• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADAT PERNIKAHAN SUKU BUGIS (Studi Kasus di Desa Bakung Kecamatan Batui) LUSIANA ONTA Jurusan Sejarah Prodi. Pendidikan Sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADAT PERNIKAHAN SUKU BUGIS (Studi Kasus di Desa Bakung Kecamatan Batui) LUSIANA ONTA Jurusan Sejarah Prodi. Pendidikan Sejarah"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

LUSIANA ONTA 231408024 Jurusan Sejarah Prodi. Pendidikan Sejarah

Anggota Darwin Une * H.Lukman D.Katili **

Abstrak

Lusiana Onta, NIM.231408024. 2013. Adat Pernikahan Suku Bugis Di Desa Bakung Kecamatan Batui. Skripsi, Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo.

Penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana tata cara adat pernikahan suku Bugis di desa Bakung kecamatan Batui.(2) Nilai-nilai yang terkandung dalam tata cara adat pernikahan suku Bugis di desa Bakung kecamatan Batui.Metode penelitian yang digunakan metode penelitian kualitatif yang membahas tentang kajian fenomenologis dan diungkapkan secara deskriptif analisis kritis.

Hasil penelitian menunjukkan:(1) pernikahan menurut orang Bugis bukanlah sekedar untuk menyatukan kedua mempelai pria dan wanita , tetapi lebih daripada itu adalah menyatukan dua keluarga besar sehingga terjalin hubungan kekerabatan yang semakin erat . Untuk itulah, budaya pernikahan orang Bugis perlu tetap dipertahankan karena dapat mempererat hubungan silaturrahmi antarkerabat. macam – macam acara serta upacara yang harus dilakukan menurut adat pernikahan suku Bugis adalah:1.Pemilihan Jodoh Proses paling awal menuju perkawinan dalam adat Bugis adalah pemilihan jodoh. Orang Bugis umumnya mempunyai kecenderungan memilih jodoh dari lingkungan keluarga sendiri karena dianggap sebagai hubungan perkawinan atau perjodohan yang ideal.2.Mammanu‟-manu‟ (penjajakan) atau biasa juga disebut mappése-pése, mattiro, atau mabbaja laleng adalah suatu kegiatan penyelidikan yang biasanya dilakukan secara rahasia oleh seorang perempuan dari pihak laki-laki untuk memastikan apakah gadis yang telah dipilih sudah ada yang mengikatnya atau belum. 3.Madduta atau Massuro (meminang) , artinya pihak laki-laki mengutus beberapa orang terpandang, baik dari kalangan keluarga maupun selain keluarga,

(2)

untuk menyampaikan lamaran kepada pihak keluarga gadis.4. Mappasiarekeng (mengukuhkan kesepakatan)berarti mengukuhkan kembali kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya. Acara ini dilaksanakan di tempat mempelai perempuan. 5.Mappaisseng dan mattampa ( menyebarkan undangan ) adalah mewartakan berita mengenai perkawinan putra-putri mereka kepada pihak keluarga yang dekat , para tokoh masyarakat , dan para tetangga. Pemberitahuan tersebut sekaligus sebagai permohonan bantuan baik pikiran,tenaga, maupun harta demi kesuksesan seluruh rangkaian upacara perkawinan tersebut.6.Mappatettong sarapo atau baruga(mendirikan bangunan)adalah mendirikan bangunan tambahan untuk tempat pelaksanaan acara perkawinan. Sarapo adalah bangunan tambahan yang didirikan di samping kiri/kanan rumah induk sedangkan baruga adalah bangunan tambahan yang didirikan terpisah dari rumah induk.7Mappassau Botting dan Cemme Passili (merawat dan memandikan pengantin). berarti merawat pengantin. Kegiatan ini dilakukan dalam satu ruangan tertentu selama tiga hari berturut-turut sebelum hari “H” perkawinan.8. Mappanre Temme (khatam al-Quran) dan pembacaan barzanjidilaksanakan Sebelum memasuki acara mappaci, terlebih dilakukan acara khatam al-Quran dan pembacaan barzanji sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan sanjungan kepad Nabi Muhammad SAW. 9. Mappacci atau Tudammpenni (mensucikan diri)adalah upacara adat mappacci yang dilaksanakan pada waktu tudampenni, menjelang acara akad nikah/ijab kabul keesokan harinya. 10.Mappénré Botting (mengantar pengantin) Merupakan kegiatan mengantar pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan untuk melaksanakan akad nikah.11.Madduppa botting (menyambut kedatangan pengantin)berarti menyambut kedatangan mempelai pria di rumah mempelai wanita. 12.Akad nikah dilangsungkan menurut tuntunan ajaran Islam dan dipimpin oleh imam kampung atau seorang penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat. 13.Mappasikarawa atau mappasiluka (persentuhan pertama)yaitu setelah proses akad nikah selesai, mempelai pria dituntun oleh orang yang dituakan menuju ke dalam kamar mempelai wanita untuk ipasikawara (dipersentuhkan). 14. resepsi setelah akad perkawinan berlangsung, biasanya diadakan acara resepsi (walimah) dimana semua tamu undangan hadir untuk memberikan doa restu dan sekaligus menjadi saksi atas pernikahan kedua mempelai agar mereka tidak berburuk sangka ketika suatu saat melihat kedua mempelai bermesraan . 15.Marola atau mapparola adalah kunjungan balasan dari pihak mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Pengantin wanita diantar oleh iring-iringan yang biasanya membawa hadiah sarung tenun untuk keluarga suaminya.(2) Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Tata Cara Adat Pernikahan Suku Bugis Di Desa Bakung yaitu :(1)dalam pelaksanaan mappacci atau tudampenni mengandung makna akan kebersihan raga dan kesucian jiwa . (2) nilai sakralitas , nilai ini terlihat jelas dari pelaksanaan berbagai macam ritual-ritual khusus seperti mandi tolak bala , pembacaan barzanji, acara mappacci, dan lain sebagainya .(3) nilai penghargaan terhadap kaum perempuan. Nilai ini terlihat pada keberadaan proses peminangan yang harus dilakukan oleh mempelai pria . Hal ini menunjukkan suatu upaya untuk menghargai kaum perempuan dengan meminta restu dari kedua orang tuanya . (4) Nilai penghargaan terhadap perempuan juga dapat

