• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM. Mall Kelapa Gading adalah salah satu mall terbesar di Jakarta dengan luas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV GAMBARAN UMUM. Mall Kelapa Gading adalah salah satu mall terbesar di Jakarta dengan luas"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

44 BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1 Mall Kelapa Gading

Mall Kelapa Gading adalah salah satu mall terbesar di Jakarta dengan luas sekitar 130.000 meter persegi yang berada di daerah Kelapa Gading, tepatnya di daerah Sentra Kelapa Gading yang berdekatan dengan The Summit Apartment, Gading Food City dan La Piazza Lifestyle Center. Mall ini dibangun dan dioperasikan oleh PT Summarecon Agung.

Sejarah perkembangan mall ini berdiri pada tahun 1990 dan dikenal dengan nama Plaza Kelapa Gading. Luas awal mall ini hanya sebesar 32.000 meter persegi dengan Diamond Departement Store dan Supermarket sebagai tenan utama. Seiring dengan tumbuhnya permintaan, pada tahun 1995 mall ini diperluas dengan phase 2 yang menambahkan 40.000 meter persegi sehingga luasnya menjadi 72.000 meter persegi. Jumlah tenan pada saat itu sebanyak 250 tenan. Pada 10 April 2003, Mall Kelapa Gading 3 dibuka untuk masyarakat. Dengan luas 130.000 meter persegi, Mall Kelapa Gading menjadi salah satu pusat pembelanjaan paling mewah di Jakarta. Dengan lebih dari 600 toko, Mall Kelapa Gading bisa melengkapi kebutuhan sehari-hari.

Mall Kelapa Gading melakukan perubahan terhadap beberapa tampilan interior serta tenant utamanya pada tahun 2007 dan 2008. Farmers 99 Market menggantikan posisi tenant Diamond Supermarket dan Star Department Store menggantikan posisi Diamond Department Store. Mall Kelapa Gading juga

(2)

45 membuka phase 5 nya dengan beberapa tenant ternama seperti Best Denki, Duck King, Sushi Tei, Burger King dan tampilan baru dari The Catwalk. Pada September 2008, Fashion Hub dibuka dengan gaya dan tampilan baru yang lebih modern. Selain area food court Food Temptation, Mall Kelapa Gading juga menghadirkan food court baru di Mall Kelapa Gading 1 dengan nama Food Sensation. Untuk hiburan keluarga, Mall Kelapa Gading menghadirkan 2 bioskop yaitu Gading XXI dan Gading 21,Viva Bowling Alley dan sarana rekreasi keluarga Timezone.

Sebuah tempat makan baru yang unik dan berbeda, yaitu Eat & Eat Food Market hadir di Mal Kelapa Gading (MKG) 5, lantai 3. Eat & Eat Food Market dengan penampilan khas etnis peranakan sangat kontras keberadaannya berdampingan dengan Food Temptation, area food court di Mall Kelapa Gading 3 yang tampil dengan suasana modern. Area seluas 2.350 meter persegi ini yang disebut dengan food market, bukan food court sebagaimana umumnya. Sebutan food market ini, adalah sesuai dengan konsepnya yang menghadirkan konsep

(3)

46 pasar tempo dulu, dengan dekorasi dan pernak-pernik yang sangat unik. Sementara itu, sekitar 34 counter makanan di sini hadir menawarkan beragam makanan khas dari berbagai daerah dan berbagai pilihan masakan khas peranakan. Aneka menu yang disajikan terbilang unik dan lengkap. Dari mulai makanan Indonesia, Cina peranakan Indonesia, Malaysia dan Singapura. Menariknya, di sini counter-counter makanannya menampilkan nama masakan utama yang menjadi unggulannya, bukan nama/ brand dari counternya. Sebut saja diantaranya ada counter nasi guling, gado-gado Aa, warung keroepoek, babat gongso, pepes goreng, krawu, bebek goreng, raja gurame, tongseng kambing dan masih banyak lagi. “Beragam pilihan makanan ini diolah secara modern dan hygenis, namun tetap mempertahankan keotentikan rasa warisan keluarga leluhur, dan semua itu ditawarkan dengan harga yang terjangkau.

Mall ini mempunyai beberapa zona khusus yang memiliki keseragaman usaha penyewanya. Bagian tersebut adalah:

a. The New CatWalk yaitu area yang menghimpun butik desainer Indonesia ternama dan kriya buatan Indonesia yang dilengkapi konsep departement store.

b. Fashion Hub merupakan zona yang diperuntukkan bagi remaja dan orang muda.

c. Kids Safari adalah area bagi teenagers yang berjiwa dinamis. d. Gourmet Walk merupakan zona yang berisikan kafe dan restoran.

e. Food Temptation merupakan food court terbesar di Indonesia seluas 6.000 meter persegi dengan kapasitas 2300 kursi.

(4)

47 f. Food Sensation merupakan food court yang memiliki kekhasan kuliner dari

seluruh Nusantara yang telah menjadi pilihan favorit.

g. Gourmet Walk merupakan zona yang berisikan kafe dan restoran denagn selera Asia dan Eropa.

h. Eat&Eat Food Market menghadirkan konsep pasar tempo dulu, dengan dekorasi dan pernak-pernik yang sangat unik dengan beragam makanan khas dari berbagai daerah dan berbagai pilihan mulai dari makanan Indonesia, Cina peranakan Indonesia, Malaysia dan Singapura.

4.2 Pluit Village

Pluit Village adalah mall baru di arena Jakarta Utara, yang merupakan hasil perubahan Megamal Pluit. Megamal Pluit berdiri pada tahun 1996, Megamal Pluit, yang saat itu dikelola oleh Kentjana Widjaja dan Pacific Star Properties.Ltd, dahulu kala mempunyai penyewa bernama Mega M, Walmart, Mega 21, dan arena food-court bernama MEGABITEZ. Seiring perjalanan waktu, Megamal terus berbenah diri, dengan bergantinya Mega M dan Walmart ke Matahari Department Store dan Carrefour.

Pada tahun 2005 seluruh saham Megamal Pluit dibeli oleh Grup Lippo melalui LMIR-Trust, Megamal Pluit mulai merubah citranya, dengan mengganti nama menjadi Pluit Village, dan facelift bangunan. Konstruksi dimulai tahun 2007, dan diperkirakan selesai tahun ini. Proyek tersebut akan meningkatkan luas area komersil dari 83.941 meter persegi menjadi 86.588 meter persegi, yang diklaim akan menjadikan Pluit Village sebagai salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta Utara. Total luas lahan Pluit Village yakni 21 hektare. Dua

(5)

48 penyewa yang masih bertahan adalah Matahari Department Store dan Carrefour, sementara Mega 21 juga mengalami facelift dan perubahan citra menjadi Pluit Village XXI. Tenant internasional mulai berdatangan dan siap buka mulai tahun ini dan tahun mendatang, yakni FJ Square (food court terbaru), Fitness First, TIMEZONE, Gramedia, dan Best Denki.

