektif over bulen.

IP = Indeks Plastisitas.

Untuk lempung overconsolidated, undrained strength (cu) ditentukan melalui persamaan :

( / ).

( ).

= OCR0,8 (2.7)

Dimana,

(13)

Gambar 2.5. Pengujian tanah yang dilakukan untuk stabilitas jangka pendek

Berdasarkan Gambar 2.5 parameter-parameter tanah selain diperoleh melalui tes triaxial UU dapat juga melalui tes triaxial CU dan tes unconfined compression dan umumnya digunakan untuk analisis stabilitas timbunan maupun pondasi.

2.2.2.2. Konsep Tegangan Efektif (σ’)

Titik A pada Gambar 2.4 terletak dalam sebuah tanah jenuh air, berdasarkan kondisi tersebut di titik A terdapat gaya hidrostatis akibat pengaruh muka air tanah. Tekanan hidrostatis tersebut disebut tekanan air pori (u). Tegangan efektif menunjukkan hubungan tegangan total pada suatu massa tanah jenuh air yang dipengaruhi tekanan air pori. Secara matematis tegangan efektif (σ ’) dapat dinyatakan dengan:σ’ =σ- u

Dengan memasukan pengaruh kedalaman dan berat volume air dan tanah maka persamaan tersebut dapat dikembangkan menjadi:

(14)

σ = [Hγ w+ (Ha– H) γ sat]– HA γ w (2.8)

σ = (HA– H) (γ sat– γ w)

(HA H) merupakan tinggi tanah , sedangkan sat – γ w) merupakan berat volume

tanah efektif (γ ’).

Analisis tegangan efektif digunakan untuk menganalisis stabilitas jangka panjang/long term atau disebut juga dengan kondisi drained. Pada tanah pasir, proses terdisipasinya air pori terjadi lebih cepat, oleh karena itu analisis kondisi drained umumnya digunakan untuk analisis stabilitas pada tanah pasir.

Gambar 2.6. Pengujian tanah yang dilakukan untuk stabilitas jangka panjang

Parameter yang digunakan pada analisis tegangan efektif adalah c’ dan Ø’.

Parameter-parameter tersebut disebut dengan parameter efektif. Analisis pada kondisi long term menggunakan metode tegangan efektif, parameternya ditentukan dengan

test triaxial drained atau tes direct shear, bisa juga menggunakan CU test dengan memperhitungkan tegangan air pori atau menggunakan ring shear test seperti terlihat pada Gambar 2.6.

Long term

stability Triaxial Test

Ring Shear CD test

CU test

c’rdanφ’r residual Direct Shear

Test

Pengukuran tekanan air pori

c’danØ’

(15)

2.2.3. Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb

Dalam buku mekanika tanah prinsip-prinsip rekayasa geoteknik, Braja M Das (1995) dijelaskan bahwa kekuatan geser suatu massa tanah merupakan perlawanan internal tanah persatuan luas terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah. Mohr (1980) menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan geser maksimum.

τf = f (σ) (2.9)

Dimana,

τf = Tegangan geser saat terjadi keruntuhan atau kegagalan.

σ = Tegangan normal pada kondisi saat tertentu.

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Garis keruntuhan/failure envelope yang dinyatakan oleh persamaan diatas sebenarnya berbentuk lengkung. Untuk sebagian besar masalah-masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linier antara tegangan normal dan geser (Coulomb, 1776). Persamaan tersebut disebut sebagai kriteria kegagalan atau keruntuhan Mohr-Coulomb seperti pada Gambar 2.7.

(16)

Dari Gambar 2.7 pengertian tentang keruntuhan diartikan sebagai berikut: 1. Jika tegangan mencapai titik A maka keruntuhan geser tidak akan terjadi. 2. Jika tegangan mencapai titik B maka keruntuhan geser akan terjadi dimana

titik B terletak pada garis selubung kegagalannya.

3. Tegangan pada titik C tidak pernah terjadi, karena sebelum mencapai titik tersebut bahan sudah mengalammi keruntuhan.

Rumus Mohr-Coulomb tersebut memiliki kelemahan yang membuat rumus tersebut tidak akurat, yaitu nilai-nilai c dan Ø yang diperoleh sangat tergantung dari

jenis pengujian yang dilakukan. Terzaghi (1925) menyempurnakan rumus tersebut dengan memperhitungkan faktor tegangan air pori karena tegangan efektif yang terjadi pada tanah sangat dipengaruhi oleh tegangan air pori, maka persamaan diatas menjadi:

τf = c + (σ- u) tanØ (2.10)

τf = c +σtanØ

Dimana,

c = Kohesi.

σ = Tegangan normal efektif. u = Tekanan air pori.

Ø = Sudut geser dalam.

Kuat geser tanah juga dapat dinyatakan dalam bentuk tegangan-tegangan

efektif σ1’ dan σ3’ pada saat keruntuhan terjadi. Hubungan antara τ dann σ dapat

(17)

Gambar 2.8. Lingkaran Mohr-Coulomb (Sumber: Dass, 1995)

Dengan memplot ½(σ ’1 - σ ’3) terhadap ½(σ ’1 + σ ’3), maka setiap kondisi tegangan dapat dinyatakan suatu titik tegangan (stress point), yang lebih baik dari lingkaran Mohr. Setelah itu dapat dibuat selubung keruntuhan yang dimodifikasi, dimana a’ dan α ’ adalah parameter-parameter yang dimodifikasi.

2.3. Penyelidikan Dan Pemeriksaan Tanah Di Lapangan

(18)

pekerjaan-pekerjaan percobaan, mulai dari percobaan SPT/Standart Penetrasi Test, sondir, boring, test konsolidasi serta lainnya. Parameter dari tanah yang menentukan dalam

perencanaan pondasi antara lain, daya dukung tanah/bearing capacity, tekanan tanah, tekanan air pori, penurunan (termasuk besar dan kecepatan penurunan).

Tujuan-tujuan utama dari penyelidikan tanah adalah (Hardiyatmo, 1996): 1. Untuk menentukan urutan, ketebalan dan lapisan tanah kearah lateral dan

bila diperlukan elevasi batuan dasar.

2. Untuk memperoleh contoh-contoh tanah dan batuan yang cukup mewakili untuk keperluan identifikasi dan klasifikasi dan bila perlu digunakan dalam uji lapor laboratorium guna menentukan parameter-parameter tanah yang relevan.

3. Untuk mengidentifikasi kondisi air tanah. Hasil-hasil dari penyelidikan tanah harus memberikan informasi yang cukup memadai akan tipe pondasi yang paling sesuai untuk suatu usulan struktur dan sebagai petunjuk bila mungkin timbul masalah-masalah pada saat penggalian.

2.3.1. Pengambilan Sampel Tanah.

(19)

laboratorium Mekanika Tanah, selalu disyaratkan bahwa pengambilan contoh tanah diusahakan tidak terganggu dan sample tanah terganggu (Bowles, 1988).

