• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau

Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh

Aria Adrian

Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

Abstrak

Permukiman kumuh di area perkotaan sudah menjadi masalah biasa yang sudah biasa terjadi. Timbulnya permukiman informal ini membuat kualitas suatu kota menurun, dengan tidak memperhatikan aturan dalam suatu lingkungan dan tidak memperhatikan kualitas kesehatan. Kualitas permukiman kumuh dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat yang tinggal didalamnya. Penentuan kualitas suatu permukiman dapat diidentifikasi melalui analisis kualitas lingkungan secara faktual. Berbagai penelitian mengenai analisis kualitas lingkungan secara faktual sudah banyak dilakukan sebelumnya yang melihat bagaimana kualitas dari lingkungan mengenai kelayakan dan dibandingkan dengan suatu standar yang sudah diatur sehingga dapat diketahui bagaimana perbedaan antara kondisi yang sebenarnya denga kondisi yang sesuai dengan standar. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan lebih rinci mengenai studi analisis kualitas lingkungan secara faktual, baik dari segi gagasan, kepustakaan, hingga contoh - contoh kasus penelitian terkait penerapan dalam menemukan studi pada kualitas permukiman dilihat dari kesediaan ruang terbuka dan tingkat kekumuhan pada suatu permukiman. Di bagian akhir tulisan, akan diuraikan mengenai kelebihan dan kekurangan penelitian agar dapat menjadi pandangan bagi pembaca dan menjadi arahhan untuk pengembangan penelitian selanjutanya. selain itu, tulisan ini akan memuat bagaimana prospek analisis kualitas lingkungan dalam meninjau kualitas permukiman kumuh di Kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi alternatif referensi terkait penerapan analisis kualitas lingkungan secara faktual serta dapat dimanfaatkan untuk kerangka acuan penelitian berikutnya.

Kata-kunci : kualitas lingkungan, kualitas secara faktual, permukiman kumuh

Pendahuluan

Menjamurnya kawasan (perumahan dan per-mukiman) kumuh di kota-kota di Indonesia kebanyakan disebabkan karena laju urbanisasi yang tinggi dimana kehidupan perkotaan men-jadi magnet yang cukup kuat bagi masyarakat perdesaan yang kurang beruntung karena sem-pitnya lapangan kerja di daerahnya. Tinggal di kawasan kumuh perkotaan bukan merupakan pilihan melainkan suatu keterpaksaan bagi kaum migran tak terampil yang harus menerima keadaan lingkungan permukiman yang tidak layak dan berada dibawah standar pelayanan minimal seperti rendahnya mutu pelayanan air minum, drainase, limbah, sampah serta

masa-lah-masalah lain seperti kepadatan dan ketidak teraturan letak bangunan yang berdampak gan-da baik yang berkaitan dengan fisik misalnya bahaya kebakaran maupun dampak sosial seperti tingkat kriminal yang cenderung me-ningkat dari waktu kewaktu.

Tidak semua kawasan-kawasan kumuh dihuni oleh kaum pendatang, dan tidak juga seluruh penghuninya adalah kaum papa bahkan di-be-berapa kawasan kumuh illegal (squatters area) ternyata dikuasai oleh “land lord” yang meman-faatkan lahan sebagai tempat usaha kontrakqn rumah petak, dan ada pula komunitas yang punya alasan tertentu bertahan dengan kondisi

(2)

Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh lingkungan yang tidak layak, ragam

permasalah-an inilah ypermasalah-ang harus ditemu kenali.

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa, proporsi penduduk yang tinggal di daerah kumuh per-kotaan menurun dari 47 persen menjadi 37 persen di negara berkembang antara 1990 dan 2005. Namun karena populasi meningkat, jum-lah penghuni kawasan kumuh meningkat. Satu miliar orang di seluruh dunia tinggal di daerah kumuh dan angka ini akan mencapai 2 miliar sampai 2030. Di Indonesia, menurut Kementrian Pe-umahan Rakyat permukiman kumuh juga makin meluas dan terbukti pada 2009 sudah mencapai 57.800 hektar dari kondisi pada 2004 hanya 54.000 hektar (Aliyati, 2010).

