• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS VERTICAL WIND SHEAR DAN BUOYANCY TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN CUMULONIMBUS DI STASIUN METEOROLOGI JUANDA SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS VERTICAL WIND SHEAR DAN BUOYANCY TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN CUMULONIMBUS DI STASIUN METEOROLOGI JUANDA SURABAYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS VERTICAL WIND SHEAR DAN BUOYANCY TERHADAP

PERTUMBUHAN AWAN CUMULONIMBUS DI STASIUN

METEOROLOGI JUANDA SURABAYA

Achmad Zakir, Oky Sukma Hakim

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta *Email: achmadzakir@yahoo.com, pelovom@gmail.com

ABSTRAK

Vertical wind shear dan buoyancy adalah faktor ilmiah meteorologi yang terkait dengan pertumbuhan awan

konvektif seperti awan cumulonimbus, jenis awan ini umumnya membahayakan khususnya bagi keselamatanpenerbangan. Vertical wind shear diidentifikasi pada lapisan atas dan lapisan bawah yang dikorelasikan dengan pertumbuhan awan Cumulonimbus kemudian disimulasikan dengan dengan menggunakan data hasil olahan citra radar. Untuk menggetahui keterkaitan antara vertical wind shear dan

buoyancy terhadap pertumbuhan awan Cumulonimbus dilakukan penelitian pada tahun 2014 di stasiun

meterorologi Juanda Surabaya.. Hasil penelitian ini menunjukan hubungan vertical wind shear dan buoyancy terhadap pertumbuhan awan Cumulonimbus adalah linear positif. Hasil kombinasi vertical wind

shear dan buoyancy memberikan hubungan yang lebih baik terhadap pertumbuhan awan Cumulonimbus. Identifikasi secara spasial menunjukan vertical wind shear dan pertumbuhan awan Cumulonimbus terbentuk pada lokasi yang presisi, dengan kenaikan intensitas yang sebanding.

Kata kunci :Vertical Wind Shear, Buoyancy, Cumulonimbus

ABSTRACT

Vertical wind shear and buoyancy is meteorological factor related closely with convective cloud development, i.e. Cumulonimbus, which is in general, dangerous for flight safety. Vertical wind shear identified on upper and lower level atmosphere correlated with Cumulonimbus development and simulated using radar data. To understand the connection between vertical wind shear and buoyancy to Cumulonimbus development, study on Juanda, Surabaya for 2014 has been carried out. The study find out that there is a positively linear correlation between combination of vertical wind shear and bouyancy to Cb development. Spatial identification shows a presition location of vertical wind shear and the location Cb development, with proportional intensity escalation.

Keywords :Vertical Wind Shear, Buoyancy, Cumulonimbus

1. PENDAHULUAN

Vertical wind shear merupakan factor cuaca

yang perubahan kecepatan angin secara vertical. Vertical wind shear tersebut dapat membahayakan bagi keselatan penerbangan karena dapat terjadi kapan saja baik saat cuaca cerah maupun cuaca buruk. Vertical wind

sherini juga merupakan sebagai variasi lokal

dari vektor angin atau komponen dalam arah tertentu (Glickman, 2000). Vertical wind

shear cenderung menekan perkembangan

konveksi di bidang sejajar angin vertikal (Asai, 1964). Konsep vertical shear dari angin horizontal memberikan kontribusi terhadap masa hidup dan intensitas badai (Cotton,

2011). Jadi semakin besar nilai vertical wind

shear maka semakin kuat intensitas badai dari

pertumbuhan awan Cumulonimbus.

Chaudhari, dkk. (2010) mendefinisikan arti

Low Level Vertical Wind Shear (LLWS) per

km sebagai rata-rata angin geser vertikal di semua lapisan antara permukaan dan 700 hPa. Sedangkan Upper Level wind Shear (ULWS) per km sebagai rata-rata angin geser vertikal di semua lapisan antara 500 dan 200 hPa.