2.3.1.1. Contoh Tanah Tidak Asli Atau Terganggu/Disturbed Samples

Contoh tanah tidak asli adalah contoh tanah yang diambil dari lapangan tanpa dilakukan usaha untuk melindungi struktur tanah asli tersebut, contoh tanah segera sesudah diambil dimasukkan kedalam kantong plastik secukupnya dan segera diikat dengan rapat, data sample ini digunakan untuk penentuan kadar air tanah, sedangkan untuk keperluan penyelidikan ukuran butir, berat jenis, batas-batas Atterberg, dan lainnya yang tidak membutuhkan persyaratan kadar air tanah asli, contoh tanah dapat diambil dalam keadaan kering angin.

2.3.1.2. Contoh Tanah Asli Atau Tidak Terganggu/Undisturbed Samples

(20)

Gambar 2.9. Jenis ta sta

2.3.2. Penyelidikan Tan Pekerjaan sondir um mendapatkan daya dukung tanah/friction untuk pere sondir juga sangat prakt tanah keras, bahkan unt terlihat dalam Gambar 2.

Gambar 2.10. Perki

tabung pengambil contoh tanah yang dipasang pa stang bor (Sumber: Tschebotarioff, 1951)

anah dengan Sondir

ondir umumnya dilakukan pada tanah kohesif dan dil dukung ujung/end bearing dan perlawanan perencanaan pondasi dan struktur geoteknik, selain

aktis untuk mengetahui dengan cepat letak kedal untuk mengevaluasi nilai rasio gesekan/friction

2.10.

rkiraan jenis tanah dari Sondir/DCPT (Das, 1999)

pada ujung

dilakukan untuk gesekan dari in itu percobaan dalaman lapisan on ratio, seperti

(21)

Uji sondir saat ini merupakan salah satu uji lapangan yang telah diakui oleh para praktisi dan pakar geoteknik. Pelaksanaan test sondir ini mengacu pada prosedur ASTM.D.3441. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus yang disebut juga dengan tahanan ujung (qc) dan hambatan lekat (fs) tanah.

1. Tahanan Ujung (qc)

Tahanan ujung (qc) merupakan perlawanan ujung/nilai conus yang dilakukan dengan menekan conus ke bawah, seluruh tabung luar diam, gaya yang bekerja dapat dibaca pada manometer. Besarnya nilai perlawanan ujung/tahanan ujung (qc) menunjukan identifikasi jenis tanah. Pada tanah pasiran, perlawanan ujung yang besar menunjukan tanah pasir padat, sedangkan perlawanan ujung yang kecil menunjukan tanah pasir halus atau tanah lempung yang kuat gesernya kecil akibat pengaruh tekanan air pori saat penetrasi. Perlawanan penetrasi conus adalah perlawanan terhadap ujung conus/tahanan ujung (qc) yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas. 2. Hambatan Lekat (fs) dan Friction Ratio (fr)

(22)

a. Untuk Friction ratio (fr) < 1% termasuk tanah pasir. b. Untuk Friction ratio (fr) > 1% termasuk tanah lempung.

c. Untuk Friction ratio (fr) > 5% atau 6% termasuk tanah gambut/organik.

2.3.3. Uji Penetrasi Standart/SPT

Standart Penetrasi Test/SPT adalah percobaan di lapangan dengan memasukan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah, tujuannya untuk mendapatkan kepadatan relative Dr (relative Density), sudut geser tanah (Ø) serta jumlah pukulan nilai N dari tanah tersebut (Hardiyatmo, 2011). Perkiraan koreksi antara N-SPT dengan sudut geser tanah dapat dilihat pada Gambar 2.11 dan 2.12.

(23)

Gambar 2.12. Hubungan

(sumber: Principle of Foundat Kepadatan relative

basah dengan berat tanah tingkat kerapatan tanah adalah kondisi terdrai meninggalkan rongga por sama lainnya dan kuat g tanah adalah jumlah puk cm. Hubungan nilai N d Tabel 2.9 dan 2.10.

Tabel 2.9. Hubunga

gan sudut geser tanah dan nilai N-SPT untuk tana of Foundation Engineering, Braja M. Das, Fourth Edi

ive Dr (relative density) adalah perbandingan anta nah seluruhnya, umumnya kepadatan relative dig ah berbutir (granula soil) sedangkan sudut ges drainase atau drained dimana terjadinya alir pori tanahnya sehingga butiran-butiran tanah m

t geser lempung menjadi bertambah dan terakhi pukulan yang diberikan saat memasukan spoon se dengan beberapa sifat-sifat lain dari tanah dapa

. Hubungan nilai N dengan kepadatan relatif (Dr) dan sudut tanah ( ) pada tanah pasir (Terzaghi Peck, 1948)

epadatan Relatif (Dr) Sudut Geser Dalam T

Peck M dapat dilihat pada

(24)

Tabel 2.10. Hubungan nilai N dengan kepadatan relatif (Dr) tanah lempung (Terzaghi Peck, 1948)

Kepadatan Relatif (Dr) Nilai N

Sangat lunak < 2

Lunak 2 - 4

Sedang 4 - 8

Kaku 8–15

Sangat Kaku 15 - 30

Keras/Padat 30 <

Bilamana jumlah tumbukan N > 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck (1948) memberikan nilai ekivalen N0yang merupakan hasil dari jumlah tumbukan N yang telah dikorelasi akibat pengaruh permeabilitas dan dinyatakan dengan:

N0 = 15 + ½(N-15)

Untuk mendapatkan besar sudut geser tanah dari tanah pasir/non kohesif, umumnya digunakan rumus Dunham (1962), yaitu:

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam dan mempunyai sudut sebesar:

= 12 + 15 (2.11)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi merata.

= 12 + 25 (2.12)

Lalu, menurut Peck, besar sudut geser tanah dapat digunakan rumus berikut:

= 0,3N + 25 (2.13)

(25)

dikatakan mempunyai daya dukung yang baik bilamana lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35 atau mempunyai besar kuat tekan (qu) antara 3 - 4 kg/cm2dengan nilai SPT N > 15.

2.4. Pondasi Tiang Bor/Bored Pile

Pondasi tiang bor merupakan salah satu alternative pemilihan type pondasi dalam yang sering digunakan di daerah perkotaan padat penduduk dan banyak berdiri bangunan-bangunan yang berdekatan.

2.4.1. Alasan Penggunaan Pondasi Tiang Bor/bored pile

Adapun beberapa alasan pemilihan pondasi tiang bor/bored pile antara lain (Hardiyatmo, 2011):

1. Kedalamanan tiang bor dapat divariasikan.

2. Saat pelaksanaan pondasi tiang bor, tidak menimbulkan kebisingan maupun getaran yang ditimbulkan oleh alat pancang.

3. Tidak menyebabkan terjadinya resiko kenaikan muka tanah dan pergeseran tiang kearah horizontal pada tanah lempung seperti pada type tiang pancang lainnya dimana saat pemancangan dapat menyebabkan tiang pancang disampingnya bergerak kearah horizontal.

4. Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang dalam dengan diameter besar dan dapat dilakukan perbesaran ujung bawahnya jika tanah dasar berupa lempung atau batu lunak.

(26)

6. Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan pemancangan.

2.4.2. Pelaksanaan Tiang Bor

Pondasi tiang bor dilaksanakan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu baru kemudian dilakukan pemasangan tulangan beton dan dilaksanakan pengecoran beton. Pondasi tiang bor/bored pile ini biasanya digunakan pada tanah yang stabil dan kaku sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang yang stabil dengan alat sehingga hasil akhir yang diperoleh lebih maksimal.