Tiga hal penting yang akan dipenuhi dengan program pembangunan perumahan dan per-mukiman. Pertama, terpenuhinya salah satu ke-butuhan dasar manusia dalam upaya mening-katkan kualitas kesejahteraannya dan pemenuh-an kebutuhan kehidupan sosial budayanya. Kedua, memberikan implikasi di bidang ekonomi, dimana pembangunan perumahan dan permu-kiman mendorong aktivitas ekonomi. Dan ketiga, pembangunan perumahan dan permukiman merupakan bagian dari implementasi fisik peren-canaan tata ruang wilayah (Arsalan, 2011). Kulitas permukiman kumuh dapat dilihat dari gap antara kondisi eksisting dengan aturan me-ngenai kualitas lingkungan. Bagaimana terkait dengan peluang kualitas permukiman kumuh maka penelitian ini pada akhirnya bertujuan untuk memberikan gambaran pengunaan ana-lisis kualitas lingkungan secara faktual dalam menganalisis kualitas kawasan permukiman kumuh melalui gagasan, kepustakaan, hingga contoh contoh kasus penelitian terkait pene-rapannya.

Pendekatan Analisis Kualitas Lingkungan secara Faktual

Kualitas lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan spasial/ arsi-tektural, pendekatan market oriented, pen-dekatan cultural relativist, dan pendekatan stan-dar yang universal (Nurdini, 2015). Penggunaan

pendekatan ini disesuaikan dengan kepentingan penelitian.

Karakteristik Penelitian Kualitas Lingkungan secara Faktual untuk Kawasan Permukiman Kumuh

Penelitian ini menggunakan metode standar yang universal, dimana kondisi lingkungan saat ini akan dibandingkan dengan standar yang su-dah ada dan diatur yang sesuai dengan kebu-tuhan analisis. Ada berbagai macam standar untuk mengukur kualitas permukiman, berikut macam – macam standar untuk permukiman: 1. Standar Nasional Indonesia (SNI)

03-1733-2004 tetang Tata Cara Perencanaan Ling-kungan Perumahan di Perkotaan.

Dalam standar diatas mengatur mulai dari data dasar lingkungan perumahan, peren-canaan kebutuhan sarana hunian, dan perencaan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan permukiman.

2. Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Metropolitan.

Pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian PU ini bertujuan untuk menilai tingkat kekumuhan dengan menggunakan teknik analisis skoring.

Penelitian ini diperlukan kunjungan langsung ke lapangan untuk menilai secara langsung kondisi yang ada saat ini. Penilaian kualitas kawasan ini dapat dibagi menjadi dua (Nurdini, 2015), yaitu: 1. penilaian berdasarkan ukuran kondisi fisik

(exposure-based atau expert-based) 2. Penilaian berdasarkan kondisi ruang

(effect-based)

Preseden Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Secara Faktual

Penulisan makalah ini akan berkembang ber-dasarkan penelitian sebelumnya, beberapa pre-seden ini terkait dengan analisis kualitas ling-kungan secara faktual yang merupakan bagian dari permukiman. Penulisan preseden ini ber-dasarkan konteks kesesuaian terhadap tujuan, manfaat penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisisnya. Dengan adanya preseden ini dapat membantu menggambarkan

(3)

bagai-mana analisis ini digunakan untuk kasus per-mukiman kumuh dengan tujuan penelitian pe-niliaian kualitas lingkungan permukiman kumuh.

Preseden Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Faktual dalam Menentukan Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung – Prosiding Jurnal IPBI 2015oleh (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015).