Buoyancy merupakan penjumlahan dari CAPE

dan CIN, dimana Convective Available

Potential Energy (CAPE) menggambarkan

potensi ketersediaan buoyancy untuk menaikan parsel udara ideal dan merupakan tanda ketidakstabilan troposfer (Blanchard,

(2)

2 1998). Sementara itu, Convective Inhibition

(CIN) menggambarkan faktor penghambat, yang mana dapat menghalangi konveksi walaupun nilai CAPE sangat tinggi (Riemann-Campe, dkk., 2009).

Weisman dan Klemp (1981) menyimpulkan untuk sejumlah buoyancy yang ditetapkan,

shear lemah menghasilkan short-lived single cell. Kemudian, low to moderate shear

menghasilkan perkembangan yang mirip terhadap multicell. Sementara itu, moderate to

high shear menghasilkan badai yang

ekuivalen terhadap supercell. Pada Left-moving supercells umumnya menunjukkan belokan vektor shear yang kurang dan kelengkungan kecil dibandingkan dengan right-moving supercells yang lebih dominan (Bunkers, 2001).

Analisis radar Triple-Doppler oleh Robert E. Peterson, Jr. (1984) untuk badai konvektif

multicell, menunjukan vertical wind shear

lapisan rendah sampai lapisan tengah yang searah, mendukung untuk lingkungan pertumbuhan badai. Sementara itu, investigasi radar Dual-Doppler terhadap transisi dari

multicell ke Supercell oleh Peter S. Ray

(1985) memperlihatkankan mekanisme umpan balik badai dengan lingkungan. Interaksi

updraft-downdraft dalam hubungannya

dengan meningkatnya lingkungan vertical

wind shear dan buoyancy, dianggap sebagai

faktor terhadap peningkatan ukuran dan intensitas sel, serta arus naik. jika hanya left-moving supercells yang terjadi, vertikal wind

shear lapisan tebal relatif lebih lemah

dibandingkan lingkungan right-moving supercell, dan vektor shear lapisan rendah menunjukkan beberapa kelengkungan berlawanan jarum jam (Bunkers, 2001). 2. DATA DAN METODE

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data hasil pengamatan radiosonde, jenis awan rendah dari pelaporan METAR, serta data citra radar, pada data citra radar dipergunakan untuk memastikan adanya pertumbuhan dari awan Cumulonimbus. Daerah yang menjadi penelitian yaitu kota Surabaya, dimana titik penelitian yang diambil adalah Stasiun Meteorologi Klas I Juanda Surabaya. Adapun pemilihan waktu

yang akan diteliti adalah sepanjang tahun 2014.

Gambar 1. Titik Pelepasan Radiosonde dan

Pengamatan Udara Permukaan

Pengolahan data pengamatan udara atas dilakukan untuk memperoleh nilai vertical

wind shear dan indeks labilitas. Nilai vertical wind shear diperoleh dari pengolahan data

arah dan kecepatan angin lapisan udara atas, menggunakan persamaan berikut :

(2.1)

Keterangan :

= vertical wind shear antara lapisan

yang lebih rendah (1) dan lapisan yang lebih tinggi (2)

dan = komponen angin zonal pada lapisan (1) dan (2)

dan = komponen angin meridional pada lapisan (1) dan (2)

dan = ketinggian lapisan (1) dan (2) Sementara itu, buoyancy diperoleh dari penjumlahan CAPE dan CIN dari pengolahan data radiosonde menggunakan aplikasi RAOB. Selanjutnya dari data pengamatan udara pemukaan diperoleh masa pertumbuhan awan Cumulonimbus. Data citra radar yang diolah menggunakan aplikasi Rainbow digunakan untuk melihat secara spasial nilai vertical wind shear dan pertumbuhan awan Cumulonimbus.

