• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbanyakan cendawan entomopatogen penicillium sp. Isolat bone pada beberapa media tumbuh organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbanyakan cendawan entomopatogen penicillium sp. Isolat bone pada beberapa media tumbuh organik"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANYAKAN CENDAWAN ENTOMOPATOGEN Penicillium sp. ISOLAT BONE PADA BEBERAPA MEDIA TUMBUH ORGANIK

MUTMAINNAH

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo

ABSTRAK

Cendawan Penicillium sp. merupakan salah satu cendawan entomopatogen yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati untuk mengendalikan hama tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan beberapa media tumbuh organik sebagai bahan perbanyakan cendawan Penicillium sp.. Cendawan ini diperbanyak pada media organik yaitu beras, jagung, dedak, pollard, ampas tahu dan ampas sagu menggunakan cawan petri berukuran 9 cm. Kemudian di inkubasi selama 30 hari dan kemudian cendawan tersebut diukur kerapatan konidia dan viabilitasnya. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang dilang sebanyak tiga kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media beras, jagung, dedak, ampas gandum, ampas tahu dan ampas sagu dapat dimanfaatkan sebagai media perbanyakan cendawan Penicillium sp.. Media terbaik untuk pertumbuhan diameter koloni cendawan Penicillium sp. yaitu media beras sebesar 8,5 cm pada inkubasi 30 hari. Sedangkan media ampas tahu sangat baik menghasilkan jumlah konidia dan viabilitas yang tinggi dibanding media jagung, dedak, pollar, dan ampas sagu yaitu 207,27 x 106 spora/gr dan 68.15%.

Kata kunci: entomopatogen, media organik, Penicillium sp.

PENDAHULUAN

Penggunaan agens pengendali hayati dalam mengendalikan OPT semakin berkembang, karena cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida kimia. Agens hayati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama yaitu cendawan entomopatogen. Salah satu yang digunakan yaitu Penicllium sp.. Diketahui terdapat sekitar 200 spesies Penicillium yang perannya berbeda-beda. Cendawan tersebut diketahui sebagai entomopatogen karena ditemukan menyerang hama-hama tertentu seperti pada Spodoptera sp. (Tanada dan Kaya, 1993), pada Plutella xylostella (Anaisie et al., 2011) dan pada pupa PBK (Nurariaty, 2006; Sulistyowati dan Junianto, 2002).

(2)

Kesuksesan agens hayati seperti cendawan entomopatogen harus mempunyai kemampuan untuk memproduksi inokulum dalam jumlah yang besar (Gothel dan Robbert 1992). Perbedaan media pertumbuhan yang digunakan untuk produksi massal tergantung pada kebutuhan nutrisi cendawan entomopatogen yang digunakan. Menurut Moore dan Prior (1993), karakteristik yang digunakan untuk produksi massal harus mempunyai sporulasi yang tinggi pada media buatan, virulensi yang tinggi dalam melawan organisme target, dan kemampuan untuk bertahan pada lingkungan tempat hama tersebut berada. Indikator virulensi cendawan entomopatogen yang baik antara lain perkecambahan yang tinggi, pertumbuhan dan sporulasi yang tinggi pula (Chandler, 1993).

Jenis media perbanyakan sangat berpengaruh nyata terhadap sporulasi cendawan. Adapun media padat yang dapat digunakan yaitu media PDA (Potato Dextrose Agar), CMA (Corn Meal Agar), CA (Correct Agar). Selama ini Cendawan Penicillium sp. kebanyakan hanya ditumbuhkan dengan menggunakan media PDA (Anonim, 2014). Cendawan Penicillium sp. yang ditumbuhkan pada media PDA menghasilkan produksi spora lebih tinggi dibanding yang ditumbuhkan pada media CMA dan CA yaitu186.2 x 106 (Suhardi, 2014).

