• Tidak ada hasil yang ditemukan

Preformulasi Tablet Asam Asetilsalisilat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Preformulasi Tablet Asam Asetilsalisilat"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 1 M A K A L A H

T E K N O L O G I S E D I A A N FA R M A S I 1 “ Studi Preformulasi Tablet Aspirin “

Disusun Oleh :

Kelas : Farmasi B

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2013 / 2014 G 701 09 023 WAODE IRMA I. G 701 11 051 IKALIANA G 701 11 053 FANI OKTAVIANI G 701 11 054 SUMARNI G 701 11 055 FANNY AMELIA S. G 701 11 056 PRAMITA PUTRI G 701 11 057 RIZKYAH G 701 11 058 SUKMAWATI

G 701 11 059 DINDA RAHMI YATI

G 701 11 060 MOH. RIHWAL

(2)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 2 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Studi Preformulasi Tablet Aspirin ”.

Makalah ini berisikan tentang informasi tentang studi preformulasi dari suatu sediaan tablet atau yang lebih khususnya membahas preformulasi tablet aspirin, serta eksipiennya yang berupa zat pengisi, zat pengikat, zat penghancur, zat pelincir dan lain-lain.

Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca pada umumnya dan dimanfaatkan khususnya dalam bidang farmasi. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Palu, 06 Maret 2013

Kelompok I

(3)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 3 DAFTAR ISI SAMPUL... 1 KATA PENGANTAR... 2 DAFTAR ISI... 3 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 5 1.2 Tujuan... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Studi Preformulasi... 7

2.2 Tujuan Preformulasi... 7

2.3 Garis Besar Daerah Utama Penelitian Praformulasi... 7

2.3.1 Karakterisasi Bulk... 7

2.3.2 Analisis Kelarutan... 10

2.3.3 Analisis Kestabilan... 12

2.4 Langkah-langkah penting dalam pengkajian Preformulasi... 14

2.4.1 Uraian Fisik... 14

2.4.2 Pengujian Mikroskopik... 14

2.4.3 Ukuran Partikel... 14

2.4.4 Koefisien Partisi dan Konstanta Disosiasi... 15

2.4.5 Polimorfisme... 15

(4)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 4

2.4.7 Disolusi... 16

2.4.8 Permeabilitas Membran... 16

2.4.9 Kestabiilan... 17

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Preformulasi Zat Aktif... 18

3.1.1 Monografi... 18 3.1.2 Farmakokonetik... 19 3.1.3 Farmakodinamika... 20 3.1.4 Efek Samping... 20 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan... 22 4.2 Saran... 22 DAFTAR ISI

(5)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 5 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Preformulasi mulai bila suatu obat yang baru disintesis menunjukkan jumlah farmakologis yang cukup dalam model-model hewan untuk menjamin penilaian pada manusia. Pengkajian ini harus berpusat pada sifat-sifat fisika-kimia dari senyawa baru yang dapat mempengaruhi penampilan obat dan perkembangan suatu bentuk sediaan yang menunjukkan efikasi. Pengertian seksama dari sifat-sifat ini akhirnya bisa menyediakan suatu pemikiran untuk desain formulasi, atau menunjang kebutuhan kebutuhan modifikasi molekuler. Dalam hal yang paling sederhana, penelitian-penelitian praformulasi ini mungkin semata-mata menegaskan bahwa tidak ada batas berarti untuk perkembangan senyawa tersebut.

Penelitian obat biasanya ditargetkan untuk suatu daerah teraupetis yang khas, potensi relatif pada produk saingan dan bentuk-bentuk sediaan untuk manusia bisa diketahui. Selain itu, penelusuran literatur harus dilakukan untuk memberikan pengertisn tentang mekanisme pelapukan yang mungkin terjadi dan kondisi-kondusi yang meningkatkan peruraian obat. Informasi ini bisa menyarankan suatu cara stabilitasi, kunci uji stabilitas, atau senyawa acuan stabilitas (misalnya aspirin bagi senyawa yang mengalami hidrolisis ester). Informasi tentang mode yang diusulkan dari pemberian obat, seperti juga melihat kembali literatur tentang formulasi (Lachman, L., 2007).

