• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENILAIAN KEANDALAN SISTEM INTERKONEKSI 150 KV DI WILAYAH JAWA TENGAH DAN DIY DENGAN METODE MONTE CARLO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENILAIAN KEANDALAN SISTEM INTERKONEKSI 150 KV DI WILAYAH JAWA TENGAH DAN DIY DENGAN METODE MONTE CARLO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENILAIAN KEANDALAN SISTEM INTERKONEKSI 150 KV DI

WILAYAH JAWA TENGAH DAN DIY DENGAN METODE MONTE

CARLO

Fahmi,

Ontoseno Penangsang,

Adi Soeprijanto

Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih-Sukolilo, Surabaya-60111, Email : [email protected] Pada Tugas Akhir ini akan dibahas

mengenai perhitungan nilai LOLP (Loss Of Load

Probability ) dari sebuah sistem tenaga listrik di

wilayah Jawa tengah dengan menggunakan metode Monte Carlo terutama untuk memperkirakan dampak dari sifat yang tidak pasti pada FOR (Forced Outage Rate) dari generator,hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai keandalan dari sebuah sistem tenaga listrik di Jawa Tengah dan DIY. Di samping itu juga untuk menganalisis cadangan daya yang ada pada sistem dan bagaimana meningkatkan keandalan dari sistem tersebut. Metode Monte

Carlo ini menggunakan bilangan random untuk

mendapatkan sampling statistik. Berdasarkan hasil simulasi didapatkan nilai LOLP sebesar 0,6245 hari/tahun yang berarti telah sesuai dengan standart PLN sebesar 1 hari/tahun. Kata Kunci : Force Outage, Loss of Load Probability dan Monte Carlo

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Unit tiap pembangkit di sebuah sistem tenaga listrik berfungsi untuk menyediakan daya agar permintaan beban dapat terlayani. Setiap waktu, unit pembangkit dapat mengalami gangguan sehingga tidak dapat beroperasi. Jika gangguan terjadi secara bersamaan pada beberapa unit pembangkit yang besar, maka terdapat kemungkinan daya tersedia dalam sistem tenaga listrik berkurang sedemikian besar sehingga sistem tidak mampu melayani beban[1].

Kemungkinan bahwa sistem tidak dapat melayani beban atau kebutuhan pelanggan tenaga listrik dinyatakan dengan indeks probabilitas kehilangan beban (loss of load probability, LOLP). LOLP menggambarkan besar-kecilnya peluang terhadap terjadinya kehilangan beban sebagai akibat kurangnya daya tersedia dalam sistem [14].

.LOLP didefinisikan sebagai kemungkinan dimana kapasitas daya yang mengalami force outage melebihi dari cadangan daya pada sistem. LOLP ini dievaluasi untuk beberapa beban puncak atau distribusi beban puncak [2-3].

Kemungkinan kehilangan beban ini merupakan resiko yang dihadapi dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik. Metoda Monte Carlo adalah salah cara perhitungan untuk mendapatkan nilai LOLP. Nilai LOLP.

2. KONSEP KEANDALAN DAN METODE MONTE CARLO

2.1 Konsep Umum Keandalan

Keandalan adalah kemungkinan bekerjanya suatu peralatan atau sistem sesuai dengan fungsinya dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi operasi tertentu[2]. Keandalan sistem tenaga listrik merupakan suatu ukuran tingkat pelayanan sistem terhadap pemenuhan kebutuhan energi listrik konsumen.

Ada empat faktor yang berhubungan dengan keandalan, yaitu probabilitas, bekerja sesuai dengan fungsinya, periode waktu dan kondisi operasi[9]. 1. Probabilitas (probability)

Probabilitas (probability) adalah suatu ukuran yang dapat dinyatakan secara angka dengan nilai antara 0 dan 1 atau antara 0 dan 100%.

2. Bekerja sesuai dengan fungsinya / unjuk kerja Faktor yang menandakan perlunya diadakan kriteria-kriteria tertentu untuk menyatakan peralatan atau sistem beroperasi secara memuaskan.