Sampai saat ini media buatan (media) yang umum digunakan untuk perbanyakan massal cendawan entomopatogen, adalah beras dan jagung. Kedua media ini mampu menghasilkan konidia yang tinggi. Effendi, dkk. (2009) melaporkan bahwa media jagung pecah+gula 1% merupakan media terbaik untuk memperbanyak cendawan Metarhizium sp. dan dapat menyebabkan mortalitas Nilaparvata lugens Stal sampai 97,5% dan viabilitas konidia 55,07%. Prayogo dan Tengkano (2002), media jagung manis atau jagung lokal+gula 1% dapat menyebabkan mortalitas larva Spodoptera litura mencapai 72,5% yang lebih tinggi dari media perbanyakan lainnya. Cendawan Metarhizium sp. yang diperbanyak pada media beras dengan konsentrasi 105 konidia per ml menyebabkan mortalitas nimfa wereng 50% lebih cepat dari yang lainnya hanya 87,93 jam setelah aplikasi.

Santiaji dan Gusnawaty (2007) menunjukan bahwa ela ampas sagu dapat digunakan sebagai media pertumbuhan cendawan Neurospora sitophila, dan

(3)

Gliocladium sp.. Sementara itu, Warsini (2005) melaporkan bahwa campuran ampas kedelai, serbuk gergaji dan dedak menghasilkan pertumbuhan yang terbaik bagi cendawan Trichoderma sp. dan Penicillium sp. Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai protein rata-rata dalam bahan kering adalah 12,4% , lemak 13,6% dan serat kasar 11,6%. Dedak padi menyediakan protein yang lebih berkualitas dibandingkan dengan jagung karena kandungan thiamin dan niasin yang tinggi. Ampas Pollard atau pollard merupakan limbah dari penggilingan Pollard menjadi terigu. Angka konversi pollard dari bahan baku sekitar 25-26%.

Oleh karena itu informasi tentang penggunaan media organik lain sebagai media perbanyakan cendawan entomopatogen Penicillium sp. sangat diperlukan dalam rangka pemanfaatan limbah organik sebagai media perbanyakan bioinsektisida yang murah dan bisa dilakukan oleh petani.

METODOLOGI

Koleksi dan Perbanyakan Isolat

Isolat Penicillium sp. yang digunakan dalam penelitian ini merupakan koleksi Nurariaty Agus di Laboratorium Identifikasi dan Pengendalian Hayati, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Hasanuddin. Isolat tersebut berasal dari kabupaten Bone. Isolat kemudian ditumbuhkan dan diperbanyak pada medium PDA (Potato Dextrose Agar). Kentang sebanyak 200 gram dipotong-potong dadu kemudian dimasak dengan aquades hingga mendidih, kemudian ekstrak dipisahkan dengan kentang melalui penyaringan. Selanjutnya ekstrak tersebut dicampur dengan agar-agar sebanyak 17 gram dan gula sebanyak 20 gram dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan kembali hingga mendidih. Tutup erlenmeyer dengan aluminium foil lalu diautoclave selama 15 menit.

Pada percobaan ini digunakan enam jenis substrat yaitu beras, jagung, dedak padi, ampas gandum, ampas tahu dan ampas sagu. Pembuatan media yaitu masing-masing sebanyak 20 gram dicuci bersih kemudian dimasukkan ke dalam cawan petridish berdiameter 9 cm dan disterilkan ke dalam autoclaf selama 15 menit pada suhu 121 oC, tekanan 1 atm, lalu didinginkan.

(4)

Pada masing-masing substrat sebagai pelakuan dimasukkan biakan murni cendawan Penicillium sp. dengan menggunakan cork borer berdiameter 1 cm sebanyak 1 potong pada bagian tengah cawan petri dan diinkubasikan selama 30 hari pada suhu ruang. Perlakuannya ada enam dan masing-masing diulang sebanyak 3 kali.