Dalam hubungan dengan masalah memformulasi suatu zat obat menjadi bentuk sediaan yang tepat, ahli farmasi peneliti memakai pengetahuan yang telah diperoleh melalui pengalaman dengan obat-obat serupa yang lain dan melalui penggunaan (penerapan) disiplin ilmu fisika,

(6)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 6

kimia dan biologi yang tepat. Tahap awal dari tiap formulasi baru meliputi pengkajian untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentang karakteristik fisika dan kimia zat obat yang dibuat menjadi bentuk sediaan farmasi tersebut. Pengkajian dasar ini merangkum penelitian preformulasi yang dibutuhkan sebelum formulasi produk yang sebenarnya dimulai (Ansel, Howard C., 2008).

1.2 Tujuan

1. Mengetahui studi tentang praformulasi

2. Mengetahui dan memahai tujuan dari preformulasi

3. Mengetahui dan memahami garis besar daerah utama penelitian praformulasi

4. Mengetahui dan memahami langkah-langkah penting dalam pengkajian preformulasi

(7)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Studi Preformulasi

Studi preformulasi adalah tahap pertama dalam pengembangan bentuk sediaan obat yang rasional dari suatu zat aktif termasuk tablet. Studi preformulasi ialah suatu investigasi sifat-sifat fisik dan kimia zat aktif tunggal atau digabung dengan eksipien.

Studi preformulasi dalam farmasi kadang-kadang didefinisikan sebagai studi pendahuluan untuk mengembangkan produk. Studi preformulasi dalam arti yang luas dan digunakan untuk berbagai macam sediaan farmasi tertentu, dapat didefinisikan sebagai studi pendahuluan untuk penetapan formula akhir yang sebenarnya dan arah kerja untuk membuat produk (Ryzki, A., 2011).

2.2 Tujuan Preformulasi :

a) Menggambarkan proses optimasi suatu obat melalui penentuan atau definisi sifat-sifat fisika dan kimia yang dianggap penting dalam menyusun formulasi sediaan yang stabil, efektif, dan aman.

b) Data preformulasi akan sangat membantu dalam memberikan arah yang lebih sesuai untuk membuat suatu rencana bentuk sediaan.

2.3 Garis Besar Daerah Utama Penelitian Praformulasi

Menurut Lachman, L., 2007, beberapa garis besar daerah utama dalam penelitian preformulasi adalah :

2.3.1 Karakterisasi Bulk

Dalam banyak hal, proses sintesis dikembangkan sejalan dengan penelitian-penelitian praformulasi. Suatu kandidat obat pada tahap ini seringkali belum semua bentuk padatnya teridentifikasi, dan ada suatu potensi besar bagi polimorf untuk bersatu. Sifat-sifat bulk untuk bentuk padattersebut, seperti ukuran partikel,kerapatan bulk dan morfologi permukaan juga tampak berubah selama proses

(8)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 8

pengembangan . oleh karena itu karakterisasi menyeluruh dari semua lot bulk praformulsi perlu untuk mencegah ramalan stabilias atau kelarutan yang sala, yang tergantung pada suatu bentuk Kristal tertentu.

1. Kristalinitas dan Polimorfisme

Kebiasaan Kristal dan struktur dalam suatu obat dapat mempengaruhi sifat-sifat bulk dan sifat-sifat fisika-kimia, yang mempunyai kisaran dari kemampuan mengalir sampai kestabilitas kimia. Kebiasaan (habit) adalah uraian penampilan luar dari penampilan Kristal, sedangkan struktur dalam (internal structure) adalah susunan molekul dalam zat padat tersebut. Beberapa contoh kebasaan Kristal adalah berbentuk lempeng, kubus, jarum pisau tabular dan prisma. Suatu struktur dalam tunggal untuk suatu senyawa untuk kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, tergantung pada lingkungan tempat tumbuhnya Kristal.

