• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kebijakan Pengembangan Wisata Pantai Berkelanjutan Di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Model Kebijakan Pengembangan Wisata Pantai Berkelanjutan Di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Spasial

Nomor 1, Volume 4, 2017

MODEL KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI BERKELANJUTAN DI KOTA

PADANG, PROVINSI SUMATERA BARAT

Penulis

: Iswandi Umar

Sumber

:

Nomor 1, Volume 4, 2017

Diterbitkan Oleh : Program Studi Pendidikan Geografi, STKIP PGRI Sumatera Barat

Copyright © 2017, Jurnal Spasial

ISSN: 2540-8933 EISSN: 2541-4380

Program Studi Pendidikan Geografi

STKIP PGRI Sumatera Barat

Untuk Mengutip Artikel ini :

Umar, Iswandi. 2017.

Model Kebijakan Pengembangan Wisata Pantai Berkelanjutan Di Kota

Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Jurnal Spasial, Volume 4, Nomor 1, 2017: 27-33.

Padang. Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat.

(2)

Iswandi Umar Nomor 1, Volume 4, 2017

Jurnal Spasial

Nomor 1, Volume 4, 2017

http://ejournal.stkip-pgri-sumbar.ac.id/index.php/spasial

Model Kebijakan Pengembangan Wisata Pantai Berkelanjutan Di Kota Padang, Provinsi

Sumatera Barat

Iswandi Umar1,

1Prodi Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang, Jl. Prof. Dr. Hamka Air Tawar Padang, Provinsi Sumatera Barat.

iswandi_u@yahoo.com A R T I K E L I N F O A B S T R A C T Keyword: Arahan Kebijkan, Objek Wisata, Pengembangan

Indonesia memiliki keindahan alam yang menarik untuk dijadikan sebagai objek wisata. Jumlah kunjungan baik wisata domestik maupun mancanegara meningkat sebesar 7 % per tahun. Kota Padang memiliki empat objek wisata pantai yakni Muaro Anai, Muaro Lasak, Muaro Padang, dan Pantai Bungus. Jumlah kunjungan wisatawan yang masuk ke Kota Padang meningkat 2,6 % per tahun. Banyaknya kunjungan wisatawan akan berdampak terhadap keberlanjutan objek wisata. Tujuan penelitian ini untuk menentukan tingkat keberlanjutan dan menentukan arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai. Untuk menentukan tingkat keberlanjutan objek wisata menggunakan metode Multi DimensionScaling (MDS). Arahan kebijakan ditentukan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan melibatkan pakar sebanyak 25 orang. Hasil analisis keberlanjutan menunjukkan bahwa objek wisata muaro Lasak dan muaro Padang berkelanjutan pada dimensi ekonomi namun sebaliknya tidak berkelanjutan pada dimensi sosial dan ekologi. Selain itu, `terdapat dua arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai berkelanjutan yakni pembinaan nilai budaya masyarakat (21,4%) dan membangun masyarakat cinta lingkungan (18,7%).

Indonesia has a natural beauty that is attractive to serve as a tourist attraction. Number of visits to both domestic and foreign travel increased by 7% per year. Padang city has four beach a tourist attraction that is Muaro Anai, Muaro Lasak, Muaro Padang and Bungus Beach. The number of tourists coming to the city of Padang increased 2.6% per year. The number of tourists visit will have an impact on the sustainability attractions. The purpose of this study to determine the level of sustainability and determine the direction of tourism development policies beach. To determine the level of sustainability attractions using multi dimention scaling (MDS). Policy directives determined using Analytical Hierarchy Process (AHP) with the involvement of experts as many as 25 people. The results of the sustainability analysis shows that attraction Muaro Padang and Muaro Lasak sustainable economic dimensions, but otherwise is not sustainable in social and ecological dimensions. Moreover, `there are two directions of policy development that is sustainable coastal attractions fostering cultural values of the community (21.4%) and building communities to take loving environment (18.7%).

©2017 Jurnal Spasial All rights reserved.

PENDAHULUAN

Pariwisata dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk bersantai, bisnis, agama dan kesehatan dalam waktu yang singkat pada suatu wilayah (Masron et al. 2015).