Matahari Department Store melalui generasi terbarunya, akan menghuni semua lantai di Pluit Village, sementara Pluit Village XXI akan menghuni di lantai dan lokasi yang sama di Pluit Village. Bagian dari fitur terbaru di pusat perbelanjaan ini adalah Festival Walk yang akan menghadirkan lebih dari 34 kafe dan restoran dengan total area 5.600 meter persegi. Tempat ini diharapkan dapat menjadi salah satu pusat wisata kuliner di Jakarta. Selain itu, Pluit Village juga akan menyediakan tempat belanja berkonsep China Town seluas 3.200 meter persegi, yang akan menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat keturunan China.

(6)

49 4.3 Senayan City

Senayan City adalah pusat perbelanjaan di Jakarta, Indonesia yang dibuka pada 23 Juni 2006. Tenant terbesar antara lain adalah Debenhams, Fitness First Plus, Best Denki, Zara, dan Senayan City XXI. Senayan City (juga sering dikenal sebagai Sen C) adalah dicampur digunakan pembangunan yang berlokasi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Indonesia. Kompleks yang terdiri dari tujuh lantai tinggi akhir-pusat perbelanjaan, sebuah kantor menara (terutama diduduki oleh SCTV), menara apartemen, dan hotel bintang lima yang dioperasikan oleh Sofitel. Senayan City yang dibangun di atas tanah wilayah 48.000 meter persegi dimiliki oleh Bung Karno Stadium Otoritas. Hal ini dibangun dan dikelola oleh Manggala Gelora Perkasa, anak perusahaan Agung Podomoro Group, BOT (Build Operate and Transfer) di bawah kontrak selama 50 tahun yang dimulai pada 2005. DP Architects Pte Ltd. Ltd (Singapura) dan P.T. Airmas Asri dirancang tergeletak di pertokoan.

Senayan City Proyek yang terdiri dari empat elemen utama yang cukup besar dengan wilayah. Hal ini dinamakan 'Senayan City' Complex karena keberadaan sebuah kelip redup Shopping Mall, Multi-Purpose Complex Office Building, sebuah menara apartemen mewah dan butik kantor. Dengan kedekatan dengan daerah pusat bisnis Jakarta, Senayan City akan ternyata menjadi menarik tengara lokal. Senayan proyek yang bertujuan untuk menempatkan fokusnya di portraying menjadi salah satu tujuan eksklusif di Jakarta dan Asia Tenggara dalam hal berbelanja, bekerja, tinggal dan juga dalam menyediakan lingkungan hidup yang nyaman, karena akan diperuntukkan kepada keinginan pemilik komunitas internasional.

(7)

50 Senayan City yang strategis terletak di sebelah barat sudut persimpangan antara Jl. Asia Afrika dan baru yang diusulkan jalan dari Jl. Jend. Sudirman ke Jl. Arteri Pondok Indah, sebagai bagian dari kawasan segitiga emas jakarta di Kompleks Olahraga Senayan. Dan telah ditunjuk menjadi sepanjang Jl. Asia Afrika dan wajah kedua arah Plaza Senayan dan bagian timur Senayan City, juga bebas dari 3in1 akses lalu lintas. Senayan City Shopping Mall akan relatif sama dengan tingkat yang paling populer mall di Jakarta dalam hal kualitas, lebih baik lagi dengan fasilitas dan lingkungan tema.

(8)

51 BAB V

KARAKTERISTIK SHOPPERS

Responden yang dipilih merupakan remaja yang berstatus pelajar SMP, SMA, dan mahasiswa. Responden yang disebut sebagai shoppers dipilih secara purposive, yaitu mereka yang pergi ke mall lebih dari sembilan kali dalam satu bulan. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang. Adapun karakteristik yang diteliti meliputi faktor demografi, faktor lingkungan, status sosial, gaya hidup keluarga, dan keterdedahan pada media massa. Selain itu juga diteliti karakteristik shoppers berdasarkan gaya hidup mereka.

5.1 Faktor Demografi

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Demografi

Karakteristik Jumlah (%) Umur 11 – 14 tahun 15 – 18 tahun 19 – 22 tahun 2 (5,0) 21 (52,5) 17(42,5) Pendidikan SMP SMA Perguruan Tinggi 3 (7,5) 20 (50,0) 17 (42,5)

Karakteristik remaja yang bergaya hidup ”shopping mall” apabila dilihat dari faktor demografinya adalah bahwa sebagian besar dari mereka berumur 15 tahun ke atas dengan berstatus pendidikan SMA dan perguruan tinggi.

(9)

52 5.2 Faktor Lingkungan

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan

Karakteristik Jumlah (%)

Jenis Sekolah Sekolah Kelas Elit Sekolah Kelas Menengah

16 (40) 24 (60)

Kegiatan Waktu Luang

Olahraga Belanja Baca Buku Jalan-jalan Hang-out

Main ke Rumah Teman Main Computer Games, playstation, dan sejenisnya Lainnya 14 (35) 11 (27,5) 5 (12,5) 19 (47,5) 16 (40,0) 12 (30,0) 6 (15,0) 3(7,5)

Jumlah shoppers yang bersekolah di sekolah kelas elit (lihat defenisi operasional halaman 30) sebanyak 16 orang (40%) dan sekolah kelas menengah sebanyak 24 orang (60%). Sekolah-sekolah tersebut antara lain SMA Al-Azhar dan Universitas Atma Jaya dan sebagian besar sekolah tersebut adalah sekolah swasta terkenal di ibukota.

Shoppers umumnya menghabiskan waktu luangnya untuk jalan-jalan, hang-out, main ke rumah teman, dan shopping (68%). Dengan perkataan lain mereka cenderung menghabiskan waktu luang bersama-sama dengan teman-temannya. Sementara kegiatan produktif lainnya (main computer, olahraga, main golf, dan memancing) hanya 26 persen.

(10)

53 5.3 Status Sosial

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Status Sosial

Karakteristik Jumlah (%) Pekerjaan Orangtua Ayah Karyawan Swasta Wiraswasta Tidak Bekerja 11 (27,5) 28 (70,0) 1 (2,5) Ibu Karyawan Swasta Wiraswasta Tidak Bekerja 2 (5,0) 11 (27,5) 27 (67,5) Alat Transportasi ke Sekolah Jalan Kaki Sepeda Motor Angkutan Umum Mobil Pribadi 1 (2,5) 9 (22,5) 2 (5,0) 28 (70,0)

Dugaan keluarga shoppers memiliki kehidupan yang lebih mapan terlihat pada alat transportasi yang paling banyak digunakan oleh shoppers untuk ke sekolah yaitu mobil pribadi sebanyak 70 persen. Sisanya menggunakan sepeda motor (22,5%). Hanya kurang dari 10 persen yang tidak menggunakan kendaraan pribadi.

Pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh ayah shoppers adalah berwiraswasta (70%), sedang sisanya adalah karyawan swasta. Ini menunjukkan secara ekonomi shoppers berasal dari keluarga yang relatif mapan secara ekonomi. Dugaan ini diperkuat oleh kenyataan bahwa selain ibu rumah tangga (67,5%) masih ada 27,5 persen yang berpenghasilan sebagai wiraswasta.