Polimorifisme adalah kemampuan suatu senyawa (atau unsur) untuk mengkristal lebih dari satu jenis Kristal yang berbeda dengan kisi-kisi dalam berbeda. Stabilitas kimia dan perubahan kelarutan karena polimorifisme dapat mempunyai akibat pada bioavibilitas obat dan program peengenmbangannya

2. Higroskopitas

Banyak bahan-bahan obat, terutama bentuk-bentuk garam yang larut dalam air mempunyai kecenderungan untuk mengadsorbsi kelembapan atmosfer. Adsorbsi dan kesetimbangan lembap (uap air) dapat tergantung pada humiditas atmosfer (kelembapan udara), temperatur, luas permukaan, paparan. Zat-zat higroskopik lain mengadsorpsi air karena pembentukan hidrat atau tempat adsorbsi spesifik

Pada sebagian besar bahan higroskopis, perubahan level lembab dapat sangat mempengaruhi tolok ukur yang penting

(9)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 9

seperti stabilitas kimia, kemampuan alir (flowability), dan kemampuan untuk bercampur (kompatibilitas).

3. Karakterisasi Partikel Halus

Aliran bulk, homogenitas formulasi, dan proses-proses yang mengawasi luas permukaan seperti disolusi dan reaktivitas kimia secara langsung dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, dan morfologi permukaan dari partikel-partikel obat. Umumnya tiap kandidat obat baru harus diuji selama praformulasi dengan ukuran partikel terkecil yang praktis untuk membantu penyiapan sampel homogen dan memperluas permukaan obat untuk interaksi.

4. Kerapatan Bulk

Kerapatan bulk dari suatu senyawa bervariasi luas sekali dengan metode kristalisasi, penggilingan atau formulasi.Sekali suatu masalah kerapatan diidentifikasi tersebut dengan mudah dikoreksi dengan penggilingan, penghancuran, atau formulasi.Biasanya kerapatan bulk menjadi sangat penting bila seseorang mempertimbankan ukuran produk suatu dosis tinggi atau homogenitas dari suatu formulasi dosis rendah di mana ada perbedaan besar dalam kerapatan obat dan bahan penambah.

5. Sifat-sifat Aliran Serbuk

Serbuk-serbuk farmasi secara luas bisa digolongkan sebagai mengalir bebas atau tidak mengalir bebas (kohesif). Kebanyakan sifat aliran dipengaruhi secara nyata oleh perubahan dalam ukuran partikel, kerapatan, bentuk, muatan elektrostatis, dan lembap yang teradsorbsi, yang mungkin timbul dari pemrosesan atau formulasi. Akibatnya suatu kandidat obat yang mengalir bebas bisa menjadi kohesif selama perkembangan, sehingga memerlukan suatu strategi formulasi baru secara keseluruhan.

(10)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 10 2.3.2 Analisis Kelarutan

Pengkajian kelarutan praformulasi terpusat pada system – system obat pelarut yang dapat terjadi selama penyampaian suatu kandidat obat. Sebagai contoh, suatu obat untuk pemberian oral harus diuji kelarutanya dalam media yang mempunyai kosentrasi ion klorida isotonis dan pH asam. Walaupun rute pemberian mungkin tidak secara nyata ditentukan pada waktu itu, pengertian profil kelarutan obat dan mekanisme penglarutan yang memungkinkan, member suatu dasar bagi formulasi selanjutnya. Pengkajian kelarutan preformulasi biasanya meliputi :

1. Konstanta Ionisasi – pKa

Penentuan kostanta disosiasi bagi suatu obat yang mampu mengion dalam rentang pH 1-10 penting karna kelarutan, dan akibatnya absorbsi dapat berupadengan besarnya perubahan pH tersebut. Untuk obat yang bersifat asam lemah dengan harga pKalebih besar dari 3, bentuk tidak terion ada dalam kandungan asam lambung, tetapi obat tersebut sebagian besar terion dalam mesia usus yang netral. Untuk obat yang bersifat basa seperti eritromisin dan papavirena (pKa ∼ 8 sampai 9) bentuk terion mendominasi baik dalam lambung maupun dalam usus halus.