3. Periode waktu

Faktor yang menyatakan ukuran dari periode waktu yang digunakan dalam pengukuran probabilitas. 4. Kondisi Operasi

Faktor ini menyatakan pada kondisi operasi yang dilakukan untuk mendapatkan angka keandalan. Suatu unit pembangkit dapat keluar dari sistem operasi tenaga listrik, sehingga tidak dapat membangkitkan energi listrik untuk mensuplai daya listrik. Dalam keadaan ini, unit pembangkit mengalami outage. Outage (pelepasan) adalah keadaan dimana suatu komponen tidak dapat bekerja sesuai fungsinya.

2.2 Jadwal Pemeliharaan dalam Sistem dan Status Unit Pembangkit

(2)

Peralatan dalam sistem tenaga listrik perlu dipelihara secara periodik sesuai dengan petunjuk dari buku pemeliharaan yang dibuat oleh pabriknya. Penundaan pemeliharaan akan memperbesar kemungkinan rusaknya peralatan oleh karena itu jadwal pemeliharaan peralatan harus ditaati. Pemeliharaan yang teratur selain memperpanjang umur ekonomis peralatan juga mempertinggi keandalan peralatan. Jika memperhatikan gambar 2.1 maka pemeliharaan dapat memperkecil nilai Forced Outage Hours yang berarti dapat lebih diandalkan bagi kepentingan operasi.

8760 jam (1 tahun)

Jam-jam unit-unit pembangkit beroperasi

Jam-jam unit-unit pembangkit menjalani pemeliharaan yang direncanakan

Jam-jam unit pembangkit siap operasi tetapi tidak dioperasikan atau (Stand By)

Jam-jam unit-unit pembangkit dalam keadaan gangguan (Forced Outage Hours) Gambar 2.1 Diagram kesiapan peralatan dalam satu tahun

Jika angka-angka Forced Outage Hours, Planed Outage Hours dan Operating Available Hours masing-masing dibagi dengan 8760 jam, maka akan didapat nilai Forced Outage Factor (FOF), Planed Outage [1].

Keandalan operasi sistem tidak hanya bergantung pada cadangan daya tersedia dalam sistem tetapi juga pada besar kecilnya nilai FOR per tahun dari unit-unit pembangkit yang beroperasi. Keandalan operasi sistem akan makin tinggi apabila daya tersedia dalam sistem makin terjamin. Tingkat jaminan tersedianya( availibility) dalam sistem bergantung pada :

a) Besarnya cadangan daya tersedia

b) Besarnya Forced Outage Hours unit pembangkit dalam satu tahun

Ukuran sering tidaknya pembangkit unit pembangkit mengalami gangguan dinyatakan dengan Forced Outage Rate (FOR) atau unavailabilty.

.. ………..(1)

....……. (2) Keterangan :

Ut : jam unit terganggu Ub : jam unit beroperasi

2.3 Peramalan Beban

Salah satu factor yang sangat menentukan dalam membuat rencana operasi Sistem Tenaga Listrik adalah perkiraan beban yang akan dialami oleh system tenaga listrik.Tidak ada rumus eksak untuk ini karena besarnya beban ditentukan oleh para pemakai (konsumen) tenaga listrik yang secara bebas dapat menentukan pemakaiannya.Salah satu metode peramalan yang digunakan adalah metode ARIMA (Autoregression Integrated Moving Average)

2.3.1 Tahapan Metode ARIMA (Box-Jenkins)

Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah:

1. spesifikasi atau identifikasi model, 2. pendugaan parameter model, 3. diagnostic checking, dan 4. peramalan.

Berikut akan diterangkan setiap tahapan itu dalam bentuk flowchart :

Estimasi parameter model

Pemeriksaan uji diagnosa: Apakah model memadai

Penggunaan model untuk peramalan

tidak Rumuskan model umum dan uji stationeritas data

Identifikasi model sementara (tentatif) dengan memilih (p,d,q)

Gambar 2.2 gambar flowchart tahapan ARIMA 2.3.2 Model Umum dan uji Stasioner.