(3)

dilihat dengan adanya pemberian mahar berupa mas kawin dan dui balanca yang cukup tinggi dari pihak laki – laki kepada pihak perempuan .(5) nilai gotong royong , nilai ini terlihat pada pelaksanaan pesta perkawinan yang meli batkan kaum kerabat , handai taulan , dan para tetangga , mereka tidak saja memberi kan bantuan berupa pikiran dan tenaga , tetapi juga dana untuk membiayai pesta tersebut .(6)nilai status sosial, pesta perkawinan bagi orang Bugis bukan sekedar upacara Perjamuan biasa , tetapi lebih kepada peningkatan status sosial Semakin meriah Sebuah pesta , maka semakin tinggi status sosial seseorang . Oleh karena itu , tak Jarang sebuah keluarga menjadikan pesta perkawinan sebagai ajang untuk meningkatkan status sosial mereka.

(4)

PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah budaya yang digali dari hasil karya, cipta dan daya masyarakat yang pada kenyataannya sebagai wujud aktifitas dalam usaha memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

Tata nilai kehidupan masyarakat adalah semua aktifitas yang tercermin dalam kehidupan masyarakat. Mengingat besarnya peranan budaya dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, maka bangsa Indonesia terus berusaha untuk menggali dan mengembangkan kebudayaan yang tersebar di berbagai daerah yang merupakan bukti kekayaan budaya nasional sebagai identitas bangsa Indonesia di dunia internasional.

Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak pada garis khatulistiwa, di antara samudera lautan teduh dan samudera Indonesia. Penduduknya berasal dari pulau-pulau yang beraneka ragam adat budaya dan hukum adatnya. Meski demikian berbeda,namun rumpun asalnya adalah satu yaitu bangsa melayu purba.

Perbedaan Suku, Bangsa, Agama dan adat istiadat lebih dikembangkan oleh satu ikatan perkawinan dikalangan masyarakat hingga membentuk kehidupan keluarga.

Perkawinan tidaklah semata pribadi yang melakukannya, kehidupan berkeluarga terjadi lewat perkawinan yang sah, baik menurut hukum agama maupun ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dari sini akan tercipta kehidupan yang harmonis, tentram, dan sejahtera lahir bathin yang didambakan oleh setiap insan yang normal.

(5)

Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia agar seorang muslim dapat memikul amanat tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap orang yang paling berhak mendapat pendidikan dan pemeliharaan. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya. Kepentingan sosial itu adalah memelihara kelangsungan jenis manusia , memelihara keturunan, menjaga keselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.

Upacara pernikahan secara tradisional dilakukan menurut aturan-aturan adat setempat. Indonesia memiliki banyak sekali suku yang masing-masing memiliki tradisi upacara pernikahan sendiri. Dalam suatu pernikahan campuran, pengantin biasanya memilih salah satu adat, atau ada kalanya pula kedua adat itu dipergunakan dalam acara yang terpisah.

Adat istiadat perkawinan suatu daerah, selain memuat aturan-aturan dengan siapa seseorang boleh melakukan perkawinan, berisi tata cara dan tahapan yang harus dilalui oleh pasangan pengantin dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya sehingga perkawinan ini dapat pengabsahan dari masyarakat, tata cara rangkaian adat perkawinan itu terangkat dalam suatu rentetan kegiatan upacara perkawinan.

Upacara itu sendiri diartikan sebagai tingkah laku resmi yang dibukukan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan teknis sehari-hari, akan tetapi mempunyai kaitan dengan kepercayaan diluar kekuasaan manusia. Oleh karena itu dalam setiap upacara perkawinan kedua mempelai ditampilkan secara istimewa, dilengkapi tata rias wajah, tata rias sanggul, serta tata riasa busana yang lengkap dengan berbagai adat istiadat sebelum perkawinan dan sesudahnya.