2. Profil pH Kelarutan

Kelarutan dari suatu obat yang bersifat asam atau basa tergantung pada pKa dari gugus fungsionalyang mengion dan kelarutan intrinsik untuk bentuk terion dan bentuk tidak terion . Pada suatu larutan dimana pH ekuivalen dengan pHmaks, bentuk

basa bebas dan bentuk garamnya akan berada secara bersama-sama dalam kesetimbangan dengan larutan jenuh. pHmaks dinilai

dengan pengambilan sampel obat yang mengendap dari larutan yang disetimbangkan dan menentukan adanya kedua bentuk obat tersebut.

(11)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 11 3. Efek Ion Sejenis - Ksp

Dalam cairan lambung, dimana pH dapat berkisar dari 1 sampai 2 dan konsentrasi ion korida adalah antara 0,1 M dan 0,15 M, doksisiklina hidrokloridadihidrat mempunyai kelarutan – 4 mg/ml, yang merupakan suatu suatu faktor 7 kurang dari kelarutannnya dalam air suling. Untuk garam-garam hidroklorida dari klortetrasiklina, demoklosiklina, dan metasiklina, laju disolusi dan bahkan kelarutan yang tampak (terlihat) kurang dari bentuk-bentuk basa bebasnya (berturut-turut) dalam media yang mengandung ion klorida. Akibatnya hasil kali kelarutan dari masing-masing senyawa dari masing-masing senyawa yang dapat terionisasi dengan ion natrium dan ion klorida harus dievaluasi untuk mendeteksi masalah-masalah potensial in vivo dengan disolusi dan atau absorbsi.

4. Efek Panas

Panas larutan, Hs, menyatakan panas yang dilepaskan

atau diabsorpsi jika satu mol zat terlarut dilarutkan dalam suatu pelarut dengan jumlah besar. Umumnya proses mearut tersebut adalah endotermis, atau Hs positif, dan ini berarti

meningkatkannya temperature larutan akan meningkatkan kelarutan obat tersebut.

5. Solubilisasi

Untuk kandidat obat baik dengan kelarutan dalam air yang buruk atau kelarutan yang tidak cukup untuk bentuk-bentuk sediaan larutan yang diproyeksikan, maka cara-cara umum untuk meningkatkan kelarutan adalah dengan menambahkan sesuatu kosolven kesistem air. Kelarutan nonelektrolit yang seringkali dapat diperbaiki oleh orde besaran dengan kosolven yang sesuai seperti etanol, propilenglikol dan gliserin. Kosolven-kosolven ini melarutkan molekul-molekul obat dengan merusak interaksi hidrofobik dari air pada zat terlarut non polar atau antar muka air.

(12)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 12

Besarnya solubilisasi atau penglarutan yang disebabkan oleh penambahan kosolven tergantung pada struktur kimia dari obat tersebut, yakni semakin non polar zat terlarut maka semakin besar pula penglarutan yang dicapai oleh penambahan kosolven.

6. Koefisien Partisi

Koefisien partisi didefinisikan sebagai perbandingan obat yang tidak terion antara fase organic dan fase air pada kesetimbangan.

Pm/a = (

kesetimbangan

Untuk rangkaian senyawa, koefisien partisi dapat memberikan penanganan empiris dalam penyaringan beberapa sifat biologis. Untuk penyampaian obat, dapat dilihat kesetimbangan lipofilik / hidrofilik yang merupakan faktor pembantu untuk laju dan besarnya absorpsi obat. Walaupun data koefisien partisi saja tidak memberikan pengertian dalam absorpsi in vivo, data tersebut memberikan cara untuk mengkarakterisasi sifat lipofilik/hidrofilik dari obat tersebut.