Data runtut waktu yang stasioner adalah data runtut waktu yang nilai rata-ratanya tidak berubah. Apabila data yang menjadi input dari model ARIMA tidak stasioner, perlu dilakukan modifikasi untuk menghasilkan data yang stasioner. Salah satu cara yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing), yaitu mengurangi nilai data pada suatu Ut Ub Ut FOR lity Unavailabi ( )

FOR

ty

Availabili

Ut Ub Ub

1

(3)

periode dengan periode sebelumnya.Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing [10]. Karena series stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu error.Untuk keperluan pengujian stasioneritas, dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti :

1. Autocorrelation function (correlogram) 2. Uji akar-akar unit

3. Derajat integrasi

Suatu series dikatakan stasioner atau menunjukkan kesalahan random adalah jika koefisien autocorrelation untuk semua lag secara statistik tidak berbeda dari nol hanya untuk beberapa lag yang di depan. Kata “secara statistik” menunjukkan bahwa kita sedang berhubungan dengan koefisien suatu koefisien dikatakan tidak berbeda dari nol jika ia berada dalam interval 0 ± 1.96 (1/ √N)………..(3) Dimana :

N = banyaknya observasi, pada model ini biasanya digunakan n besar

2.3.3 Identifikasi Model

Setelah data runtut waktu telah stasioner, langkah berikutnya adalah menetapkan model ARIMA (p,d,q) yang sekiranya cocok (tentatif), maksudnya menetapkan berapa p, d, dan q. jika tanpa proses differencing d diberi nilai 0, jika menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation (correlogram) dari series yang dipelajari, dengan acuan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Pola Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial

2.3.4 Pendugaan Parameter Model

Misalkan bentuk model tentatif telah ditetapkan, langkah berikutnya adalah menduga parameternya. Pendugaan parameter model ARIMA menjadi sulit karena adanya unsur moving average yang menyebabkan ketidaklinieran parameter. Jadi

disini tak lagi digunakan Ordinary Least Squares (OLS), sebagai gantinya digunakan metode penduga nonlinier. Seperti halnya dalam model regresi, kriteria pendugaan adalah sum squared error minimum.

2.4 Teori Umum Probabilitas

Konsep kejadian yang dinotasikan dengan (E) dalam teori probabilitas adalah kejadian yang berhubungan dengan keluaran dari suatu eksperimen yang berulang-ulang. Probabilitas adalah nilai kebolehjadian diberikan pada suatu kejadian. Secara lebih rinci probabilitas ditetapkan sebagai fungsi real tertentu pada suatu kejadian. Nilai probabilitas berada pada interval 0 dan 1 dimana nilai probabilitas 1 menyatakan kejadian yang pasti terjadi dan nilai probabilitas 0 menyatakan kejadian yang tak mungkin terjadi.

Jadi probabilitas kejadian E (P[E]) harus memenuhi persamaan berikut :

0 ≤ P[E] ≤ 1 ………..(4)

2.5 Metode Monte Carlo

Metode Monte Carlo digunakan dengan istilah sampling statistik, Penggunaan keacakan dan sifat pengulangan proses mirip dengan aktivitas yang dilakukan pada sebuah kasino.Parameter dasar dari evaluasi keandalan dalam metode ini adalah dugaan secara matematis yang diberikan oleh indeks keandalan.Ciri-ciri yang menonjol dari metode Monte Carlo untuk evaluasi keandalan dibahas pada point berikut[12] :

Misal kita anggap nilai O adalah probabilitas kegagalan dari sebuah sistem dan Xivariabel indikator

nilai 1 dan 0 yang menyatakan bahwa:

Xi = 0 Jika sistem dalam keadaan up state

Xi =1 Jika sistem dalam keadaan down

state

Perhitungan dari ketidaktersediaan dari sebuah sistem diberikan oleh:

Ō = i………(5)

3. SISTEM 150 KV di JAWA TENGAH & DIY 3.1 Pembangkit Thermis di Jawa Tengah & DIY

Tugas akhir ini membahas mengenai sistem 150 KV. Pembangkit yang terhubung dengan sistem 500 KV tidak diperhatikan. Namun IBT 500/150KV sebagai penyalur daya dari sistem 500 KV ke sistem 150 KV dalam hal ini dianggap sebagai pembangkit. Keterangan mengenai IBT 500/150 KV dijelaskan lebih detail pada subbab 3.3. Berdasarkan single line diagram yang terdapat pada lampiran I konfigurasi sistem region 3 serta berdasarkan Rencana Pekerjaan