Setelah pengolahan data, dilakukan analisis pola dan korelasi nilai vertical wind shear terhadap masa pertumbuhan awan

Cumulonimbus. Kemudian pada nilai vertical wind shear yang tinggi, dilakukan simulasi

(3)

3 perkembangan pertumbuhan awan

Cumulonimbus dengan menggunakan aplikasi

Rainbow.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Vertical Wind Shear

(a)

(b)

Gambar 2. Pola Vertical Wind Shear Sepanjang Tahun

2014 pada (a) Jam 00 UTC dan (b) Jam 12 UTC

Berdasarkan analisis dari gambar 2, rata-rata nilai vertical wind shear baik pada lapisan bawah maupun lapisan atas relatif berintensitas lemah. Nilai maksimum vertical

wind shear saat jam 00 UTC dan 12 UTC baik

pada lapisan bawah maupun lapisan atas berada pada kategori high shear. Umumnya nilai maksimum berada pada range 0.005 sampai 0.006 , kecuali nilai maksimum

low level wind shear pada jam 00 UTC, yang

mencapai 0.009 . Sementara itu, nilai minimum vertical wind shear pada jam 00 UTC dan 12 UTC baik pada lapisan bawah maupun lapisan atas, terdapat satu kejadian tanpa adanya shear sama sekali atau yang bernilai 0 , kecuali upper level wind shear

pada jam 00 UTC yang selalu memiliki nilai

shear sepanjang 2014.

Pola gambar 2 grafik vertical wind shear sepanjang tahun 2014 terlihat membentuk pola sinusoidal. Pola ini memiliki dua fase puncak maksimum dan satu atau dua fase puncak minimum. Fase puncak maksimum pertama pada bulan Januari sampai Februari dan fase puncak maksimum kedua pada bulan Agustus untuk lapisan atas, sedangkan bulan Oktober untuk lapisan bawah. Lapisan bawah hanya memiliki satu fase puncak minimum pada bulan Mei, sedangkan lapisan atas memiliki dua fase puncak minimum pada bulan April dan November.

Pola pertumbuhan awan Cumulonimbus pada bulan awal tahun 2014 pertumbuhan awan

Cumulonimbus sudah mulai intens, khususnya

diantara jam 00 sampai 12 UTC. Kemudian, pada bulan Februari sampai Mei pertumbuhan awan Cumulonimbus menjadi sangat intens baik diantara jam 00 sampai 12 UTC dan diantara jam 12 sampai 24 UTC. Sementara itu, pada bulan Juni menjadi masa transisi dimana intensitas pertumbuhan awan

Cumulonimbus berkurang. Selanjutnya, pada

bulan Juli sampai Oktober pertumbuhan awan

Cumulonimbus menjadi sangat kurang intens,

khususnya pada bulan September yang tidak ada pertumbuhan awan Cumulonimbus sama sekali. Akhir tahun 2014 pada bulan November dan Desember, pertumbuhan awan

Cumulonimbus kembali meningkat.

Nilai vertical wind shear yang terletak pada nilai negatif dari gambar 3 dan 4, menunjukan jenis vertical wind shear yang adalah vertical

wind shear dengan nilai kecepatan angin pada

lapisan atas lebih besar. Sebaliknya, nilai

vertical wind shear yang positif, menunjukan

kecepatan angin di lapisan bawah lebih besar daripada lapisan atas. Pada jam 00 UTC, Low

level wind shear dan pertumbuhan awan Cumulonimbus memiliki nilai korelasi yang

positif, yaitu 0.206. Kemudian, untuk Upper

level wind shear dan pertumbuhan awan Cumulonimbus memiliki nilai korelasi yang

positif namun sangat kecil, sebesar 0.002. Sementara itu pada jam 12 UTC, Low level

wind shear dan pertumbuhan awan

Cumulonimbus juga memiliki nilai korelasi

yang positif, yaitu 0.129. Selanjutnya, Upper

(4)

4

Cumulonimbus memiliki nilai korelasi yang

positif namun juga kecil, yaitu 0.058.

