Prosiding Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLRTahun 2016 ISSN 0852-2979
ANALISIS EFISIENSI KALOR SISTEM EVAPORASI IPLR
Ajrieh Setyawan1, Andreas Krisyadi Mandik2Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-Badan Tenaga Nuklir Nasional Kawasan PUSPIPTEK Serpong Gedung 50
E-mail: ajrieh@batan.go.id
ABSTRAK
ANALISIS EFISIENSI KALOR SISTEM EV APORASI IPLR. Evaporator merupakan salah satu instrumen utama pengolahan limbah radioaktif cair. Mengingat sistem evaporasi telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun, maka perlu dihitung efisiensi kalor pada sistem evaporasi. Efisiensi kalor dihitung dengan data real input dan output steam pada sistem pengolahan dan dukung karakterisasi selama operasi evaporasi. Hasil perhitungan didapatkan efisiensi kalor pada sistem evaporasi sebesar 58%. Asumsi yang dapat mempengaruhi efisiensi kalor yaitu pressure drop pada pipa, transfer panas ke lingkungan, pembentukan korosi dan kerak, serta berbagai hal yang dapat memengaruhi kualitas steam.
Kata Kunci : Evaporasi, Kalor panas
ABSTRACT
ANALYSIS EFFICIENCY CALORIFIC IN RWI EVAPORATION SYSTEM. Evaporation is one of the main instruments of liquid radioactive waste treatment. Given the evaporation system has been in operation for over 30 years, it is necessary to calculate the efficiency of heat on evaporation system. Heat efficiency is calculated with real data input and output steam in processing systems and support the characterization during evaporation operation. Heat efficiency calculation resulting in evaporation systems in PTLR by 58%. Another assumption of the things that can affect the efficiency of the heat that is pressure drop in the pipe. the heat transfer to the environment. the formation of corrosion and scale. as well as a variety of things that can affect the quality of steam.
Keywords: Evaporation. calorific heat,
PENDAHULUAN
Evaporasi dapat didefinisikan sebagai suatu operasi dimana suatu larutan dipisahkan berdasarkan volatilitasnya. Komponen yang sulit menguap tetap berada dalam fase cair, sedangkan yang mudah menguap diubah dalam fase gas, sehingga didapatkan larutan yang lebih pekat. Perpindahan panas dan perpindahan massa adalah dua proses dasar yang terjadi dalam evaporasi. Selama proses evaporasi, harus diberikan kalor untuk menyediakan energi yang diperlukan untuk mengubah komponen volatil menjadi fase gas [I]
Selama proses evaporasi berlangsung, seringkali zat padat mengendap di sekitar bidang pemanas dan membentuk kerak. Adanya kerak menyebabkan terjadinya kenaikan tahanan terhadap perpindahan panas, dan akibatnya ialah semakin lambatnya proses pemisahan pada evaporator. Pembentukan kerak semacam ini tidak dapat dicegah, dan terjadi pada semua jenis evaporator, tetapi kecepatan pembentukannya dapat diperlambat. Zat-zat pembentuk kerak paling terkenal adalah Ca(OHh, CaS04, Na2C03, Na2S04 dan garam-garam dari asam organik tertentu. Sangat tidak mungkin untuk mencegah pembentukan kerak apabila dalam sampel umpan terdapat bahan-bahan pembentuk kerak, kecepatan pembentukan dapat diperlambat dengan kecepatan yang tinggi lewat bidang pemanas. Salah satu cara untuk pembersihan kerak pada evaporator dapat digunakan bahan kimia yaitu dengan asam penghilang kerak seperti HN03.[2]
Ajrieh Setyawan, Andreas Krisyadi Mandik: Analisis Efisiensi Kaler ...