Pengembangan wisata merupakan strategi penting sebagai upaya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi suatu wilayah. Dengan berkembangnya pariwisata, maka akan berdampak pada kemajuan industri pariwisata serta meningkatkan kesempatan

Jurnal Penelitian, Terapan

Ilmu Geografi, dan

Pendidikan Geografi

(3)

kerja (Zhang 2013). Masron et al. 2015 menyatakan perkembangan industri pariwisata akan dapat menyerap sebesar 3-5 persen tenaga kerja pada suatu negara.

Hawkes et al. (1998) menyatakan keindahan dan keanekaragaman alam memiliki daya tarik yang tinggi untuk meningkatkan kunjungan wisata pada suatu wilayah. Menurut Salehudin et al. (2013) dalam Masron et al. (2015) sebagian besar wisatawan lebih tertarik pada objek wisata bahari. Indonesia merupakan negara yang memiliki 2/3 wilayah laut dan memiliki garis pantai sepanjang 99 093 km. Sehingga memiliki potensi besar untuk pengembangan industri pariwisata. Data statistik kunjungan wisatawan ke Indonesia periode 2010-2016 mengalami peningkatan rata-rata sekitar 7 persen/tahun. Pada tahun 2010 jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia sebanyak 493 799 orang, dan tahun 2016 meningkat menjadi 740 450 orang. Peningkatan kedatangan wisata asing ke Indonesia berkontribusi besar terhadap pendapatan negara sebesar 3 563 juta US$ (BPS 2016).

Kota Padang memiliki beberapa objek wisata bahari yang sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan statistik pariwisata periode 2006-2016 terjadi peningkatan kunjungan wisata domestik dan mancanegara ke Kota Padang sebesar 2,6 persen per tahun. Dengan peningkatan kunjungan pariwisata maka terjadi peningkatan daya serap tenaga kerja sebesar 1,4 persen per tahun. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan prioritas pengembangan objek wisata di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

METODOLOGI

Lokasi penelitian ialah Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis, wilayah penelitian terdapat pada bujur 100º05’05’–100º34’09’’ BT dan lintang 00º44’00’’-01º08’35’’ LS. Wilayah penelitian memiliki luas 69.496 ha. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan, periode penelitian ini antara bulan Agustus 2016 sampai dengan bulan Januari 2017.

Gambar 1. Lokasi penelitian Untuk menentukan analisis keberlanjutan

wisata pantai menggunakan metode multi dimention scaling (MDS). Dalam penentuan analisis keberlanjutan melibatkan sebanyak 20 orang pakar yang berasal dari berbagai instansi dan disiplin ilmu, yaitu: Dinas Pariwisata Kota Padang, pemuka adat, tokoh agama, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pusat kajian lingkungan hidup UNP, dan pelaku industri.

Dimensi yang menjadi ukuran keberlanjutan dibedakan atas tiga yaitu: ekonomi, ekologi, dan sosial. Masing-masing dimensi dikembangkan menjadi indikator dan dinilai menggunakan skala liker. Dalam skala liker masing-masing indikator dinilai dalam lima tingkatan, yaitu: (1) Sangat baik (SB) = 5, (2) Baik (B) = 4, (3) Sedang (S) = 3,(4) Kurang (K) = 2, (5) Sangat kurang (SK)= 1.

(4)

Tabel 1. Dimensi analisis keberlanjutan pengembangan wisata pantai.

Dimensi Indikator SB B Penilaian S K SK

Ekonomi Pendapatan masyarakat 5 4 3 2 1

Penyerapan tenaga kerja 5 4 3 2 1

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 5 4 3 2 1

Industri pariwisata 5 4 3 2 1

Sosial Nilai dan norma masyarakat 5 4 3 2 1

Pengembangan budaya masyarakat 5 4 3 2 1

Interaksi dalam masyarakat 5 4 3 2 1

Lembaga dalam masyarakat 5 4 3 2 1

Ekologi Perubahan bentuk pantai 5 4 3 2 1

Kondisi terumbu karang 5 4 3 2 1

Kondisi vegetasi pantai 5 4 3 2 1

Perlindungan kerusahan lahan 5 4 3 2 1

Manajemen limbah pengunjung objek

wisata 5 4 3 2 1

Sumber : Hermon (2017)

Penentuan indeks keberlanjutan masing-masing dimensi digunakan persamaan 1.