(a)

(b)

Gambar 3. Hubungan Vertical Wind Shear dan

Pertumbuhan Awan Cumulonimbus pada jam 00 UTC di (a) Lapisan Bawah (b) Lapisan Atas

(a)

(b)

Gambar 4. Hubungan Vertical Wind Shear dan

Pertumbuhan Awan Cumulonimbus pada jam 12 UTC di (a) Lapisan Bawah (b) Lapisan Atas

Dari analisis gambar 3 dan gambar 4 disimpulkan antara kertakaitan hubungan

vertical wind shear terhadap pertumbuhan

awan Cumulonimbus. Pertama, nilai vertical

wind shear saat pertumbuhan awan

Cumulonimbus lebih berkosentrasi pada

lapisan bawah yang negatif dengan kategori

low. Kedua, nilai vertical wind shear memiliki

hubungan yang linear positif dengan pertumbuhan awan Cumulonimbus. Ketiga, hubungan antara low level wind shear dan pertumbuhan awan Cumulonimbus lebih kuat daripada hubungan antara upper level wind

shear dan pertumbuhan awan Cumulonimbus

yang sangat lemah. Keempat, nilai low level

wind shear positif juga memiliki hubungan

yang linear positif dengan pertumbuhan awan

Cumulonimbus. Jadi, semakin besar ke arah

positif untuk nilai vertical wind shear khususnya pada lapisan bawah, maka semakin besar pertumbuhan awan Cumulonimbus. 3.2 Analisis Buoyancy

Berdasarkan analisis dari gambar 5, terlihat pola grafik buoyancy sepanjang tahun 2014 membentuk pola sinusoidal. Pola ini memiliki dua fase puncak maksimum dan satu fase puncak minimum baik pada jam 00 UTC maupun jam 12 UTC. Fase puncak maksimum pertama pada antara bulan April sampai Mei dan fase puncak maksimum kedua pada bulan Desember. Sementara itu, fase puncak minimum terjadi pada bulan September. Pola

buoyancy ini selaras dengan pertumbuhan

awan Cumulonimbus. Semakin besar nilai

buoyancy, maka semakin lama masa

pertumbuhan awan Cumulonimbus.

(a) LLWS (per secon) P e r tu m b u h a n C u m u lo n im b u s ( ja m ) 0.004 0.002 0.000 -0.002 -0.004 -0.006 -0.008 -0.010 12 10 8 6 4 2 0

Hubungan LLWS dan Pertumbuhan Cumulonimbus Jam 00 UTC

ULWS (per secon)

P er tu m bu h an C u m u lo n im bu s (j am ) 0.0050 0.0025 0.0000 -0.0025 -0.0050 12 10 8 6 4 2 0

Hubungan ULWS dan Pertumbuhan Cumulonimbus Jam 00 UTC

LLWS (per secon) P er tu m bu h an C u m u lo n im bu s (j am ) 0.004 0.002 0.000 -0.002 -0.004 -0.006 12 10 8 6 4 2 0

Hubungan LLWS dan Pe rtumbuhan Cumulonimbus Jam 12 UTC

ULWS (per secon)

P er tu m bu h an C u m u lo n im bu s (j am ) 0.004 0.002 0.000 -0.002 -0.004 -0.006 12 10 8 6 4 2 0

(5)

5 (b)

Gambar 5. Pola Buoyancy Sepanjang Tahun 2014 pada

(a) Jam 00 UTC dan (b) Jam 12 UTC

Pada bulan Januari sampai bulan Mei, nilai

buoyancy relatif berada pada kisaran nilai

1000 – 2500 J/kg, yang mengindikasikan konvektif sedang. Pada rentang tersebut pertumbuhan awan Cumulonimbus sangat

intens. Selanjutnya, pada bulan Juni

intensitasnya melemah. Kemudian pada bulan Juli sampai bulan Oktober, nilai buoyancy relative berada pada kisaran nilai < 1000 J/kg, yang mengindikasikan konvektif lemah. Pada rentang bulan tersebut pertumbuhan awan

Cumulonimbus sangat jarang terjadi. Setelah

itu, pada bulan November nilai buoyancy menguat dan pada bulan Desember kembali berada pada kisaran nilai 1000 – 2500 J/kg, serta pertumbuhan awan Cumulonimbus kembali intens.