Masyarakat Bakung dalam sistem perkawinan berbagai macam upacara sebagai pengukuhan norma-norma sosial yang berlaku dalam mengembangkan

(6)

tradisi upacara perkawinan berdasarkan atas adat. Pada umunya sebelum di lakukan perkawinan harus ada musyawarah kedua belah pihak untuk menentukan adat apa yang nantinya akan dipakai.

Penelitian ini menggunakan beberapa konsep teori, yakni teori tentang pernikahan, pernikahan dalam islam, syarat-syarat dan asas-asas perkawinan, adat dan hukum adat dan teori tentang nilai. Adapun deskripsi teori yang telah disebutkan diatas adalah sebagai berikut.

Pertama teori tentang pernikahan. Pernikahan merupakan bersatunya seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga. Pada umumnya masing-masing pihak telah mempunyai pribadi sendiri, pribadinya telah membentuk . Oleh karena itu untuk dapat menyatukan satu dengan yang lain perlu adanya saling penyesuaian, saling pengorbanan, saling pengertian, dan hal tersebut harus disadari benar-benar oleh kedua pihak yaitu oleh suami istri.

Menurut Bimo Walgito ( 2000: 11 ), mengemukakan bahwa pernikahan adalah : upaya yang dilakukan sepasang makhluk hidup berlawanan jenis untuk memperoleh keturunan demi melestarikan golongannya diatas muka bumi ini. Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang sakral, sangat dianjurkan oleh agama diatur oleh undang-undang pernikahan dan tentunya agar seorang manusia yang memang diciptakan berpasang-pasangan tidak hidup sendiri. Perkawinan juga merupkan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Ensiklopedia Indonesia (t.t.) (dalam Bimo Walgito 2000:11) perkataan perkawinan = nikah ; disisi lain Purwadarminta (1976) (dalam Bimo Walgito 2000:11) kawin = perjadohan laki-laki dan perempuan menjadi suami isteri; perkawinan = pernikahan . Sedangkan menurut Hornby (1957) (dalam Bimo Walgito 2000:11) marriage : the union of two persons as husband and wife. Ini berarti bahwa perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri.

Disisi lain Craig Bryan (2009:30) mengartikan pernikahan adalah sebagai refleksi dari keindahan Allah itu sendiri. Sang pencipta membentuk pola manusia sesuai dengan gambarnya dan sesuai dengan keserupaan-nya. Tindakannya yang penuh kreasi menujukkan bagaimana dia menempatkan

(7)

kemampuan didalam diri Adam dan Hawa untuk memberi dan menerima cinta kedalam perhubungan yang mencakup cinta dan komitmen. Perhubungan pernikahan ini menyeroti tentang pentingnya Allah menempatkan keimanan, keharmonisan, keterkaitan dan menunjukan bagaimana sifat perhubungan-Nya dipantulkan pada cinta penyerahan diri dari dua individu yang menemukan sensasi dari kesatuan dan kebersamaan melalui kegembiraan dalam cinta pernikahan.

Sumber dari (http:melayuonline.com/ind/culture/dig/2622/mappabotting-upacara-adat perkawinan-orang-bugis-sulawesi selatan). Pernikahan dalam bahasa Bugis yakni “Mappabotting” , yang artinya melaksanakan upacara perkawinan. Sementara itu, istilah perkawinan dalam bahasa Bugis disebut siala yang berarti saling mengambil satu sama lain. Dengan demikian, perkawinan adalah ikatan timbal balik antara dua insan yang berlainan jenis kelamin untuk menjalin sebuah kemitraan. Menurut istilah perkawinan dapat juga disebut siabbinéng dari kata biné yang berarti benih padi. Dalam tata bahasa Bugis, kata biné jika mendapat awalan “ma” menjadi mabbiné berarti menanam benih. Kata biné atau mabbiné ini memiliki kedekatan bunyi dan makna dengan kata bainé (istri) atau mabbainé (beristri). Maka dalam konteks ini, kata siabbinéng mengandung makna menanam benih dalam kehidupan rumah tangga.

Sementara itu Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 ( dalam Lili Rasjidi 1991:5 ) dirumuskan bahwa pernikahan itu adalah :”... ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”Bahwa ikatan batin merupakan hal penting dari perkawinan menujukan bahwa menurut undang-undang ini, tujuan perkawinan bukanlah semata-mata untuk memenuhi hawa nafsu. Perkawinan di pandang sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kehidupan yang berbahagia berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, untuk maksud tersebut diperlukan adanya peraturan dalam menentukan persyaratan apa yang harus dipenuhi untuk dilangsungkan perkawinan itu disamping peraturan tentang kelanjutan serta terputusnya perkawinan itu. Sebab ,dengan tidak adanya peraturan tersebut akan sukarlah apa yang menjadi tujuan utama dilangsungkannya itu sebagaimana yang telah disebut diatas.

