• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Umum: 1. Prevalensi SM dan semua komponen-komponennya (hipokolsterolemia HDL, hiperglikemia 2 jam PP, obesitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Umum: 1. Prevalensi SM dan semua komponen-komponennya (hipokolsterolemia HDL, hiperglikemia 2 jam PP, obesitas"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

549 BAB VI.

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Umum:

1. Prevalensi SM dan semua komponen-komponennya (hipokolsterolemia HDL, hiperglikemia 2 jam PP, obesitas abdominal) kecuali hipertensi lebih tinggi pada wanita dibanding pria

2. Peluang/risiko untuk mempunyai SM dan semua komponen-komponennya (hipokolsterolemia HDL, hiperglikemia 2 jam PP, obesitas abdominal) kecuali hipertensi lebih tinggi pada wanita dibanding pria

3. Peluang untuk mempunyai SM dan semua komponen-komponennya (hipertensi, hiperglikemia 2 jam PP, obesitas abdominal) kecuali hipokolesterolemia HDL berdasarkan jenis kelamin tidak bersifat independen.

4. Peluang mempunyai SM berdasarkan jenis kelamin tidak bersifat independen tapi tergantung pada status umur, pendidikan dan perkawinan dari individu. Berdasarkan umur, pada semua strata umur menunjukkan wanita berisiko lebih tinggi untuk mempunyai SM dibanding pria. Diantara wanita, terjadi peningkatan risiko mempunyai SM dengan bertambahnya umur. Diantara pria terlihat juga bahwa terjadi peningkatan risiko mempunyai SM dengan bertambahnya umur. Berdasarkan pendidikan, pada strata pendidikan < SMA wanita berisiko lebih tinggi untuk mempunyai SM dibanding pria, pada strata pendidikan sama dengan SMA, tidak ada perbedaan risiko untuk mempunyai SM antara wanita dan pria, pada strata pendidikan > SMA, pria lebih berisiko untuk mempunyai SM dari pada wanita. Diantara para wanita, makin tinggi pendidikan makin rendah risiko SM. Diantara pria tidak ada hubungan antara pendidikan dengan SM. Berdasarkan status perkawinan, wanita dengan status janda lebih berisiko mempunyai SM dibanding pria duda, wanita yang kawin lebih berisiko mempunyai SM dibanding pria kawin dan tidak ada perbedaan risiko mempunyai SM antara wanita tidak kawin dan pria tidak kawin. Diantara wanita, wanita dengan status janda lebih berisiko mempunyai SM, bagi wanita perkawinan merupakan faktor protektor untuk

(2)

550

SM. Diantara pria, pria dengan status duda lebih berisiko mempunyai SM, bagi pria perkawinan juga merupakan faktor protektor untuk SM.

5. Peluang mempunyai OA berdasarkan jenis kelamin tidak bersifat independen tapi tergantung pada status umur, pendidikan individu dan status konsumsi serat dalam rumah tangga individu. Berdasarkan umur, pada semua strata umur menunjukkan wanita berisiko lebih tinggi untuk mempunyai OA dibanding pria. Diantara wanita, terjadi peningkatan risiko mempunyai OA mulai umur 30-39 tahun, setelah itu pada usia 40-49 terjadi penurunan risiko, kemudian setelah umur 50-60 tahun keatas terjadi peningkatan risiko dengan pesat. Diantara pria, terjadi peningkatan risiko mempunyai OA mulai umur 30-39 tahun, setelah itu pada usia 40-49 terjadi penurunan risiko, kemudian setelah umur 50 tahun keatas terjadi peningkatan risiko OA tapi tidak sepesat pada wanita. Berdasarkan pendidikan terlihat bahwa pada strata pendidikan > SMA tidak ada perbedaan risiko mempunyai OA antara wanita dan pria, pada strata pendidikan sama dengan SMA dan kurang dari SMA wanita berisiko lebih tinggi untuk mempunyai OA dibanding pria. Diantara wanita menunjukkan tidak ada perbedaan risiko mempunyai OA berdasarkan pendidikan diantara wanita. Diantara pria menunjukkan pria yang berpendidikan lebih tinggi dari SMA mempunyai risiko yang lebih rendah dibanding yang lebih rendah dari SMA. Tidak ada perbedaan risiko mempunyai OA antara yang berpendidikan SMA dan dibawah SMA. Berdasarkan porsi konsumsi serat dalam RT, pada semua strata porsi konsumsi serat perkapita/minggu dalam RT terlihat wanita lebih berisiko mempunyai SM dibanding pria. Diantara wanita tidak ada perbedaan risiko mempunyai OA berdasarkan strata porsi konsumsi serat perkapita/minggu dalam RT. Diantara pria menununjukkan pola hubungan yang tidak jelas antara porsi konsumsi serat perkapita/minggu dalam RT dengan kejadian OA, dimana. pria yang dengan porsi konsumsi serat perkapita/minggu dalam RT kurang dari 10 porsi mempunyai risiko yang lebih rendah untuk mempunyai OA dibanding yang dengan >15 porsi/minggu, sementara itu pria dengan porsi konsumsi serat perkapita/minggu dalam RT antara 11-14 porsi/minggu mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan > 15 porsi.