3.3 Analisis Vertical Wind Shear dan Buoyancy terhadap Pertumbuhan Awan Cumulonimbus

Berdasarkan Gambar 6, diambil nilai ambang batas baik di jam 00 UTC maupun di jam 12 UTC, pertumbuhan awan Cumulonimbus terjadi pada nilai vertical wind shear ≥ -0.004

dan buoyancy ≥ 500 J/kg. Namun, nilai

buoyancy lebih mendominasi daripada nilai

low level wind shear tetapi keduanya

sama-sama saling mendukung terhadap pertumbuhan awan Cumulonimbus. Jadi, semakin besar kombinasi nilai vertical wind

shear dan buoyancy semakin besar pula nilai

pertumbuhan awan Cumulonimbus.

(a)

(b)

Gambar 6. Hubungan Low Level Wind Shear dan

Bouyancy Terhadap Pertumbuhan Awan Cumulonimbus

(a) Jam 00 UTC (b) Jam 12 UTC

Dari analisis gambar 6 dapat disimpulkan dalam bentuk tabel 1. Nilai ambang batas low

level wind shear negatif semakin kecil, maka buoyancy yang dibutuhkan juga semakin kecil

untuk masa pertumbuhan awan

Cumulonimbus yang panjang. Sebaliknya

untuk low level wind shear positif, semakin besar nilai ambang batasnya, maka semakin kecil buoyancy yang dibutuhkan untuk masa pertumbuhan awan Cumulonimbus yang panjang. Pertumbuhan CB (jam) 0 4 -0.010 -0.005 0.000 LLWS (per secon) Pertumbuhan CB (jam) 8 12 0.000 2000 1000 0 3000 2000 Buoyancy (J/kg)

Hubungan LLWS dan Buoyancy terhadap Pertumbuhan CB Jam 00 UTC

Pertumbuhan CB (jam) 0 4 -0.006 -0.006 -0.003 LLWS (per secon) -0.003 0.000 LLWS (per secon) 0.000 Pertumbuhan CB (jam) 8 12 0.003 0.003 10002000 0 2000 Buoyancy (J/kg)

(6)

6

Tabel 1. Kombinasi Nilai Ambang Batas antara Low Level Wind Shear dan Buoyancy terhadap Pertumbuhan Awan

Cumulonimbus > 9 Jam LLWS (-) ( ) Buoyancy (J/kg) LLWS (+) ( ) Buoyancy (J/kg) < -0.003 >800 0 s/d 0.001 >1400 -0.003 s/d -0.002 >700 0.001 s/d 0.002 >1300 -0.002 s/d -0.001 >600 0.002 s/d 0.003 >900 -0.001 s/d 0 ≥500

3.4 Analisis Citra Radar terhadap Pertumbuhan Awan Cumulonimbus Pada studi kasus tanggal 6 April 2014 antara jam 00 sampai 12 UTC, dari analisis radar terlihat pertumbuhan sel awan dan vertical

wind shear terbentuk pada lokasi yang presisi

dan intensitas yang sebanding. Pada analisis kedua belas pertumbuhan sel badai diatas, yang terangkum dalam table 2, terlihat bahwa pada tahap awal pertumbuhun atau cumulus, nilai vertical wind shear berada pada range 1.8 sampai 3.5 m/s/km. Kemudian puncak tahap matang sel badai mencapai nilai reflektivitas maksimum ≥ 53.5 dBz dan nilai