Berdasarkan pengertian tentang pernikahan diatas dapat simpulkan bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang suci , sesuatu yang dianggap luhur untuk dilakukan. Oleh karena itu , kalau seseorang hendak melangsungkan pernikahan dengan tujuan yang sifatnya sementara saja seolah-olah sebagai tindakan permainan , agama Islam tidak memperkenankannya. Pernikahan hendaknya

(8)

dinilai sebagai sesuatu yang suci yang hanya hendak dilakukan antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kedua teori tentang pernikahan dalam Islam. Pernikahan dalam segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia.

Lebih lanjut Muhammad Abdul Hamid ( 2009 : 7 ) berpendapat bahwa pernikahan merupakan salah satu hukum alam kehidupan yang tidak asing lagi dalam dunia manusia, hawan dan tumbuhan.Pernikahan merupakan sarana yang telah dipilih Allah untuk menjamin adanya keturunan dan kelangsungan spesies manusia, setelah Allah menciptakan pria dan wanita dan melengkapinya dengan organ penunjangnya. Selain itu, agar pria dan wanita menjalankan perannya masing-masing demi mewujudkan tujuan yang mulia .Allah tidak menginginkan hubungan alami antara pria dan wanita tanpa aturan seperti halnya makhluk-makhluk selain manusia. Sehingga naluri keduanya bebas lepas tanpa kendali dan batas. Karena hal demikian akan menyebabkan terjadinya kesimpang siuran nasab dan ternodainya kehormatan dan pada gilirannya akan lenyaplah institusi keluarga dan masyarakat. Allah telah menetapkan aturan yang sesuai; aturan yang dapat memelihara kemuliaan manusia dan menjaga kehormatan serta kelangsungan spesies manusia. Karenanya, Allah mensyari‟atkan pernikahan dan melengkapinya dengan berbagai aturan yang dapat memelihara kehormatan dan agama sepasang insan.

Selanjutnya Kaelany (2000:139) mengartikan nikah atau perkawinan adalah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang di atur oleh syari‟ah. Dengan akad itu kedua calon akan di perbolehkan bergaul sebagai suami istri. Akad ialah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari pihak calon suami atau wakilnya.

Kemudian Sulaiman Rasyid (1987:348) mendefinisikan bahwa nikah adalah: Salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Bukan saja perkawinan itu satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat dipandang sebagai suatu jalan menuju pintu perkenalan itu akan menjadi jalan buat menyampaikan bertolong-tolongan

(9)

antara satu dengan yang lainnya.Sebenarnya pertalian menikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja suami istri dan turunan, bahkan antara dua keluarga. Betapa tidak? Dari sebab baiknya pergaulan antara si istri dengan suaminya, kasih mengasihi, akan berpindalah kebaikan itu kepada semua keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka menjadi satu dalam segala urusan bertolong-menolong sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan menjaga segala kejahatan selain itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.

Disisi lain Abu Qurroh (1997:15) mengemukakan bahwa pernikahan sebagaimana diketahui publik, bukan sekedar memenuhi selera biologis. Dalam panduan Alquran wa sunnah menyebutkan bahwa nikah merupakan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kerana itu hikmah bagi muslim dan masyarakat umumnya sangat besar dan banyak manfaatnya. Dalam kenyataan ilmiah ternyata perkawinan memiliki manfaat yang sangat besar, baik itu bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Bagi diri sendiri misalnya, paling tidak orang yang telah berumah tangga akan memiliki pemikiran yang luas. Jika ia semula tidak suka memikirkan sesuatu dengan sungguh-sungguh, setelah berumah tangga pikiran akan selalu serius.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan didepan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.

Ketiga teori tentang syarat-syarat perkawinan dan asas-hukum perkawinan. 1. Syarat-syarat Perkawinan Yaitu :

a). Tujuan perkawinan adalah membantu keluarga yang bahagia dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan keperibadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual.

(10)

b). Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu pernikahan adalah bila mana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dan, di samping itu, tiap-tiap perkawinan harus di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c). Undang-undang itu menganut asas monogami. Hanya apabilah di kehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum dan agama dari bersangkutan mengizinkannya, seseorang suami dapat beristri dari seseorang. Namun perkawinan seseorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabilah dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

d). Undang-undang ini menganut prinsip bahwa suami-istri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan dapat keturuan yang baik dan sehat.

e). Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal, dan sejahtera maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.

f). Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami,baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat sehingga demikian segala sesuatu di dalam keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.