Dengan demikian berdasarkan status sosial ekonominya sebagian besar shoppers berasal dari keluarga “mampu”. Umumnya datang dari keluarga wiraswasta dan karyawan swasta dengan fasilitas kendaraan pribadi untuk pergi ke sekolah.

(11)

54 5.4 Gaya Hidup Keluarga

Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Gaya Hidup Keluarga

Karakteristik Jumlah (%) Tempat Berbelanja Mall Pasar Lainnya 35 (87,5) 4 (10,0) 1 (2,5) Kegiatan Waktu Luang Bersama Keluarga Pergi ke mall

Pergi ke tempat hiburan Pergi ke restoran

Pergi ke pusat perbelanjaan Jalan-jalan keluar negeri Lainnya 17 (34,0) 7 (14,0) 15 (30,0) 3 (6,0) 7 (14,0) 1 (2,0) Jenis Pengeluaran Terbesar Keluarga Biaya Pendidikan Makanan / Minuman Rekreasi / Hiburan

Pakaian dan Perlengkapannya Alat Elektronik Lainnya 12 (30,0) 6 (15,0) 16 (40,0) 3 (7,5) 2 (5,0) 1 (2,5) Alat Pembayaran Tunai / Cash Debit Credit card 34 (85,0) 2 (5,0) 4 (10,0) Tempat pilihan berbelanja keluarga shoppers paling banyak adalah mall sebanyak 35 orang (87,5%) sehingga dapat dipahami kalau belanja di mall juga menjadi gaya hidup shoppers.

Beberapa shoppers mengemukakan bahwa keluarganya berbelanja di dalam mall karena mereka merasa lebih yakin dengan kualitas barang di dalam mall.

barang-barang di dalam mall dah pasti lebih bagus lah, mana berani jual yang jelek”. (NN, 20 tahun, Mahasiswa Univeritas Atmajaya)

Kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh keluarga shoppers adalah kegiatan yang cenderung konsumtif (92%) seperti ke mall, ke restoran, ke tempat hiburan, bahkan jalan-jalan ke luar negeri. Hanya dua persen yang bersama keluarga mengisi waktu luang dengan olahraga atau aktifitas fisik lainnya.

(12)

55 Lebih jauh waktu luang bersama keluarga biasanya dilakukan pada hari minggu atau hari libur, ketika keluarga dapat berkumpul bersama dan sebagian besar diisi dengan pergi ke restoran.

Jenis pengeluaran terbesar keluarga shoppers bukan merupakan kebutuhan primer, yaitu rekreasi/hiburan, pakaian dan perlengkapannya, dan alat elektronik sebesar 52,5 persen. Ini menunjukkan bahwa keluarga shoppers sudah cukup terpenuhi kebutuhan primernya.

Jenis alat pembayaran yang paling banyak digunakan oleh shoppers adalah tunai sebesar 85 persen. Rupanya shoppers cenderung membawa uang tunai daripada pembayaran elektronik, hal ini mungkin karena mereka biasa pergi secara berkelompok sehingga untuk pembayaran akan lebih mudah bila dengan uang tunai terutama untuk makan atau minum yang biasa dibayar masing-masing.

Data di atas menunjukkan bahwa shoppers berasal dari keluarga yang juga suka berbelanja di Mall dan mengisi waktu luang untuk kegiatan-kegiatan yang konsumtif. Pengeluaran terbesar keluarga bukan lagi pada makanan dan pendidikan tapi pada kebutuhan sekunder seperti pakaian dan perlengkapan, rekreasi dan barang-barang elektronik. Maka dapat dikatakan shoppers cenderung dipengaruhi oleh gaya hidup keluarganya yang konsumtif.

5.5 Keterdedahan Terhadap Media Massa

Jenis media massa dibagi menjadi media cetak dan media elektronik. Sebagian besar shopper (73%) menggunakan media elektronik sebagai media utama mereka dibandingkan dengan media cetak.

(13)

56 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Keterdedahan Terhadap

Media Massa

Karakteristik Jumlah (%)

Jenis Media Media Cetak

Media Elektronik

11 (27,0) 29 (73,0) Akses Terhadap Media

Cetak Majalah Koran Brosur Pamflet 19 (47,5) 18 (45,0) 2 (5,0) 1 (2,5) Akses Terhadap Media

Elektronik Televisi Radio Internet 13 (32,5) 1 (2,5) 26 (65,0) Media cetak yang paling sering diakses oleh shoppers adalah majalah dan koran sebesar 92,5 persen. Majalah yang biasanya dibaca oleh shoppers adalah majalah hiburan yang membahas tentang trend terkini yang diminati oleh remaja. Sementara koran cukup banyak dibaca oleh shoppers karena memuat informasi up to date (Kompas) dibandingkan majalah yang terbit sebulan sekali (Cosmopolitan, Esquire, T3, Men’s Health).

Media elektronik yang paling banyak diakses oleh shoppers adalah internet sebanyak 65 persen karena internet dapat memberikan akses terhadap informasi yang tidak terbatas. Selain itu, remaja sekarang banyak menggunakan handphonenya dalam mengakses internet sehingga dapat memudahkan mereka mencari informasi yang dibutuhkan kapan dan dimana saja.

Media komunikasi yang lebih sering diakses oleh shoppers adalah media elektronik, yaitu internet daripada media cetak. Sementara media cetak yang diakses terutama adalah majalah trend/gaya hidup dan Koran (“Kompas”). Mereka juga mengungkapkan bahwa internet juga sering mereka akses lewat handphone dan dapat memberikan informasi tentang hiburan dan gaya hidup yang tidak terbatas. Mereka yang menggunakan media elektronik cenderung menggunakan internet lebih dari 5 jam sehari.

(14)

57 BAB VI

GAYA HIDUP SHOPPING MALL

6.1 Kegiatan

Menurut Loudon & Della Bitta (1993) shoppers yang memiliki keterlibatan tinggi terhadap Shopping Mall akan suka menghabiskan waktu dan melakukan berbagai kegiatan di mall. Dengan demikian, semakin tinggi jumlah kegiatan shoppers dalam mall, maka ksemakin tinggi juga waktu yang dihabiskan di mall. Tabel 8 juga menunjukkan bahwa sebagian besar shoppers tergolong dalam kegiatan sedang, dimana kegiatan yang paling banyak dilakukan nampak pada Tabel 9.

Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah Kegiatan yang Dilakukan Di Mall

Jumlah Kegiatan Laki-laki Perempuan Jumlah (%) Jumlah (%) 1-2 (rendah) 2 (10) 4 (20,0) 3-4 (sedang) 12 (60) 8 (40,0) 5-8 (tinggi) 6 (30) 8 (40,0)

Shoppers saat ini banyak menghabiskan waktu di dalam mall untuk kegiatan-kegiatan yang menggunakan uang rata-rata di atas Rp. 150.000 dimana kegiatan-kegiatan tersebut adalah menonton film, shopping, makan, dan hang-out (Tabel 9). Dalam melakukan kegiatan tersebut mereka cendrung selalu bersama-sama dengan teman-temannya. Laki-laki umumnya melakukan tiga sampai empat kegiatan dalam mall dengan kegiatan terbanyak adalah menonton film di bioskop (50%), hang-out di cafe ( 40%), dan makan (40%), sementara perempuan

(15)

58 melakukan lebih dari tiga kegiatan dalam mall dengan kegiatan paling banyak dilakukan adalah shopping (65%), makan (40%), menonton film (40%), dan hang-out di cafe ( 25%) .