Neraca Bahan
v
Xy F &;s
Gambar 1: Diagram
single effect evaporator [3]Gambar 1 memperlihatkan diagram evaporator yang disederhanakan, dimana bidang pemanas dinyatakan oleh aliran S. Misalkan umpan masuk evaporator dengan kecepatan
F
kg/jam dan mengandung zat padat dengan fraksi massa XF.Zat hasil yang meninggalkan evaporator berupa cairan pekat sebanyakL
kg/jam dan mengandung solut dengan fraksi berat XL.Di samping itu dihasilkan pula V kg/jam uap yang mempunyai konsentrasi solut Xv. Persaman neraca bahan total dan neraca bahan solut di evaporator adalah:F
=
L+
V (1)
F x11'
=
LxL+
V x v(2)
Umumnya di dalam uap tidak terdapat solut, sehingga Xv sama dengan nol, sehingga persamaannya menjadi:
F
x
11'=
LxL •••••• ; •••••••• : ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••(3)
Kalor Sensibel dan Kalor Laten
Steam 120 10080
G60
~
I-
40 200 -20 0 100 Water + Steam 200 300 400 500 600 AO/m (caVg)Gambar 2 : Grafik suhu vs kalor spesifik
700 800
Gambar di atas menunjukkan ada 2 jenis hubungan antara energi kalor yang dimiliki suatu materi dengan temperatur.
I. Kenaikan temperatur sebanding dengan energi yang dimiliki
Sesuai dengan grafik di atas maka terdapat hubungan garis lurus antara LlQ/m dengan T. Untuk menghubungkan kedua variabel tersebut maka didefinisikan sebuah koefisien cp (kapasitas panas
Prosiding Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLRTahun 2016 ISSN 0852-2979
spesifik). Kapasitas panas spesifik yaitu jumlah kalor per satuan massa yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatumya sebanyak 1 satuan suhu. Sehingga hubungan antara Q dan T yaitu:
Q
=
11lCp6
T...
(4)
Dimana ilT merupakan selisih antara suhu suatu materi dengan suhu referensinya. Kalor yang dibutuhkan pada saat menaikkan temperatur disebut dengan kalor sensibel.
2. Tidak teIjadinya kenaikan temperatur pada saat perubahan fase
Pada saat perubahan fase, kalor yang diterima suatu materi digunakan untuk mengubah fase materi tersebut, sehingga tidak terjadi peningkatan suhu pada titik tersebut. Oleh karena itu tidak terdapat hubungan antara Q dan T, melainkan dikenal sebuah variabel yang diberi nama kalor laten spesifjk, dengan hubungan sebagai berikut.
Q
=
mL ( 5)L merupakan besamya jumlah energi per satuan massa yang dibutuhkan suatu materi untuk berubah fase. Nilainya bervariasi berdasarkanjenis materi yang diberikan kalor.
METODOLOGI
Tujuan analisis efisiensi kalor pada sistem evaporator untuk menghitung efisiensi kalor sistem evaporasi IPLR dan mengetahui hal-hal yang memengaruhi nilai efisiensi kalor. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan jumlah steam yang dibutuhkan dari hasil perhitungan menggunakan neraca kalor dengan steam yang digunakan pada praktiknya. Data mengenai kinerja evaporator dan fasilitas pendukung evaporator diambil dari penggunaan evaporator di PTLR pada tanggal20 Januari 2015.
Asumsi
a. Nilai cppada umpan, konsentrat dan destilat sarna dengan cp pelarut mumi (air) b. Limbah radioaktif cair sebagai masukan memiliki suhu 25°C
c. Tidak teIjadinya kenaikan titik didih pada konsentrat dan destilat d. Nilai konsentrasi massa pelarut (air) sarna dengan densitasnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis kalor umpan masuk dalam sistem evaporator dengan kecepatan F kg/jam wf = 0,75 g/I dan Vf = 0,71 m3/jam dan mengandung zat padat dengan fraksi massa XF. Zat hasil yang meninggalkan
evaporator berupa cairan pekat sebanyak L kg/jam dan mengandung solut dengan fraksi berat sebesar 104,8 g/l dengan tekanan steam 4,8 bar dan suhu 100°C
v
P"'''1'''''''''"=
46 mbar F WF=
0,75 gjl VF=
0,71m3fjam Sin Ps=
4,8 bar Sou, L \\'L=
104,8 gflAjrieh Setyawan, Andreas Krisyadi Mandik: Analisis Efisiensi Kalar ...