Kb= n/N x 100 Keterangan:

Kb = tingkat keberlanjutan n = total skor dimensi N = total skor maximum

Setelah penentuan indeks keberlanjutan maka tingkatan keberlanjutan dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: berkelanjutan (>70), cukup berkelanjutan (55-70), dan tidak berkelanjutan (<55).

Penentuan arahan kebijakan ditentukan berdasarkan pendapat pakar dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Pakar akan menentukan penilaian yang berdasarkan skala 1 sampai 9 secara perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Menurut Saaty (1983), Marimin dan Maghfiroh (2010) skala 1 sampai 9 definisi pendapat pakar dalam skala perbandingan ada pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria penilaian dalam AHP

Nilai Keterangan

1 A sama penting dengan B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari

B

9 A mutlak lebih penting dari B 2, 4, 6, 8 Apabila ragu-ragu antara dua

nilai yang berdekatan

Sumber: Saaty (1983), Marimin dan Maghfiroh (2010) Kriteria yang akan digunakan untuk menentukan arahan kebijakan pengembangan wisata pantai berkelanjutan, yaitu: kelembagaan, regulasi, dan modal sosial masyarakat. Pakar yang akan dijadikan expert berasal dari beberapa golongan, yaitu: Dinas Pariwisata Kota Padang, Perguruan Tinggi, tokoh masyarakat, pelaku industri pariwisata, LSM, tokoh agama, dan Bappeda Kota Padang. Jumlah pakar sebanyak 25 orang pakar.

Untuk menganalisis menggunakan software Expert Choice 2011. Selain itu, Marimin dan Magfiroh (2010) dan Umar (2016) menyatakan nilai consistency ratio (CR) yang dapat diterima yakni kurang dari 0,1. Gambar 2 disajikan struktur hierarki arahan kebijakan pengembangan wisata pantai berkelanjutan di Kota Padang.

(5)

Arahan Kebijakan Pengembangan Objek Wisata Pantai

Kelembagaan Regulasi Modal Sosial

Masyarakat

Alternatif 1 Alternatif 3 Alternatif 5 Alternatif 7

Alternatif 1 = Pembentukan manajemen pengelolaan objek wisata yang transparansi

Alternatif 2 = Meningkatkan peranserta dan keterlibatan masayakat dalam pengelolaan objek wisata Alternatif 3 = Pembuatan aturan yang mengikat dalam pengelolan dan pengunjung objek wisata Alternatif 4 = Konsistensi dalam penegakan hukum

Alternatif 5 = Sosialisasi aturan pengelolaan objek wisata Alternatif 6 = Pembinaan nilai dan budaya masyarakat

Alternatif 7 = Membangun masyarakat cinta terhadap lingkungan Alternatif 8 = Pengelolaan akstraksi budaya lokal

Alternatif 2 Alternatif 4 Alternatif 6 Alternatif 8

Gambar 2. Struktur hierarki arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai PEMBAHASAN

Kota Padang terdapat empat objek wisata pantai, yaitu: objek wisata pantai Muaro Anai, objek wisata pantai Muaro Lasak, objek wisata pantai Muaro Padang, dan objek wisata pantai Bungus (Gambar 3). Keempat objek wisata tersebut memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Berdasarkan data statistik pariwisata jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara ke Kota Padang meningkat sebesar 1,8 % per tahun periode 2000-2015. Umar (2017) peningkatan kunjungan wisatawan berpengaruh positif terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, namun sebaliknya terjadi perubahan negatif terhadap dimensi sosial dan dimensi ekologi.

Kota Padang secara geomorfologi dapat dibedakan atas tiga bentuk lahan, yakni bentuk lahan asal proses vulkanik, bentuk lahan asal proses fluvial, dan bentuk lahan asal proses marin. Bentuk lahan asal proses vulkanik terdapat pada bagian timur Kota Padang, bentuk lahan asal proses fluvial pada bagian tengah, dan bentuk lahan asal proses marine terdapat pada bagian barat. Endarto (2007) menjelaskan bentuk lahan asal proses vulkanik merupakan bentuk lahan yang terbentuk karena proses atau asal bentukan tenaga vulkanik, bentuk lahan asal proses fluvial merupakan bentuk lahan yang terbentuk karena proses tenaga air, dan bentuk lahan asal proses marin merupakan bentuk lahan yang terbentuk karena pengaruh aktivitas gelombang dan arus laut.