(11)

2. Asas-asas hukum Perkawinan a). Kesukarelaan

Kesukarelaan merupakan atas terpenting perkawinan islam. Kesukarelaan itu tidak hanya harus terdapat antara kedua calon suami istri, tetapi juga antara kedua orang tua, kedua bela pihak.

b). Persetujuan kedua belah pihak

Persetujauan kedua belah pihak merupakan konsekuensi logis atas asas pertama tadi. Ini berarti bahwa tidak boleh ada paksaan dalam melangsungkan perkawinan . Persetujuan seorang gadis untuk dinikahkan seorang pemuda , misalnya, harus diminta lebih dahulu oleh wali atau orang tuanya.

c). Kebebasan memilih

Kebebaasan memilih pasangan, juga disebutkan dalam sunnah nabi di ceritakan oleh ibnu abbas bahwa pada suatu ketika seorang gadis bernama jariyah menghadap rasullah dan menyatakan bahwa ia telah dikawinkan oleh ayahnya dengan seseorang yang tidak dusukainya. Setelah mendengar pengaduan itu, nabi menegaskan bahwa jariya dapat memilih untuk menuruskan perkawinan dengan orang yang tidak disukainya itu atau meminta supaya perkawinannya dibatalkan untuk dapat memilih pasangan dan kawin dengan orang lain yang di sukainya.

d). Kemitraan suami-istri

Kemitraan suami-istri dengan tugas dan fungsi yang berbeda kerena perbedaan kodrat. Kemitraan ini menyebabkan kedudukan suami-istri dalam beberapa hal sama, dalam hal yang lain berbeda: suami menjadi

(12)

kepala keluarga,istri menjadi kepala dan penaggung jawab pengaturan rumah tangga.

e). Untuk selama-lamanya

Untuk selama-lamanya menujukan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina cinta serta kasih sayang selama hidup (Q.S Al-Rum).

f). Monogami Terbuka

Disimpulkan dari al-qur‟an surat Al-Nisa (4) ayat 129. Di dalam ayat 3 dinyataka bahwa seorang pria muslim dibolehkan atau boleh berisri lebih dari seorang, atau memenuhi beberapa syarat tertentu, di antaranya adalah syrat mampu berlaku adil terhadap semua wanita yang menjadi istrinya.

3. Hukum Perkawinan a). Wajib

Wajib bagi orang yang telah sanggup kawin. Sanggup dalam pengertian dzahir, yaitu faktor ekonomi. Dan apabila ia dikhawatirkan bisa terjerumus kedalam kemaksiatan (berzina), sebab kebutuhan biologis, kasih sayang cinta, adalah fitra insania, tidak bisa ditolak. b). Sunnah

Hukumnya sunnah bagi orang yang memiliki kesanggupan kawin namun ia pun sanggup memeliharaan diri dari perbuatan maksiat. Melihat fakta tersebut, walaupun hukumnya sunnah, namun sebaiknya pun segera dikerjakan mengingat datangnya fitnah karena wanita diibaratkan seperti top model yang sering menarik bagi laki-laki maupun dirinya pun memiliki kebutuhan serupa terhadap lawan jenisnya.

(13)

c). Makruh

Bagi mereka yang tidak memiliki kesanggupan untuk kawin, secara hukum dibenarkan mereka menikah, hanya dikhawatirkan tak mampu membina rumah tangga secara arif dan bijaksana. Untuk baiknya mempersiapkan diri dahulu, terutama dalam modal agama, modal keimanan, adalah sumber kekuatan dan sumber inspirasi.

d). Haram

Boleh jadi orang yang belum punya syarat-syarat apa-apa , baik iman maupun nafkah, bisa juga yang telah memenuhi syarat ekonomi,namun dikhawatirkan membahayakan jiwa istri atau suaminya ( salah satu pihak ), dalam rumah tangga.

Keempat teori tentang adat dan hukum adat sistem nilai budaya, pandangan hidup dan ideologi, sistem nilai budaya ini merupakan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dari adat istiadat. hal itu di sebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran, sebagian besar dari warga masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat.

Abdul syani (1995:68) mengemukakan bahwa adat istiadat adalah tata kelakuan yang berupa aturan-aturan yang mempunyai sanksi lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapatkan sanksi hukum, biasanya pormal maupun informal. Sanksi hukum formal biasanya melibatkan alat negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dalam memaksa pelanggarnya untuk menerima sanksi hukum. Misalnya pemerkosaan, menjual kehormatan orang lain dengan dalil usaha mencari kerja dan sebagainya. Sedangkan sanksi hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang, atau tidak rasional yaitu lebih di terapkan pada kepentingan masyarakat. Misalnya dalam kasus yang sama seorang yang diketahui (atau tertangkap basah) melakukan perkosaan, maka ia akan mendapatkan sanksi berupa pengucilan untuk selamanya atau diusir di tempat tinggalnya untuk tidak kembali atau dapat juga dilakukan pemutusan hubungan keluarga dan lailn-lain. Pada masyarakat tertentu untuk memulihkan nama baik yang tercemar di perlukan suatu upacara adat yang tidak sedikit mengeluarkan biaya.Norma-norma sosial , seperti cara , kebiasaan , tata kelakuan dan adat istiadat , kesemuanya merupakan aturan perilaku kehidupan sosial yang bersifat kemasyarakatan.

(14)

Disisi lain David Berry ( 1983 ) (dalam Abdul syani 1995:68) berpendapat bahwa sifat kemasyarakatan ini adalah bukan saja karena norma-norma tersebut berkaitan dengan kehidupan sosial, tetapi juga karena norma-norma tersebut adalah pada dasarnya merupakan hasil dari kehidupan bermasyarakat.