Pertumbuhan cendawan Penicillium sp. pada setiap substrat

Cendawan Penicillium sp. yang ditumbuhkan pada masing-masing jenis substrat kemudian diamati pertumbuhannya. Pertumbuhan diukur mulai dari titik awal inokulasi pada kantong plastik sampai seluruh substrat dipenuhi oleh cendawan. Pengamatan dimulai 24 jam setelah inokulasi Penicillium sp. pada setiap substrat

Penghitungan produksi spora

Produksi spora dari masing-masing substrat yang telah ditumbuhi oleh cendawan Penicillium sp. dilakukan dengan cara mengambil 1 gram dari masing-masing substrat dan ditambah dengan 10 ml akuades steril kemudian divorteks selama 10 menit agar konidia terlepas. Suspensi kemudian disaring dan penghitungan jumlah konidia per ml dilakukan dengan menggunakan hemositometer di bawah mikroskop. Jumlah konidia dihitung dengan rumus:

t

S = x 10 6 N x 0,25

Keterangan :

t = Rata-rata jumlah konidia pada kotak yang diamati N = Jumlah kotak hitung haemositometer

0,25 = Volume suspensi spora dalam haemositometer 106 = Konstanta

Penghitungan viabilitas spora

Viabilitas spora ditentukan setelah suspensi spora diinkubasikan selama 24 jam. Satu tetes suspensi diteteskan pada kaca preparat dan ditutup dengan gelas

(5)

penutup. Hal tersebut di ulang sebanyak tiga kali. Setelah 24 jam kaca preparat tersebut diamati lalu jumlah konidia yang berkecambah dihitung, demikian pula yang tidak berkecambah. Perhitungannya dilakukan pada bidang pandang di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: a

G= x 100% a + b

dengan :

G = Germinasi (% kecambah) a = Jumlah konidia berkecambah b = Jumlah konidia tidak berkecambah

Analisis data

Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL). Data yang diperoleh diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Diameter Koloni

Pada tabel 1 pertumbuhan diameter koloni tertinggi pada inkubasii hari ke-5, 10, 15 dan 20 isolat bone yaitu pada media ampas sagu yaitu 5,15 cm dan terendah yaitu pada media pollard 1,54 cm. Sedangkan pada pengamatan inkubasi hari ke-25 dan 30 terjadi perubahan diameter tertinggi yang semula media sagu yaitu pada media beras yaitu 8,5 cm dan terendah tetap pada pollard 3,58 cm.

Tabel 1. Rata-rata Pertumbuhan Diameter Koloni Cendawan Penicillium sp. Isolat Bone inkubasi 30 hari

Perlakuan Diameter Koloni (cm) pada Hari Ke-

(6)

Beras 3.77c 5.90bc 7.49bc 8.02bc 8.42c 8.5bc Jagung 1.79ab 3.83ab 4.25ab 4.69ab 5.05ab 5.21ab Dedak 2.78bc 5.59bc 6.22bc 6.42bc 6.6bc 6.75abc Pollard 1.54a 2.02a 2.27a 2.56a 2.95a 3.58a Ampas tahu 1.85ab 4.31abc 4.91ab 5.32ab 5.91bc 6.24abc Ampas sagu 5.15d 7.0c 8.4c 8.4c 8.4c 8.4c Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji BNT (α = 0,05)

Rata-rata diameter koloni isolat cendawan Penicillium sp. menunjukkan perbedaan pada enam jenis media tumbuh yang berbeda pada 5 sampai 30 hari masa inkubasi yang diinkubasi pada cawan petri. Diduga karena adanya perbedaan nutrisi dan kadar oksigen dalam ruang tumbuh. Menurut Afifah (2011), cendawan bersifat aerob sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan oksigen. Pertumbuhan hifa pada media juga menentukan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan cendawan dalam media tumbuh. Semakin cepat pertumbuhan hifa dalam media maka akan semakin cepat pertumbuhan dan perkembangan cendawan. Kondisi ini menyebabkan timbulnya perbedaan pertumbuhan pada setiap media. Menurut Wahyunendo (2002), pertumbuhan dan perkembangan cendawan menunjukkan peningkatan sebanding dengan lamanya waktu inkubasi, sampai menunjukkan titik stasioner pertumbuhan.