7. Disolusi

Disolusi dari suatu partikel obat dikontrol oleh beberapa sifat fisika-kimia, termaksud bentuk kimia, kebiasaan Kristal, ukuran pertikel, kelarutan, luas permukaan dan sifat – sifat pembasahan. Sebagai contoh, disolusi dari bentuk solvat dan polimorfis suatu obat dapat mengakibatkan sesuatu yang bermakna pada bioavailabilitas dan penyampaian obat.

2.3.3 Analisis Kestabilan

Pengkajian stabilitas praformulasi biasanya merupakan penilaian kuantitatif stabilitas kimia dari suatu obat baru. Pengkajian percobaan keadaan larutan dan keadaan padatan dalam kondisi tipikal penanganan, formulasi, penyimpanan, dan pemberian dari suatu kandidat obat. Bagian ini terfokus pada evaluasi stabilitas kimia selama penelitian praformulasi.

(13)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 13 1. Kestabilan dalam Formulasi Toksikologi

Air, vitamin, mineral (ion-ion logam), enzim-enzim dan gugus-gugus ganda fungsional ada dalam makanan, yang sangat dapat mengurangi shelf-life suatu obat. Aktivitas enzim dan tingkat kelembapan secara tipikal berkurang dengan waktu, sedangkan komposisi makanan bervariasi dengan pemakaian. Jadi suatu contoh makanan segar yang akan digunakan dalam uji toksikologi memberikan data yang paling relevan.

Preparat toksikologis yang berbentuk larutan dan suspensi harus dicek untuk memudahkan pembuatan, dan kemudian disimpan dalam ampul-ampul yang ditutyp dengan nyala api pada berbagai temperature. Selain stabilitas kimia, suspensi harus sering dikocok untuk mengecek dispersibilitasnya (kemampuan untuk terdispersi).

2. Kestabilan Larutan

Tujuan utama fase penelitian praformulasi ini adalah identifikasi dari kondisi–kondisi yang diperlukan untuk membentuk suatu larutan stabil. Pengkajian ini harus meliputi efek pH, kekuatan ion, pelarut tambahan, cahaya, temperature, dan oksigen.

3. Kestabilan Keadaan Padat

Tujuan utama penyelidikan ini adalah identifikasi kondisi-kondisi penyimpanan stabil untuk obat dalam keadaan padat, dan identifikasi dari bahan penambahan tercampurkan untuk suatu formulasi. Berbeda dengan profil stabilitas larutan sebelumnya, pengkajian keadan padat ini sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam kemurnian dan kristalinitasi, yang sering kali dihasilkan dari proses perbaikan.

(14)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 14 2.4 Langkah-langkah penting dalam pengkajian Preformulasi

Menurut Ansel, Howard C., (2008), Langkah-langkah yang

dilakukan dalam study Pre formulasi antara lain:

2.4.1 Uraian Fisik

Penting untuk mengerti uraian fisik dari suatu obat sebelum bentuk sediaan kebanyakan ( sebagai besar ) zat obat yang digunakan sekarang adalah bahan padat.

Kebanyakan obat tersebut merupakan senyawa kimia murni yang berbentuk amorf dan Kristal cairan.Obat cairan digunakan dalam jumlah yang jauh lebih kecil, gas bahkan lebih jarang lagi. Gas obat resmi,oksida nitrit (nitrous oxide) dan siklopropan digunakan sebagai anastetik umum dan inhalasi dan oksigen serta karbondioksida merupakan pembantu pernafasan.

2.4.2 Pengujian Mikroskopik

Pengujian mikroskopis dari zat murni (bahan obat) merupakan suatu tahap penting dalam kerja (penelitian) preformulasi. Ia memberikan indikasi (petunjuk) ukuran partikel dari zat murni seperti juga struktur kristal.