Terdapat tiga metode dasar pelaksanaan yang dapat digunakan untuk tiang bor (Hardiyatmo, 2011) yaitu:

1. Metode Kering/Dry Method.

(27)

Gambar 2.13. Langkah-langkah pelaksanaan tiang bor dalam metode kering (Sumber: www.planningengineer.net)

2. Metode Basah/Slurry Method

Metode basah umumnya dilakukan bila pengeboran melewati muka air tanah, sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak ditahan. Agar lubang tidak longsor, di dalam lubang bor diisi dengan larutan tanah lempung/bentonite atau larutan polimer. Adukan beton dimasukkan ke dalam lubang bor dengan pipa tremie. Larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh adukan beton seperti terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Prinsip pelaksanaan tiang bor dalam metode basah (Sumber : www.frankipile.co.id)

3. Metode Casing.

(28)

maka untuk pengecoran digunakan pipa tremie), dan pipa selubung ditarik ke atas, namun kadang-kadang pipa selubung ditinggalkan di tempat seperti terlihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Langkah-langkah pelaksanaan tiang bor dengan memasang Casing (Sumber : www.icac.org.hk)

2.5. Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor/Bored Pile

Daya dukung aksial pondasi tiang dapat dihitung berdasarkan Laporan akhir pengujian tanah yang dikeluarkan Laboratorium Mekanika Tanah berupa data uji lapangan antara lain data Sondir dan SPT, sementara cara kedua dapat dihitung dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah berupa nilai kohesi tanah (c) dan sudut geser tanah (Ø).

2.5.1. Berdasarkan Data Hasil Uji Lapangan 2.5.1.1. Data Pengujian Sondir

(29)

ultimit dari pondasi tiang pancang dengan menggunakan persamaan Schmertmann dan Nottingham (1975).

1. Berdasarkan tahanan ujung/end bearing, daya dukung ujung tiang adalah:

Qp = ApCR-r (2.14)

2. Berdasarkan hambatan lekat/skin friction, daya dukung tiang adalah:

Qs = TSFAk (2.15)

3. Berdasarkan tahanan ujung dan geser selimut tiang, daya dukung tiang adalah:

QIjin =

1

+

(2.16)

Dimana,

QIjin = Kapasitas ijin tiang terhadap beban aksial (kg, ton). Qp = Kapasitas ijin tahanan ujung tiang (kg,ton).

Qs = Kapasitas ijin geser selimut tiang/skinfriction (kg, ton). Ap = Luas penampang tiang (cm2,m2).

Ak = Keliling tiang bor (cm, m).

CR-r = Perlawanan konus rata-rata 4D keatas & 4D kebawah). TSF = Jumlah hambatan lekat (kg/cm).

FK1 = Faktor keamanan daya dukung ujung tiang (dipakai 3). FK2 = Faktor keamanan hambatan lekat tiang (dipakai 5).

2.5.1.2. Data Pengujian SPT

(30)

SPT. Penentuan parameter berdasarkan korelasi nilai N-SPT antara lain:

1. Korelasi N-SPT terhadap nilai cu

Untuk nilai undrained shear strength (cu) dapat diperoleh dari persamaan korelasi Stroud (1974):

cu = (3,5 - 6,5)N(kN/m2) (2.17)

2. Korelasi N-SPT terhadap nilai modulus elastisitas tanah.

Untuk mendapatkan modulus elastisitas tanah dapat menggunakan korelasi dari data N-SPT dengan persamaan Schmertmann (1970), yaitu:

a. Tanah pasir/sand.

Es = 766N (kN/m2) , Es= 2qc (2.18) b. Tanah lempung/clay, normally consolidated.

Es= 250cu- 500cu

c. Tanah lempung/clay, over consolidated.

Es= 750cu- 1000cu , cu= undrained kohesi

3. Korelasi N-SPT terhadap nilai sudut geser ( )

Nilai sudut geser ( ) na Ncor dapat dihitung dengan persamaan Hanson dan Thornburn (1989) sebagai berikut :

Ø(deg) = 27,1 + 0,3Ncor = 0,00054N2cor

Ncor = CNN

(31)

Korelasi N-SPT untuk menentukan berat volume tanah (∂) a. Tanah Pasir/non kohesif.

Tanah pasir/non kohesif adalah tanah yang bergradasi seragam dan mudah dilalui oleh rembesan air. Korelasi N-SPT dengan berat isi tanah pasir dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11. Korelasi N-SPT dengan berat isi (∂)untuk tanah pasir (Sumber: Meyerhoff, 1956)

Nilai N Kepadatan Relatif (Dr)

Berat Volume (∂) Moist (psf) Submerged (psf) < 4 < 0,2 sangat lepas (very loose) < 100 < 60 4 - 10 0,2–0,4 Lepas(loose) 95–125 55 - 65 10 - 30 0,4–0,6 sedang (medium dense) 110–130 60 - 70 30 - 50 0,6–0,8 Padat(dense) 110–140 65 - 85 > 50 > 0,8 sangat padat (very dense) <130 > 75

b. Tanah Lempung/kohesif.

Tanah lempung/kohesif adalah tanah yang sulit menyerap air. Korelasi N-SPT dengan berat isi tanah lempung dapat dilihat pada Tabel 2.12.

Tabel 2.12. Korelasi N-SPT dengan berat isi (∂)tanah lempung (Sumber: Meyerhoff, 1956)

Consistency qu(psf) N-SPT Saturated Unit Weight (psf)

Very Soft 0 - 500 0 - 2 < 100

Soft 500 - 1000 3 - 4 100–120

Medium 1000 - 2000 5 - 8 110–125

Stiff 2000 - 4000 9 - 16 115–130

Very Stiff 4000 - 8000 16 - 32 120–140

(32)

Parameter elasti -Untuk tanah non kohe Sementara kapa dengan rumus: Besar nilai Nc*da

Gamba

stis berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.13. Tabel 2.13. Parameter elastis tanah

(Sumber: Meyerhoff, 1956)

pe of Soil Modulus Young, Es

MN/m2 Poisson

oose Sand 10,35– 24,15 0,20

um Dense Sand 17,25– 27,60 0,25

nse Sand 34,50– 55,20 0,30

ty Sand 10,35– 17,25 0,20

Sand & Gravel 69,00–172,50 0,15

Soft 2,07– 5,18 0,20

edium 5,18– 10,35 0,20

Stiff 10,35– 24,15 0,20

pasitas daya dukung tahanan ujung/end bearing da us:

h kohesif : Qp = Ap(cNc* + qp’Nq*) h non kohesif : Qp = Apqp’(Nq*- 1)

pasitas daya dukung selimut tiang/skin friction da

us: Qs = f.l.p

*

dan Nq*terhadap dapat dilihat pada Gambar 2.

mbar 2.16. Faktor daya dukung Nq*

el 2.13.

ng dapat dihitung

(2.19) (2.20) on dapat dihitung

(33)

Perhitungan daya dukung pondasi tiang bor dapat dilakukan dengan Reese and Wright (1976) seperti rumus berikut ini:

1. Daya dukung ujung tiang/end bearing

Daya dukung ujung tiang/end bearing adalah sebagai berikut,

Qp= Apqp (2.22)

Dimana,

Qp = Daya dukung tahanan ujung tiang (kg, ton). Ap = Luas penampang ujung tiang (cm2,m2).

qp = Tekanan vertikal efektif tanah pada ujung tiang (kg/cm2,ton/m2)

-Untuk Tanah Kohesif

qp(tsf) = 9Cu (2.23)

Dimana,

Cu = kohesi tanah/undrained shear strength. -Untuk Tanah non Kohesif

Reese & Wright (1977) mengusulkan korelasi antara qpdan N-SPT seperti terlihat pada Gambar 2.17.