vertical wind shear maksimum berada pada range 3 sampai 3.5 m/s/km. Nilai reflektivitas

tertinggi terdapat pada sel badai ketiga dengan nilai reflektivitas maksimum mencapai 60 dBz. Range tertinggi nilai vertical wind shear maksimum baik pada tahap cumulus dan puncak tahap matang dengan nilai 3.3 sampai 3.5 m/s/km terdapat pada sel awan badai keduabelas. Masa hidup badai terlama

terdapat pada sel awan badai kelima dengan lama masa hidup 2 jam 50 menit.

Pada studi kasus tanggal 16 Januari 2014 antara jam 12 sampai 24 UTC, dari analisis radar terlihat pertumbuhan sel awan dan

vertical wind shear terbentuk pada lokasi

yang presisi, serta intensitas yang sebanding. Pada analisis kelima pertumbuhan sel badai diatas terlihat bahwa pada tahap awal pertumbuhun atau cumulus, nilai vertical wind

shear berada pada range 2 sampai 3.3 m/s/km.

Kemudian puncak tahap matang sel badai mencapai nilai reflektivitas maksimum ≥ 52 dBz dan nilai vertical wind shear maksimum berada pada range 2.5 sampai 3.5 m/s/km. Nilai reflektivitas tertinggi terdapat pada sel badai ketiga dan keempat dengan nilai reflektivitas maksimum mencapai 57 dBz.

Range tertinggi nilai vertical wind shear

maksimum pada puncak tahap matang dengan nilai 3.3 sampai 3.5 m/s/km terdapat pada sel awan badai kelima. Masa hidup badai terlama terdapat pada sel awan badai keempat dengan lama masa hidup 3 jam 30 menit.

Tabel 2. Ringkasan Pertumbuhan Sel Badai dari Pantauan Citra Radar Cuaca Surabaya pada 6 April 2014 jam 00

sampai 12 UTC Sel Badai Posisi dari Radar (km) Waktu Tumbuh (WIB) Masa Hidup (Jam) Jumlah Sel Max Reflektifitas Maksimum (dBz) Puncak Awan (km) Vertical Wind Shear Max (m/s/km) 1 5.58 U 02.52 0.33 1 59 4.33 3 – 3.3 2 37.1 TL 04.02 2 3 56 > 10 3.3-3.5 3 13.2 U 04.12 2 4 60 6.27 3.3 -3.5 4 52.9 TL 04.42 2.67 5 55 > 10 3.3-3.5 5 4.6 S 05.22 2.83 4 56.5 > 10 3.3-3.5 6 54.5 TG 07.02 2.67 3 53.5 > 10 3.3-3.5 7 20.7 B 07.22 2.16 2 59.5 > 10 3.3-3.5 8 27.1 BD 08.52 1.33 5 56 > 10 3.3-3.5 9 26.1 T 09.12 2.16 2 56 > 10 3-3.3 10 52.2 S 09.42 > 2.33 5 54.5 > 10 3.3 -3.5 11 22 U 09.52 2 2 58 > 10 3.3-3.5 12 21.3 BD 10.52 > 1.16 5 56.5 > 10 3.3-3.5

(7)

7

Tabel 3. Ringkasan Pertumbuhan Sel Badai dari Pantauan Citra Radar Cuaca Surabaya pada 16 Januari 2014 jam 12

sampai 24 UTC Sel Badai Posisi dari Radar (km) Waktu Tumbuh (WIB) Masa Hidup (Jam) Jumlah Sel Max Reflektifitas Maksimum (dBz) Puncak Awan (km) Vertical Wind Shear Max (m/s/km) 1 25.7 BD 13.02 1 1 53.5 7 3-3.3 2 51 B 13.32 2.5 5 55.5 7.5 3-3.3 3 51.1 U 13.52 2.5 3 57 8 3-3.3 4 58.7 BD 14.32 3.5 4 57 > 10 2.5-2.8 5 40.5 BD 17.12 2.5 5 52 > 10 3.3-3.5 4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan bahwa : 1. Pola vertical wind shear pada tahun 2014

pada lapisan rendah memiliki dua puncak nilai maksimum (Januari dan Oktober) dan satu puncak nilai minimum (Mei), sedangkan pada lapisan tinggi memiliki dua puncak nilai maksimum (Januari dan Agustus) dan dua puncak nilai minimum (April dan November).