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas ruang terbuka hijau pada permukiman industri, bagaimana ruang terbuka dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas ruang bermukim di dalam suatu kawasan. Kawasan yang diteliti yaitu permukiman industri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Cigondewah Kaler, Kota Bandung (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015). Proses pengambilan data dalam pene-litian ini berupa survei dengan melakukan obser-vasi untuk memetakan kondisi ruang terbuka dan dokumentasi terhadap kondisi di lapangan dan wawancara secara langsung. Hasil survey yang dilakukan peneliti sebelumnya mengatakan bahwa di RW 02 memiliki 8 (delapan) area ruang terbuka (pertanian/ perkebunan, TPU, RTP serta lahan hijau dan di RW12 hanya me-miliki 2 (dua) ruang terbuka yaitu RTP dan TPU. Permen PU No. 6/PRT/M/2007 mengatakan bahwa sebagian besar ruang publik memiliki sistem ruang terbuka privat yang dapat diakses oleh umum. Terdapat 2 (dua) perusahaan yang memiliki tipologi seperti diatas, yaitu PT. Ifatama dan PT. Sunson. Sebagian area lain berupa pemakaman, area sempadan tol dan sempadan sungai yang tidak terawat yang sebetulnya dapat dimanfaatkan oleh masya-rakat (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015).

Gambar 1. Peta Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau di Kelurahan Cigondewah Kaler RW02 dan RW12 Sumber: (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015)

Gambar 2. Ruang Terbuka sebagai Area Bermain Sumber: (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015)

Pada aturan ketersediaan ruang terbuka hijau SNI 03-1733-2004, yaitu 1 area ruang terbuka unit RT untuk 250 jiwa dan 1 area ruang terbuka unit RW untuk 2.500 jiwa. RW 02 memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.788 jiwa memiliki ruang terbuka sesuai dengan aturan, yaitu memiliki tujuh area ruang terbuka sebagai ruang terbuka untuk unit RT, dan pada RW 12 memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.358 jiwa sebaiknya memiki lima buah taman untuk mencapai kesesuaian dengan standar SNI (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015).

(4)

Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh

Gambar 3. Ruang Terbuka Hijau sebagai Area Pertanian

Sumber: (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015)

Preseden Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Faktual dalam Menata Kawasan Kumuh di Cilacap Melalui Peningkatan Kualitas Fisik Lingkungan –

Tugas Akhir 2012 oleh(Maretha, 2012)

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan bentuk penataan kawasan permukiman kumuh yang ada di wilayah peisisir Kelurahan Cilacap dari fisik bangunan dan lingkungan permukiman. Kawasan permukiman nelayan berkembang se-cara pesat, namun tidak seiring dengan peme-nuhan sarana dan prasaran lingkungan dan pe-ngetahuan dalam bermukim, dalam kasus ini masyarakat belum sadar dan paham mengenai aturan mendirikan rumah di sepanjang sungai dan pantai karena sudah diatur dalam garis sempadan dari batas pasang tertinggi.

Masyarakat menganggap tinggal dekat dengan sumber mata pencaharian merupakan langkah baik, namun semua itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 9/PRT/M/2010 tentang Pedoman

Pengamanan Pantai, mengatur mengenai jarak sepanjang 100 meter merupakan kawasan be-bas penggunaan lahan pada titik batas pasang tertinggi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indo-nesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, mengatur mengenai jarak paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang aliran sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter.

Kelayakan hunian dapat dilakukan pengukuran dengan mengikuti aturan standar yang sudah dibuat oleh Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Ber-susun, menjelaskan bahwa kelayakan kavling untuk rumah sederhana > 60m2.

Kepadatan hunian didasarkan pada pedoman standar teknis pemanugnan rumah sederhana sehat dalam Kepmen Permukiman dan Prasana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 yaitu standar kebutuhan luas minimum bangunan di Indonesia yaitu 9m2/jiwa. Berdasarkan hal tersebut, maka

kepadatan hunian dalam rumah dibagi menjadi tiga kategori, sebagai berikut:

 Sangat baik : apabila luas lantai hunian per jumlah penghuni > 10 m²/jiwa.

 Baik : apabila luas lantai hunian per jumlah penghuni adalah 9 - 10 m²/jiwa.

 Buruk : apabila luas lantai hunian per jumlah penghuni < 9 m²/jiwa.

Gambar 4. Peta Deliniasi Wilayah Studi Sumber: (Maretha, 2012)

Kecamatan

(5)

Kondisi ekonomi yang rendah mengakibatkan lingkungan permukiman nelayan ini menjadi permukiman yang kumuh, kondisi ini sudah mendapat perhatian dari pemerintah daerah, namun hanya berupa program perbaikan infrastruktur yang minim dan tidak mengatasi masalah kekumuhan.