Sementara itu Mohammad Daud Ali (2009:217) menjelaskan bahawa adat istiadat adalah segala dalil dan ajaran mengenai bagaimana orang bertingkah laku dalam masyarakat. Rumusannya sangat abstrak, karena itumemerlukan usaha untuk memahami dan dan merincinya lebih lanjut. Adat dalam pengertian ini berfungsi sebagai dasar pembangunan hukum adat positif yang lain. Sedangkan Adat nan Teradat adalah ajaran dan dalil yang dituangkan kedalam bentuk bangunan-bangunan adat yang lebih nyata yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti (bangunan adat) Perkawinan, kewarisan, jual-beli, dan sebagainya.

S.Takdir Alisjahbana (1986:115) mengartikan adat istiadat adalah sekalian aturan yang mengatur kelakuan induvidu dalam masyarakat dari buaian sampai kekuburan. Terutama antara bangsa-bangsa primitif, adat-istiadat itu meliputi daera yang luas dan menguasai tiap-tiap kejadian dalam hidup sesuatu masyarakat dan anggota-anggotanya, sebab dalam masyarakat primitif adat-istiadat masih merupakan penjelmaan agama; seluruh hidup masyarakat adalah sebagian dari susunan kosmos yang melingkungi segala sesuatu. Seni, politik, kehidupan ekonomi, malan ilmu masih belum terpisah-pisah, tetapi sekaliannya tunduk kepada adat-isriadat yang dianggaap tak lain dari pada penjelmaan susunan kosmos. Oleh karenanya tiap-tiap pelanggaran aturan adat-istiadat adalah pelanggaran susunan kosmos , yang dijaga oleh tenaga-tenaga kudus.Didalam sistem adat-istiadat inilah manusia hidup turun temurun .Di dalam tiap-tiap masyarakat tentu terdapat bermacam-macam tipos adat-istiadat yang mengatur berbagai segi dari kelakuan sosial .

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa adat istiadat adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Hukum Adat adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berasal adat kebiasaan, yang secara turun-temurun di hormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai suatu tradisi atau kebiasaan masyarakat.

(15)

Ilhami Bisri (2004:112), mengemukakan bahwa hukum adat adalah: sistem aturan berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berasal adat kebiasaan, yang secara turun-temurun dihormati dan ditaati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa Indonesia. Berlakunya hukum Adat di Indonesia diakui secara implisit oleh Undang-Undang Dasar 1945 melalui penjelasan umum, yang menyebutkan bahwa:” Undang-Undang Dasar adalah hukum dasar yang tertulis, sedangkan disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.”

Sesuai dengan sifat dengan ciri utama hukum adat yang tudak tertulis dalam arti tidak diundangkan dalam bentuk perundangan peraturan, hukum adat tumbuh dan berkembang serta berurat akar pada kebudayaan tradisional sebagai perasaan hukum rakyat yang nyata (dalam Soerya, 1993:52) didalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Disisi lain Abdoel Djamali (1984:73) mengemukakan bahwa sistem hukum adat bersumber pada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Hukum adat itu mempunyai tipe yang bersipat tradisional dengan berpangakal kepada kehendak nenek moyang. Untuk ketertiban hukumnya selalu diberikan penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu. Oleh karena itu keinginan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu selalu dikembalikan kepada pangkalnya-kehendak suci nenek moyang sebagai tolak ukur terhadap keinginan yang akan dilakukan. Peraturan-peraturan hukum adat juga dapat berubah tergantung dari pengaruh kejadian-kejadian dan keadaan hidup yang silih berganti. Perubahaanya sering tidak diketahui, bahkan kadang-kandang tidak bisa disadari masyarakat. Hal itu karena terjadi pada situasi-situasi sosial tertentu di dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara dalam pandangan Mohammad Daud Ali (1990:210) pada dasarnya, „hukum adat‟ adalah hukum yang tidak tertulis. Ia tumbuh, berkembang dan hilang sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, pada waktu ini sedang di adakan usaha-usaha untuk mengangkat hukum adat menjadi hukum perundangan-undangan dan dengan begitu diikhtiarkan memperoleh bentuk tertulis.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hukum adat adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berasal kebiasaan

(16)

masyarakat itu sendiri, yang secara turun-temurun masyarakat harus menghormati dan mentaati aturan-aturan yang telah ditentukan tersebut.

Kelima teori tentang nilai . Nilai adalah sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut persoalan keyakinan terhadap yang di kehendaki, dan memberikan corak pada pola pikiran, perasaan, dan perilaku. Dengan demikian untuk melacak sebuah nilai harus melalui pemaknaan terhadap kenyataan lain berupa tindakan, tingkah laku, pola pikir dan sikap seseorang atau sekelompok orang. Nilai biasanya di atur berdasarkan kesadaran terhadap apa yang pernah di ketahui dan di alami, yaitu pada waktu seseorang terlibat dalam suatu kejadian yang di anggap baik atau buruk,benar atau salah,baik oleh dirinya sendiri maupun menurut anggapan masyarakat.