(3)

551

6. Peluang mempunyai hipertensi berdasarkan jenis kelamin tidak bersifat independen tapi tergantung pada status umur, pendidikan dan perkawinan individu. Berdasarkan umur, pada strata umur > 60 tahun wanita lebih berisiko untuk mempunyai hipertensi dibanding pria. Pada strata umur 30-59 tahun tidak ada perbedaan risiko hipertensi antara pria dan wanita. Pada strata umur 15- 29 tahun wanita berisiko lebih rendah untuk mempunyai hipertensi dibanding pria. Diantara wanita, terdapat peningkatan secara linier risiko hipertensi dengan bertambahnya umur, peningkatan risiko puncaknya adalah pada usia 60 tahun keatas. Diantara pria terjadi peningkatan risiko hipertensi dengan bertambahnya umur, namun pada usia 60 tahun peningkatan risiko hipertensi tidak setinggi pada wanita. Berdasarkann pendidikan, strata pendidikan > SMA tidak ada perbedaan risiko mempunyai hipertensi antara wanita dan pria, pada strata pendidikan sama dengan SMA dan kurang dari SMA wanita berisiko lebih rendah untuk mempunyai hipertensi dibanding pria. Diantara wanita strata pendidikan sama dengan SMA dan < SMA lebih berisiko mempunyai hipertensi dibanding yang mempunyai strata pendidikan > SMA. Diantara pria tidak ada perbedaan risiko mempunyai hipertensi berdasarkan pendidikan. Berdasarkan status perkawinan, janda/duda tidak ada perbedaan risiko mempunyai hipertensi antara wanita dan pria. Pada status kawin dan belum kawin wanita berisiko lebih rendah untuk mempunyai hipertensi dibanding pria. Diantara wanita, janda lebih berisko mempunyai hipertensi dibanding wanita lajang dan wanita yang kawin lebih rendah risikonya untuk mempunayi hipertensi dibanding wanita lajang. Diantara pria, duda lebih berisko mempunyai hipertensi dibanding pria lajang dan pria yang kawin lebih rendah risikonya untuk mempunyai hipertensi dibanding pria lajang. Perkawinan merupakan protektor bagi wanita dan pria untuk mempunyai hipertensi.

7. Peluang mempunyai hiperglikemia 2 jam PP berdasarkan jenis kelamin tidak bersifat independen tapi tergantung pada umur, dan status pendidikan dari individu. Berdasarkan umur, pada strata umur > 60 tahun wanita mempunyai risiko hiperglikemia 2 jam PP yang tidak berbeda dengan pria. Pada strata umur 30-59 tahun wanita lebih berisiko mempunyai hiperglikemia 2 jam PP

(4)