Gambar 5. Kondisi Permukiman Nelayan Sumber: (Maretha, 2012)

Permukiman dengan kepadatan penduduk sebesar 900 jiwa/km2 merupakan termasuk

dalam kategori permukiman padat tinggi, kemudiam muncul berbagai permasalahan permukiman. Salah satunya yaitu kondisi fisik rumah yang tidak layak serta penyediaan sarana dan prasarana yang tidak terencana dengan baik.

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ini menggunakan dua teknik pengum-pulan data, survei sekunder dan survei primer. Survei pengumpulan data diperoleh berdasar-kan dari dinas terkait, mencari data dengan cara browsing internet, desk study dan lainnya. Survei primer yang dilakukan secara observasi merupakan survei yang dilakukan dengan mengamati secara langsung fenomena dan karakteristrik dari beberpa kriteria yang sudah

ditetapkan. Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah kom-parasi dengan standar, kemudian menen-tukan tingkat kekumuhan kawasan dengan teknik skoring. Kemudian dirancang kawasan baru untuk mereduksi kawasan permukiman kumuh.

Hasil dari analisis berupa permukiman nela-yan di Cilacap melanggar beberpa teknis ber-mukim seperti yang sudah dijelaskan sebe-lumnya mengenai jarak bebas di garis pasang tertinggi. Permukiman nelayan berada di ku-rang dari 10 meter sempadan sungai dan pantai, hal ini tidak sesuai dengan Permen PU dan Permen PUPERA. Luas hunian/ kavling pada kawasan permukiman nelayan di Cilacap sebesar 48m2, masih

menyisakan sekitar lebih dari 12m2 untuk

memasuki kondisi layak. Kepadatan hunian di kawasan permukiman nelayan ini didapat sebesar 7m2/jiwa, hal ini terjadi dikarenakan

masih ada beberapa kavling rumah yang dihuni lebih dari 2 keluarga, kondisi ini termasuk dalam kategori buruk.

Kontribusi Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Faktual dalam Penelitian Menilai Kualitas Permukiman Kumuh di Perkotaan

Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal, permasalahan permukiman merupakan hal yang menjadi masalah kompleks disetiap kota besar di Indonesia, karena masalah bermukim ber-hubungan dengan manusia, budaya dan pola perkembangan perkotaan. Permukiman kumuh terdapat berbagai masalah yang timbul mulai dari bagaimana perilaku manusia membiasakan pola hidupnya dan minimnya perencanaan me-ngenai sarana dan prasarana untuk menunjang suatu permukiman kumuh. Peran pemerintah sebagai pembuat regulasi sangat penting karena dalam setiap aturan yang dibuat, masih banyak masyarakat yang belum paham dalam pene-rapan aturan tersebut. Transparansi dan sosia-lisasi menjadi modal penting bagi pemerintah untuk memberikan informasi mengenai aturan – aturan, terutama aturan dalam bermukim, ba-gaimana masyarakat mengetahui proses ber-mukim, membangun suatu hunian yang sesuai dengan aturan yang diterapkan.

(6)

Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh Kelebihan dari analisis kualitas lingkungan

se-cara faktual ini memuat beberap hal, seperti: 1. Mengetahui aturan dan kebijakan yang

mengikat dalam penggunaan permukiman, 2. Menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan

aturan atau sesuai dengan batas minimum 3. Dapat dijadikan suatu acuan untuk penelitian

berikutnya

4. Banyaknya norma, standar, pedoman dan manual yang dapat dijadikan acuan utama. Sedangkan kekurangan analisis kualitas ling-kungan secara faktual ini yaitu:

1. Kondisi disesuaikan dengan standar (batas minimum) terkadang tidak disesuaikan de-ngan memperhatikan aspek lainnya seperti sosial, kesehatan, budaya, dll.