(6)

Gambar 3. Distribusi ojek wisata pantai di Kota Padang

Gambar 4. Analisis keberlanjutan objek wisata pantai di Kota Padang Berdasarkan analisis keberlanjutan

pengembangan objek wisata pantai di Kota Padang (Gambar 4), objek wisata pantai Muaro Anai berdasarkan dimensi ekonomi memiliki nilai yang paling rendah dan kategori tidak berkelanjutan namun memiliki nilai paling tinggi pada dimensi sosial dan

ekologi. Berbeda dengan tiga objek yang lainnya, yakni objek wisata pantai Muaro Lasak, Muaro Padang, dan Bungus (Karolin) memiliki keberlanjutan dari dimensi ekonomi namun tidak berkelanjutan dimensi sosial dan ekologi.

(7)

Upaya untuk meningkatkan keberlanjutan dimensi sosial dan dimensi ekologi, maka disusun arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai di Kota Padang. Untuk menentukan arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai dilakukan identifikasi terhadap kriteria dan alternatif kebijakan dengan melibatkan para pakar yang berhubungan dalam pengembangan objek wisata.

Hasil analisis AHP tentang arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai di Kota Padang

menunjukkan bahwa modal sosial masyarakat memiliki peran penting yakni sebesar 54%. Hal ini berarti untuk menciptakan wisata pantai berkelanjutan maka perlu untuk menggali dan meningkatkan nilai budaya dalam masyarakat. Umar (2017) nilai budaya masyarakat lokal memiliki daya tarik dalam pengembangan pariwisata, dan untuk menciptakan pengembangan pariwisata perlu untuk mengangkat unsur-unsur budaya dalam masyarakat.

Gambar 5. Arahan kebijakan pengembangan objek wisata berkelanjutan Gambar 5 merupakan alternatif arahan

kebijakan pengembangan wisata pantai berkelanjutan. Berdasarkan hasil penilaian pakar, menunjukkan bahwa pembinaan nilai budaya masyarakat dan membangun masyarakat cinta terhadap lingkungan sebagai arahan kebijakan untuk menciptakan wisata pantai berkelanjutan di Kota Padang.

Suku Minang merupakan masyarakat asli Kota Padang memiliki nilai budaya yang banyak tidak dijumpai pada masyarakat suku lain dimanapun. Nilai budaya masyarakat Minang dapat ditunjukkan dalam bentuk seni (tarian), makanan, dan beladiri (silat). Masakan rendang merupakan salah satu masakan masyarakat Minang yang telah mendunia, dan begitu juga dengan pencak silat yang menjadi suguhan menarik diberbagai belahan dunia.

Selain itu, untuk menciptakan wisata pantai yang berkelanjutan maka perlu adanya keindahan dan kenyamanan objek wisata. Kota Padang memiliki objek wisata pantai yang memiliki daya tarik yang tinggi dengan pantai yang bersih dan ombak yang tinggi. Namun semakin banyaknya pengunjung objek wisata

maka akan berdampak terhadap kualitas lingkungan sekitar objek. Penurunan kualitas lingkungan dapat bersumber dari sampah yang dihasilkan dari pengunjung atau akibat bangunan liar yang tumbuh di sekitar objek wisata. Hermawan dan Paratidina (2015) menyatakan bahwa salah satu ancaman untuk pengembangan objek wisata berkelanjutan yakni tidak tertatanya lingkungan akibat keberadaan pedagang kaki lima (PKL) yang menurunkan kualitas lingkungan. Sebagai akibat penurunan kualitas lingkungan berdampak terhadap jumlah kunjungan wisatawan.

Meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengelolaan objek wisata sangat penting dalam menciptakan objek wisata berkelanjutan. Karena dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan objek wisata masyarakat dapat merasakan keberadaan objek wisata yang memberikan dampak positif terhadap perekonomian. Dengan demikian masyarakat akan menjaga dan mempertahankan kondisi lingkungan objek wisata. Rukmini (2010) menyatakan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan objek wisata berdampak positif dalam menjaga kelestarian lingkungan.

