• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bedah Mayat Ditinjau dari Etika Hukum da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bedah Mayat Ditinjau dari Etika Hukum da"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Ilmu pengetahuan di masa kini sangatlah berbeda dari pengetahuan zaman dahulu kala. Seiring dengan majunya pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, didapatkan dari hasil trial and eror. Dari sinilah para ahli menemukan hal hal yang baru. Begitu juga halnya di dalam bidang kesehatan, untuk mendapatkan sesuatu dibutuhkan pengorbanan atau sesuatu yang di jadikan penelitian. Hal yang dapat di jadikan penelitian sangatlah bervariasi tergantung tujuan dan hasil apa yang ingin di capai oleh para peneliti itu sendiri. Ilmu pengetahuan di zaman sekarang dapat di gunakan untuk berbagai macam hal. Salah satunya bisa untuk mengetahui sebab-sebab kematian seseorang dengan cara membedahnya.

Sejarah medis telah mencatat bahwa otopsi mayat, atau dengan kata lain ilmu kedokteran forensik mulai diperkenalkan dari Negara Arab, kemudian berkembang ke Yunani dan negara-negara barat seterusnya ke seluruh dunia. Perkembangan kemajuan ilmu kedokteran dalam ilmu bedah adalah berbasis kepada keilmuan yang dibawa oleh Ibnu Sina. Perkembangan dari waktu ke waktu melalui penelitian dan studi ilmuwan medis telah menghasilkan teknologi modern dalam ilmu otopsi mayat dengan cara lebih ilmiah untuk menemukan keadilan yang diinginkan.

(2)

menetapkan beberapa pedoman yang harus diikuti agar tidak timbul kontradiksi antara klaim Islam dengan praktek yang dilakukan dalam bidang medis.

1.2. Rumusan Masalah

1. Etika apa saja yang harus di lakukan pada saat proses pembedah mayat secara umum?

2. Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi : ”Memecahkan tulang orang mati itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya”, bagaimana tanggapan hadits tersebut secara umum ?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui tujuan di lakukannya bedah mayat.

2. Mengetahui kaitan antara etika, hukum, dan agama dalam bidang bedah mayat.

3. Mengetahui tinjauan hukum bedah mayat dalam islam.

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

2.1

Tinjauan Pustaka

Mayat adalah orang yang telah meninggal atau mati.Sedangkan seseorang dinyatakan mati adalah apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan pernafasan terbukti telah berhenti secara permanen , atau apabila kematian batang otak telah dapat di buktikan.(UU Kesehatan No.36 Tahun 2009,pasal 117).

Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah yang berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan. Sedangkan secara terminologi bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.

Secara terminologis berarti suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh mayat, termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal. Dalam ilmu kedokteran dikenal dengan istilah autopsi.

(4)

A. Tujuannya bedah mayat

Bedah mayat memiliki berbagai tujuan yang bermacam-macam.Tujuan di lakukan bedah mayat yang ditinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Bedah Mayat Klinis

Bedah mayat klinis ini adalah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat yang meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum atau secara mendalam. Sifat perubahan suatu penyakit setelah dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan untuk mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang tidak diketahui secara sempurna selama dia sakit. Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah tersebut, sehingga kalau memang itu suatu wabah dan di khawatirkan akan menyebar bisa segera diambil tindakan preventif, demi kemashlahatan.

b. Bedah Mayat Anatomis

Bedah mayat anatomis adalah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan teori yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan lainnya sebagai bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia (anatomi). Praktek yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran untuk mengetahui seluk-beluk organ tubuh manusia. Agar bisa mendeteksi organ tubuh yang tidak normal dan terserang penyakit untuk mengobatinya sedini mungkin atau tujuan lainnya seperti untuk mengetahui penyebab kematiannya seiring maraknya dunia kriminal saat ini, dengan membedah jasad manusia.

c. Bedah Mayat Forensik

(5)

dokter kehakiman (visum et reperthum) biasanya akan diperoleh penyebab sebenarnya, dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam menentukan hukuman yang akan dijatuhkan. Jika sebelum divisum telah diketahui pelakunya, maka visum ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi. Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya dan jika bukan karena kematian secara alamiah maka bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa kematiannya bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-orang tertentu. Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan adil diperlukan bukti-bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.

d. Bedah Mayat sebagai Donor

Bagi seseorang yang pada waktu hidupnya telah bersedia untuk mendonorkan organ tubuhnya , maka apabila orang ini meninggal dunia, perlu dilakukan bedah mayat. Tujuan bedah mayat ini adalah untuk mengambil organ tubuh yang di donorkan untuk di pindahkan kepada organ tubuh orang lain yang menerimanya.