Menurut Elly Setiadi (2007:116) nilai berhubungan erat dengan kegiatan manusia menilai. Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain , yang selanjutnya diambil suatu keputusan . Keputusan nilai dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau buruk, manusiawi tidak manusiawi, religius atau tidak religius. Penilaian ini dihubungkan dengan unsur-unsur atau hal yang ada pada manusia ,seperti jasmani, cipta, rasa, dan keyakinan. Sesuatu dipandang bernilai karena sesuatu itu berguna, maka disebut nilai kegunaan, bila benar dipandang bernilai maka disebut nilai kebenaran ,indah dipandang bernilai maka disebut nilai keindahan ( estetis ) , baik dipandang bernilai maka disebut nilai moral ( etis ) , religius dipandang bernilai maka disebut nilai keagamaan.

Selanjutnya Elly Setiadi (2007:122), mendefinisikan pengertian nilai sulit untuk mencari kesimpulan yang komprehensif agar mewakili setiap kepentingan dan berbagai sudut pandang ,tetapi ada hal yang disepakati dari semua pengertian nilai tersebut bahwa nilai berhubungan dengan manusia, dan selanjutnya nilai itu penting. Untuk melihat sejauh mana variasi pengertian nilai tersebut, terutama bagaimana hubungan antara setiap pengertian itu dengan pendidikan.

Kemudian Abdul Syani (1994:63), mendefinisikan nilai sebagai kumpulan perasaan mengenai apa yang diinginkan atau yang tidak diharapkan , mengenai apa yang boleh dilakukan atau yang tabu dilakukan .

(17)

Alvin L. Bertrand ( 1980 ) (dalam Abdul Syani 1994:63), menyatakan bahwa nilai-nilai (dalam pengertian penggambaran kecenderungan terhadap apa-apa yang disukai dan apa-apa yang tak disukai) akan kelihatan sistem-sistem sosial dipakai sebagai alat konsepsi di dalam menganalisi tindakan-tindakan sosial. Nilai-nilai itu merupakan ciri sistem sebagai suatu keseluruhan, dan bukan merupakan sekedar salah satu bagian komponennya belakang. Sedangkan konsep keyakinan merupakan kumpulan pikiran dan kepercayaan terhadap suatu pakta yang boleh atau tidak boleh untuk dibuktikan kebenarannya. Keyakinan, apabilah tidak tercemahkan sebagai nilai, maka ia tidak perlu di usut kebenarannya secara empiris.

Selanjutnya menurut Abdul Syani (1994:64), nilai yang diakui bersama sebagai hasil konsekuensi, erat kaitannya dengan pandangan terhadap harapan kesejahteraan bersama dalam hidup bermasyarakat. Hal ini berarti nilai-nilai sosial dapat disebut sebagai ketentuan atau cita-cita dari suatu dinilai baik dan benar oleh masyarakat luas. Nilai-nilai yang sudah menjadi ketepatan umum dianggap sebagai ukuran kebaikan atau pedoman hidup ( way of life ) yang cenderung dipertahankan. Jika seseorang berperilaku menyimpamg atau berbuat menurut ukuran nilai dirinya sendiri, maka ia akan menerima sanksi atau dikucilkan dari pergaulan masyarakat sekitarnya. Jadi nilai-nilai sosial merupakan kumpulan atas dasar perasaan bersama (in- group feeling) yang dapat berfungsi sebagai petunjuk arah dalam rangka usaha mencapai tujuan bersama dalam kehidupan bermasyarakat.Didalam pandangan sosiologis , nilai-nilai sosial dapat langsung mempengaruhi segala aktivitas individu atau kelompok , terutama dalam rangka menyesuaikan diri dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat sekelilingnya .

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan Pengertian nilai melingkupi perasaan yang paling bersahaja dan paling primitif, maka lenyaplah perbedaan antara kelakuan manusia dan kelakuan hewan. Dengan demikian nilai dibuat menjadi sinonim dengan keperluan, dan tidak di bedakan kelakuan maupun keperluan individu.

METODE PENULISAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif menggunakan desain penelitian studi kasus dalam arti penelitian difokuskan pada satu fenomena saja yang ingin dipilih dan ingin dipahami secara mendalam, dengan mengabaikan fenomena-fenomena lainnya.

(18)

Penelitian kualitatif menuntut perencanaan yang matang untuk menentukan tempat,partisipasi,dan memulai pengumpulan data. Rencana ini bersifat emergent atau berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dalam temuan dilapangan.Desain yang berubah atau emergent tersebut sirkuler data dilakukan secara simultan dan merupakan langkah yang bersifat interaktif bukan terpisah-pisah.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memberikan informasi yang bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual, akurat mengenai Adat Pernikahan Suku Bugis di Desa Bakung Kecamatan Batui.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pernikahan menurut orang Bugis bukanlah sekedar untuk menyatukan kedua mempelai pria dan wanita, tetapi lebih dari pada itu adalah untuk menyatukan dua keluarga besar sehingga terjalin hubungan kekerabatan dan hubungan silaturrahmi yang semakin erat.