Kalor yang dibawa oleh Umpan
'\ =
m~c", T_l(
,.
rrr r,
9
9
_
PF=
wp+
w~ir,.F=
0,75T+
997T=
997,/5 gfl Wp 0,75gll
x-= -
=----=
7,5
X10-4
,. PF997,75
9 /1(
m")COOOl)Cjam)
(
g)(
1kg)
rnp=
Vpx
PF= 0,71 jam
· 1
m" .'3600 s· x
.997,75T· 1000 01 = 0,20
kgls kJ C1:)_.r=
4,18-k-·g.K
Tp=
25"C= 298
K elF=
mFCpFTF= (0,20
_kg)s
(4,18-.
kg. Kk_J_)(298
K)
= 250
kJs
Analisis Kalor yang dibawa oleh Steam
el$i1'1=
mScpSTY;5!I/:+
m'sLy;kJ cps
= 4,256
kg. KT$5!I/:= 150,3"C = 423,3K Ls
= 2113,3
kJJkgel$''1'1
=
my;c"'sTsr 5<ot+
msLs=
ms(4,256
-.!sL)
kg.K(423,3
K)+
ms(2113,3
kgkJ)= (3915
kgkJ)ms el$r"H=
mscp:sTsoutTo
= 100'C = 373
KSour
el$out =mscp STsout
=
1ns(4,256
-.!sL)
kg. K(373
K)= (1590
kgkJ )msAnalisis Kalor yang dibawa oleh Konsentrat
elL=
mLcPLTL9
9
PL=
wL+
wair,l.= 104,8-
1+
995 - = 1099,8
1gll
WL104,8gll
x =-=
-0,105
L PL995
gll
mLxL=
mpxp x;:7,5
X10-4
kg kg mL=-L=XL'0105
xO,20-=1,6>,10-o-
s
s
kJ C=
418--PL • kg.K TL=
31.12"C= 304.12
K . (_kg) ( kJ). kJ elL=
mLcp TL= 1.6
X
10
d_
4,18--
(304,12
K)=
2,0-L S kg. Ks
Analisis Kalor yang dibawa oleh
VaporProsiding Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2016 ISSN 0852-2979 kJ
c
.. ,
=
4,18--PV{CalT) kg. KTt',;ar
=
31,12"C=
304,12
K Lv= 2427,8
kJ jkg kJ c..=
18706--PV(uar) , kg. K Tv=
10S"C=
378 K.r\,
=
nivcPV{"T •.
+
nivLv+
niVCM\'h',(Tv - Tv
)
'-(t:~ll"') s~rY '\~~) ,s~t'
=
(0,20
.k8)
S'(4,18
k kJ
~ALT)(304,12
K)
+
(0.20
k8)
S(2427,8
~ ~~J)
+
(0,20
k8)
s
(1,8706
kkJ
-y.K)(378
K -
304,12
K)
kJ=
770-s
Neraca Kalor QSm+
QF=
Qsour+
Qy+
QL (·3915 -
ky
kJ )IDS
+
250 - = 1590~
kJs
( kJ )9
tits+
770
kJ-+
s
2,0-
kJs
(kJ)2325-
kg-IDS= 522-
kJs
kg
ms
=
0,225 -
s
Efisiensi Termal Sistem Evaporasi
.
klJ
klJ
mSkrucl
.~
=
1400-.-
Jam
=
0,39-
s
. O?')5~ rns ,--11= .
x 100%
=
kS
x 100%
=
58%
m5"~~
039~
,
s
Analisis efisiensi kalor dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi kalor dalarn pengolahan lirnbah radioaktif secara evaporasi di PTLR. Dari hasil analisis didapatkan bahwa sistern evaporasi rnerniliki efisiensi kalor sebesar 58%. Angka tersebut didapat rnelalui perbandingan jurnlah steam yang digunakan pada sistern evaporasi di PTLR dengan jurnlah steam yang digunakan pada
sistern ideal.
Pada analisis diterapkan beberapa asurnsi untuk rnernudahkan perhitungan. Nilai cp yang diasurnsikan sarna dengan pelarut rnurni dikarenakan rendahnya fraksi rnassa terlarut, sehingga perubahan nilai cp tidak terlalu besar dan dapat dianggap sarna. Hal tersebut juga berlaku pada kenaikan titik didih. Untuk larutan yang rnerniliki fraksi rnassa terlarut yang cukup besar tidak dibolehkan untuk rnenggunakan kedua asurnsi di atas, karena perubahan nilai cp serta kenaikan titik didih akan sangat berpengaruh kepada energi kalor yang tersirnpan.