Autocorrelation Partial autocorrelation ARIMA tentatif Menuju nol setelah lag

q

Menurun secara bertahap/ bergelombang

ARIMA (0,d,q) Menurun secara

bertahap/bergelombang

Menuju nol setelah lag q ARIMA (p,d,0) Menurun secara

bertahap/bergelombang sampai lag q masih berbeda dari nol)

Menurun secara bertahap/bergelombang (sampai lag p masih berbeda dari nol)

ARIMA (p,d,q)

(4)

P3B di Region Jawa Tengah & Daerah Istimewa Yogyakarta

Tabel 3.1 Pembangkit Thermis di Jawa Tengah & DIY [5]

No Pembangkit CAP Daya Mampu

1. PLTU TBROK U.1 50,00 42,00

2. PLTU TBROK U.2 50,00 42,00

3. PLTU TBROK U.3 200,00 190,00

4. PLTGU TBROK U.1.1 109,65 102,00 5. PLTGU TBROK U.1.2 109,65 102,00 6. PLTGU TBROK U.1.3 109,65 102,00 7. PLTGU TBROK ST 1.0 188,00 153,00 8. PLTGU TBROK U.2.1 109,65 102,00 9. PLTGU TBROK U.2.2 109,65 102,00 10. PLTGU TBROK U.2.3 109,65 102,00 11. PLTGU TBROK U.2.0 188,00 153,00

12. PLTU CILACAP U.1 300,00 281,00

13. PLTU CILACAP U.2 300,00 281,00

14. PLTG CILACAP U.1 33,70 18,00 15. PLTG CILACAP U.2 30,40 18,00

16. PLTP DIENG 60,00 45,00

17. PLTU REMBANG1 315,00 300,00

TOTAL THERMIS 2373,00 2135,00

Terlihat dari tabel bahwa terdapat 17 Pembangkit thermis yang mensuplai daya pada region 3.Kapasitas daya terpasang total sebesar 2373 MW dan daya mampu sebesar 2135 MW.Data pembangkit diambil dalam kurun waktu antara tahun 2006-2011.Sebagai catatan terdapat penambahan Pembangkit yaitu PLTU Rembang Pada tahun 2010-2011 yang mempunyai Kapasitas Daya Terpasang sebesar 315 MW.

3.2 PLTA di Jawa Tengah

Berdasarkan data laporan harian pelaksana operasi region pembangkit di jawa tengah dan DIY Pembangkit yang terhubung dengan saluran saluran 150 KV ada 7 pembangkit dimana beberapa diantaranya mempunyai blok pembangkitan daya. Tabel 3.2 PLTA di Jawa Tengah & DIY [5]

No. Pembangkit Daya

Terpasang (MW) Daya Mampu (MW) 1. JELOK U.1 5,12 5,05 2. JELOK U.2 5,12 5,05 3. JELOK U.3 5,12 5,05 4. JELOK U.4 5,12 5,05 5. TIMO U.1 4,00 3,94 6. TIMO U.2 4,00 3,94 7. TIMO U.3 4,00 3,94 8. GARUNG U.1 13,20 13,04 9. GARUNG U.2 13,20 13,04 10. KETENGER U.1 3,52 3,47 11. KETENGER U.2 3,52 3,47 12. KETENGER U.3 1,00 0,98 13. WA LINTANG U.1 9,60 8,92 14. WA LINTANG U.2 9,60 8,92 15. KEDUNG OMBO 22,50 22,12 16. MRICA U.1 60,30 59,80 17 MRICA U.2 60,30 59,80 18 MRICA U.3 60,30 59,80 Total Daya Pembangkit 287,12 285,42

Seperti yang terlihat di dalam table bahwa kapasitas total Daya Terpasang dari PLTA di region Jawa Tengah & Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 287 MW.Dimana PLTA MRICA menyumbang daya terbesar yaitu sebesar 3 x 60.30 MW atau sebesar 181.5 MW