B. Sebab-sebab yang Memungkinkan untuk di lakukan proses bedah mayat Banyak kemungkinan yang dapat terjadi sehingga terjadinya pembedahan pada mayat. Kemungkinan terjadinya pembedahan mayat dapat disebabkan oleh :

a. Untuk mengeluarkan janin

Pada prinsipnya ajaran Islam meberikan tuntunan pada umatnya agar selalu berijtihad dalam hal-hal yang tidak ada ditemukan nashnya dan sebagai landasannya adalah firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 78:Artinya:“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu kesempitan dalam agama …….

(6)

kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan dari pada kemaslahatan orang mati. Hal ini berarti jani itu perlu untuk diselamatkan.

Dalam hal ini, Islam membolehkan membedah mayat yang di dalam rahimnya terdapat janin yang masih hidup. Urusan tersebut diserahkan kepada dokter ahli untuk melaksanakannya, dan merawat janin yang diselamatkan itu. Bahkan ada pendapat yang menagtakan, wajib hukumnya membedah mayat, bila diperkirakan dokter, janinnya masih hidup.

b. Untuk mengeluarkan benda berharga dari mayat

Apabila seseorang menelan sesuatu yang bukan miliknya, misalnya menelan permata orang lain yang sangat berharga yang mengakibatkan ia meninggal dunia, selanjutnya pemilik barang tersebut menuntut agar permata tersebut dikembalikan kepadanya. Maka tidak ada cara lain yang ditempuh kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan permata tersebut dari jasadnya. Melihat persoalan seperti kasus di atas, perlu ditentukan status hukum bedah mayat tersebut apakah dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran Islam haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang bukan haknya. Tindakan yang demikian akan menjadi ganjalan bagi orang yang mati di alam sesudah kematiannya karena ia masih terkait dengan hak orang lain.

Dalam keadaan mati, orang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Oleh karena itu orang hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya, terutama sekali keluarganya yang harus memprakarsai pembedahannya untuk mengeluarkan barang milik orang lain tersebut dari perutnya guna mengembalikan kepada pemiliknya. Dalam hal seperti di atas tidak ada cara lain yang bisa ditempuh kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan barang yang ada di perut mayat.

c. Menegakkan Kepentingan Penegakkan Hukum

(7)

sesuai dengan kaidah fiqhiyyah : “Tidak haram bila darurat dan tidak makruh karena hajat.”

Apabila penegak hukum tidak mau mengusut kejahatan, karena yang dianiaya sudah meninggal dunia, lalu takut mengadakan pengusutan dengan cara pembedahan mayat, maka berarti dia memberi jalan kepada penjahat untuk tidak takut beraksi. Hukum harus ditegakkan meskipun harus dengan jalan melakukan bedah mayat dan pembongkaran kuburan untuk pencapaian keadilan.

d. Memperhatikan Kepentingan Pendidikan dan Keilmuan

Diantara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran ialah ilmu tentang susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori dalam ilmu kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek langsung terhadap manusia. Otopsi menurut teori kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat yang amat penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan ilmunya kelak. Sekiranya mayat itu diperlukan sebagai sarana penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia.

Pembedahan mayat tidak boleh dilakukan secara berulang-ulang, karena mayat hendaknya segera dikuburkan bukan untuk dipamerkan. Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya: “Percepatlah mengantar jenazah ke kuburnya. Bila dia seorang yang shaleh maka kebaikanlah yang kamu hantarkan kepadanya dan dia kebalikannya, maka sesuatu keburukan yang kamu tanggalkan dari beban lehermu.” (HR. Bukhari).

(8)

dibolehkan, karena pengembangan ilmu kedokteran bertujuan untuk mensejahterakan umat manusia.

C. Tinjauan Hukum Islam terhadap bedah mayat

Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji Allah SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa mar (ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam Surat Funssilat Ayat 53 yang artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”. Pengertian dalam diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.

Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang Artinya: “Setiap yang bernyawa itu akan mengalami mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”. Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra’ Ayat 70. Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”.

(9)

Contoh konkretnya adalah orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter tentang penyakitnya agar bisa diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu Daud dari Abu Darda). Hadits ini juga mengandung anjuran untuk mengembangkan ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi penyakit yang belum ditemukan obatnya pada saat itu. Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah wajib hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang Artinya: “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”.

Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam proses perkara di pengadilan.

D. Tinjauan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap bedah mayat

Penyelesaian kejahatan terutama yang berkaitan dengan tubuh dan nyawa tidak selalu dapat diselesaikan oleh ilmu hukum sendiri. Dapat dikatakan seperti itu karena memang obyek kejahatannya adalah tubuh dan nyawa manusia, sedangkan tubuh dan nyawa manusia adalah kajian bidang ilmu kedokteran. Dengan demikian seringkali untuk kepentingan pembuktian dan penyelidikan sebab-sebab kematian lapangan ilmu hukum meminta bantuan kepada bidang kedokteran.

(10)

tanpa bantuan ilmu kedokteran forensik mustahil bagi ilmu hukum untuk dapat mengungkapkan misteri kejahatan tersebut.

Tanda kematian merupakan cara yang digunakan untuk menentukan seseorang telah benar-benar mati, banyak pendapat yang mendefinisikan tanda kematian (sign of death) ini tetapi yang lebih penting untuk diamati dari berbagai tanda kematian ada tiga macam yaitu lebam mayat (livoris mortis), kaku mayat

(rigor mortis), dan penurunan suhu mayat (algor mortis). Kepentingan dari observasi pada tiga hal ini adalah untuk menentukan sebab kematian, cara kematian, dan waktu atau saat kematian.

Untuk memperoleh kebenaran, maka ilmu kedokteran memerlukan teori dan praktek yang lazim kita kenal dengan autopsi atau bedah mayat. Proses autopsi inilah yang akan mengantarkan kepada hal-hal yang dikenal dengan Seven “W” of Darjes, yaitu: perbuatan apa yang telah dilakukan; di mana perbuatan itu dilakukan; bilamana perbuatan itu dilakukan; bagaimana perbuatan itu dilakukan; dengan apa perbuatan itu dilakukan; mengapa perbuatan itu dilakukan dan siapa yang melakukan. Hasil pemeriksaan mayat dan bedah mayat (autopsi) disebut sebagai visum et repertum. Hasil dari visum et repertum inilah yang dapat dijadikan bukti yang dapat dilihat dan ditemukan.

Adanya visum et repertum sebagai hasil dari penyelidikan dapat memberi keterangan kepada penegak hukum untuk mengetahui pelaku tindak pidana. Di Indonesia, undang-undang melarang warganya untuk menghalangi petugas melakukan pembedahan atas mayat demi kepentingan peradilan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 222 dijelaskan, "Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak/sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah."

(11)

tetapi kebolehan itu dibatasi sekedar dalam keadaan darurat menurut kadar kepentingannya.

Autopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan pengadilan di maksudkan untuk mengetahui sebab-sebab kematiannya di sebut juga obductie Di Indonesia masalah bedah mayat atau autopsi diatur di dalam Pasal 134 Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang berbunyi sebagai berikut:

1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindarkan, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.

2. Dalam hal keluarga keberatan penyidik wajib menerangkan dengan jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat 3 Undang-undang ini.

Selain itu diperkuat juga oleh Pasal 133 dari Undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut:

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran dan atau ahli lainnya.

(12)

3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat yang dilakukan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain pada mayat.

Berpijak dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa autopsi atau bedah mayat adalah suatu pembedahan atau pemeriksaan pada mayat yang dilakukan oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud atau kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab kematian mayat.

E. Tinjauan Etika yang berlaku mengenai Bedah Mayat

Bedah Mayat tidak hanya berkaitan dengan agama dan hukum yang berlaku saja.Etika juga berlaku dalam proses pembedahan mayat. Etika adalahPemerintah telah memutuskan melalui Peraturan Pemerintah RI No.18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat Dan/Atau Jaringan Tubuh Manusia , bahwa bedah mayat klinis hanya boleh di lakukan dalam keadaan sebagai berikut :

 Pasal 2

a. Dengan persetujuan penulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat di tentukan secara pasti.

b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di duga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya.

c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam jangka waktu 2x24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit

(13)

Bedah mayat klinis hanya di lakukan di ruangan dalam rumah sakit yang disediakan untuk keperluan itu.