(34)

Dimana,

N ≤ 60, qp= 7,3N (ton/m2) < 400 ton/m2.

N > 60 , qp= 400 ton/m2.

2. Daya dukung selimut tiang/skin friction

Daya dukung selimut tiang/skin friction adalah sebagai berikut,

Qs = f l p (2.24)

Dimana,

f = Tahanan geser selimut tiang pancang/skin friction (kN/m2). l = Panjang tiang yang tertanam (m).

p = Keliling penampang tiang bor (m). -Untuk Tanah Kohesif

f = α cu (2.25)

α = Faktor adhesi (0,55)

-Untuk Tanah non Kohesif

Reese & Wright (1977) berpendapat bahwa,

untuk, N < 53 , f = 0,32N-SPT (ton/m2)

bila, 53 < N < 100 , f diperoleh dari korelasi langsung N-SPT Nilai f juga dapat dihitung dengan formula:

fi = K0

σ

vtan (2.26)

Dimana,

K0 = 1 - sinØ

(35)

li = 15D

= 0,8Ø

D = Diameter tiang bor.

2.5.2. Berdasarkan Kekuatan Bahan

Daya dukung tiang dihitung dari kekuatan bahan terhadap beban yang dipikul, yaitu:

Qult= Atiang (2.27)

Dimana,

= Tegangan tekan ijin beton

= 0,33f’c

A = Luas penampang tiang

= Ø2

2.6. Uji Pembebanan Statis/Loading Test

(36)

menentukan mekanisme yang terjadi dengan kurva beban penurunan beserta deformasi plastis tiang maupun kemungkinan terjadinya kegagalan pada bahan tiang.

Hal - hal yang harus diperhatikan dalam uji pembebanan di lapangan, yaitu: 1. Tiang uji dipancang pada lokasi tanah dekat lubang bor dan kondisi tanah

yang relatif jelek pada tempat yang akan dibangun.

2. Metode pemancangan diusahakan sama seperti yang digunakan dalam pelaksanaan konstruksi.

3. Tenggang waktu untuk pelaksanaan uji pembebanan sekitar 24 jam setelah pembebanan untuk tanah pasir dan sekitar 30 sd 60 hari setelah pembebanan untuk tanah lempung.

4. Besarnya beban reaksi direncanakan minimal 200% dari beban rencana. 5. Presentase peningkatan dan pengurangan beban digunakan sebesar 25% 6. Setelah maksimum pembebanan tercapai, beban mulai dikurangi/unloading

dengan kecepatan maksimum sama dengan pembebanan sebelumnya.

Adapun tujuan dilakukannya percobaan pembebanan vertikal/compressive loading test terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji bahwa pondasi tiang yang dilaksanakan mampu dan aman mendukung beban rencana.

2. Untuk mengetahui hubungan antara bebandan penurunan pondasi.

3. Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata/real ultimate bearing capacity sebagai control terhadap hasil perhitungan berdasarkan formula

(37)

4. Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton serta mutu besi betonnya.

Data penting dari pengujian ini adalah diperolehnya grafik hubungan antara penurunan tiang/settlement terhadap beban/load. Dari grafik ini dengan menggunakan metode Davisson, metode Chin’s, dan metode Mazurkiewich dapat diperoleh daya dukung ultimit tiang, sedangkan pergerakan tiang dapat pula diukur dengan menggunakan satu set dial gauges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge dengan lainnya adalah satu millimeter.

Pengujian Pembebanan ini umumnya dapat dilakukan melalui bebrapa metode pengujian pembebanan yaitu standart loading test, cyclic loading test, slow maintained load test method, quick maintained load test method, constant rate of

penetration test method, swedish cyclic test method.

2.6.1. Standart Loading Test

(38)

sama dengan 15% dari diameter tiang.

2.6.2. Cyclic Loading Test

Secara umum increment pemberian beban pada cyclic ini adalah sama dengan Standart Loading Test. Setelah beban yang diberikan sama dengan 50%, 100% dan

150% dari beban perencanaan, biarkan masing-masing beban tersebut untuk 1 jam dan angkat kembali beban dengan pengurangan yang sama besarnya dengan pada saat increment pemberian beban. Biarkan beban untuk selama 20 menit untuk setiap tahapan pengurangannya.

2.6.3. Slow Maintained Load Test Method (SM Method)

Beban terdiri dari 8 increment (25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175% dan 200%) dari beban rencana. Beban diberikan sesuai dengan masing-masing increment hingga dicapai penurunan sebesar 0,01 inchi/hour (0,254 mm/jam) tetapi tidak lebih dari 2 jam pada setiap incrementnya. Pada increment beban mencapai 200%, beban ditahan hingga 24 jam. Jika waktu 24 jam telah dicapai, maka dilakukan proses unloading yaitu pengurangan beban sebesar 25% pada tiap tahapnya dengan jarak masing-masing pengurangan tersebut selama 1 jam.

2.6.4. Quick Maintained Load Test Method (QM Method)

(39)

sekitar 3 jam s/d 5 jam. Metode ini lebih menggambarkan kondisi undrained yang terjadi pada tiang dan tidak digunakan untuk memperkirakan penurunan yang terjadi.

2.6.5. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)

Metode ini dilakukan dengan cara kepala tiang diberikan beban hingga kecepatan penurunan yang terjadi sebesar 0,05 inchi/minute atau 1,25 mm/menit. Beban yang diperlukan untuk mencapai kecepatan penurunan seperti yang disebutkan tadi kemudian dicatat, uji pembebanan ini dilakukan hingga total penurunan mencapai 2 inchi hingga 3 inchi atau 50 mm s/d 75 mm.

2.6.6. Swedish Cyclic Test Method (SC Test)

Metode ini dilakukan dengan cara tiang diberikan beban 1/3 dari beban rencana. Beban dikurangi hingga 1/6 dari beban rencana, penambahan dan pengurangan beban diulangi sebanyak 20 kali. Tambahkan beban hingga 50% lebih besar dari yang pertama dan ulangi seperti penjelasan diawal. Prosedur ini dilakukan sampai terjadi keruntuhan. Metode ini memerlukan waktu yang relatif lama dan proses siklik merubah perilaku tiang hingga tiang sudah tidak sama dengan kondisi aslinya.

2.7. Interpretasi Data Uji Pembebanan Statis/Loading Test 2.7.1. Metode Davisson Offset Limit (1972)

(40)

metode ini sering digunakan sebagai pembanding.

Kuat dukung ultimit metode Davisson didefinisikan sebagai beban yang bersesuaian dengan besar penurunan yang melampaui pemampatan elastis tiang sebesar 0,15 + D/120 inch, dimana D = diameter pondasi pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18. Kurva interpretasi beban dengan penurunan Metoda Davisson

Perhitungan kuat dukung ultimit metode Davisson dari pondasi tiang adalah dengan menentukan suatu garis yang menyinggung bagian lurus pada awal kurva P-S dengan menggunakan Persamaan berikut ini:

= (2.28)

Dimana,

P = Beban kerja (kg, ton).