Pada tabel 1 terlihat bahwa pertambahan diameter koloni cendawan isolat Bone paling tinggi pada media beras. Hal ini dikarenakan beras mengandung berbagai nutrient seperti seperti karbohidrat 75-90%, protein,lipid dan asam nukleat (Suprapti, 2005). Menurut Carlile dan Watkinson (1995), karbohidrat terutama gula kebanyakan digunakan oleh cendawan secara besar-besaran untuk proses metabolismenya. Dalam proses tranportasi, gula ditransportasikan ke dalam sel jamur juga membawa protein, dimana transportasi ini menyediakan fasilitas untuk terjadinya difusi di dalam maupun di luar sel dengan menggunakan molekul pembawa. Gula masuk ke dalam sel akibat difusi. Karbon selain berasal dari karbohidrat (gula) dimanfaatkan oleh jamur secara bersamasama untuk tujuan biosintetik, menunjukkan terjadinya glukoneogenesis dalam efek pembalikan jalur

(7)

glikolitik dalam jamur. Kelley (1977), mengemukakan bahwa pertumbuhan cendawan sangat bergantung pada ketersediaan karbohidrat dan digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya.

Media yang menunjukkan pertumbuhan koloni terendah adalah pollard. Struktur pollard yg dibasahi dengan air pada saat pembuatan substrat cenderung menggumpal yang mengakibatkan cendawan sulit untuk tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat (Maheva et al.1984, Bradley et al. 1992) bahwa untuk menghasilkan konidia dalam jumlah maksimal diperlukan media dengan partikel yang permukaannya lebih luas. Bahan media yang cenderung menggumpal memiliki luas permukaan yang sempit, sehingga produksi konidia juga sedikit.

Produksi Spora

Populasi spora cendawan Penicillium sp. isolat Bone pada berbagai media dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata produksi sporanya dapat dilihat pada Tabel 2. menunjukkan bahwa penggunaan media tumbuh berpengaruh secara signifikan terhadap populasi spora Penicillium sp. isolat Bone.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa rata-rata populasi spora masing-masing isolat cendawan Penicillium sp. berbeda pada setiap media yang diuji. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada isolat Bone media ampas tahu dan beras memberikan pengaruh lebih baik secara signifikan terhadap produksi spora dibandingkan media lain yaitu jagung, dedak, pollard, dan ampas sagu.

Tabel 2 . Produksi Spora Tiga Isolat Cendawan Penicillium sp. pada berbagai media (Spora/gr) setelah 30 hari

Perlakuan Populasi Spora (x 106 Spora/gr) pada Isolat

Beras 169.67c Jagung 36.33a Dedak 110.33b Pollard 66.00ab Ampas tahu 207.27c Ampas sagu 64.50ab

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji BNT(α = 0,05)

(8)

Jenis media perbanyakan sangat berpengaruh nyata terhadap sporulasi. Rata-rata produksi spora Penicillium sp. tertinggi terlihat pada media ampas tahu (207,27 x 106 spora/gr) dan rata-rata produksi spora terendah pada media jagung (36,33 x 106 spora/gr). Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa ampas tahu mengandung 17,4% protein dan 67,5% karbohidrat, mempunyai nilai biologis lebih tinggi dari pada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak.

Kemampuan cendawan untuk membentuk konidia mempunyai arti yang penting karena konidia merupakan propagul cendawan entomopatogen yang berperan utama untuk pemencaran dan infeksi (Wraight et al. 2001). Apabila sporulasi sedikit, maka pemencaran akan terbatas dan kemampuannya sebagai agens pengendali hayati juga akan berkurang. Menurut Jenkins et al. (1998) jumlah konidia yang dihasilkan per gram media oleh cendawan entomopatogen merupakan informasi yang utama yang sangat dibutuhkan untuk perbanyakan massal cendawan yang akan diproduksi sebagai bioinsektisida.