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Shoppers

Jenis Kegiatan Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%) Olahraga 0 1 (5,0) Main Game 0 (0) 0 Nonton Bioskop 10 (50,0) 8 (40,0) Pergi ke Salon 1 (5,0) 2 (10,0) Makan 8 (40,0) 8 (40,0) Hang-out di café 8 (40,0) 5 (25,0) Window shopping 1 (5,0) 3 (15,0) Shopping 5 (25,0) 13 (65,0)

Frekuensi Mengunjungi Mall per Bulan

Frekuensi mengunjungi mall yang terbanyak setiap bulannya adalah lebih dari 11 kali sebesar 75 persen untuk laki-laki dan 60 persen untuk perempuan. Sementara laki-laki hanya pergi ke mall dengan frekuensi 9 sampai 11 kali sebesar 25 persen. Maka dapat dikatakan kebanyakan shoppers, baik laki-laki dan perempuan mengunjungi mall lebih dari 3 kali dalam 1 minggu. Sedangkan lamanya setiap kunjungan ke mall dapat dilihat pada Tabel 11.

(16)

59 Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Frekuensi Mengunjungi Mall per Bulan

Frekuensi Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%)

9-11 kali 5(25,0) 8 (40,0)

>11 kali 15 (75,0) 11 (60,0)

Jumlah waktu yang dihabiskan di dalam mall

Waktu yang dihabiskan di dalam mall oleh shoppers (Laki-laki dan Perempuan) umumnya di atas 2 jam per kunjungan (lihat Tabel 11). Shoppers biasanya pergi ke mall mulai dari malam hari hingga mall beranjak tutup (jam 22.00) terutama pada shoppers yang berstatus mahasiswa. Sebagian besar shoppers mengungkapkan bahwa mereka menghabiskan waktunya dengan pergi menonton film, makan, dan hang-out bersama teman-temannya.

Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah Waktu yang Dihabiskan di Mall

Frekuensi Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%)

<2 jam 2 (10,0) 3 (15,0)

2-3 jam 11 (55,0) 8 (40,0)

3-4 jam 3 (15,0) 5 (25,0)

>5 jam 4 (20,0) 4 (20,0)

Jumlah Uang yang Dibelanjakan

Pada Tabel 12 terlihat bahwa jumlah uang yang dihabiskan oleh shoppers laki-laki di dalam mall adalah tiga ratus ribu rupiah hingga satu juta rupiah (50%). Hal ini sesuai dengan kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dalam mall (makan,

(17)

60 menonton, shopping, dan hang-out di café). Sementara shoppers perempuan dapat menghabiskan uang minimal lima ratus ribu rupiah dalam sebulan dalam mall (70%). sebagian besar uang shoppers perempuan dihabiskan untuk kegiatan berbelanja, makan, dan menonton film. Menurut para shoppers jumlah tersebut adalah hal yang wajar untuk dihabiskan di dalam mall dan mereka menggunakan uang saku sesuai dengan gaya hidup mereka di ibukota.

Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jumlah Uang yang Dibelanjakan

Jumlah Uang Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%) < Rp. 300.000 4 (20,0) 3 (15,0) Rp.300.000 – Rp.500.000 3 (15,0) 3 (15,0) Rp.500.000 – Rp.1.000.000 7 (35,0) 6 (30,0) > Rp.1.000.000 6 (30,0) 8 (40,0)

Tempat yang Dikunjungi Dalam Mall

Shoppers laki-laki cenderung untuk mengunjungi bioskop (35%), restoran (40%), dan cafe (30%). Sementara shoppers perempuan lebih tertarik untuk pergi ke retail (65%) dan restoran (40%). Hal ini sesuai dengan pandangan masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan senang berbelanja dibandingkan laki-laki. Sementara laki-laki mengunjungi mall karena kebutuhan bersosialisasi dengan teman-temannya dan menghabiskan waktu luangnya.

(18)

61 Tabel 13. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Tempat yang Dikunjungi di Mall Tempat yang dikunjungi Laki-laki Perempuan Jumlah (%) Jumlah (%) Retail 4 (20,0) 13 (65,0) Restoran 8 (40.0) 8 (40,0) Gerai Aksesoris 0 3 (15,0) Cafe 6 (30,0) 4 (20,0) Toko Buku 4 (20,0) 1 (5,0) Bioskop 7 (35,0) 7 (35,0) Toko Musik 1 (5,0) 2 (10,0) Toko Handphone 1 (5,0) 0 Tujuan ke Mall

Tujuan utama shoppers laki-laki dan perempuan pergi ke mall adalah untuk mengisi waktu luangnya. Akan tetapi shoppers perempuan juga sering membeli kebutuhan sehari-hari dalam mall dibandingkan dengan laki-laki yang cenderung mengisi waktu luangnya saja.

Tabel 14. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Tujuan ke Mall

Tujuan Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%)

Membeli kebutuhan sehari-hari 4 (20,0) 7 (35,0) Bersosialisasi dengan teman 4 (20,0) 3 (15,0)

Mengisi waktu luang 10 (50,0) 9 (45,0)

(19)

62 Orang yang Diajak Ke Mall

Shoppers baik laki-laki maupun perempuan biasanya pergi ke mall biasanya dengan teman-teman. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri remaja yang suka berkelompok dengan teman-teman sebayanya (peer group).

Tabel 15. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Orang yang Diajak ke Mall

Orang yang Diajak Laki-laki Perempuan Jumlah (%) Jumlah (%) Orang tua 1 (5,0) 1 (5,0) Saudara 0 1 (5,0) Pacar 4 (20,0) 2 (10,0) Teman 13 (65,0) 15 (75,0) Sendiri 2 (10,0) 1 (5,0)

Shoppers laki-laki biasanya menghabiskan tiga sampai empat kegiatan dalam mall dengan kegiatan yang paling banyak dilakukan adalah menonton, makan, dan hang-out di cafe. Mereka umumnya pergi ke mall lebih dari 11 kali dalam sebulan. Tujuan mereka ke mall adalah menghabiskan waktu luangnya dan waktu yang dihabiskannya adalah lebih dari tiga jam setiap pergi ke mall. Jumlah uang yang dihabiskan berkisar antara tiga ratus ribu rupiah hingga satu juta rupiah dan sering mengunjungi restoran, cafe, bioskop, dan toko buku. Shoppers laki-laki sering pergi ke mall bersama dengan teman-temannya. Sementara shoppers perempuan melakukan lebih dari tiga kegiatan dengan kegiatan paling sering dilakukan adalah berbelanja, makan, dan menonton. Mereka umumnya pergi ke mall lebih dari 11 kali dalam sebulan. Tujuan mereka ke mall adalah menghabiskan waktu luangnya dan waktu yang dihabiskannya adalah lebih dari tiga jam setiap pergi ke mall.Jumlah uang yang dihabiskan adalah lebih dari lima

(20)

63 ratus ribu rupiah dan sering mengunjungi retail, restoran, dan bioskop. Shoppers perempuan sering pergi ke mall bersama dengan teman-temannya.