552

dibanding pria. Pada strata umur 15-30 tahun wanita mempunyai risiko hiperglikemia 2 jam PP yang tidak berbeda dengan pria. Diantara wanita terdapat peningkatan secara linier risiko hiperglikemia 2 jam PP dengan bertambahnya umur, peningkatan risiko puncaknya adalah pada usia 60 tahun keatas. Diantara pria terjadi peningkatan risiko hiperglikemia 2 jam PP dengan bertambahnya umur, peningkatan risiko puncaknya adalah pada usia 60 tahun keatas. Berdasarkan pendidikan, pada strata pendidikan < SMA wanita lebih berisiko untuk memepunyai hiperglikemia 2 jam PP dibanding pria. Tidak ada perbedaan risiko mempunyai hiperglikemia 2 jam PP antara wanita dan pria, pada strata pendidikan sama dengan SMA dan lebih dari dari SMA. Diantara wanita, tidak ada prbedaan risiko hiperglikemia 2 jam PP pada wanita dengan pendidikan diatas SMA dan dibawah SMA, wanita dengan strata pendidikan sama dengan SMA lebih berisiko mempunyai hiperglikemia 2 jam PP dibanding yang mempunyai strata pendidikan > SMA. Diantara pria, pria dengan strata pendidikan > SMA kurang berisiko mempunyai hiperglikemia 2 jam PP dibanding pria dengan strata pendidikan kurang dari SMA. Tidak ada perbedaan risiko mempunyai hiperglikemia 2 jam PP antara pria dengan strata pendidikan sama dengan SMA dan pendidikan lebih tinggi dari SMA.

8. Peluang mempunyai hipokolesterolemia HDL berdasarkan jenis kelamin bersifat independen, wanita lebih berpeluang untuk mempunyai hipokolesrolemia HDL dibanding pria.

9. Heterogenitas klaster level-2 (pendapatan keluarga) untuk kejadian SM juga kecil. Menunjukkan bahwa variasi kejadian SM berdasarkan pendapatan keluarga juga kecil. Heterogenitas klaster level-3 (provinsi) untuk kejadian SM kecil. Menunujukkan bahwa variasi kejadian SM berdasarkan provinsi kecil.

10.Heterogenitas klaster level-2 (pendapatan keluarga) untuk kejadian OA juga kecil. Menunjukkan bahwa variasi kejadian OA berdasarkan pendapatan keluarga juga kecil. Heterogenitas klaster level-3 (provinsi) untuk kejadian OA kecil. Menunjukkan bahwa variasi kejadian OA berdasarkan provinsi kecil.

(5)

553

11.Heterogenitas klaster level-2 (pendapatan keluarga) untuk kejadian hipertensi kecil. Menunjukkan bahwa variasi kejadian hipertensi berdasarkan pendapatan keluarga juga kecil. Heterogenitas klaster level-3 (provinsi) untuk kejadian hipertensi juga relatif tidak besar. Menununjukkan bahwa variasi kejadian hipertensi berdasarkan provinsi juga relatif tidak besar.

12.Heterogenitas klaster level-2 (pendapatan keluarga) untuk kejadian hiperglikemia 2 jam PP kecil. Menunjukkan bahwa variasi kejadian hiperglikemia 2 jam PP berdasarkan pendapatan keluarga juga kecil. Heterogenitas klaster level-3 (provinsi) untuk kejadian hiperglikemia 2 jam PP juga kecil. Menunjukkan bahwa variasi kejadian hiperglikemia 2 jam PP berdasarkan provinsi juga kecil.

13.Heterogenitas klaster level-2 (pendapatan keluarga) untuk kejadian kadar kolesterol-HDL dibawah normal, kecil. Menunjukkan bahwa variasi kejadian kadar kolesterol-HDL dibawah normal berdasarkan pendapatan keluarga juga kecil. Heterogenitas klaster level-3 (provinsi) untuk kejadian kadar kolesterol-HDL dibawah normal juga kecil. Menununjukkan bahwa variasi kejadian kadar kolesterol-HDL dibawah normal berdasarkan provinsi kecil. 14.Variasi kejadian SM, obesitas abdominal, hiperglikemia 2 jam PP,

hipokolesterolemia HDL dan hipertensi berdasarkan pendapatan keluarga hanya memberi efek yang kecil terhadap hubungan antara jenis kelamin dengan SM, obesitas abdominal, hiperglikemia 2 jam PP, hipokolesterolemia HDL dan hipertensi