Viabilitas Spora

Jumlah perkecambahan spora cendawan Penicillium sp. isolat Bone, pada berbagai media setelah inkubasi selama 24 jam dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Daya Viabilitas Spora Tiga Isolat Cendawan Penicillium sp. pada berbagai media setelah inkubasi 24 jam

Perlakuan Viabilitas (%) Beras 67.25tn Jagung 53.16 tn Dedak 67.21 tn Pollard 58.82 tn Ampas tahu 68.15 tn Ampas sagu 45.69 tn

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan pada uji BNT (α = 0,05)

Pada tabel 3 menunjukkan, persentasi perkecambahan pada isolat bone menghasilkan kecambah yang tinggi setelah inkubasi selama 24 jam. Terlihat nampak tidak perlakuan yang menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap viabilitas spora

(9)

cendawan Penicillium sp.. Daya kecambah, sangat dipengaruhi oleh faktor ligkungan fisik. Untuk pertumbuhannya, suhu optimum berkisar 22-27oC (Roddom & Rath, 2000). Kelembaban yang dibutuhkan cendawan membentuk kecambah di atas 90% dan pada kelembaban yang semakin tinggi cendawan semakin virulens. Viabilitas cendawan sangat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya. Semakin banyak konidia berkecambah, semakin cepat pertumbuhan cendawan tersebut (Prayogo et al., 2005). Ingold (1984) mengemukakan bahwa ampas tahu memilki kadar air tinggi yang merupakan salah satu faktor cendawan dapat berkecambah. Meskipun cendawan dapat memproduksi badan buah dan spora pada kondisi kering pertumbuhan umumnya tidak berlangsung.

KESIMPULAN

Media terbaik untuk pertumbuhan diameter koloni cendawan Penicillium sp. yaitu media beras sebesar 8,5 cm pada inkubasi 30 hari. Sedangkan media ampas tahu sangat baik menghasilkan jumlah konidia dan viabilitas yang tinggi dibanding media jagung, dedak, pollar, dan ampas sagu yaitu 207,27 x 106 spora/gr dan 68.15%.

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Lutfi. 2011. Pertumbuhan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium Lecanii Pada Berbagai Media Serta Infektivitasnya Terhadap Kutudaun Kedelai Aphis Glycines Matsumura (Hemiptera: Aphididae). Proteksi Tanaman IPB.

Effendy, Siti Herlinda , Chandra Irsan , A. Salim , dan Erni. (2009). Seleksi Substrat Cendawan Metarhizium Sp. Untuk Mengendalikan Wereng Coklat Nilaparvata lugens (Stal.) (Homoptera: Delphacidae) Di Tanaman Padi. Majalah ilmiah Sriwijaya, Volume XVI No. 8 ISSN 0126-4680.

Chandler. 1997. Sampling and occurrence of entomopathogenic fungi and nematodes in UK Soils. Appl. Soil Ecol. 5:133-141.

(10)

Jenkins NE, Heviefo G, Langewald J, Cherry AJ, Lomer CJ. (1998). Development of mass production technology for aerial conidia for use as mycopesticides. Biocontr News & Inform 19(1):21N-31N.

Kelley, W.D. (1977). Interactions of Phytophthora cinnamomi and Trichoderma spp. in relation to propagule production in soil cultures at 26 degrees C1. Can J Microbiol 23: 288-294.

Nurariaty A. 2006. Identifikasi Cendawan Entomopatogen dan Perannya sebagai Agen Hayati Pupa Penggerek Buah kakao (Conopomorpha cramerella snellen) (Lepidoptera:Gracillariidae) di Pertanaman Kakao. Buletin Penelitian Seri Hayati Vol.9 No.2 : 94-180.

_______. 2010. Isolasi dan Pertumbuhan Beberapa Cendawan Entomopatogen pada pupa Penggerek Buah Kakao, Conopomorpha cramerella (Snellen). Laporan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Faperta UNHAS.