3.3 Inter Bus Transformer 500/150 KV di Jawa Tengah & DIY

IBT adalah singkatan dari Inter Bus Transformer IBT 500/150kV dalam konfigurasi sistem 150 KV region 3 Jawa Tengah dianggap sebagai suatu sumber generator yang menyuplai sistem 150 KV dengan kapasitas daya tertentu. Terdapat 2 IBT 500/150kV di region Jawa Tengah.yang pertama adalah Gitet

Ungaran yang terdiri dari 2 Gitet dan Gitet Pedan yang juga mempunyai 2 Gitet

Tabel 3.3 IBT 500/150 KV di Region 3 [6]

LOKASI MVA

GITET UNGARAN 1 500

GITET UNGARAN 2 500

GITET PEDAN 1 500

GITET PEDAN 2 500

Berdasarkan laporan IBT yang diambil secara acak melalui periode antara 28 Maret 2006 sampai dengan 27 maret 2011 dapat dilihat bahwa kemampuan daya maksimum yang dipasok dari region lain yang masuk pada IBT region 3 berada di kisaran antara 1000-1370 MW. Namun pada akhir Maret terdapat penambahan pembangkit dari proyek 10.000 MW yaitu PLTU Rembang unit 1 yang mulai dioperasikan.Dengan Kapasitas sebesar 315 MW pada akhir Maret .Maka Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan supply daya pada IBT di region 3. Dengan Asumsi bahwa terjadi penurunan pasokan daya dari region lain akibat penambahan pembangkit maka asumsi IBT daya maksimum yang disupply untuk sistem region 3 sebesar 1000 MW.

3.4 Forced Outage Rate Pembangkit.

Data catatan pembangkit selama 5 tahun mulai tanggal 28 Maret 2006- 27 Maret 2010 digunakan untuk mengetahui kondisi tiap pembangkit selama satu tahun. Kondisi saat Maintenance Outag e (MO), Forced Outage (FO), Planed Outage (PO), Starting Failure (SF) serta non Curtailment (NC) adalah keadaan yang menyebabkan pembangkit tidak bisa beroperasi atau tidak bisa memasok daya. Data

(5)

tersebut nantinya akan digunakan untuk mendapatkan FOR di tahun mendatang

3.5 Beban Sistem

Beban sistem ditunjukkan oleh kurva beban harian. Kurva beban harian 150 KV yang akan digunakan adalah kurva lama beban harian yang dipilih adalah kurva lama beban harian selama 3 tahun terakhir yaitu periode antara desember sampai dengan februari untuk setiap tahunnya mulai tahun 2008-2011. Dengan Rincian:

a.Tahun pertama Periode 30 November-28 Februari 2008-2009

b.Tahun kedua Periode 29 November-27 Februari 2009-2010

c.Tahun ketigaPeriode 28 November -26 Februari 2010-2011

4. SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Peramalan Beban.

Dalam subbab ini akan dijelaskan bagaimana mencari nilai LOLP dari sebuah sistem 150 KV di Jawa Tengah. Seperti yang dibahas di bab sebelumnya bahwa untuk menghitung LOLP (Loss Of Load Probability) dibutuhkan data peramalan beban, data FOR dan data IBT (interconnection Bus Transformer). Peramalan beban menggunakan salah satu metode dari Time Series yaitu ARIMA (Autoregression Moving Average) untuk memprediksi nilai beban harian selama setahun ke depan.

4.4.1 ARIMA Model

Sebagaimana yang telah dijelaskan tentang ARIMA di bab 2 bahwa metode ini dapat meramalkan data dari sebuah variabel independen yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan variabel dependentnya. Perhitungan ARIMA dilakukan di dalam software SPSS 19 yang mempunyai perintah Expert Modeler.Expert Modeler merupakan perintah yang digunakan untuk memodelkan ARIMA yang yang cocok dengan uji estimasi yang dilakukan secara otomatis . Data input yang digunakan adalah data beban harian tiap setengah jam yang diambil pada laporan operasi pelaksana harian selama 273 hari atau setiap periode desember-februari tahun 2008 hingga tahun 2011.Sedangkan Data output adalah data beban harian yang diramal tiap setengah jam selama 84 hari

Gambar 4.1 peramalan beban harian model 1

4.2 Data FOR (Forced Outage Rate)

Data FOR yang digunakan untuk menganalisis sistem didapat melalui data FOR periode 5 tahun sebelumnya yaitu mulai tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 yang ada pada bab 3.Dengan asumsi bahwa data FOR baru dari masing-masing pembangkit merupakan nilai rata-rata dari data FOR tahun-tahun sebelumnya.