15.Variasi kejadian SM, obesitas abdominal, hiperglikemia 2 jam PP, hipokolesterolemia HDL dan hipertensi berdasarkan provinsi hanya memberi efek yang kecil terhadap hubungan antara jenis kelamin dengan SM, obesitas abdominal, hiperglikemia 2 jam PP, hipokolesterolemia HDL dan hipertensi. 16.Selain peran faktor biologis terdapat peran dari faktor-faktor sosial dalam

meningkatkan ketidaksetaraan berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian SM, OA, hipokolesterolemia HDL, hipertensi, hiperglikemia 2 jam PP dan peran yang paling besar dalam meningkatkan ketidak setaraan berdasarkan jenis pada kejadian SM OA, hipokolesterolemia HDL, hipertensi, hiperglikemia 2

(6)

554

jam PP adalah bila tidak ada kesetaraan dalam pendapatan keluarga dan tempat tinggal (provinsi)

Saran Umum

Untuk menurunkan prevalensi dan risiko SM dan masing-masing komponen-komponennya beserta komplikasinya (OA, hipertensi, hiperglikemia 2 jam PP, hipokolesterolemia HDL) perlu dilakukan intervensi berupa promosi kesehatan mengenai faktor-faktor risiko, pencegahan, pengobatan dan komplikasi dari SM dan komponen-komponennya, di masyarakat luas. Ditinjau dari patogenesisnya, secara garis besar kondisi yang mendasari SM dan komponen-komponennya adalah adanya masalah genetik dan obesitas. Penurunan prevalensi dan risiko SM dapat dilakukan dengan mengontrol prevalensi obesitas. Obesitas dapat diturunkan dengan menyeimbangkan asupan dan pengeluran kalori tubuh, dengan cara mengatur asupan kalori dan olah raga. Diperlukan untuk membuat lingkungan yang mendukung kebiasaan gaya hidup yang menurunkan risiko SM dan komponen-komponennya seperti misalnya lingkungan fisik yang “non obesogenik”, ketersediaan makanan sehat, regulasi iklan makanan yang ditujukan untuk anak-anak, penyediaan area rekreasi berkualitas baik, jalur bersepeda dan berjalan kaki yang aman dan penerangan jalan yang aman pada lingkungan perumahan sehingga, memperbaiki transportasi umum, menyediakan insentif ekonomi untuk produksi dan distribusi sayuran dan buah dan mengembangkan kebijakan rencana kota yang mempromosikan transportasi publik yang semuanya bertujuan agar lebih banyak melakukan aktifitas fisik sehingga masyarakat menjadi sehat dengan berat badan yang ideal. Intervensi yang difokuskan hanya pada edukasi tingkat individu dan komunitas tentang perubahan perilaku memberikan hasil yang terbatas atau kurang sukses. Harus ada peran serta pemerintah untuk menyediakan lingkungan fisik yang “non obesogenik” dan memasyarakatkan olah raga. Promosi dan edukasi kesehatan tentang faktor-faktor risiko perilaku yang membawa kepada kondisi obesitas sebaiknya telah dimulai disekolah-sekolah dasar. Adanya hubungan antara rendahnya pendidikan dan risiko SM dan komponen-komponennya terutama pada wanita, meningkatkan status pendidikan wanita pada umumnya akan memperbaiki risiko SM dan komponen-komponennya pada wanita

(7)

555

Walupun ada perbedaan jenis kelamin dalam hal risiko SM dan masing-masing komponennya, intervensi promosi kesehatan tetap dilakukan pada kedua kelompok jenis kelamin. Perhatian khusus dan intens ditujukan pada kaum wanita, terutama wanita-wanita perimenopause dan menopause dan postmenopause, agar wanita lebih peduli dengan status kesehatannya secara umum dan khususnya dalam kesadaran akan meningkatnya secara drastis risiko terkena penyakit-penyakit kardiovaskuler pada fase tersebut. Perhatian khusus dan intens juga diperlukan pada kelompok janda/duda mengingat meningkatnya risiko SM dan komponen-komponennya pada kelompok tersebut.

