• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL TERAPI LINGUISTIK UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA PENDERITA DISATRIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL TERAPI LINGUISTIK UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA PENDERITA DISATRIA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KONGRES INTERNASIONAL MASYARAKAT LINGUISTIK INDONESIA KIMLI 2011 

169 

MODEL TERAPI LINGUISTIK UNTUK PENINGKATAN

KEMAMPUAN BERBICARA PENDERITA DISATRIA

Gusdi Sastra [email protected] Universitas Andalas Padang

PENDAHULUAN

Dalam penggunaaan bahasa verbal, setiap manusia dibekali kemampuan untuk berbahasa. Tetapi kemampuan tersebut pada manusia berbeda, ada yang normal dan ada yang tidak normal. Orang yang tidak mampu berbahasa secara normal, banyak ditemui di tengah-tengah masyarakat, salah satunya adalah apa yang diderita oleh seorang penderita disartria akibat dari gangguan bicara yang dialaminya. Kerusakannya mungkin di bagian saraf bahasa pada otak akibat sesuatu, pada alat artikulasi, atau akibat tekanan mental sehingga ia kehilangan kemampuan dalam berbahasa atau mengalami gangguan saraf motorik kortikal berbahasa.

Penelitian terhadap gangguan motorik kortikal berbahasa, khususnya terhadap penderita berbahasa dan berbicara telah dilakukan. Tidak saja oleh dokter ahli saraf (neurolog), tetapi beberapa tahun terakhir, terutama sejak munculnya penelitian neurolinguistik di Indonesia oleh Suhardiyanto (2000) sebagai ahli bahasa (linguis), maka telah dimulai penelitian dari aspek kebahasaan terhadap penderita gangguan berbahasa. Ia mengkaji gejala segmental berbahasa yang dialami oleh seorang penderita afasia Broca. Penelitian tersebut membuktikan bahwa ahli bahasa dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu neurolog terutama dalam hal melihat aspek linguistik penderita gangguan berbahasa. Kemudian Sastra (2005), melakukan penelitian gangguan berbahasa pada penderita afasia penutur bahasa Minangkabau. Pada tahun 2007, Sastra juga telah mencoba mengembangkan penelitian gangguan berbahasa pada penderita afasia kepada aspek terapi bahasanya, yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dan berbicara.

Salah satu dari sekian banyak gangguan berbicara itu adalah disartria. Disartria merupakan gangguan artikulasi. Travis (1971:11) mendefinisikan disartria sebagai gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan. Hilangnya kontrol otot-otot ini mungkin dapat berupa kelemahan, perlambatan atau non-koordinasi. Gangguan berbicara ini menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan pola-pola motorik wicara yang mengarah kepada kelumpuhan, kelemahan, atau kesalahan dalam mengorganisasikan otot-otot wicara.

Penderita disartria tidak mengalami kesulitan dalam memahami suatu ujaran, membaca, dan menulis. Mereka hanya mengalami kesulitan dalam mengujarkan suatu ujaran. Selain itu, ketidakmampuan dalam berbicara pada penderita disartria dapat disebabkan oleh kelainan atau gangguan bawaan pada bagian lidah yang sulit digerakkan. Gangguan pada gerakan lidah ini mengakibatkan kesulitan dalam berbahasa lisan. Disartria ini terjadi karena adanya gangguan koordinasi antara otot pernapasan, laring, pharing, langit-langit, lidah, dan bibir. (Evans, 1999: 57)

Disartria merupakan gangguan bahasa yang lebih kepada bagaimana perintah dan koordinasi berbagai jenis motorik untuk menghasilkan suatu tuturan menjadi terganggu yang disebabkan oleh terganggunya artikulasi di rongga mulut. Gejala disartria ini sering terjadi ketika seseorang sedang berinteraksi secara lisan. (Sastra, 2010:60)

Dengan dimikian, penelitian terhadap gangguan verbal yang diderita oleh penderita disartria, perlu dilakukan. Penerapan Model Terapi Lingusitik (selanjutnya disingkat MTL) yang telah dirancang melalui penelitian untuk terapi bahasa, akan dapat mengungkapkan bagaimana penderita disartria berfikir dan mengekspresikan perasaannya untuk upaya kesembuhan. Model terapi ini dapat membantu penderita dalam upaya kesembuhan kemampuan berbicaranya agar dapat berkomunikasi dengan orang lain.