A = Luas penampang tiang (cm2,m2).

(41)

∆ = Penurunan yang terjadi (cm, m).

Sf = Penurunan pada kondisi kegagalan (cm, m). Sehingga diperolah persamaan berikut ini:

Sf =+ 0,15 + D/120

Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa kapasitas adalah perlawanan yang terjadi pada ujung pile dan gesekan antara dinding pile dengan material disekitarnya dalam hal ini tanah, sebagai akibat kompensasi dari kekakuan (stiffness) yang berhubungan erat dengan diameter dan panjang tiang.

2.7.2. Chin’s Method(1970)

Berdasarkan anggapan bahwa hanya tejadi deformasi geser dan bahwa kurva beban dengan penurunan adalah berbentuk hiperbola, maka grafik ∆/Qva - merupakan garis lurus yang miring letaknya. Besarnya daya dukung ultimit merupakan inverse slope dari garis tersebut yaitu dibagi∆/Qva, perhatikan Gambar 2.19.

(42)

a. Gambar ∆/Qva terhadap adalah penurunan ∆/Qva dan merupakan beban yang diterapkan.

b. Beban ultimit (Qv)ult= 1/C

c. Hubungan yang ditunjukan adalah kurva beban – penurunan mendekati hiperbolis.

2.7.3. Metode Mazurkiewicz (1972)

Mazurkiewicz menjelaskan prosedur penentuan beban ultimate adalah

memplot kurva beban terhadap penurunan, lalu menarik garis dari beberapa titik penurunan yang dipilih hingga memotong sumbu beban dan dari perpotongan setiap beban tersebut, dibuat garis 45° terhadap garis perpotongan berikutnya dan seterusnya. Menghubungkan titik yang terbentuk ini hingga menghasilkan sebuah garis lurus, perpotongan garis lurus dengan sumbu beban merupakan beban ultimitnya, seperti terlihat pada Gambar 2.20.

(43)

2.8. Penurunan Elastis Tiang/Pile Settlement

Berikut ini akan dibahas tentang perhitungan penurunan elastis tiang tunggal dan kelompok tiang.

2.8.1. Penurunan Elastis Tiang Tunggal/Single Pile

Pada waktu tiang dibebani, tiang akan mengalami pemendekan dan tanah di sekitarnya akan mengalami penurunan. Beberapa metode hitungan penurunan telah diusulkan mulai dari pengukuran penurunan tiang lewat uji pembebanan vertikal/compressive loading test dan melalui perhitungan analitis, diantaranya: metode Coyle dan Reese (1966) serta metode Poulos dan Davis (1980).

2.8.1.1. Metode Coyle Dan Reese

Menurut Coyle dan Reese (1966), penurunan elastis tiang tunggal dan distribusi beban di sepanjang tiang dapat dihitung dengan menggunakan metode transfer beban (Hardiyatmo, 2010).

2.8.1.2. Metode Poulos & Davis

Menurut Poulos dan Davis (1980), penurunan kepala tiang yang terletak pada tanah homogen dengan modulus elastis dan rasio Poisson yang konstan dapat dihitung dengan persamaan :

1. Untuk tiang apung/floating pile.

S = (2.29)

(44)

2. Untuk tiang dukung ujung/end bearing.

S =

I = I0RkRbRμ (2.31)

Dimana, S = Penurunan untuk tiang tunggal/single pile (mm). Q = Beban yang bekerja (ton).

I0 = Faktor pengaruh penurunan tiang tidak mudah mampat. Rh= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada

tanah keras.

Rk= Faktor koreksi kemudahan mampatan tiang

Rb= Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras.

Rμ =Faktor koreksi angka poissonμ .

2.8.2. Penurunan Elastis Kelompok Tiang/Pile Group

Beberapa tiang yang tergabung dalam kelompok tiang juga akan mengalami penurunan elastis seperti halnya penurunan elastis pada tiang tunggal. Menurut Skepton et al., (1953), penurunan kelompok tiang dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut (Hardiyatmo, 2011):

=

( )

( ) (2.32)

(45)

2.9. Effisiensi Kelompok Tiang/Pile Group

Jika beberapa tiang bor digabungkan pada bagian pelat, yang disebut sungkup tiang bor/pile cap menjadi satu kelompok, maka timbul effisiensi kelompok. Teori dan hasil percobaan membuktikan bahwa di dalam hal gaya dukung kelompok tiang geser pada lapisan tanah lempung tidak sama dengan gaya dukung tiang secara individu dikalikan jumlah tiang dalam kelompok, melainkan akan lebih kecil. Reduksi ini disebabkan karena adanya overlapping penyebaran tegangan di sekeliling tiang. Berdasarkan effisiensi kelompok tiang/pile group, terdapat empat metode perhitungan (Sardjono HS, 1988), yaitu:

1. Metode Feld

Metode ini berpendapat bahwa effisiensi tiang dipengaruhi oleh jumlah tiang yang berada disekeliling tiang tersebut, semakin banyak tiang yang mengelilingnya, maka effisiensi pada tiang tersebut akan semakin kecil, seperti terlihat dalam Gambar 2.21.

(46)

Kelompok tiang pancang terdiri dari 24 tiang dengan susunan seperti terlihat dalam Gambar 2.21. Tiang A, B dan C dipengaruhi oleh tiang-tiang berada disekelilingnya, maka effisien kelompok tiang dapat dihitung sebagai berikut,

Effisiensi tiang A = 1 - = tiang

Effisiensi tiang B = 1 - = tiang

Effisiensi tiang C = 1 - = tiang

Sedangkan effisiensi dari kelompok tiang/pile group adalah:

8 buah tiang A = 8 x Effisiensi tiang A = 8 x = tiang

12 buah tiang B = 12 x Effisiensi tiang B =12 x = tiang

4 buah tiang C = 4 x Effisiensi tiang C = 4 x = tiang

_________________________________________________________

Total Effisiensi dari kelompok tiang = tiang = 18,33 tiang

Sehingga diperoleh total effisiensi dari kelompok tiang/pile group yang terdiri dari 24 tiang pancang dengan susunan seperti terlihat pada Gambar 2.21 adalah sebesar 18,33 tiang.

Effisiensi satu tiang N = . tiang≈ 0,764 tiang

Daya dukung setiap tiang dalam kelompok tiang sebesar 0,764 dari daya dukung satu tiang/single pile.

2. Metode Converse-Labarre

(47)

s . (2.33)

Dimana,

s = Jarak antara as ke as tiang pada Gambar 2.22. d = Diameter tiang pancang pada Gambar 2.22. n = Banyaknya baris pada Gambar 2.22.

M = Banyaknya tiang pancang per-baris pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22. Banyak baris (n) dan banyak tiang pancang per-baris (m) (Sumber: Sardjono HS, 1988)

Effisiensi kelompok tiang dapat dihitung dengan rumus:

N = 1

[

( ) ( ) ] (

2.34)

Dimana,

N = Effisiensi.

n = Jumlah baris pada Gambar 2.22.