Peluang Analisis Kualitas Lingkungan Faktual Terhadap Kualitas Kawasan Kumuh di Sukaregang, Kabupaten Garut

Penelitian menggunakan analisis kualitas ling-kungan secara faktual dapat diterapkan di berbagai kasus. Kasus yang akan diterapkan yaitu mencoba menilai kualitas lingkungan per-mukiman kumuh di Sukaregang, Kabupaten Garut. Seperti yang sudah jelaskan di awal bahwa perkembangan pesat di perkotaan mendorong kebutuhan akan tempat tinggal bagi masyarakat, pekerja, pendatang, dll. Kebutuhan ini sangat cepat dan besar, sehingga menimbulkan permasalahan tersendiri. Kabu-paten Garut merupakan daerah yang perkem-bangannya terbilang pesat karena banyaknya area wisata dan industri, salah satunya adalah industri pengolahan kulit di Sukaregang. Per-kembangan permukiman di Sukaregang mening-kat dan menjadi kumuh dikarenakan adanya pabrik tekstil untuk membuat jaket kulit dan ditambah kawasan ini terletak di pusat kota. Proses menilai kualitas lingkungan faktual per-mukiman kumuh di Sukaregang dimulai dari cara memperoleh data, untuk melihat kondisi eksisting diperlukan observasi ke lapangan untuk mendapatkan info terbaru dan doku-mentasi kawasan permukiman kumuh, kemu-dian melakukan survei sekunder berupa

kunjungan ke instansi, kelurahan dan keca-matan terkait untuk mendapatkan data – data terkait permukiman yang dituju. Berikut meru-pakan data yang didapatkan.

Tabel 1. Kriteria, Variabel dan Parameter Kawasan Kumuh di Sukaregang, Kabupaten Garut

Kriteria Variabel Parameter

Vitalitas Non Ekonomi

Kesesuaian tata ruang Peruntukan permukiman

Kondisi fisik bangunan

Pertambahan

bangunan liar Sedang Kepadatan bangunan >80 unit/ha Bangunan temporer >50% Tutupan lahan >70% Jarak antar bangunan <1.5m Kondisi Kependudukan Kepadatan penduduk +200 jiwa/ha Pertumbuhan penduduk <1.7% Vitalitas Ekonomi Letak strategis

kawasan Sangat strategis Jarak ke tempat mata

pencaharian < 1km

Fungsi kawasan sekitar Komersial, pemerintahan Status

tanah

Dominasi status tanah Tanah adat Status kepemilikan tanah - Kondisi Sarana Prasarana Kondisi jalan

lingkungan >80% tutupan beton

Kondisi drainase

Saluran air terbuka di muka rumah, rata-rata meluap ketika terjadi hujan. Daerah sungai juga terjadi kiriman air besar, ditambah tutupan sampah memperparah ketidakmampuan sungai menampung air. Kondisi air minum <30%

Kondisi air limbah -

Tidak ada infrastruktur, limbah langsung ke sungai Kondisi persampahan - Sampah dibuang ke sungai (sudah pada taraf menutup sungani) dan sebagian dibakar di area terbuka

(7)

Sumber: Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Metropolitan

Gambar 6. Kondisi Kawasan Permukiman di Sukaregang

Kondisi permukiman di Sukaregang cukup mengkhawatirkan karena pada Sungai Cigu-lampeng sudah tercemar oleh limbah pabrik yang mengakibatkan pengendapan di atas sungai dan air yang mengalir sudah berwarna hitam, ruang terbuka di kawasan ini hanya memiliki satu buah lapang dan kondisinya terletak di sempadan sungai yang seharusnya tidak digunakan.

Setelah diketahui berbagai data yang dapat mengisi parameter, dapat dilanjutkan pene-litian berupa perbandingan dengan aturan yang sudah diatur, seperti SNI 03-1733-2004, Kepmen PU, Permen PU, dsb. Kemudian dapat diketahui perbedaan/ gap antara kondisi eksisting dengan peraturan, seberapa besar perbedaannya.

Kesimpulan

Kualitas lingkungan permukiman kumuh sudah pasti berada pada level dibawah standar, namun pada dasarnya, perkembangan permukiman

dapat diatur dan dibatasi sesuai dengan standar dan acuan yang sudah diterpkan, kendala utama permukiman kumuh yaitu sudah menjadi budaya masyarakat tinggal dengan segala keterbatasan dan sudah menjadi kebiasaan dan sulit untuk diatur.