(2)

KONGRES INTERNASIONAL MASYARAKAT LINGUISTIK INDONESIA KIMLI 2011 

170 

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penelitian ini dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk lingual komunikasi yang dapat dilakukan oleh penderita disartria sebelum dan setelah mendapatkan terapi linguistik?

2. Seberapa jauhkan emosi berpengaruh terhadap pengetahuan leksikal dan semantik penderita disartria?

3. Bagaimanakah pencapaian MTL yang diterapkan terhadap gangguan berbahasa para penderita disartria?

Semua permasalahan tersebut dirumuskan dalam kerangka upaya untuk meningkatkan kemampuan berbahasa para penderita disartria, sehingga mereka mampu berkomunikasi sebagaimana manusia normal melalui MTL.

METODOLOGI Bentuk Terapi

Terapi bahasa diamati berdasarkan gejala gangguan pertuturan penderita. Gejala pertuturan maksudnya adalah kesulitan seseorang dalam menghasilkan suatu tuturan secara lancar. Geschwind (1981) mengatakan bahwa penderita afasia motorik mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata, sehingga penderita memperlihatkan gejala ekspresi verbal yang tidak fasih. Hal itu disebabkan karena kerusakan pada medan Broca. Afasia Broca letaknya berdekatan dengan korteks motorik hemisfer bagian depan sehingga penderita mengalami gangguan fungsi yang menjaga otot lidah, dagu dan juga tekak. Lumpuhnya otot pertuturan tersebut menyebabkan penderita mengalami gangguan berbahasa.

Apabila gejala tersebut telah disahkan oleh dokter saraf upaya penanganannya dari aspek medis, maka upaya penyembuhan dapat dilakukan, salah satunya adalah melalui terapi bahasa. Adapun bentuk terapi yang dapat dilakukan yaitu melalui metode terapi perilaku. Metode ini dilakukan melalui tiga aspek, antara lain; terapi terarah, terapi aktivitas, dan pencapaian efek terapi. Ketiga aspek tersebut diamati berdasarkan perilaku verbal penderita.

Kaidah Kajian

Kaidah neurolinguistik digunakan untuk menganalisis bentuk-bentuk kesilapan yang terjadi pada penderita strok penutur bahasa Minangkabau. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori Nunan (1992) tentang kaidah penelitian, yaitu merekam, merasa, dan memahami fenomena yang sebenarnya, apakah dari diri subjek maupun subjek individual dengan lingkungan bahasanya. Data diperoleh melalui metode observasi, studi kasus, dan pengamatan alami.

Berdasarkan hasil pelbagai bentuk kesilapan yang ditemukan, maka dihitung perolehan informasi leksikal, informasi perilaku, dan pencapaian metode terapi perilaku penderita menurut teori Prins (2004), sedangkan indeks keringkasan kesatuan, skor dihitung berdasarkan perilaku verbal melalui pemahaman bercerita. Di samping itu, metode stimulasi juga digunakan untuk pencapaian teknik terapi bahasa dan pembuktian kemampuan linguistik penderita. Simulasi yang dilakukan mengacu pada model Setyono (1998) yang diperoleh melalui simulasi visual, auditori, dan penempatan fonetik.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh perbandingan kelima bentuk kesilapan verbal penderita disartria, yaitu 32:48:4:10:5. Banyaknya jumlah kesilapan penghilangan dan penggantian, menandakan bahwa penderita mengalami gangguan pada tahap pengkodean fonologi. Menurut Kohn (1993), apabila penderita mengalami gangguan dalam memproduksi fonem, maka ia cendrung menggugurkan bunyi guna mencapai aspek fonetik sebuah tuturan. Perbandingan kelima bentuk verbal tersebut dapat dilihat dari grafik berikut:

(3)

KONGRES Pelb tiga unsu sedangkan dibanding dengan p maka dae oksipital. konsonan Pen mengalam kata-kata, keseluruh Pen kemampu tersimpan atau ditu dipahamin tersebut, m pengetahu dalam be diceritaka Pera baik peng Seluruh g memangg berhubung terus diad adalah: 90 S INTERNASIO bagai bentuk ur, yaitu onse n kedudukan gkan dengan endapat Darw rah yang pert