2. Hubungan vertical wind shear pada lapisan rendah dan buoyancy terhadap pertumbuhan awan Cumulonimbus

memiliki hubungan yang linear positif, serta kombinasi vertical wind shear dan

buoyancy memberikan hubungan yang

lebih baik.

3. Analisis secara spasial menunjukan pertumbuhan sel awan badai dan lingkungan vertical wind shear terbentuk pada lokasi yang presisi, dengan kenaikan intensitas yang sebanding.

DAFTAR PUSTAKA

Asai, T. 1964. Cumulus Convection in the Atmosphere with Vertical Wind Shear: Numerical Experiment.

Journal of the Meteorological Society

Vol. 42. Meteorological Research Institute, Japan.

Blanchard, D. O. 1998. Assessing the Vertical Distribution of Convective Available Potential Energy. Journal of Weather

and Forecasting Vol. 13.

NOAA/National Severe Storms Laboratory, Boulder.

Bunkers, M. J. 2001. Vertical Wind Shear Associated with Left-Moving Supercells. Journal of Weather and

Forecasting Vol. 17. NOAA/NWS

Weather Forecast Office, Rapid City. Chaudhari, H. S., Sawaisarje, G. K., Ranalkar,

M. R., dan P. N. Sen. 2010. Thunderstorms over a Tropical Indian Station, Minicoy: Role of Vertical Wind Shear. Journal of Earth System

Science Vol. 119. Indian Academy of

Sciences, India.

Cotton, W. R., Bryan, G. dan S. van den Heever. 2011. Storm and Cloud

Dynamics. Edisi Kedua. Elsevier, San

Diego.

Glickman, T. S. 2000. Glossary of Meteorology. Edisi Kedua. American

Meteorological Society, Washington, DC.

Peterson, R. E. 1984. A Triple-Doppler Radar Analysis of a Discretely Propagating Multicell Convective Storm. Journal

of The Atmospheric Sciences Vol. 41.

University of Chicago, Chicago. Ray, P. S. 1985. An Investigation of the

Transition from Multicell to Supercell Storms. Journal of Climate and

Applied Meteorology Vol. 25. Florida

State University, Tallahasee.

Riemann-Campe, K., Fraedrich, K., dan F. Lunkeit. 2008. Global Climatology of Convective Available Potential Energy (CAPE) and Convective Inhibition (CIN) in ERA-40 reanalysis. Journal of Atmospheric

Research Vol. 93. Universität

Hamburg, Hamburg.

Weisman, M. L., dan Klemp, J. B. 1982. The Dependence of Numerically Simulated Convective Storms on Vertical Wind Shear and Buoyancy.

Journal of The Atmospheric Sciences

Vol. 110. National Center of Atmospheric Research, Boulder.

(8)

Gambar

Gambar 1.  Titik Pelepasan Radiosonde dan  Pengamatan Udara Permukaan
Gambar 2. Pola Vertical Wind Shear Sepanjang Tahun  2014 pada (a) Jam 00 UTC dan (b) Jam 12 UTC
Gambar 3.  Hubungan Vertical Wind Shear dan  Pertumbuhan Awan Cumulonimbus pada jam 00 UTC di
Gambar 6. Hubungan Low Level Wind Shear dan  Bouyancy Terhadap Pertumbuhan Awan Cumulonimbus
+3

Referensi

Dokumen terkait