Nurariaty A., Annie P. Saranga, Ade Rosmana dan Meitri Tambingsila, 2013. Potensi cendawan rhizosfer sebagai agens pengendali hayati hama dan penyakit tanaman kakao. Makalah pada Seminar PFI di Padang.

Moore E, Landecker. 1972. Fundamentals of The Fungi. New Jersey: Prentice- Hall, Inc.

Prabowo,dkk. 1993. Pemanfaatan amapas tahu sebagai makanan tambahan dalam usaha penggemukan domba potong. Proceeding Seminar 1983. Lembaga Kimia Nasional.LIPI. Bandung.

Prayogo, Y. dan W. Tengkono. (2002). Pengaruh Media Tumbuh Terhadap Daya Kecambah, Sporulasi dan virulensi metarhizium anisplie (Metchnikoff) Sorokin Isolat kandalprayak pada larva Spodoptera litura. SAINTEKS. Jurnal Ilmia Ilmu-Ilmu Pertanian.(9)4:233-242.

Santiaji. B dan H.S. Gusnawaty. 2007.Potensi Ampas Ampas sagu Sebagai Media Perbanyakan Cendawan Agensia Biokontrol Untuk Pengendalian Patogen Tular Tanah. J. Agriplus 17: 20 – 25.

Suprapti. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya.Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Tanada Y. and HK.. Kaya. (1993). Insect Pathology. San Diego: Academic Press, INC. Harcourt Brace Jovanovich, Publisher.

(11)

Wahyunendo, YD. 2002. Sporulasi cendawan entomopatogen beauveria bassiana (bals.) Vuill. Pada berbagai media alami dan viabilitasnya di bawah pengaruh suhu dan sinar matahari. [skripsi], Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Warsini, W., 2005. Pengaruh Media Perbanyakan (Ampas kedelai, Serbuk Gergaji dan Dedak Padi) Terhadap Pertumbuhan Cendawan Antagonis (Trichoderma sp. dan Penicillium sp.). Universitas Padjajaran.

Widyastuti. S.M, Sumardi, Irfa dan Harjono. (2002). Aktivitas Penghambatan Trichoderma spp Terformulasi Terhadap Jamur Patogen Tular Tanah Secara In-vitro. J. Perlindungan Tanaman Indonesia 8: 27-39.

Wraight SP, Jackson MA, de Kock SL. (2001). Production, stabilization and formulation of fungal biocontrol agents. Di dalam: Butt TM, Jackson C dan Magan N, editor. Fungi as Biocontrol Agents. United Kingdom: CABI Publishing. hlm. 253-287.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan Software Adobe Flash Professional CS6 sebagai bahasa program, media pembelajaran yang berjudul Membangun Multimedia Pembelajaran Interaktif Sistem Tata

Pada tahap grand final , peserta yang lolos diwajibkan untuk mempersiapkan presentasi tentang produk yang diangkat dan hardfile poster untuk dilakukan voting secara

4.1 Analisa Transaksi Paket Data Mengumpulkan informasi client berdasarkan aktifitas yang dilakukannya menggunakan teknologi web dapat dilakukan dengan memanfaatkan

Penelitian ini dilaksanakan di lahan masyarakat Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan, Sumatera Utara yang berada pada ketinggian + 25 meter diatas permukaan

(iv) Adakah terdapat perbezaan yang signifikan antara masalah penyesuaian akademik yang dihadapi dengan latar belakang negara asal dalam kalangan pelajar

Dari hasil jawaban tertulis yang ditunjukkan pada gambar 4.26 dan gambar 4.27 sudah melakukan cara yang benar sehingga jawaban tertulis dan hasil wawancara subjek

Setiap negara merumuskan kebijakan politik luar negeri, tetapi tidak akan mungkin mengatur dan menetapkan proses dinamika internasional sebagai akibat dari

Marketing plan yang telah ditetapkan menjadi acuan dalam perhitungan bonus yang akan diberikan oleh KK Indonesia kepada member yang telah mencapai target tertentu berdasarkan usaha