Daerah ini . Perbandinga

nderita disartr mi berbagai k , namun apa han yang mem ngetahun leks uan mengenal n di hemisfer lis, tetapi k nya. Apabila maka dapat d uan mengenai erbagai konse an secara umu asaan atau em galaman pera ambar menta gil respon-resp gan dengan p daptasikan ole 0 persen indek 0 50 100 150 200 250 ONAL MASYA kesilapan ter et, puncak, d onset dan k kesilapan se win (2000), y

tama kali terl merupakan d an jumlah kes ria mengalam kesulitas leks abila kata-ka mpunyai arti s sikal (pengar li aspek-aspe kanan. Pend alau ditunjuk kedua cara it disebut bahwa i hubungan in ep, tidak dap um dapat dipa mosi juga ber asaan primer l terikat deng pon kimia ya pengalaman. eh penderita d ks pengetahu 0 100 200 300 400 pgt 1 ARAKAT LINGU

rsebut dan dik dan kode. Se

ode akan dii egmen konso yang menyat luka tidak saj daerah pusat silapan segme mi gangguan p iko-semantik ata tersebut emantik. rtian kata) ak ek visual me derita strok u kkan sebuah u sudah dicob a penderita m ntrakonseptua pat dijelaskan ahami oleh pe rpengaruh ter r (yang diba gan perasaan-p ang mempeng Oleh sebab dalam memak an, 70 persen pgr 2 3 UISTIK INDON 171  kaitkan denga gmen yang m si oleh konso nan, yaitu 2 takan bahwa ja lobus front t bahasa yan en dapat dilih pada hemisfer k. Penderita m sering dipak kan disimpan elalui gambar umumnya suli h gambar da ba, namun pe mengalami ker al atau hubun n oleh pende enderita. rhadap penge awa sejak la perasaan terte garuhi proses itu melalui g knai berbagai n semantik, da pbhn tdk 4 NESIA an suku kata, menjadi punc onan. Kesilap 1:44 persen. apabila sese tal, tetapi jug ng mengawal hat dari grafik

r kiri, atau le mengalami ke kai, maka da nnya pada he r, menandaka it dalam mem ari kata itu, enderita masih rusakan di da ngan yang dija

erita, namun etahuan leksik hir) maupun entu, sedangk kognitif. Ma gambar-gamb konsep leksik an 60 persen p brtn pmdkn 5 setiap suku k cak suku kat pan vokal leb Kenyataan t eorang menga ga daerah tem saraf-saraf k berikut: esi tertentu m esulitan dalam apat dikenali emisfer kiri, an bahwa ko mahami isi y maka kata h juga tidak m aerah leksikal alin melalui a hubungan t kal dan sema n perasaan/em kan emosi kes akna sebuah p ar maka emo kal. Perbandin perasaan: vokal konsonan KIMLI 201 kata terdiri da ta ialah voka bih sedikit jik tersebut sesu alami disartri mporal-parieta motorik bun menyebabkan m menemuka i sebagai sa tetapi denga onsep itu jug yang diucapka tersebut aka memahami ka . Penyimpana analisis ciri-ci ematis apabi antik penderit mosi sekunde seluruhan dap perasaan salin osi-emosi aka ngan ketigany ari al, ka uai ia, al-nyi ia an tu an ga an an ata an iri ila ta, er. pat ng an ya

(4)

KONGRES Ber tidak saja Penangan tepat digu Info posterior. berbagai terapi pe berbahasa kanannya Pad indra. Ke akan dipe menjadi im Pen penderita kesilapan S INTERNASIO rkomunikasi a lingual, tetap nannya dapat m unakan dalam ormasi akan Pada tingkat stimulus. Pen rilaku (terka a penderita s tidak mengal da tingkat ko emudian pend ertimbangkan mpuls dalam ncapaian met disartria, dip fonologi, lek   ONAL MASYA dengan pend pi dapat dilak melalui meto mengamati p ditangkap me t kortikal terj ngetahuan se ait dengan p strok terutam lami ganggua rtikal, pengo derita akan m di daerah pre menjalankan tode terapi p peroleh peni ksikal dan sem