(48)

α = arc tan ( ).

s = Jarak antar tiang pada Gambar 2.22. d = Diameter tiang pada Gambar 2.22. 3. Menurut Los Angles Group–Action Formula

Effisiensi kelompok tiang dapat dihitung dengan rumus:

N = 1

-. -. -. [m(n-1) + n(m-1) + 2( 1)( 1)] (2.35)

Dimana,

n = Jumlah baris pada Gambar 2.22. s = Jarak antar tiang pada Gambar 2.22. d = Diameter tiang pada Gambar 2.22. 4. Menurut Seiler - Keeney

Effisiensi kelompok tiang dapat dihitung dengan rumus:

N =[

1-( ). ] + . (2.36)

Dimana,

n = Jumlah baris pada Gambar 2.22. s = Jarak antar tiang Gambar 2.22.

m = Jumlah tiang setiap baris pada Gambar 2.22.

2.10. Daya Dukung Kelompok Tiang/Pile Group

(49)

gesekan tiang dengan tanah mempengaruhi daya dukung tiang yang lain. Jarak minimum antara tiang pancang yang disarankan oleh beberapa peraturan bangunan dapat dilihat pada Tabel 2.14.

Tabel 2.14. Jarak minimum antara tiang (Sumber: Bowles, 1988)

Type tiang pancang BOCA, 1984 NBC, 1976 Chicago, 1987

Gesekan 2D atau 1,75H >30in 2D atau 1,75H>30in 1D atau 1,75H >30in Tahanan Ujung 2D atau 1,75H > 24in 2D atau 1,75H > 24in

Kapasitas daya dukung kelompok tiang/pile group dapat diperoleh melalui perkalian dari beban maksimum tiang tunggal dikalikan dengan jumlah tiang dan faktor effisiensi tiang. Sehingga kapasitas daya dukung group dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:

QgUlt = NnQult (2.37)

Dimana,

N = Faktor effisiensi tiang.

n = Jumlah tiang dalam kelompok. QUlt = Daya dukung ultimit tiang (ton).

QgUlt= Daya dukung ultimit kelompok tiang (ton).

2.11. Daya Dukung Tiang Akibat Beban Lateral

(50)

beban lateral seperti: beban angin, tekanan tanah lateral, beban gelombang air, beban gempa dan lainnya. Gaya lateral yang terjadi pada tiang bergantung pada kekakuan tiang, jenis tanah, penanaman ujung tiang kedalam pelat penutup kepala tiang, sifat-sifat gaya serta besarnya defleksi.

Dalam analisi gaya lateral, tiang perlu dibedakan pada model ikatan pada ujung tiang yang sangat mempengaruhi kelakukan tiang dalam mendukung beban lateral, karena itu tiang dapat dibedakan menjadi dua type seperti terlihat dalam Gambar 2.23.

(a) Tiang ujung bebas (b) Tiang ujung jepit Gambar 2.23. Definisi tiang ujung jepit dan ujung bebas (McNulty, 1956)

2.11.1. Daya Dukung Tiang Ujung Bebas/Free End Pile

Menurut Broms (1964) kondisi tiang panjang ujung bebas dalam tanah dibedakan dalam dua jenis perhitungan, yaitu:

1. Tiang panjang ujung bebas dalam tanah kohesif

(51)

Gambar 2.24. Tiang panjang ujung bebas dalam tanah kohesif (Broms, 1964)

Pada tanah kohesif, momen ultimit akibat gaya lateral dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut:

Mu= Hu(e + 1,5d + 0,5f) (2.38)

Dimana,

f =

2. Tiang panjang ujung bebas dalam tanah non kohesif

(52)

Gambar 2.25. Tiang panjang ujung bebas dalam tanah non kohesif (Broms, 1964)

Pada tanah non kohesif, momen ultimit Mu akibat gaya lateral terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah dan dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut:

Mu= Hu(e + .f) (2.39)

Dimana,

f = 0,82

Hu= dγ Kpf2=

2.11.2. Daya Dukung Tiang Ujung Jepit /Fixed End Pile

(53)

1. Tiang panjang ujung jepit dalam tanah kohesif

Mekanisme keruntuhan tiang panjang ujung jepit, diagram distribusi reaksi tanah dan momen tejadi secara pendekatan dapat dilihat pada Gambar 2.26.

Gambar 2.26. Tiang panjang ujung jepit dalam tanah kohesif (Broms, 1964)

Pada tanah kohesif, momen maksimum akibat gaya lateral dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut:

Hu = (2.40)

Nilai-nilai Hu yang diplot dalam grafik dapat dilihat pada Gambar 2.27.

(54)

2. Tiang panjang ujung jepit dalam tanah non kohesif

Mekanisme keruntuhan tiang panjang ujung jepit, diagram distribusi reaksi tanah dan momen tejadi secara pendekatan dapat dilihat pada Gambar 2.28.

Gambar 2.28. Tiang panjang ujung jepit dalam tanah non kohesif (Broms, 1964)

Pada tanah non kohesif, momen ultimit akibat gaya lateral dapat didefinisikan dengan rumus sebagai berikut:

Hu = . (2.41)

Dimana,

f = 0,82

. (2.42)

(55)

Gambar 2.29. Tahanan lateral ultimit tiang dalam tanah non kohesif (Broms, 1964)

2.12. Aplikasi Metoda Numerik pada Tiang Bor/Bored Pile 2.12.1. Teori Deformasi

Persamaan dasar untuk deformasi statis dari massa tanah diformasikan dalam kerangka kerja mekanika kontinum. Pembatasan dilakukan pada deformasi yang dianggap kecil. Hal ini memungkinkan sebuah formulasi yang mengacu pada geometri awal yang belum terdeformasi.

2.12.1.1. Persamaan Keseimbangan Statis

Persamaan keseimbangan gaya pada elemen arah sumbu x–x

+ + = 0

Persamaan keseimbangan gaya pada elemen arah sumbu y–y

(56)

Persamaan keseimbangan gaya pada elemen arah sumbu z–z

+ + = 0

Persamaan dasar keseimbangan untuk deformasi suatu tanah yang statis dapat diformulasikan dalam bentuk matriks, yaitu:

LT.σ + p = 0 (2.43)

L = Transpose of a differential operator.

σ = Vector with stress components.

p = Body forces vector.

(57)

2.12.1.2. Persamaan Keseimbangan Kinematis

Selanjutnya persamaan keseimbangan, hubungan kinematis dapat diformulasikan, yakni:

u,v,w = Perpindahan (displacement) arah sumbu x,y dan z.

xx

ε = Regangan normal arah sumbu x-x.

yy

ε = Regangan normal arah sumbu y-y.

zz

ε = Regangan normal arah sumbu z-z.

xy

γ = Regangan geser arah pada bidang xy.

yz

γ = Regangan geser arah pada bidang yz.

zx

γ = Regangan geser arah pada bidang zx.

2.12.1.3. Persamaan Konstitutif

Persamaan hubungan konstitutif untuk tegangan efektif dinyatakan sebagai berikut:

σ ' = M.έ (2.46)

(58)

M = Material stiffness matrix. ε = Vector with strain components.

Untuk kondisi plane stress, elastis linier, matrik M sebagai berikut:

E = Modulus elastisitas.

ν = Konstanta Poisson/Poisson ratio.