Promosi dan edukasi kesehatan pada masyarakat luas ditujukan pada perubahan gaya hidup yang difokuskan pada pada menjaga berat badan ideal, aktifitas fisik yang adekuat, menurunkan gaya hidup sendentarisme, mengatur pola makan rendah kalori, lemak jenuh dan rendah garam, mengurangi stres emosional. Walaupun hasil ikutan dari penelitian ini menunjukkan merokok berat merupakan protektor untuk kejadian SM, OA, hipokolesterolemia HDL dan hiperglikemia 2 jam PP, berhenti merokok tetap harus dilakukan dengan diikuti mengontrol berat badan.

Promosi kesehatan kepada para klinisi dan petugas kesehatan yang selama ini masih mempunyai anggapan bahwa risiko penyakit kardiovaskuler lebih tinggi pada pria dibanding wanita, agar terjadi perubahan pada cara pandang mereka terhadap adanya kenyataan bahwa risiko DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler lebih tinggi dikalangan wanita dibanding pria.

Perlu dilakukan penelitian yang sama secara berkala agar dapat melihat tren prevalensi dan risiko SM, OA, hipertensi, hipokolesterolemia HDL dan hiperglikemia 2 jam PP secara berkala, dan sebaiknya dilakukan di daerah urban maupun rural.

Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular subdirektorat Penyakit Tidak Menular Kronis mempunyai peran penting dalam mengontrol kejadian DM tipe 2 dan penyakit-penyakit kardiovaskuler. SM dan komponen-komponennya merupakan faktor risiko intermediate penyakit kardiovaskuler. Pada dasarnya upaya pencegahan penyakit-penyakit tidak menular kronis dalam hal ini penyakit-penyakit kardiovaskuler

(8)

556

aterosklerotik ditujukan untuk memperlambat tibanya onset penyakit, dengan cara memperpanjang fase-fase perjalan penyakit, mulai dari periode pre-patogenesis sampai periode patogensis. Secara garis besar kontrol terhadap penyakit-penyakit kardiovaskuler aterosklerotik dapat dilakukan dengan upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier. Upaya pencegahan primer dilakukan pada fase rentan dimana individu belum sakit tapi telah mempunyai faktor-faktor risiko untuk kejadian penyakit kardiovaskuler, fase ini disebut periode prepatogenesis, upaya pencegahan yang dapat dilakukan pada periode tersebut dimaksudkan untuk memutus mata rantai interaksi faktor-faktor risiko yang ada agar individu tidak masuk pada fase berikutnya yaitu periode patogenesis. Upaya pencegahan primer merupakan tugas utama yang dilakukan oleh petugas di pelayanan kesehatan masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan promosi kesehatan di masyarakat, yaitu dengan mempromosikan cara hidup sehat dengan menghindari atau memodifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskuler aterosklerotik. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah dengan pertama-tama melakukan promosi dan edukasi di masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor risiko kardiovaskuler aterosklerotik yang bisa dihindari atau dimodifikasi (gaya hidup) dan faktor risiko kardiovaskuler aterosklerotik yang tidak dapat dimodifikasi (jenis kelamin, umur, genetik), langkah berikutnya adalah dengan mempromosikan kepada masyarakat bagaimana menghindari dan memodifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskuler aterosklerotik dengan menjalankan gaya hidup yang sehat ditujukan terutama menghindari kegemukan dengan olah raga, asupan gizi sehat dan yang seimbang, tidak merokok dan tidak minum alkohol). Cara promosi dan edukasi yang termudah untuk sampai di masyarakat luas adalah dengan menggunakan media TV. Mengubah perilaku atau gaya hidup tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang singkat, sebaiknya kebiasaan hidup sehat yang ada hubungannya denga risiko kardiovaskuler telah diperkenalkan sejak usia dini, ditingkat sekolah dasar diharapkan telah mulai dimasukkan pengetahuan tentang risiko kardiovaskuler sklerotik melalui kurikulum mata ajaran tertentu. Disini diperlukan kerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(9)