Analisis kualitas lingkungan secara faktual dapat membuktikan bahwa kondisi eksisting di la-pangan berbeda dengan aturan – aturan yang sudah ditetapkan. Teknik perolehan data sangat berpengaruh terhadap kualitas data yang akan dianalisis, semakin baik perolehan data, maka semakin baik hasil analisisnya.

Berdasarkan review analisis faktual dalam menilai kualitas lingkungan permukiman dapat diterapkan diberbagai macam kebutuhan pe-nelitian mengenai kualitas lingkungan binaan, termasuk pada dua contoh kasus yang sudah dijelaskan oleh peneliti sebelumnya.

Penilaian kualitas di kawasan Sukaregang dapat dilakukan dengan analisis faktual dalam melihat berbagai aspek yaitu aspek hunian (ukuran dan kepadatan), sarana dan prasarana yang akan disesuaikan dengan berbagai standar yang sudah ditetapkan.

Daftar Pustaka

Aliyati, R. (2010). Permukiman Kumuh. Depok: FMIPA UI.

Arsalan. (2011). Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh di Perkotaan. Jakarta.

Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design:Choosing Among Five Approaches. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc.

Lin, N. (1976). Foundation of Social Research. Albany, New York: Deparment of Sociology.

Maretha, C. (2012). Penataan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan Cilacap Kabupaten Cilacap Melalui Peningkatan Kualitas Fisik Lingkungan. Semarang: UNDIP.

Nurdini, A. (2015). Analisis Kualitas (Lingkungan Binaan) Secara Faktual. Bandung: Modul Kuliah AR 5242 Analisis Lingkungan Binaan, ITB.

R. Syahriyah, D., Nurhijrah, Tedja, S., Hartabela, D., & Anwar, S. (2015). Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler,

(8)

Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh

Bandung, Jawa Barat. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI, C051-C056.

Untermann, R. K. (1984). Accomodating The Pedestrian:Adapting Towns and Neighborhoods for Walking and Bcycling. Michigan: Van Nostrand Reinhold.

Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Metropolitan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 9/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pengamanan Pantai

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004 tetang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.

Gambar

Gambar  2.  Ruang  Terbuka  sebagai  Area  Bermain  Sumber: (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, &amp;
Gambar 3. Ruang Terbuka Hijau sebagai Area  Pertanian
Gambar 5. Kondisi Permukiman Nelayan  Sumber: (Maretha, 2012)
Tabel  1.  Kriteria,  Variabel  dan  Parameter  Kawasan  Kumuh di Sukaregang, Kabupaten Garut
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menemukan, perkembangan permukiman kumuh di Kota Semarang memperlihatkan kondisi kualitas lingkungan yang semakin menurun atau terjadi deteriorisasi, secara

Parameter kualitas lingkungan permukiman yang digunakan adalah kepadatan permukiman, pola tata letak permukiman, pohon pelindung, lebar jalan masuk permukiman,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas lingkungan permukiman Kampung Pelesiran dinilai Baik melalui persepsi penghuni berdasarkan tingkat kepuasan tinggal di

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : kualitas lingkungan dengan sub variabel air bersih, drainase, sanitasi, persampahan, aksesbilitas; rumah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kemungkinan memanfaatkan diatom epipelic sebagai indikator kualitas lingkungan tambak untuk budidaya udang dengan melihat

Secara keseluruhan; (2) kualitas lingkungan permukiman Kota Jambi tersebar dalam tiga kelas, yaitu permukiman dengan kualitas baik dengan luas 174.64 Ha, permukiman

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : kualitas lingkungan dengan sub variabel air bersih, drainase, sanitasi, persampahan, aksesbilitas; rumah

Faktor yang mempengaruhi persebaran kualitas permukiman kumuh dengan kelas kumuh berat adalah kesesuaian dengan tata ruang yang tidak sesuai, kondisi jalan dan lingkungan yang