Untuk kondisi plane strain, elastis linier matrik Msebagai berikut:

 

,

ν = Konstanta Poisson (poisson ratio).

E = Modulus elastisitas.

(59)

w

U = Tekanan air pori.

Dari Persamaan (2.50) terlihat ada empat bilangan anu/unknown yang tidak diketahui yaitu tiga displacement (u, v, w) dan satu tekanan air pori (uw). Persamaan ini dapat diselesaikan dengan bantuan satu tambahan persamaan yaitu persamaan pengaliran pada media porous.

Kombinasi dari integral dari tegangan yang timbul akan mengarah kesuatu

persamaan diffrensial parsial orde kedua dalam displacement u , tetapi sebagai

pengganti kombinasi langsung, persamaan kesetimbangan itu dirumuskan kembali dalam suatu bentuk menurut prinsip variasi Galerkin, yakni:

 0

δuT LT σ p dV (2.51)

Dimana, u

δ = A kinematically admissible variation of displacements.

(60)

σ = Vector with stress components.

t = Traksi batas (boundary traction).

Memperkenalkan suatu Integral batas. Tiga komponen traksi batas disusun dalam

Vektor t . Pengembangan keadaan tegangan/stress state σ dapat dipandang sebagai

suatu proses yang berkaitan dengan pertambahan/incremental:

σ

σ = Menunjukkan keadaan tegangan aktual/actual state of stress

which is unknown.

1

i

σ = Menunjukkan keadaan tegangan sebelumnya yang sudah diketahui/

previousstate of stress which is known.

σ

= Penambahan tegangan/stress increment tambahan waktu yang kecil.

Jika Persamaan (2.52) dianggap untuk keadaan aktual i, tegangan yang tidak diketahui i

σ dapat dieliminasi menggunakan Persamaan (2.53) menjadi,

dV

2.12.2. Diskretisasi Elemen Hingga/Finite Element Discretisation

(61)

mempunyai sejumlah drajat kebebasan mempunyai sejumlah derajat kebebasan/degrees of freedom yang bersesuaian dengan harga-harga diskret yang belum diketahui didalam persoalan harga batas yang akan dipecahkan. Didalam kasus teori deformasi ini, derajat kebebasan berkaitan dengan komponen perpindahan.

Didalam suatu elemen perpindahan u diperoleh nilai diskret dari titik nodal dalam

sebuah vektor v menggunakan fungsi-fungsi interpolasi yang disusun dalam matriks

N,

ν

N

u  (2.55)

Dimana,

u = Vector with displacement components.

N = Matrik fungsi bentuk/matrix with shape functions.

ν = Vector with nodal displacement.

Substitusi Persamaan (2.55) relasi kinematik Persamaan (2.46) akan memberikan: ν

ν

ε  L NB (2.56)

Dimana,

B = Matriks interpolasi regangan/strain interpolation matrix.

Persamaan (2.56) dapat dirumuskan kembali dalam bentuk diskret sebagai berikut:

 

B T dV

 

N T pidV

 

N TtidS

 

B T i1 dV

δν σ  δν  δν  δν σ (2.57)

Dimana,

T

ν

δ = Perpindahan diskrit/discrete displacements.

(62)

 

BT dV T

 

NT pidV T

 

NT tidS T

 

BT i dV

Persamaan diatas adalah kondisi mengembangkan keseimbangan dalam bentuk diskret. Suku pertama disebelah kanan bersama suku kedua menyatakan gaya eksternal saat ini, sedangkan suku terakhir menyatakan reaksi internal dari langkah sebelumnya. Perbedaan antara vektor gaya eksternal dan vektor reaksi internal akan diseimbangkan oleh suatu penambahan tegangan yaitu∆σ .

Hubungan antara penambahan tegangan dan penambahan regangan biasanya adalah non-linier. Akibatnya penambahan regangan secara umum tidak dapat dihitung dengan langsung, dan prosedur iterasi global diperlukan untuk memenuhi kondisi keseimbangan untuk semua titik material.

2.12.3. Integrasi Implisit Dari Model Plastisitas Diferensial/Implicit Integration of Diffrential Plastisity Models

Penambahan tegangan σ diperoleh dengan mengintegrasi kecepatan

tegangan dengan model-model plastisitas diferensial/diffrential plastisity melalui Persamaaan (2.60) berikut ini:

p

e

D ε ε

σ   

(63)

Dimana,

e

D = Matriks material elastis untuk penambahan tegangan/elastic material

stiffness martrix representingHooke’slow.

ε

= Penambahan regangan/strain increment.

p

ε

= Penambahan regangan plastis/plastic strain increment.

Untuk perilaku material elastis, penambahan regangan plastis εp 0. Untuk

perilaku material plastis, penambahan regangan plastis dapat ditulis menurut Vermeer (1997), seperti:

= Penambahan multiplier plastic/increment of the plastic multyplier.

ω = Suatu parameter yang menunjukkan tipe integrasi waktu/a prameter

indicating thetype oftime integration.

g = Plastic potensial function.

Untuk ω= 0 disebut integrasi eksplisit dan untuk ω= 1 disebut integrasi implisit.

(64)

i

Substitusi Persamaan (2.61) kedalam Persamaan (2.53) , maka akan diperoleh

tegangan aktual σi sebesar:

ε

σ = Vektor tegangan tambahan/elastic streses or trial streses.

Penambahan multiplier plastis λ, seperti yang digunakan pada Persamaan (2.63), dapat diselesaikan dari kondisi bahwa keadaan tegangan baru harus memenuhi

kondisi leleh/yield condition f

 

σi 0

Dimana,

f = Yield function.

Untuk plastis sempurna/perfecly-plastic dan linear hardening models penambahan plastic multiplier dapat ditulis seperti:

(65)

h = Hardening parameter.

2.12.4. Prosedur Iterasi Global/Global Iterative Procedure

Substitusi hubungan antara penambahan tegangan dan penambahan kedalam Persamaan Keseimbangan (2.65) menjadi,

1

K = Matriks kekakuan/stiffness matrix.

ν

= Vektor penambahan perpindahan/incremental displacement

ex

f = Vektor gaya luar/external force.

in

(66)

i = Nomor tahapan/step number i.

Proses iterasi global dapat ditulis seperti:

1

J = Nomor iterasi/iteration number.

ν

δ = Suatu vektor yang berisi perpindahan dengan penambahan kecil/

vector containing sub-incremental displacement.

n = Jumlah iterasi dengan tahapan i.

dV

B = Matriks intervolasi regangan.

e

(67)

2.12.5. Persamaan Dasar Aliran Statis

Aliran didalam suatu media yang berpori dapat diuraikan dengan hukum Darcy dengan menganggap aliran didalam suatu bidang vertikal x-y dipakai

persamaan berikut,

q = Debit khusus/specific discharge. k = Permeabilitas.

φ = Tinggi tekan, yang ditetapkan sebagai berikut:

w

y = Posisi vertikal/vertical position.

p = Tegangan air pori/stress in the pore fluid, negatif untuk tekan.

w

γ Berat isi air pori.

Untuk aliran statis, kondisi berkesinambungan berlaku,

0

(68)

Gambar 2.30. Ilustrasi syarat kontinuitas

2.12.6. Perumusan Elemen

Untuk elemen-elemen segitiga pada fungsi interpolasi ada dua koordinat lokal yaitu ξ danη. Selanjutnya kita menggunakan koordinat bantuan ς 1ξη.