6.2 Minat

Alasan Membeli Barang

Shoppers cenderung memilih harga, model, dan merek sebagai alasan paling penting dalam membeli barang karena keterbatasan uang yang dimilikinya. Walaupun demikian, mereka tetap memperhatikan model dan merek barang yang dibeli karena dapat memberikan prestice di kalangan remaja. Shoppers laki-laki terkadang juga melihat barang dari sisi manfaatnya (25%).

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Alasan Membeli barang

Alasan Membeli Barang Laki-laki Perempuan Jumlah (%) Jumlah (%) Harga 6 (30,0) 9 (45,0) Kualitas 1 (5,0) 1 (5,0) Manfaat 5 (25,0) 2 (10,0) Model 4 (20,0) 5 (25,0) Merek 3 (15,0) 3 (15,0) Discount 1 (5,0) 0

Alasan Memilih Mall yang Sering Dikunjungi

Shoppers perempuan lebih memilih mall yang lebih dekat dengan rumahnya untuk dikunjungi karena alasan kemudahan dalam mengaksesnya. Selain itu orangtua shoppers perempuan lebih protektif terhadap anaknya dibandingkan dengan shoppers laki-laki. Sementara shoppers laki-laki lebih memilih mall yang enak dan nyaman sebagai alasan untuk pergi ke mall.

(21)

64 Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Alasan Memilih Mall yang Sering Dikunjungi

Alasan Memilih Mall Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%)

Barangnya murah-murah 0 1 (5,0)

Dekat dengan rumah 6 (30,0) 9 (45,0)

Banyak fasilitas hiburan 1 (5,0) 2 (10,0)

Enak dan nyaman 10 (50,0) 7 (35,0)

Banyak tempat hang-out 2 (10,0) 1 (5,0)

Lainnya 1 (5,0) 0

Alasan Belanja ke Mall

Berdasarkan Tabel 18, alasan remaja shoppers laki-laki berbelanja di mall yaitu terdapat banyak pilihan dan nyaman. Begitu pula dengan shoppers perempuan yang memiliki alasan yang sama dengan shoppers laki-laki. Pilihan yang bervariasi menunjukkan karakter remaja yang masih ingin mengeksplorasi dunianya dan mereka menyukai tempat-tempat yang dapat mendukung kenyamanan mereka di saat mereka berbelanja.

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Alasan Belanja di Mall

Alasan Belanja Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%) Nyaman 5 (25,0) 6 (30,0) Gengsi 3 (15,0) 4 (20,0) Kualitas Terjamin 3 (15,0) 2 (10,0) Fasilitas Terjamin 0 1 (5,0) Banyak Pilihan 6 (30,0) 7 (35,0) Lainnya 3 (15,0) 0

(22)

65 Barang yang Diminati di Dalam Mall

Berdasarkan Tabel 19, shoppers perempuan lebih berminat terhadap barang-barang yang dapat meningkatkan status dan penampilan mereka seperti perlengkapan berpakaian (70%) dan barang elektronik (30%). Perlengkapan olahraga lebih diminati oleh shoppers laki-laki karena dapat memberikan performa dan penampilan yang lebih baik (35%). Selain itu shoppers laki-laki juga tertarik kepada alat-alat hiburan (game, CD, dan DVD) sebesar 25 persen. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Barang yang Diminati di Mall

Barang yang Diminati Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%) Perlengkapan Olahraga 7 (35,0) 2 (10,0) Buku 2 (10,0) 4 (20,0) Alat Hiburan 5 (25,0) 3 (15,0) Perlengkapan Berpakaian 4 (20,0) 14 (70,0) Makanan/minuman 1 (5,0) 3 (15,0) Barang Elektronik 3 (15,0) 6 (30,0) Lainnya 2 (10,0) 1 (5,0)

Tempat yang Disukai

Tempat yang paling disukai oleh shoppers perempuan adalah butik pakaian (75%) dibandingkan shoppers laki-laki yang hanya 30 persen. shoppers perempuan sebagai remaja memilih untuk berpakaian yang mengikuti mode dan berpakaian sesuai dengan kelompoknya. Sementara itu, restoran merupakan tempat yang disukai oleh shoppers laki-laki karena biasanya mereka menghabiskan waktu di dalam mall, sehingga mereka membutuhkan makan dan minum (40%).

(23)

66 Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Tempat yang Disukai

Tempat yang Disukai Laki-laki Perempuan

Jumlah (%) Jumlah (%) Game Center 2 (10,0) 0 Supermarket 0 2 (10,0) Restoran 8 (40,0) 2 (10,0) Gerai Aksesoris 1 (5,0) 2 (10,0) Butik Sepatu 3 (15,0) 1 (5,0) Butik Pakaian 6 (30,0) 15 (75,0) Lainnya 4 (20,0) 1 (5,0)

Umumnya shoppers laki-laki membeli barang dengan melihat harga, model, merek, dan manfaat. mereka berbelanja di mall karena banyak pilihan barang dan nyaman. mereka pergi ke mall karena tempatnya yang enak dan nyaman serta banyak tempat hang-out. Tempat yang disukainya adalah restoran. Shoppers laki-laki umumnya menyukai perlengkapan olahraga dan alat hiburan. Sementara shoppers perempuan membeli barang dengan melihat harga, model, dan merek. Mereka berbelanja di mall karena dekat dengan rumah dan nyaman. mereka pergi ke mall karena tempatnya yang enak dan nyaman serta banyak tempat hang-out. Tempat yang disukainya adalah butik pakaian. Shoppers perempuan cenderung lebih menyukai perlengkapan berpakaian dan barang elektronik.

6.3 Opini

Opini Mengenai Harga Barang di Mall

Shoppers berpendapat bahwa harga barang yang dijual di mall tidak selalu lebih murah daripada barang yang dijual di tempat lain (75%) karena mereka

(24)

67 merasa bahwa dengan harga yang sama dapat diperoleh barang yang tidak kalah kualitasnya dengan barang di mall. Walaupun demikian mereka tetap membandingkan harga barang dalam mall dengan di luar mall terlebih dahulu sebelum membelinya.

Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai Harga Barang di Mall

Opini Mengenai Harga Barang di Mall Jumlah (%) Harga barang di mall lebih murah daripada barang

di luar mall 7 (17,5)

Harga barang di mall tidak selalu lebih baik lebih

mahal daripada barang di luar mall 30 (75,0) Harga barang di mall tidak lebih murah daripada

barang di luar mall 3 (7,5)

Opini Mengenai Kualitas Barang di Mall

Pada Tabel 22, dapat dilihat bahwa sebagian besar shoppers percaya bahwa barang-barang di mall lebih baik dibandingkan di tempat lain (50%). Para shoppers merasa bahwa barang yang dijual di dalam mall terjamin kualitas dan mutunya sehingga tidak perlu pusing dalam memilih barang-barang yang akan dibeli. Akan tetapi, tidak sedikit shoppers yang berpendapat bahwa kualitas barang yang dijual di luar mall lebih baik daripada barang di dalam mall (27,5%). Tabel 22. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai

Kualitas Barang di Mall

Opini Mengenai Kualitas Barang di Mall Jumlah (%) Kualitas barang di mall lebih baik daripada barang

di luar mall 20 (50,0)

Kualitas barang di mall tidak selalu lebih baik

daripada barang di luar mall 9 (22,5)

kualitas barang di mall lebih jelek daripada barang

(25)

68 Opini Mengenai Mall Sebagai Gaya Hidup Remaja

Zaman sekarang mall dianggap sebagai suatu gaya hidup bagi kaum remaja. Berdasarkan Tabel 23, sebagian besar shoppers, baik laki-laki maupun perempuan mengatakan bahwa hal tersebut memang benar, yaitu sebesar 45 persen. Sebagian besar remaja mengganggap mall sebagai gaya hidupnya karena di sana mereka dapat bersosialisasi dengan teman-temannya yang sebaya dan sepaham.

Tabel 23. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai Mall Sebagai Gaya Hidup Remaja

Opini Mengenai Mall Sebagai Gaya Hidup Remaja Jumlah (%) Mall merupakan gaya hidup remaja 18 (45,0) Mall tidak selalu menjadi gaya hidup remaja 13 (32,5)

Mall bukan sebagai gaya hidup remaja 9 (22,5)

Opini Mengenai Fungsi Mall

Fungsi mall adalah sebagai tempat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tempat penghilang stress. Dapat dilihat pada Tabel 24 bahwa sebagian besar shoppers setuju bahwa mall merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tempat penghilang stress (47,5%).

Tabel 24. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Mengenai Fungsi Mall

Opini Mengenai Fungsi Mall Jumlah (%) Mall sebagai tempat memenuhi kebutuhan sehari-hari

dan tempat penghilang stress 19 (47,5)

Mall tidak selalu menjadi tempat memenuhi kebutuhan

sehari-hari dan tempat penghilang stress 10 (25,0) Mall tidak sebagai tempat memenuhi kebutuhan

(26)

69 Menurut data di atas dapat diperoleh bahwa barang di mall lebih baik daripada tempat lain karena kualitas barang atau mutu barang lebih terjamin. Namun shoppers juga berpendapat bahwa harga barang cukup bersaing dengan tempat lain. Shoppers yakin bahwa mall merupakan tempat hiburan, melepas stress, dan sangat dibutuhkan oleh remaja saat ini. Remaja saat ini tidak dapat terlepas dari mall seolah hal tersebut sudah menjadi bagian dari kesehariannya dan menjadi gaya hidupnya. Keempat opini di atas dapat menunjukkan bahwa kebanyakan responden memiliki penilaian positif dengan mall (47,5%), akan tetapi tidak sedikit yang memiliki penilaian negatif terhadap mall (27,5%).

Tabel 25. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Opini Responden Mengenai Mall

Opini Responden Mengenai Mall Jumlah (%)

Penilaian Positif 19 (47,5)

Tidak Tentu 10 (25,0)

(27)

70 BAB VII

TIPOLOGI SHOPPERS

7.1 Tipologi Shoppers

Indikator yang menentukan tipologi shoppers adalah jumlah kegiatan, jumlah uang yang dikeluarkan, tujuan ke mall, opini mengenai barang di mall, dan waktu yang dihabiskan dalam mall.Kemudian tipologi shoppers dapat dibagi tiga berdasarkan indikatornya, yaitu beginner shoppers, real shoppers, dan socialize shoppers.

Tabel 26. Penentuan Tipologi Shoppers

Skor Tipologi

5 – 9 Beginner shoppers

10 – 14 Socialize shoppers

>14 Real Shoppers

Tabel 26 di atas menunjukkan bahwa shoppers dibagi menjadi tiga tipe. Beginner shoppers memiliki gaya hidup yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dalam shopping mall dan mencari hiburan dalam mall dengan pergi menonton bioskop dan makan. Socialize shoppers yaitu gaya hidup yang shopping mall yang mengutamakan memperoleh hiburan di mall dan bersosialisasi dengan teman-temannya di café dan restoran. Real shoppers memiliki gaya hidup keterlibatan tinggi dengan shopping mall, dimana mereka menghabiskan waktu dan biaya yang besar di mall yang biasanya untuk berbelanja.

(28)

71 Tabel 27. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tipologinya

Tipologi Jumlah (orang) Persentase (%)

Beginner shoppers 6 15

Socialize shoppers 20 50

Real Shoppers 14 35

Shoppers memiliki bermacam tipe dan yang terbanyak adalah shoppers yang memiliki gaya hidup socialize shoppers, yaitu gaya hidup shopping mall yang mengutamakan memperoleh hiburan di mall daripada berbelanja atau mencari sesuatu yang benar-benar dibutuhkan (Tabel 27). Selain itu real shoppers cendrung jumlahnya masih lebih banyak daripada beginner shoppers. Real shoppers memiliki gaya hidup keterlibatan tinggi dengan shopping mall, dimana mereka menghabiskan waktu dan biaya yang besar di mall. Dengan demikian dapat dikatakan shoppers mempunyai gaya hidup yang cenderung konsumtif, yaitu shoppers yang pergi ke mall lebih bertujuan menghabiskan waktu, mencari hiburan dan membeli barang-barang yang cenderung lebih didasarkan keinginan daripada kebutuhan. Sementara itu beginner shoppers adalah shoppers dengan gaya hidup dengan keterlibatan rendah dengan shopping mall, dimana mereka hanya menghabiskan uangnya untuk kebutuhan sehari-hari, khususnya pada kebutuhan primer.

7.2. Tipologi Real Shoppers

Menurut Agustina (2005), remaja sering menghabiskan waktu luang mereka bersama kelompok sebayanya dan melakukan berbagai aktivitas dalam mall. Hal ini sesuai dengan gambaran real shoppers yang sering pergi ke mall dengan teman-temannya untuk mengisi waktu luangnya dan mereka menghabiskan

(29)

72 sebagian besar waktu mereka dalam mall untuk berbelanja di butik atau retail dan pergi menonton film di bioskop.

Barang yang ditawarkan dalam mall dan kondisi mall biasanya lebih ditujukan pada perempuan (Rosandi, 2004) menjadikan Sebagian besar real shoppers adalah perempuan.

Rosandi (2004) mengatakan bahwa remaja telah bersikap konsumtif dengan berbelanja tidak sesuai dengan kebutuhan dan membelanjakan uang berlebih pada kebutuhan penampilan. Seorang real shoppers dapat menghabiskan uang lebih dari satu juta dalam satu bulan, untuk berbelanja barang-barang dibutuhkan ataupun tidak dibutuhkan sama sekali dan mereka sering menggunakan uangnya untuk menjaga penampilan dirinya dengan membeli perlengkapan berpakaian dan mereka sering memperhatikan merek barang yang digunakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa real shoppers adalah remaja konsumtif.