2.4.3 Ukuran Partikel

Sifat fisika dan kimia tertentu dari zat obat dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel,termasuk laju disolusi obat, biofabilitas, keseragaman isi,rasa tekstur,warna dan kestabilan.

Tambahan pula sifat-sifat karakteristik aliran laju sedimentasi lain,antara lainnya juga merupakan faktor-faktor penting yang berhubungan dengan ukuran partikel adalah penting juga untuk mengetahui, memantapkan sendiri mungkin bagaimana ukuran partikel dari zat murni tersebut dapat mempengaruhi formulasi dan kemanjuran (efikasi) produk, khususnya yang menarik adalah efek ukuran partikel terbukti secara bermakna mempengaruhi profil

(15)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 15

absorbsi oral dari obat-obat tertentu seperti gliseofulin, Nitrofalantion, spiranolektan dan prokain penisilin.

2.4.4 Koefisien Partisi dan Konstanta Disosiasi

Untuk memproduksi respon biologis molekul obat pertama harus menyebrang.Suatu membrane biologis bereaksi sebagai suatu pembatas lemak untuk kebanyakan obat-obat yang mengijinkan absorbs zat-zat yang larut dalam lemak mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan kasulitan yang besar, jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta disosiasi, kelarutan dalam bentuk lemak dan pH pada tempat absorsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori pH-partisi.

Penentuan derajat ionisasi atau harga ph dari zat obat merupakan suatu karakteristik fisika kimia yang relative penting terhadap evaluasi dan efek-efek yang memungkinkan pada absorbs dari berbagai tempat pemberian

2.4.5 Polimorfisme

Suatu faktor formulasi yang penting adalah bentuk kristal atau bentuk amorf dari obat tersebut, yang menunjukkan sifat fisika-kimia yang berbeda termasuk titik leleh dan kelarutan. Kejadian bentuk-bentuk polimorfisme dengan obat-obat relative umum dan telah diperkirakan bahwa polimorfisme ditujukan dengan paling sedikit sepertiga dari semua senyawa-senyawa organik.

Disamping bentuk-bentuk polimorfisme dimana senyawa-senyawa mungkin ada, mereka juga dapat terjadi dalam bentuk nonkristal atau amorf. Energi yang dibutuhkan suatu molekul obat untuk bebas dari suatu kristal jauh lebih besar dari pada yang dibutuhkan untuk bebas dari suatu serbuk amorf. Oleh karena itu bentuk amorf dari suatu senyawa selalu lebih muda larut dibandingkan dengan kristalnya yang sesuai.

(16)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 16 2.4.6 Kelarutan

Agar suatu obat masuk ke sistem sirkulasi, dan menghasilkan suatu efek teraupetik, ia pertama-tama harus berada dalam larutan. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutannya. Sebagai contoh, jika zat obat adalah asam atau basa, kelarutan dapat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam pH.

2.4.7 Disolusi

Laju disolusi atau waktu yang diperlukan bagi obat untuk melarutkan dalam cairan pada tempat absorbsi, merupakan tahap yang menentukan laju dalam proses absorbsi. Jadi apapun yang mempengaruhi laju disolusi, akan mempengaruhi absorbsi. Akibatnya laju disolusi dapat mempengaruhi onset, intensitas, dan lama respons, serta kontrol bioavailabilitas obat tersebut keseluruhan dari bentuk sediaannya.

2.4.8 Permeabilitas Membran

Pengkajian preformulasi modern meliputi masukan-masukan awal dari lewatnya molekul-molekul obat menyebrangi membran biologis.

Suatu tekhnik dengan menggunakan everted intestinal sac dapat digunakan dalam mengevaluasi karakteristik absorbsi dari zat obat. Dalam metode ini, selembar usus dibersihkan dari makanan hewan everted diisi dengan suatu larutan dari zat obat, dan derajat serta laju lewatnya obat melalui kantung membran ditentukan. Melalui metode ini baik transpor pasif maupun transpor aktif dapat dievaluasi.