Alasan dipakainya data FOR baru yang didapatkan melalui penjumlahan rata-rata karena FOR mempunyai nilai perubahan yang tidak dapat diprediksi karena tergantung dari kerusakan yang terjadi dari masing-masing pembangkit itu sendiri.Oleh karena itu dipakai data History dari FOR masing-masing Pembangkit

Tabel 4.1 FOR baru

NO PEMBANGKIT FOR 1-FOR

1. IBT 500/150 kv 0 1 2. PLTU TBROK#1 0.1015673 0.8984327 3. PLTU TBROK#2 0.219078192 0.780921808 4. PLTU TBROK#3 0.115852 0.884148 5. PLTU CLACAP#1 0.12578 0.87422 6. PLTU CLACAP#2 0.16206 0.83794 7. PLTU RMBANG 0.0364 0.9636 8 PLTG CLACAP#1 0.074064 0.92784 9. PLTG CLACAP#2 0.05415 0.94585 10. PLTP DIENG 0.291914 0.708086 11. PLTA JELOK 0 1 12. PLTA TIMO 1 0.00003044 0.99996956 13. PLTA GRUNG1 0.00002092 0.99997908 14. PLTA KTNGER1 0 1 15. PLTA WDLIN1 0 1 16. PLTA K.OMBO1 0.00313 0.99687 17. PLTA MRICA#1 0.009281588 0.990718412 18. PLTA MRICA #2 0.0151386 0.9848614 19. PLTA MRICA#3 0.02404848 0.97595152 20. PLTGU TBROK#1.0 0.21914 0.78086 21. PLTGU TBROK#1.1 0.07216 0.925936 22. PLTGU TBROK#1.2 0.11926 0.88074 23. PLTGU TBROK#1.3 0.0815 0.9185 24. PLTGU TBROK#2.0 0.0514988 0.9485012 25. PLTGU TBROK#2.1 0.1152 0.8848 26. PLTGU TBROK#2.2 0.24226 0.75774 27. PLTGU TBROK#2.3 0.3923376 0.6076624 28. PLTA WDLIN#2 0.00432 0.99568 29. PLTA TIMO#2 0.00016438 0.99983562

(6)

30. PLTA TIMO#3 0 1 31. PLTA GRUNG#2 0.00003044 0.99996956 32. PLTA KTENGER#2 0 1 33. PLTA KTENGER#3 0 1 34. PLTA JELOK#2 0 1 35. PLTA JELOK#3 0 1 36. PLTA JELOK4 0 1 4.2.1 Rule Generator

Rule Generator Didapat dari nilai FOR. Dengan menganggap bahwa daya yang disuplai bernilai OFF ketika berada pada range nilai FOR dan juga daya yang disuplai akan bernilai ON pada nilai di luar range dari FOR yang di dapat. Berdasarkan data FOR baru dari masing-masing Pembangkit maka akan didapatkan rule untuk menentukan bagaimana keadaan kombinasi total daya pembangkitan

4.3 Model Monte Carlo

Model yang digunakan adalah model monte carlo yang sekuensial yaitu model bilangan acak yang dibangkitkan untuk menentukan status dari masing-masing generator .Setelah bilangan acak didapatkan maka bilangan tersebut ditarik sesuai dengan distribusi probabilitias unit pembangkit [13].

Pembangkitan nilai acak dilakukan dengan 34 baris dan “N” kolom .Artinya bahwa jumlah pembangkit dari simulasi ini berjumlah 34 (PLTA ketenger digabung karena semua unitnya mempunyai FOR bernilai 0),sedangkan nilai kolom berubah-ubah sesuai dengan jumlah pengambilan acak dilakukan. Hal ini dilakukan karena di dalam simulasi ini tidak diketahui berapa nilai dari jumlah pengambilan acak yang akan membuat kurva menjadi konvergen yang mengindikasi kan bahwa nilai tersebut valid.