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 ARAKAT LINGU derita disartri kukan secara ode terapi peri pengolahan in elalui penden adi pengolah emantik dan a perasaan/emos ma masa peny an. olahan daya i membandingk e-frontal dan proses selekt perilaku seba ngkatan gra mantik seperti 2 3 4 UISTIK INDON 172  a ketika mas auditif dan v ilaku secara p nformasi otak garan, pengli an secara sad arti emosiona si) sangat d yembuhannya ingat terus te kan dengan p dilakukan be tif dari berbag agai upaya p afik indeks n i berikut: 5 6 7 NESIA sa penyembu visus (penglih pemeriksaan. k seperti berik ihatan, serta p dar. Penginteg al dalam hal diperlukan da a, karena dip erintegrasi da pengetahuan erbagai piliha gai leksikal y peningkatan k nonkesilapan uhan sebagai hatan) dan tak Model Prins kut: perabaan dan grasian terus ini terjadi. O alam menang perkirakan fu ari berbagai s semantik. Se an. Akhirnya ang tersimpan kemampuan berdasarkan KIMLI 201 bentuk terap ktil (perabaan s (2004) sang sampai di ota terjadi melal Oleh sebab i gani ganggua ungsi hemisf stimulus panc ebuah tindaka sebuah pikira n di otak. berkomunika n penghitunga pi, n). gat ak ui tu an fer ca an an asi an

(5)

KONGRES INTERNASIONAL MASYARAKAT LINGUISTIK INDONESIA KIMLI 2011 

173  KEPUSTAKAAN

Adams and Victor’s. 2002. Manual of Neurology. New York: McGraw-Hill Companies. Adams and Victor’s. 2009. Principles of Neurology. New York: McGraw-Hill Companies. Blumstein, S. 1994. Language: Psychological dan Biological. Cambridge Univ.

Dharmaperwira dan Prins. 2004. Gangguan-gangguan Komunikasi. Jakarta: Djambatan. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.

___________. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Corwin, Elizabeth. 1997. Patofiologi. Jakarta: EGC.

Dardjowidjojo, S. 2003. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dharmaperwira, Reni I.I dan Prins. 2000. Disartria – Apraksia Verbal dan TEDYVA. Jakarta: Indomedika.

Evans, R.W. 1999. Diagnostic Testing in Neurology. Philadelphia: Saunders Company.

Goldrick, Matthew. 2010. Linking speech errors and generative phonological theory. Northwestern University.

Ingram, J.C.L. 2007. Neurolinguistics: An Introduction to Spoken Language Processing and Its Disorder. New York: Cambridge University Press.

Keraf, Gorys. 1984. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.

Listiani, Endang. 2009. Penyimpangan Fonologis pada NS (Studi Kasus Pasien Disartria di Rumah Sakit Jiwa Pusat Surakarta. Skripsi. Solo: Universitas Sebelas Maret.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo.

Marisa, Rika. 2010. Gangguan Berbahasa Lisan Penderita Cerebral Palsy Jenis Spasticity di SDLBN No. 31 Kelurahan Pondok Duo Kecamatan Pariaman Tengah. Skripsi. Padang: Universitas Andalas.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rachmawati, Endah. 2003. Proses Pengubahan Perilaku dalam Terapi Wicara pada Penderita Disartria. Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Rahmita, Jenny. 2006. Gangguan Berbahasa Penderita Disleksia: Suatu Kajian Neurolinguistik. Skripsi. Padang: Universitas Andalas

Sastra, Gusdi. 2005. Ekspresi Verbal Penderita Strok dari Sudut Analisis Neurolinguistik. Disertasi. Kuala Lumpur: Universiti Putra Malaysia.

Sastra, Gusdi. 2007. Metode Terapi Perilaku bagi Penderita Stroke. Prosiding Conaplin. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sastra, Gusdi. 2010. Neurologi Bahasa. Padang: Andalas University Press. Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

__________. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Syafyahya, Leni. 1993. Kemampuan Bahasa Verbal Penderita Skizofrenia: Suatu Kajian Psikolinguistik. Skripsi. Padang: Universitas Andalas.

Travis, L.E. 1971. Handbook of Speech Patology and Audiology. New York: Appleton Century. Sukmayanti. 2006. Kemampuan Bahasa Lisan Penderita Disartria: Suatu Tinjauan Psikolinguistik.

Skripsi. Padang: Universitas Andalas.

Vijayaletchumy a/p Subramaniam. 2008. Disleksia dalam Konteks Pembelajaran Bahasa di Malaysia. Pertanika Journal of Social Sciences and Humanities. 16(2): 115-139.

Yanis, Srifa. 2006. Bahasa Verbal Penderita Miastenia Gravis: Suatu Tinjauan Neurolinguistik. Skripsi. Padang: Universitas Andalas.

Referensi

Dokumen terkait