(17)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 17 2.4.9 Kestabiilan

Pengkajian kestabilan yang dihubungkan dalam fase preformulasi termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan, dan kestabilan dalam adanya penambah yang diharapkan.

Penyelidikan awal mulai melalui pengetahuan dari struktur kimia obat yang mengizinkan ilmuan preformulasi mengantisipasi reaksi degradasi yang mungkin terjadi.

(18)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 18 BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Preformulasi Zat Aktif

Nama Resmi : ACIDUM ACETYLSALICYLICUM

Nama Zat Aktif : Asam Asetilsalisilat Nama Lain : Asetosal, aspirin

Struktur Molekul :

Rumus Molekul : C9H8O4

Bobot Molekul : 180,16

3.1.1 Monografi

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, umumnya seperti seperti jarum atau lempengan tersusun, tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa asam

Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak.

Data Kelarutan : Larut pada 1 dalam 300 bagian air; 1 dalam 7 bagian etanol; 1 dalam 17 bagian kloroform; dan 1 dalam 20 bagian eter.

Titik Lebur : 143°C

Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan asam bebas, garam Fe, sodium fenobarbiton, garam kuinin, kalium

(19)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 19

iodida, natrium iodida, alkali hidroksida, alkali karbonat, dan alkali stearat.

Konstanta Disosiasi : pKa = 3.5 (pada T = 25°C)

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. Tablet berukuran 81 mg atau lebih kecil disimpan dalam wadah berkapasitas tidak lebih dari 36 tablet.

Stabilitas : Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara bertahap terhidrolisis menjadi asam salisilat dan asam asetat.

3.1.2 Farmakokonetik

Absorbsi : Pemberian oral salisilat yang tidak terionisasi diabsorbsi secara pasif dari lambung dan usus (disolusi tablet cocok pada pH usus yang lebih tinggi). Absorbsi salisilat melalui rektum lambat dan tidak menentu, tetapi jalan ini berguna bagi penderita anak-anak yang muntah.

Distribusi : Obat golongan salisilat (kecuali flunisal) dapat menembus sawar darah otak dan plasenta.

Metabolisme : Dihidrolisa dalam hati menjadi asam salisilat. Ekskresi : Salisilat dieksresi dalam bentuk metabolit terutama

melalui ginjal, sebagian kecil melalui keringa dan empedu.

Dosis : Pada nyeri dan demam ; oral : 4 dd 0,5-1 g pc., maks 4 g sehari. Anak-anak sampai 1th 10 mg/kg 3-4 dd, 1-12th 4-6 dd, di atas 12th 4 dd 320-500 mg, maks 2 g/hari. Pada rema oral dan rektal 6 dd 1 g, maks 8 g/hari.

(20)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 20 3.1.3 Farmakodinamika

Indikasi : Anti-inflamasi, antipiretik, dan analgesik

Mekanisme kerja : Efek anti-inflamasi dan antipiretik salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandin dipusat pengatur panas dalam hipotalamus dan perifer didaerah target. Selain itu, mencegah sensitasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanis dan kimiawi serta menekan nyeri pada daerah subkortikal

3.1.4 Efek Samping

a. Saluran cerna : efek salisilat terhadap saluran cerna yang paling umum adalah distres epigastrum, mual, dan muntah.

b. Darah : asetilasi ireversible siklo-oksigenasi trombosit menurunkan kadar trombosit TXA2, mengakibatkan penghambatan agregasi

trombosit dan perpanjangan waktu perdarahan.

c. Pernafasan : pada dosis toksik, salisilat menimbulkan depresi pernafasan dan suatu kombinasi respirasi yang tidak terkompensasi dan asidosis metabolik

d. Proses metabolik : energi yang digunakan untuk menghasilkan ATP secara nirmal dikeluarkan sebagai panas, yang menerangkan terjadinya hipetermia karena pengambilan salisilat dalam jumlah toksik.

e. Hipersensivitas : urtikaria, bronkokontriksi, atau edema angioneurotik.

f. Sindrom Reye : dapat menimbulkan hepatitis dengan edema serebral.

g. Interaksi obat :

Pemberian salisilat yang digabung dengan beberapa kelas obat dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan :

(21)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 21

- Heparin / antikoagulan oral : perdarahan - Antasid : laju absorbsi aspirin berkurang

- Bilirubin, fenitoin, naproksen, sulfinilpirazon, tiopental, tiroksin, triidotironin : konsentrasi dalam plasma meningkat yang menyebabkan efek teraupetik, toksisitas dan waktu paruh memanjang.