(8)

KESIMPULAN

Kota Padang merupakan salah satu kota di Sumatera Barat yang memiliki pantai dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Padang meningkat sebesar 2,6 % per tahun. Berdasarkan analisis keberlanjutan objek wisata Muaro Lasak dan Mauro Padang sebagai objek

wisata andalan memiliki berkelanjutan pada dimensi ekonomi, namun tidak berkelanjutan pada dimensi sosial dan dimensi ekologis. Sebagai upaya maka arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai maka perlu meningkatkan pembinaan nilai-nilai budaya masyarakat dan membangun masyarakat cinta lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Aklibasinda, M., dan Bulut, Y. 2014. Analysis of terrains suitable for tourism and recreation by using geographic information system (GIS). Environmental Monitoring and Assessment, 186(9): 5711-5720.

Badan Pusat Statistik [BPS]. 2016. Indonesia dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Endarto, D., 2008. Pengantar Geomorfologi Umum. Penerbit Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press). Surakarta.

Hawkes, S., Williams, P., & Penrose, R., 1998. Tourism industry perspectives on the cariboo-chilcotin CORE process. Environments, 25 (2): 48-51. Hermawan, D., dan Paratdina, G., 2015. Model Implemetasi Kebijakan Pengembangan Pariwisata dalam Meningkatkan Destinasi Pariwisata di

Kabupaten Bogor. Jurnal Sosial Humaniora, 6 (2): 94-103. Hermon, D., 2017. Mitigasi Perubahan Iklim. Rajawali Pers. Jakarta

Masron, T., Mohamed, B., dan Marzuki, A., 2015. Gis Base Tourism Decision Support System For Langkawi Island, Kedah, Malaysia. Theoretical and Empirical Researches in Urban Management, 10(2): 21-35.

Marimin, dan Maghfiroh, N., 2010 . Aplikasi Teknik Pengambil Keputusan dan Manajemen Rantai Pasok. IPB Press. Bogor.

Primadany, S. R., Mardiyono, dan Riyanto. 2014. Analisis Strategi Pengembangan Pariwisata Daerah. Jurnal Administrasi Publik (JAP), 1(4) : 135-143.

Rukmini, A., 2010. Mutu Kuliner Kraton, Aset Pariwiata Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitian Bappeda Yogyakarta, 5(1) : 37-44

Unga, K. L., Benyamin, I. M., dan Al, R. 2010. Stratege Pengembangan Kawasan Wisata Pulau Banda. Jurnal Administrasi Publik (JAL), 1 (3) : 1-10. Umar, I., Widiatmaka, Pramudya , B., dan Barus, B., 2017. Prioritas Pengembangan Kawasan Permukiman pada Wilayah Rawan Banjir Di Kota

Padang Provinsi Sumatera Barat. Majalah Ilmiah Globe , 19 (1): 1-10.

Umar, I., 2017. Prioritas Pengembangan Objek Wisata Pantai Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Tata Loka (proses reviu). Zhang, J. 2013. The issues facing the sustainable development of rural tourism and the path selection. Asian Agricultural Research , 5 (9): 5-7.

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian  Untuk menentukan analisis keberlanjutan
Tabel 1. Dimensi analisis keberlanjutan pengembangan wisata pantai.
Gambar 2. Struktur hierarki arahan kebijakan pengembangan objek wisata pantai
Gambar 4. Analisis keberlanjutan objek wisata pantai di Kota Padang  Berdasarkan analisis keberlanjutan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan tentang pengendalian laju korosi pada logam menggunakan anoda tumbal paduan aluminium dan paduan seng dengan media yang digunakan adalah air laut dari

[r]

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental berbasis laboratorium yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bakteri Eschericia coli O157:H7 dengan

Uji validitas digunakan untuk mengetahui valid tidaknya item-item soal.. Soal yang tidak valid akan dibuang dan tidak digunakan. Item soal yang valid berarti item

Sedangkan response time pada MySQL cluster load balancing dengan nilai 147,55 ms lebih cepat dibandingkan MySQL cluster default yang bernilai 335,00 ms.. Kata kunci: load

Berdasarkan uraian sebagai tersebut di atas, dapat di tarik suatu kesimpulan yaitu untuk mewujudkan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi yang diselenggarakan

Tradisi mairiak yang merupakan tradisi masyarakat Minangkabau pada masa tidak padi dalam rangka memisahkan bulir padi dari tangkainya dengan menggunakan telapak kaki manusia,

Maka keputusan investasi yang dilakukan oleh manajemen dalam menggunakan dana perusahaan yang ada pada sebuah aset yang diharapkan akan memberikan keuntungan dimasa