4.3.1 Pembangkitan Acak

Angka acak dibangkitkan berdasarkan jumlah pembangkit dan “N” pengambilan acak.Berdasarkan data di bab 3 disebutkan bahwa jumlah dari pembangkit adalah sebanyak 34 buah dimana.Setiap pembangkit tersebut dibangkitkan nilai acak sebesar “N” penarikan sampel.

Gambar 4.2 Pembangkitan nilai acak untuk “N” penarikan

sampel

4.3.2 Penentuan Nilai On-Off tiap pembangkit

Setelah nilai acak dibangkitkan dan dibandingkan dengan nilai rule dari generator yang ada.maka akan akan terdapat nilai nol dan satu.apabila nilai acak tadi berada dalam nilai jangkauan rule generator maka pembangkit dikatakan Off dan disimbolkan dengan angka satu begitu juga sebaliknya

Gambar 4.3 Kemungkinan status pembangkit berdasarkan angka acak

4.3.3 Kombinasi Pembangkit dari Sistem

Setelah didapatkan nilai status dari pembangkit untuk jumlah “N” penarikan sampel,maka nilai status tersebut dikonversi menjadi daya mampu tiap pembangkit dan dijumlah,sehingga nanti terdapat jumlah kombinasi total daya mampu sistem sebanyak jumlah penarikan sampel

Gambar 4.4 Kemungkinan Kombinasi Pembangkit 4.3.4 Matriks Pengurangan

Setelah kombinasi total daya pembangkit sebanyak “N” sampel penarikan.Daya tersebut dibandingkan dengan beban harian tiap setengah jam secara kumulatif.Apabila nilai total daya lebih besar sama dengan nilai beban maka terdapat surplus daya atau cadangan daya begitu juga apabila total daya yang tersedia lebih kecil sama dengan nilai beban yang dibandingkan maka akan terjadi defisit daya dan akan

(7)

Gambar 4.5 Matriks Pengurangan antara kombinasi pembangkit dengan beban harian

4.3.5 Probabilitas Kemungkinan

Setelah dibandingkan maka cadangan daya yang surplus akan diberi nilai angka nol sedangkan defisit daya akan dikonversi menjadi angka 1. Terlihat pada gambar bahwa nilai biner 1 tersebut dijumlah sehingga akan diketahui probabilitas matinya pembangkit pada jam tertentu

Setelah nilai yang menyatakan bahwa sistem tidak mampu mensuplai beban.Tiap baris menyatakan periode waktu setengah jam dalam sehari.Arti 6 dalam baris ke38 adalah 6 kemungkinan dari penarikan sebanyak ” N” sampel kemungkinan ketika total daya tidak mampu memasok total beban.Nilai biner tadi dijumlah untuk periode perharinya kemudian dikalikan 0.5 dengan alasan bahwa rumus untuk mencari LOLP adalah:

LOLP= N i e S 1 ………(6) N

LOLP = Loss of Load Probability

Se = banyak kemungkinan padamnya tiap jamnya

N = N jumlah sampel penarikan

Gambar 4.6 Probabilitas Loss of load

Setelah itu nilai biner 1 yang merepresentasikan sistem yang padam dijumlah untuk tiap jamnya maka akan didapatkan nilai LOLP jam/hari.Hal tersebut terus dilakukan selama 84 hari atau 12 minggu. Nilai yang didapatkan adalah nilai LOLP jam/hari sebanyak 84 kali yang kemudian nilai LOLP jam/hari dirata-rata dan dikonversi menjadi nilai LOLP

hari/tahun yaitu dengan cara mengkali jumlah hari dalam satu tahun dan dibagi jumlah jam.

Maka akan didapatkan nilai LOLP seperti terlihat gambar di bawah:

Gambar 4.7 LOLP untuk penarikan acak sebanyak 2000 penarikan acak.