 Pasal 4

Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat klinis di laksanakan sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan di atur oleh Menteri Kesehatan.

1.

Pembahasan

Metode melakukan otopsi mayat bukanlah sesuatu yang mutlak. Individu atau kelompok yang terlibat dalam urusan otopsi mayat harus memenuhi etika yang digariskan di antaranya

a. Menghormati, menjaga hak dan kemuliaan mayat sebagai manusia

Semua pegawai dan petugas medis yang terlibat dalam proses otopsi harus menghormati mayat seperti manusia yang masih hidup.Islam menyuruh orang yang masih hidup agar menjaga kemuliaan, hak dan kehormatan orang yang telah mati sebagaimana orang hidup terlepas dari ras, agama dan keturunan . Islam melarang seseorang memperlakukan seseorang yang lain sama ada pada diri, martabat dan harta mereka. Firman Allah S.W.T. dalam Surah al-Israa 'ayat 70 yang artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam; dan Kami telah beri mereka menggunakan berbagai kendaraan di darat dan di laut; dan Kami telah memberikan rezeki kepada mereka dari benda-benda yang baik-baik dan Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-makhluk yang telah Kami ciptakan. "

(14)

Urusan otopsi mayat harus dilakukan dengan cepat agar sejalan sesuai kehendak Islam yang mewajibkan mayat ditangani dengan segera, sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda yang berarti: "Segeralah dalam mengurus jenazah karena kalau itu jenazah orang saleh maka berarti kamu menyegerakan kebaikan dan bila sebaliknya (mayat yang tidak saleh) maka berarti kamu telah melepaskan kejahatan dari bahumu". (Riwayat Muslim)

c. Kebenaran Waris

Untuk kasus otopsi klinis, petugas atau pihak medis yang akan melakukan pembedahan mayat harus mendapat izin dari waris untuk melakukan otopsi.

d. Melakukan otopsi dengan cermat (tidak kasar)

Operasi harus dilakukan dengan cara cermat sehingga tidak merusak kehormatan dan kemuliaan mayat. Hadis Rasulullah s.a.w. yang berarti; Dari Aisyah r.a. Raslululllah s.a.w. bersabda; "Memecahkan / mematahkan tulang mayat sama seperti memecahkannya / mematahkannya sewaktu hidupnya ". (Riwayat Abu Daud)

e. Melakukan otopsi mayat sejauh yang diperlukan saja

(15)

f. Menjaga rahasia mayat

Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang bersangkutan yang terlibat dalam otopsi mayat harus menyimpan rahasia mayat, yaitu tidak mengaibkan dan tidak mengungkapkan kondisi mayat kepada pihak yang tidak terkait.

g. Tidak menghina, mengejek dan memaki mayat

Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang bersangkutan,yang terlibat dalam penanganan mayat tidak boleh menghina, mengejek atau memaki mayat. Hadis Rasulullah s.a.w. yang berarti: "Dari Ibnu Umar telah berkata: Sabda Rasululllah: Sebutlah kebaikan orang yang telah mati dan berhentilah dari menyebut keburukan mereka". (Riwayat at-Tirmizi)

h. Mengambil langkah-langkah keamanan

Pegawai dan Petugas medis pemerintah yang menjalankan otopsi mayat harus mempertimbangkan langkah-langkah keamanan terutama dalam penanganan mayat yang berisiko terutama bagi kasus penyakit menular.

i. Mengurus mayat dan sampel penelitian (organ atau jaringan) setelah otopsi dengan sebaik-baiknya

(16)

penyakit masih tidak dapat diidentifikasi, kekurangan alat dan sebagainya, maka jenazah harus disempurna dan dimakamkan dahulu . Sementara organ atau jaringan yang diambil untuk penelitian harus ditanam atau diserah kepada waris atau pihak bertanggung jawab. Ulasan dan investigasi atas sampel yang diambil harus dilakukan dengan segera.

j. Tidak mengambil jaringan atau organ mayat

Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang bersangkutan tidak diperkenankan mengambil setiap jaringan atau organ dari mayat yang dibedah melainkan dengan kebenaran hukum.

k. Orang yang diperbolehkan hadir saat otopsi mayat

Hanya petugas medis yang otopsi mayat dan otoritas yang terkait hanya diperbolehkan berada di dalam kamar otopsi saat otopsi dilakukan. Selain petugas medis dan otoritas yang terkait dilarang masuk, hal ini dikarenakan untuk menjaga kelangsungan proses pembedahan dan menjaga kerahasiaan mayat.

Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi : ”Memecahkan tulang orang mati itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya”.

(17)

perlu diselaraskan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, karena ia berada di antara perintah dan larangan. Dalam tiadanya keharaman dalam kondisi darurat, seperti halnya tidak adanya kemakruhan dalam kondisi darurat. Maka jika autopsi tersebut dipahami sebagai hal yang bersifat darurat, artinya satu-satunya cara membuktikan, maka autopsi itu sudah menempati level darurat, dan karena itu status hukumnya dibolehkan dan dapat disimpulkan bahwa autopsi atau bedah mayat untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran hukumnya boleh, bahkan jika dipahami sebagai kondisi yang berada pada level darurat maka hukumnya menjadi wajib.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sesuai dengan tinjauan pustaka dan pembahasan yang sudah dikemukakanmengenai bedah mayat , maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Bedah mayat adalah suatu tindakan dokter ahli untuk membedah mayat karena dilandasi oleh suatu maksud atau kepentingan-kepentingan tertentu seperti: kepentingan penegakkan hukum; menyelamatkan janin yang masih hidup di dalam rahim mayat; untuk mengeluarkan benda yang berharga dari mayat; dan untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran. Tindakan pembedahan yang didasari oleh motif-motif tersebut dibolehkan dalam ajaran Islam, bahkan bisa dihukumkan wajib apabila keperluan bedah itu menempati level hajat atau darurat. Namun pada proses pembedahan mayat tetap harus mematuhi etika yang telah di tetapkan,selain itu diwajibkan pula untuk menjaga kerahasiaan, menghormati dan memuliakan mayat serta menyegerakan proses autopsi serta mendapatkan izin dari ahli waris tentunya.

(18)

autopsi yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan tanpa tujuan yang benar, maka hukumnya haram. Termasuk pula bila pembedahan mayat itu melampaui batas dari tujuan yang dibutuhkan .

3.2 Saran

Dengan adanya peraturan tersebut, proses pembedah mayat yang di lakukan harus mengikuti peraturan yang telah pemerintah tetapkan.Selain itu proses pembedahan mayat harus di lakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan tugas tersebut. Pelaksanaan medis juga harus dilakukan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat yaitu norma hukum, agama, dan kesopanan.Selain itu dalam proses nya banyak sekali norma yang di patuhi untuk menjaga kehormatan dan kemulian mayat tersebut sebagaimana manusia.

Referensi

Dokumen terkait

c) Dua jari artinya bahwa hidup ini adalah berpasang pasangan, jenis yang satu berlawanan dengan jenis yang lain, misalnya : laki- perempuan, siang-malam, baik –

Target pasar merupakan memilih kelompok konsumen mana yang akan di layani, dalam hal ini perusahaan akan memilih pasar yang dapat memberikan peluang maksimum

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak parkir pada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah

Sementara walaupun jumlah pemukiman yang ada di Desa Srigading lebih rendah jumlahnya, akan tetapi terdapat beberapa blok pemukiman yang berada sangat dekat dengan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti yang selanjutnya disingkat dengan RPJMD Kabupaten Kepulauan Meranti adalah Dokumen Perencanaan

Penelitian ini mengkaji: pertama, bagaimana perbedaan rentang nilai transaksi dengan (NJOP PBB) dalam SPPT PBB? Kedua , nilai apakah yang dapat dipilih untuk

Gambar Grafik Perkembangan Jumlah Produksi Dan Luas Lahan Tanaman Pangan Jenis Padi Ladang Kabupaten Langkat Tahun 2012-2016. Sumber: Badan Pusat Statitik Sumatera Utara, Data

mengindikasikan bahwa intensitas pertemuan komite audit tidak berpengaruh.. terhadap fee