Rata-rata real shoppers adalah mahasiswa berusia 19 – 22 tahun (late adolescent). Real shoppers umumnya berasal dari keluarga kalangan atas yang sebagian besar dari kedua orang tua shoppers bekerja sebagai wiraswasta. Kebanyakan dari mereka bersekolah di sekolah kelas elit dan biasanya menggunakan mobil pribadi untuk pergi ke sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa real shoppers tidak memiliki kesulitan dalam memperoleh uang karena pada umur demikian remaja cenderung telah diberi kebebasan dalam menggunakan uang yang diberikan padanya.

Keluarga real shoppers biasanya berbelanja di mall dan mereka sering menghabiskan waktu luang bersama keluarga mereka dengan melakukan aktivitas beginner sekaligus menjadikan faktor pengeluaran terbesar keluarga shoppers.

(30)

73 Hal ini sejalan dengan Hawkins, Best, dan Coney (1995) yang menyatakan bahwa pembentukan gaya hidup seseorang terjadi sejak kecil dan diperngaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah keluarga dan tempat tinggalnya. Dalam hal ini gaya hidup keluarga real shoppers telah mempengaruhi gaya hidup dan pilihan konsumsi shoppers.

Real shoppers umumnya memiliki tingkat keterdedahan yang tinggi terhadap media massa. Sebagian besar dari shoppers cenderung menggunakan media cetak, khususnya majalah untuk memperoleh informasi tentang trend remaja sekarang (Cosmopolitan, FHM, Esquire). walaupun tidak sesering mengakses media cetak, shoppers juga sering menggunakan media elektronik (televisi dan internet). Dengan semakin tingginya keterdedahan shoppers terhadap media massa, maka memudahkan mereka untuk lebih bersikap konsumtif. Hal ini sesuai dengan teori Agustina (2005) yang menyatakan bahwa remaja merupakan salah satu golongan masyarakat yang rentan terhadap pengaruh iklan.

Real shoppers juga mempercayai bahwa barang yang terdapat di dalam mall lebih baik daripada barang yang di tempat lain. Selain itu mereka juga yakin bahwa mall dapat membantu mereka untuk menghilangkan stress, memperoleh seluruh kebutuhan sehari-hari, dan sebagai tempat untuk hiburan.

7.3 Tipologi Socialize shoppers

Karakteristik socialize shoppers adalah remaja yang memiliki tingkat gaya hidup shopping mall yang biasanya menghabiskan 2-3 jam waktu di dalam mall dengan teman-temannya dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menghibur seperti melihat-lihat barang di gerai atau retail, makan di restoran

(31)

74 ataupun hang-out di café dan mereka juga sering menonton film di bioskop. Hal tersebut sesuai dengan gambaran remaja menurut Agustina (2005), yaitu sering menghabiskan waktu luang mereka bersama kelompok sebayanya dan melakukan berbagai aktivitas dalam mall. Sama halnya dengan Santrock (2003), seorang remaja dengan usia 15 – 18 tahun akan menjadi percaya diri secara fisik dan mendapatkan kebebasan psikologis dari orangtua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis.

Socialize shoppers umumnya adalah laki-laki. Hal ini disebabkan karena saat ini remaja laki-laki banyak mengunjungi mall untuk berkumpul bersama dengan teman-teman dan menghabiskan waktu luangnya. Socialize shoppers cenderung menghabiskan uang dalam mall Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 setiap bulannya. Mereka melakukan kegiatan seperti pergi ke restoran, menonton film di bioskop, dan hang-out di café yang rata-rata menghabiskan Rp 150.000 dalam mall setiap kegiatan. Bahkan tidak jarang socialize shoppers pergi berbelanja dan menghabiskan uang lebih banyak lagi. Dengan demikian mereka juga dapat digolongkan sebagai remaja konsumtif menurut Rosandi (2004) yang mengatakan bahwa remaja cenderung boros dalam menggunakan uangnya untuk keperluan beginner.

Kebanyakan socialize shoppers berumur 15 – 18 tahun (middle adolescent) dengan pendidikan SMA atau perguruan tinggi. Biasanya shoppers berasal dari kalangan menengah ke atas dengan orangtua sebagai wiraswasta sehingga mereka dapat bersekolah di sekolah kelas menengah dan elit. Mereka juga sering menggunakan mobil pribadi untuk pergi ke sekolah walaupun ada dari shoppers

(32)

75 yang menggunakan sepeda motor. Hal inilah yang menurut Rosandi (2004) sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif seorang remaja. Seorang remaja yang memiliki status sosial ekonomi menengah ke atas akan memiliki peluang lebih besar untuk berperilaku konsumtif yang cenderung membutuhkan kemampuan finansial yang memadai.

Socialier shoppers biasanya menggunakan media elektronik, khususnya internet dan televisi dalam memperoleh info terbaru tentang hal-hal yang mereka sukai, seperti alat elektronik, pakaian dan perlengkapannya, info tentang café dan restoran terbaru dan film yang ditayangkan di bioskop. Pada masa sekarang, kemudahan mereka dalam memperoleh akses internet di perkotaan sudah jauh lebih mudah dibandingkan tahun 90an. Dengan demikian, internet telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi masyarakat perkotaan. Selain media elektronik, mereka juga menggunakan media cetak, terutama majalah untuk memperoleh info yang tidak diperoleh di internet. Majalah yang biasa dibaca oleh socialize shoppers biasanya tentang lifestyle dan trend remaja masa sekarang. Iklan yang beredar di media massa cenderung mempunyai pengaruh yang besar dalam menimbulkan perilaku konsumtif dan merubah gaya hidup seseorang.

7.4 Tipologi Beginner shoppers

Beginner shoppers berpendapat bahwa mall hanyalah sebagai sebuah tempat untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan menganggap barang-barang yang dijual di dalam mall lebih mahal dibandingkan ditempat lain. Mereka cenderung pergi ke bioskop dan restoran fastfood daripada ke tempat lain dalam mall. Hal ini berbeda dengan ciri remaja yang cenderung mengikuti trend dan lebih sering

(33)

76 menghabiskan banyak waktu dalam mall (Rosandi, 2004). Mereka tidak mengikuti trend remaja yang sering hang-out dalam mall bersama dengan teman-temannya.

Mereka hanya menghabiskan kurang dari Rp. 500.000 di dalam mall dan para remaja ini hanya akan berbelanja apabila barang yang diinginkan sedang sale atau diskon. Mereka juga hanya menghabiskan waktu kurang dari 2 jam di dalam mall. Walaupun demikian, mereka termasuk dalam keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke atas.

Sebagian besar beginner shoppers adalah murid SMA dengan usia 15 – 18 tahun (middle adolescent). Mereka juga bersekolah di sekolah kelas menengah dan elit dengan mobil pribadi sebagai kendaraan mereka untuk pergi ke sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa beginner shoppers bukan dari keluarga kurang mampu.

Tingkat keterdedahan mereka terhadap media massa juga tinggi, khususnya pada media elektronik. Akan tetapi, mereka juga sering media cetak seperti koran. Mereka menggunakan televisi dan internet untuk memperoleh informasi tentang hal yang disukainya. Walaupun mereka jarang pergi ke mall, akan tetapi akses mereka masih sering mengakses media massa.