- Probenesid sulfinpirazon : ekskresi urat berkurang (merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gout).

Pustaka :

Farmakope Indonesia, edisi IV, hlm. 31-32, The Pharmaceutical Codex, 12nd ed. hlm. 741,

Farmakologi Ulasan Bergambar, edisi 2, hlm. 406-411, Obat-obat Penting, hlm. 316.

(22)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 22 BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1) Aspirin, monografinya : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, umumnya seperti seperti jarum atau lempengan tersusun, tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa asam. Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; larut dalam kloroform dan dalam eter; agak sukar larut dalam eter mutlak. Inkompatibel dengan asam bebas, garam Fe, sodium fenobarbiton, garam kuinin, kalium iodida, natrium iodida, alkali hidroksida, alkali karbonat, dan alkali stearat.

2) Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti inflamasi yang sangat digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.

4.2 Saran

Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita demam berdarah.

Karena asetosal berfungsi sebagai pengencer darah sedangkan pada demam berdarah terdapat resiko pendarahan akibat penurunan trombosit.

(23)

Studi Preformulasi Tablet Aspirin 23 DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Ditjen POM, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Lachman, L., dkk., 2007, Teori dan Praktek Farmasi Industri Ed. 1, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Lund, Walter. 1994. The Parmaceutical Codex 12th Edition. London : The Parmaceutical Press.

Meycek, M.J., dkk., 2001, Farmakologi Ulasan bergambar Ed. 2, Penerbit Widya Medika, Jakarta.

Ryzki, A., 2011, Farmasetika Penerapan Prinsip Preformulasi,

[ilmufarmasis.files.wordpress.com], Diakses Tanggal 06/03/12, Pukul:01.52.

Tan Hoan Tjay, dan Rahardja Kirana, 2007, Obat – Obat Penting, Edisi ke-enam, Penerbit PT. Elex Media Komputindo – Gramedia, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Pihak yang berwenang harus mengelola (must maintain) daftar nomor tersebut. 7.22.2 Persetujuan multilateral dapat dilakukan dengan validasi sertifikat asli yang dikeluarkan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurrahman dan Isworo (2002), hal-hal yang diperoleh dari perendaman menggunakan tawas antara lain: a) Umur atau daya simpan dari

Seseorang yang sedang jatuh cinta dan masih terus berharap cintanya akan tersampaikan gambaran -Menjelaskan gambaran -Menghidupkan gambaran -Menimbulkan efek keindahan 20.

Beberapa pengembangan melihat PAC sebagai suatu pendekatan yang membantu dalam e-commerce baru, lingkungan berbasis web dimana status langkah pertama dari suatu bisnis sanga

Meliputi usaha-usaha untuk menjaga kebersihan tanah dibawah dan di sekitar bangunan dari sisa-sisa batang kayu atau potongan kayu yang bisa merupakan sumber

Jb : Saya memiliki sebuah inisiatif, dimana saya menggunakan inisiatif itu dalam melakukan maupun membuat suatu keputusan bagaimana hal terbaik yang harus

(2000) yang melakukan penelitian pada pedet dan sapi dewasa, perbedaan rasio neutrofil dan limfosit ini diduga disebabkan pedet memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan

Pada siklus I dari 6 kategori yang diamati dalam layanan bimbingan belajar hanya 2 yang masuk dalam kategori “Cukup Baik” yaitu: (1) Mendengarkan/mem- perhatikan