557

Jenis kelamin, umur dan faktor genetik merupakan faktor-faktor risiko kardiovaskuler yang tidak bisa di hindari dan dimodifikasi. Karena terdapat faktor-faktor risiko tersebut terutama faktor umur upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperlambat munculnya kejadian SM, obesitas abdominal, hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia sebagai faktor risiko intermediet kardiovaskuler aterosklerotik, caranya adalah dengan menjalankan gaya hidup sehat, menghindari kegemukan, olah raga, tidak merokok dan minum alkohol. Penelitian ini menunjukkan ada perbedaan prevalensi dan risiko dari faktor-faktor intermediet penyakit kardiovaskuler (SM, obesitas abdominal, hipertensi, hiperglikemia 2 jam PP dan hipokolesterolemia HDL), dimana prevalensi dan risiko SM, obesitas abdominal, hiperglikemia 2 jam PP dan hipoklesterolemia HDL lebih tinggi pada wanita dibading pria, dan prevalensi dan risiko hipertensi lebih tinggi pada pria dibanding wanita. Walaupun ada perbedaan prevalensi dan risiko kejadian SM, dan komponennya berdasarkan jenis kelamin, promosi kesehatan tetap dilakukan pada kedua kelompok jenis kelamin tersebut. Namun perlu ditambahkan perhatian yang lebih besar pada para wanita.

Bila upaya pencegahan primer gagal, maka individu akan masuk kedalam periode patogenesis, disini telah terjadi interaksi faktor-faktor risiko kardiovaskuler pada individu. Periode patogenesis dapat dibagi menjadi fase subklinis dan fase klinis. Pada fase subklinis gejala dan dan tanda penyakit kardiovaskuler belum muncul, tapi telah terjadi perubahan struktur dan fungsi dari organ-organ tubuh yang terkena, dalam hal ini sudah terdapat kondisi intermediet dari kejadian kardiovaskuler yang dapat berupa SM, obesitas abdominal, hipertensi, dislipidemia dan hiperglikemia. Pada fase subklinis ini dapat dilakuka n upaya pencegahan sekunder berupa skrining dan pengobatan dini untuk mencegah berkembangnya kondisi intermediet kardiovaskuler manifes masuk ke dalam fase klinis (penyakit kardiovaskuler aterosklerotik). Penelitian ini menunjukan adanya perbedaan prevalensi dan faktor risiko intermediet kardiovaskuler berdasarkan gender, berinteraksi dengan umur, pendidikan dan status perkawinan. Skrining menjadi hal yang penting dilakukan terutama untuk wanita dimana pada hampir semua strata umur, wanita mempunyai prevalensi dan risiko yang lebih tinggi dibanding pria untuk kejadian SM, obesitas abdominal, hiperglikemia dan

Referensi

Dokumen terkait

1) Fluiditas yang baik sehingga mampu mengisi rongga – rongga cetakan yang tipis. 2) Temperatur lebur dan temperatur tuang yang relatif lebih rendah

Matrix Primatama membutuhkan waktu kerja selama 263 hari dengan menggunakan metode CPM (Critical path Method) maka durasi proyek dapat dipercepat paling optimal

Namun, yang dimaksud dengan wali dalam hal ini adalah orang yang menurut hukum diserahi kewajiban untuk memelihara harta anak yang telah ditinggal oleh

Terdapat dua pembahasan dalam penelitian ini, yaitu trauma seksual yang dialami tokoh Ajo Kawir dalam novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas karya Eka

a) Mulai 1 Julai 2013, SPS adalah beroperasi sepenuhnya secara rasmi dan TIDAK BOLEH digunakan untuk tujuan mencuba, menguji sistem atau untuk tujuan latihan. b) Pentadbir

SuSE sudah menyediakan tool-tool untuk melakukan hal itu, diantaranya adalah dua buah program tool yang sangat berguna yaitu vmstat dan top, dengan menggunakan

Pada saat ini, bagi remaja yang tidak memiliki fasilitas online game di rumahnya, tersedia warung-warung internet (warnet) yang menyediakan fasilitas online game,