(34)

77 7.5 Perbandingan Tipologi Shoppers

Tabel 28. Membandingkan Tipologi Shoppers Berdasarkan Indikator Shoppers Indikator Real Shoppers Socialize shoppers Beginner shoppers Jumlah Uang yang

Dikeluarkan > Rp. 1.000.000

Rp. 500.000 –

Rp. 1.000.000 < Rp. 500.000 Tujuan ke mall Mengisi waktu

luang

Bersosialisasi dengan teman dab mengisi

waktu luang

Membeli kebutuhan sehari-hari Opini Mengenai

Harga dan Kualitas Barang di mall

Barang di mall harganya dan kualitasnya lebih

baik

Barang di mall harga dan kualitasnya kadang lebih baik

Barang di luar mall harga dan kualitasnya lebih

baik Jumlah Waktu yang

Dihabiskan di Dalam Mall

>3 jam 2-3 jam <2 jam Pada Tabel 28, dapat dilihat bahwa real shoppers memiliki jumlah pengeluaran paling besar apabila dibandingkan dengan kedua tipologi lainnya. uang tersebut digunakan lebih untuk berbelanja barang-barang yang kurang dibutuhkan. Sementara itu beginner shoppers yang menggunakan uang relatif paling sedikit jumlahnya dan cenderung untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Socialize shoppers pergi ke mall untuk melakukan kegiatan bersama teman-temannya. Mereka sering melakukan kegiatan makan di restoran, hang-out di café, dan pergi menonton. Berdasarkan opini shoppers, socialize shoppers berbeda dengan kedua tipe lainnya. Mereka beranggapan bahwa barang yang dijual dalam mall kualitasnya kadang lebih baik dan mahal, kadang lebih jelek dan murah kualitasnya. Hal ini dapat dipahami karena berbelanja bukanlah tujuan utama mereka. Socialize shoppers lebih tertarik ke mall untuk bersosialisasi, sedangkan kedua tipe lainnya memang memiliki tujuan berbelanja ke mall sehingga mereka mempunyai evaluasi positif terhadap barang-barang yang dijual di mall. Sementara itu beginner shoppers menghabiskan waktu paling sedikit pada umumnya remaja awal dengan uang saku yang relatif terbatas.

(35)

78 Karakteristik real shoppers dan socialize shoppers adalah gambaran umum dari remaja saat ini yang cenderung memiliki keterdedahan yang tinggi terhadap media massa dan banyak pergi ke shopping mall. Mereka cenderung bersikap konsumtif dengan membelanjakan uangnya bukan pada kebutuhan primer, melainkan pada hal-hal yang kurang dibutuhkan, sering pergi hang-out di café (Rosandi, 2004).

Tabel 29. Membandingkan Tipologi Shoppers berdasarkan Karakteristik Individu Karakteristik

Individu Real Shoppers Socialize shoppers Beginner shoppers Umur 19 – 22 tahun 15 – 18 tahun 15 – 18 tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Pendidikan Perguruan Tinggi SMA dan

Perguruan Tinggi SMA Jenis Media Massa Media Cetak Media elektronik Media elektronik

Jenis Media Cetak Majalah Majalah Koran

Tempat yang

Dikunjungi Retail dan bioskop

Retail, café, bioskop, dan

restoran

Bioskop dan restoran Tabel 29 menunjukkan bahwa sebagian besar shoppers berusia 15 – 18 tahun (middle adolescent), yaitu socialize shoppers dan beginner shoppers. Sementara real shoppers berusia 19 – 22 tahun. Santrock (2003) menyatakan bahwa pada umur 15 – 18 tahun, seorang remaja secara fisik akan menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan psikologis dari orangtua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis. Hal ini sesuai dengan ciri socialize shoppers yang lebih sering menghabiskan waktu bersama dengan teman-temannya. Sementara real shoppers lebih tertarik dengan kegiatan berbelanja dibandingkan dengan beginner shoppers dan socialize shoppers. Dengan demikian real shoppers memiliki ketertarikan akan barang-barang dan gaya hidup konsumtif tertinggi. Socialize shoppers merupakan tahap transisi dari beginner shoppers menjadi real

(36)

79 shoppers karena pada usia demikian socialize shoppers mulai melakukan kegiatan berbelanja dibanding kegiatan yang makan dan menonton film.

Real shoppers dapat melakukan kegiatan berbelanja yang cenderung menghabiskan uang banyak karena pada umur 19 – 22 tahun remaja cenderung memperoleh uang lebih banyak dan lebih bebas menggunakan uang yang diberikan orangtuanya. Apabila dibandingkan dengan socialize dan beginner shoppers, mereka masih mendapatkan batasan uang yang diberikan.

Socialize shoppers umumnya berjenis kelamin laki-laki, apabila dibandingkan dengan real shoppers dan beginner shoppers yang cenderung berjenis kelamin wanita. Sementara itu, socialize shoppers paling banyak mengunjungi tempat-tempat dalam mall. Akan tetapi, socialize shoppers lebih sering makan, menonton, dan hang-out dibandingkan pergi berbelanja di retail yang paling sering dilakukan oleh real shoppers. Kesemua kegiatan yang dilakukan oleh real shoppers dan socialize shoppers sama-sama merupakan kegiatan menghabiskan uang dan cenderung bersikap konsumtif. Remaja zaman sekarang dikatakan lebih banyak membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan terhadap gaya hidup mereka (Rosandi, 2004).

Ketiga tipologi ini tidak jauh berbeda dalam waktu mengakses dalam tingkat keterdedahan terhadap media massa,. Shoppers hanya dibedakan berdasarkan jenis media massa yang lebih sering mereka akses. Real shoppers cenderung menggunakan media cetak dibandingkan dengan socialize shoppers dan leiusre shoppers. Sementara itu hanya beginner shoppers yang menggunakan koran sebagai media cetak utamanya dan real shoppers serta socialize shoppers cenderung memilih majalah sebagai media cetak utamanya. Majalah yang biasa

(37)

80 dibaca oleh mereka biasanya mengenai gaya hidup dan trend masa kini (Cosmopolitan, FHM, esquire, dan lainnya). Media massa tersebut menggunakan teknik jarum suntik dalam menyebarkan trend-trend terkini yang menjadikan shoppers tertarik. Selain itu shoppers sebagai remaja tentu memiliki sifat mudah termakan rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja dengan menggunakan media massa. Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadikan shoppers bertindak konsumtif mereka dapat dengan mudah terpengaruh oleh informasi yang diberikan oleh media massa. Hal ini sesuai dengan Rosandi (2004) yang mengatakan bahwa yang menyebabkan remaja berperilaku konsumtif adalah bahwa keterdedahan pada media massa (mass media exposure). Kemudahan dalam mengakses pada media massa dan iklan menarik yang tersebar dimana-mana membuat para remaja mudah terbujuk oleh produk yang ditawarkan dalam iklan sehingga remaja berperilaku konsumtif.

Gambar

Gambar 2. Mall Kelapa Gading
Gambar 3. Pluit Village
Gambar 4. Senayan City
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan
+7

Referensi

Dokumen terkait