Gambar: 2.31. Penomoran lokal dan penentuan titik nodal

2.12.6.1. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 6 Titik Nodal N1 = ζ

2ζ 1

N2 = ξ

2ξ1

qx

qy

qx+ dx

x q

 

qy+ dy

y q

(69)

N3 =η

2η1

N4 = 4 ζξ

N5 = 4 ξ η

N6 = 4η ζ

2.12.6.2. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 15 Titik Nodal

(70)

N13 = 32ηξζ

4ζ 1

N14 = 32ηξζ

4ξ1

N15 = 32ηξζ

4η1

2.12.7. Integrasi Numerik Dari Elemen Segitiga

Perumusan integrasi numerik untuk elemen segitiga adalah sebagai berikut:

w = Weight factor for point i.

ζ = Koordinat bantu/auxiliari coordinat.

Plaxis menggunakan integrasi Gaussian. Untuk elemen 6 nodal integrasi

didasarkan pada 3 titik contoh, sedangkan untuk elemen 15 nodal menggunakan 12 titik contoh. Posisi dan faktor berat titik integrasi disajikan dalam Tabel 2.15 dan 2.16.

Tabel 2.15 Integrasi 3 titik, untuk elemen 6 titik nodal

(Sumber: D. Waternan, Plaxis vertion 7, Scientific Manual, 2004)

Titik ξi ηi ζi wi

(71)

Tabel 2.16. Integrasi 12 titik, untuk elemen 15 titik nodal (Sumber: D. Waternan, Plaxis vertion 7, Scientific Manual, 2004)

Titik ξi ηi ζi wi

1,2 & 3 0,063089… 0,063089… 0,873821… 0,050845…

4…6 0,249286… 0,249286… 0,501426… 0,116786…

7…12 0,310352… 0,053145… 0,636502… 0,082851…

2.13. Metode Elemen Hingga

Finite Element Code For Soil and Rock Analysis merupakan suatu rangkuman

program elemen hingga yang telah dikembangkan untuk menganalisa deformasi dan stabilitas geoteknik dalam perencanaan-perencanaan sipil. Berdasarkan prosedur input data yang sederhana, mampu menghasilkan perhitungan elemen hingga yang

(72)

Mohr Coulomb dan Soft Soil dengan analisis axisymetric untuk menghitung korelasi

beban vertikal ultimate dengan displacement penurunan yang terjadi pada tiang pancang bor dan dibandingkan dengan hasil uji pembebanan statis berupa pembacaan pekerjaan loading test di lapangan.

2.13.1. Pemodelan Soft Soil

Salah satu parameter kekakuan tanah/soil stiffness merupakan parameter masukan yang sangat penting dalam metode elemen hingga. Keakuratan prediksi penurunan pondasi tiang bor sangat tergantung kepada seberapa akurat nilai kekakuan tanah yang dimasukan kedalam program elemen hingga tersebut. pemodelan dalam Plaxis yang dikembangkan untuk memodelkan beberapa sifat utama dari tanah lunak

adalah pemodelan Soft Soil. Beberapa sifat dari pemodelan Soft Soil yang perlu dipahami adalah:

1. Kekakuan bergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmik).

2. Perbedaan antara pembebanan primer dan pengurangan pembebanan kembali.

3. Tekanan Prakonsolidasi.

4. Perilaku keruntuhan mengikuti kriteria Mohr-Coulomb.

2.13.1.1. Parameter Model Soft Soil

(73)

Parameter dasar:

λ * : Indeks kompresi termodifikasi [-].

κ * : Indeks muai termodifikasi [-]. c : Kohesi [kN/m2].

Ø : Sudut geser [°].

ψ : Sudut dilatansi [°].

Parameter tingkat lanjut (gunakan pengaturan pra-pilih):

ν ur : Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan [-] kembali. K0NC : Koefisien tekanan lateral dalam kondisi [-] terkonsolidasi normal. M : Parameter yang berhubungan dengan K0NC[-].

Gambar.2.32. Data masukan pemodelan Soft Soil pada program Plaxis

Gambar 2.32 menunjukkan jendela PLAXIS untuk memasukkan nilai-nilai dari parameter model M dihitung secara otomatis dari koefisien tekanan tanah lateral K0NC.

(74)

Adapun parameter yang digunakan dalam pemodelan Soft Soil pada Program Plaxis adalah sebagai berikut:

1. Indeks kompresi termodifikasi (λ *) dan indeks muai termodifikasi (κ *). 2. Kohesi (c).

3. Sudut Geser (Ø).

4. Sudut dilatansi (ψ ). 5. Angka Poisson(ν ur).

2.13.1.2. Parameter K0NCKondisi Isotropis Tegangan Dan Regangan

Dalam Model Soft Soil diasumsikan bahwa antara regangan volumetric ε vdan tegangan efektif rata-rata p’ berupa hubungan logaritmik yang dapat diformulasikan ke dalam Persamaan berikut:

ε v–ε 0v= -λ *.ln ….(kompresi alami di lapangan) (2.70) Agar tetap berlaku nilai p’minimum diatur sebesar satu dimensi tegangan, sedangkan parameterλ *adalah indeks kompresi termodifikasi, yang menentukan kompresibilitas material dalm pembebanan primer. Perhatikan bahwa λ * berbeda dari indeks λ yang digunakan oleh Burland (1965). Perbedaannya adalah Persamaan (2.70) adalah merupakan fungsi dari regangan Volumetrik dan bukan angka pori. Pengurangan dan pembebanan kembali secara isotropis akan menghasilkan lintasan tegangan yang berbeda, yang dapat dinyatakan ke dalam Persamaan berikut:

Gambar

Tabel 2.bel 2.1. Korelasi berbagai jenis parameter tanah(Sumber: Punmia, 1981)
Tabel 2.2. Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan
Tabel 2.4.  Korelasi berat jenis tanah jenuh (�sat) non kohesif.(Sumber:)
Gambar 2.6. Pengujian tanah yang dilakukan untuk stabilitas jangka panjang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berikut adalah beberapa kiat yang dapat dilakukan ketika menempuh tes psikologi per- tama datanglah tepat waktu atau beberapa saat sebelum tes dilakukan sehingga Anda tidak

Alkulturasi Batik Tradisional Jawa dengan Budaya Cina dan Tantangan

pembangunan  pertanian  Indonesia  2002,  yaitu  membangun  pendekatan  agroekologi  (Kasryno  et aI., 2002).  Menurut  Wiradisastra  (1996),  pembangunan 

Apakah terdapat pengaruh kualitas pelayanan jasa perguruan tinggi (aspek akademik, aspek non akademik, reputasi, akses dan program pengajaran) secara simultan

[r]

Dunia sepak bola adalah dunia yang paling banyak diminati oleh kaum pria, tidak hanya kaum pria bahkan wanita pun ada yang suka dengan olah raga sepak bola, bahkan ada

Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk membuat website forum âFerry Rotinsuluâ yang dapat digunakan sebagai sarana informasi masyarakat Indonesia yang ingin mengetahui seputar

Yang dimaksud dengan “asas kebermanfaatan” adalah penyelenggaraan Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam harus bertujuan memberikan manfaat