Pesta pernikahan bagi orang Bugis bukan sekedar upacara perjamuan biasa , tetapi lebih kepada peningkatan status sosial. Semakin meriah Sebuah pesta ,maka semakin tinggi status sosial seseorang. Oleh karena itu , tak Jarang sebuah keluarga menjadikan pesta pernikahan sebagai ajang untuk meningkatkan status sosial mereka.

Bagi orang Bugis proses peminangan yang harus dilakukan oleh mempelai pria . Hal ini menunjukkan suatu upaya untuk menghargai kaum wanita dengan meminta restu dari kedua orang tuanya . Penghargaan terhadap perempuan juga dapat dilihat dengan adanya pemberian mahar berupa mas kawin dan dui balanca yang cukup tinggi dari pihak laki – laki kepada pihak perempuan . Keberadaan mahar sebagai hadiah ini merupakan isyarat atau tanda kemuliaan perempuan .

(19)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pernikahan menurut orang Bugis bukanlah sekedar untuk menyatukan kedua mempelai pria dan wanita, tetapi lebih dari pada itu adalah untuk menyatukan dua keluarga besar sehingga terjalin hubungan kekerabatan dan hubungan silaturrahmi yang semakin erat.

2. Pesta pernikahan bagi orang Bugis bukan sekedar upacara perjamuan biasa , tetapi lebih kepada peningkatan status sosial. Semakin meriah Sebuah pesta ,maka semakin tinggi status sosial seseorang. Oleh karena itu , tak Jarang sebuah keluarga menjadikan pesta pernikahan sebagai ajang untuk meningkatkan status sosial mereka.

3. Bagi orang Bugis proses peminangan yang harus dilakukan oleh mempelai pria . Hal ini menunjukkan suatu upaya untuk menghargai kaum wanita dengan meminta restu dari kedua orang tuanya . Penghargaan terhadap perempuan juga dapat dilihat dengan adanya pemberian mahar berupa mas kawin dan dui balanca yang cukup tinggi dari pihak laki – laki kepada pihak perempuan . Keberadaan mahar sebagai hadiah ini merupakan isyarat atau tanda kemuliaan perempuan .

Saran

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menyarankan sebagai berikut: 1. Generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa perlu kiranya

mengetahui makna dari perkawinan secara adat serta nilaii-nilai yang terkandung didalamnya, perlu terus dijaga dan dilestarikan.

2. Kepada masyarakat Bakung diharapkan agar nilai hukum adat, dalam prosesi sistem perkawinan tetap dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga dapat dilestarikan serta diwariskan ke generasi yang akan datang.

(20)

3. Diharapkan kepada tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat agar supaya dapat membantu dan membina para generasi muda agar tetap bisa menjaga serta memelihara kebudayaan yang ada sehingga dengan demikian dapat menghidupkan kembali kenangan peristiwa masa lampau sebagai tempat berpijak pada masa sekarang ini guna memelihara dan mengembangkan budaya daerah khusunya budaya adat pernikahan suku Bugis .

4. Bagi peneliti diharapkan akan dilaksanakan penelitian-penelitian serupa dengan skala yang lebih luas lagi agar dapat diketahui letak kekurangan yang perlu diperbaiki secara bersama-sama.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syani. 1995, Sosiologi Dan Perubahan Masyarakat. PT Dunia Pustaka Jaya.

Abdoel Djamali. 1984, Pengantar Hukum Indonesia. PT Raja Grafindo persada : Jakarta

Abu Qurroh. 1997, Pandangan Islam Terhadap Pernikahan Melalui Internet. PT Golden Terayonpress : Jakarta

Bimo Walgito. 2000, Bimbingan dan konseling pernikahan. Andi Yokyakarta. Craig Bryan. 2009, Upaya mencapai kematian dalam pernikahan. Bandung :

Indonesia Publishing House

Elly Setiadi. 2007, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Prenada Media Group Ilhami Bisri, 2004, Sistem Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo persada: Jakarta Kaelany, 2000, Islam dan aspek-aspek kemasyarakatan. PT Bumi Aksara Koentjaraningrat, 2000, Kebudaya Mentalitas dan Pembangunan. PT Gramedia

Pustaka Utama: Jakarta

Lili Rasjidi, 1991,Hukum perkawinan dan perceraian dimalasia dan indonesia. PT Remaja Rosdakarya: Bandung

Mohammad Daud Ali, 1990, Hukum Islam. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta Muhammad Abdul Hamid, 2009, Demi Allah sebaiknya kita segera menikah. Jl.

Ringroad Timur, Tegalsari, Banguntapan: Jogjakarta

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta : Bandung Sulaiman Rasyid, 1987, Fikih Islam. Sinar Baru : Bandung

Referensi

Dokumen terkait