Pada anal isis kalor digunakan suhu referensi
aoe,
artinya saat larutan berada padaaoe,
Q =a.
Penentuan suhu referensi padaaoe
agar analisis lebih rnudah dipaharni. Untuk rnateri yang berada dalarn fase cair (urnpan, konsentrat, kondensat) jurnlah kalor total yang dibawa sarna dengan jurnlah kalor sensibelnya, dikarenakan dari suhuaoe
sarnpai pada kondisi akhir tidak diperlukan perubahan fase. Sedangkan pada rnasukan steam, kalor total yang dibawa rnerupakan carnpuran dari kalor untuk rnenaikkan suhu steam (pada fase cair, dariaoe
hingga titik didih) serta kalor laten yang dibutuhkan steam untuk berubah fase rnenjadi uap. Pada vapor, selain kalor untuk rnenaikkan suhu pada saat cair dan kalor untukAjrieh Setyawan, Andreas Krisyadi Mandik: Analisis Efisiensi Kalar ...
berubah fase, kalar juga digunakan untuk menaikkan suhu pada fase gasnya. Kondisi tersebut dinamakan superheated.
Tidak sempumanya nilai efisiensi kalor disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya oleh pressure drop. Pressure drop disebabkan karena adanya gaya gesek yang terjadi dengan pipa. Gaya gesek tersebut dapat meningkatkan tahanan pada transfer massa dari boiler menuju evaporator, sehingga properti steam yang dihasilkan pada boiler tidak sarna dengan steam yang digunakan di evaporator. Selain pressure drop, efisiensi juga sang at dipengaruhi oleh transfer panas keluar sistem. Pada praktiknya, kalor yang dibawa oleh steam tidak sepenuhnya digunakan untuk memisahkan konsentrat dan destilat, melainkan juga didapat kalor yang lepas pada pipa dari boiler menuju evaporator, dan bahkan perpindahan panas keluar sistem juga terjadi pada evaporator. Pressure drop serta pelepasan kalor ke lingkungan tidak dapat dicegah, melainkan hanya dapat dikurangi dampaknya pada sistem evaporasi.
Selain pressure drop dan transfer panas keluar sistem, penurunan efisiensi kalor juga dapat disebabkan karena reaksi antara limbah radioaktif cair dengan peralatan yang digunakan (korosi, kerak). Korosi dan kerak pada permukaan penghantar panas dapat menghambat proses perpindahan panas pada evaporator sehingga dibutuhkan steam yang lebih banyak agar evaporasi berjalan normal. Selain itu, penurunan efisiensi kalor dapat disebabkan karena terdapat pipa yang bocor, kesalahan alat ukur, dan sebagainya.
KESIMPULAN
Dari kegiatan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Efisiensi kalor pada sistem evaporasi pada fasilitas IPLR saat ini sebesar 58%. Hal-hal yang mempengaruhi efisiensi yaitu pressure drop pada pipa, transfer panas ke lingkungan, pembentukan korosi dan kerak, serta berbagai hal yang dapat memengaruhi kualitas steam.
DAFT AR PUST AKA
I. Benedict, M., Pigford, T. H., & Levi, H. W. (1981). Nuclear Chemical Engineering. New York: McGraw-Hill.
2. Evaporation System, System Note RWI 220 NJM 0001. (tthn.).
3. Walman, E. (1994). Evaporasi. Serpong: Pusat Teknologi Pengolahan Limbah RadioaktifBadan Tenaga Atom Nasional.
4. http://nptel.ac.in/courses/I03I03032/module9/lec38/3.html. (tthn.). Dipetik February 28,2017, dari NPTEL Web site: http://nptel.ac.in/coursesll 031 03032/module9/lec38/3.html
5. Badan Tenaga Nuklir Nasional- Sejarah. (t.thn.). Dipetik February 27,2017, dari BAT AN Web site: http://www.batan.go.id/index. php/id/home/ sei arah
6. Nagasaki, S. (2015). Radioactive Waste Engineering and Management. Tokyo: Springer. 7. Pumomo, S., Setyawan, A., & Aji, D. (2015). Karakterisasi Limbah RadioaktifCair untuk
Kesesuaian Proses Evaporasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah XIII Tahun 2015, (hal. 37-43).