Seperti yang dijelaskan di bab 2 bahwa nilai LOLP dikatakan valid ketika mempunyai grafik konvergen dalam artian bahwa nilai LOLP tidak berubah.Maka alasan dipakainya 2000 penarikan acak adalah nilai untuk penarikan sebanyak “N” sampel sebelumnya sudah tidak banyak berubah.seperti yang terlihat pada tabel dan kurva berikut:

Tabel 4.2 Perbandingan sampel acak dengan LOLP

No. Sampel acak LOLP

1. 1 0 2. 30 0.9738 3. 117 0.4488 4. 250 0.5953 5. 369 0.5078 6. 777 0.6670 7. 935 0.6671 8. 1001 0.6068 9. 1375 0.6128 10. 1704 0.6190 11. 2000 0.6245

Sedangkan grafik Kurva Konvergensi seperti yang terlihat dibawah ini

Gambar 4.8 Kurva Konvergensi untuk LOLP

4.4 Cara meningkatkan Keandalan Sistem

Berdasarkan bab II bahwa keandalan sistem dipengaruhi nilai FOR dari masing-masing pembangkit dan ketersediaan cadangan daya dalam sistem. Maka untuk meningkatkan keandalan sistem sebagai berikut: 0 0.5 1 1.5 0 400 800 1200 1600 2000 p ro b ab ili ta s "N"pengacakan

(8)

4.4.1Memperkecil nilai FOR pembangkit

Pada sistem 150 KV di Jawa Tengah & DIY pembangkit yang memiliki nilai FOR yang paling tinggi adalah PLTGU TBROK#2.3 dengan kemampuan daya 102.00 MW dan nilai FOR sebesar 0.3923376.

Hal yang menyebabkan nilai FOR PLTGU TBROK#2.3 tinggi adalah sebagai berikut :

PLTGU TBROK#2.3

Penyebab outage:

1. Status :PO (Planned Outage)

Waktu : 2006-06-10 00:00:00- 2006- 07-24 19:07:00

Total waktu : 355 jam 7 menit Alasan : Major Inspection 2. Status : FO1(Forced Outage)

Waktu : 2008-04-19 22:00:00- 2008- 04-27 19:50:00

Total waktu :189 jam 50 menit

Alasan : Gangguan dumper GTG yang menuju HRSG 2.3

PLTGU TBROK2.2

Penyebab outage:

1. Status : FO1( forced outage )

Waktu : 2008-06-01 00:30:00- 2008- 07 -01 21:00:00

Total waktu : 764 jam 30 menit

Alasan : FO dilanjut HGPI s.d 3 Juli 2008

2. Status : FO1( forced outage )

Waktu : 2008-05-23 18:25:00- 2008- 05- 31 18:16:00

Total waktu : 191 jam 51 menit Alasan : gangguan pembakaran

PLTU TBROK 1

Penyebab outage:

1. Status : MO ( Maintenance Outage ) Waktu : 101 jam 38 menit

Total waktu : 2010-01-29 04:15:00- 2010- 02-06 09 :53:00

Alasan : Pek Boiler bocor 2. Status : FO1( forced outage )

Waktu :2011-02-24 05:50:00 - 2011-03- 30 08:24:00

Total waku : 818 jam 34 menit

Alasan :Shutdown untuk perbaikan fuel oil heater

4.4.2 Memperbesar Cadangan Daya

Kapasitas maksimum total pembangkit untuk sistem 150 KV adalah 2420 MW sedangkan beban sistem tertinggi adalah untuk beban di tahun 2011-2012 sebesar 2680.827.Artinya sistem di region 3 atau region Jawa Tengah & DIY defisit daya sebesar -260.827 MW dan bergantung daya impor dari region lain. Apabila perhitungan daya total pembangkit melibatkan IBT yang disuplai dari region lain dan diasumsikan bahwa IBT yang di suplai merupakan IBT maksimum yaitu sebesar 1000 MW maka Cadangan daya terendah di region 3 jika dibandingkan dengan beban maksimum adalah sebesar te 739.173 MW untuk sistem 150 KV di Jawa Tengah & DIY. Cadangan daya yang besar akan meningkatkan keandalan atau dengan kata lain nilai LOLP semakin kecil.

Untuk memperbesar cadangan daya tentunya harus menambah kapasitas unit pembangkit. Menambah kapasitas unit pembangkit perlu memperhitungkan nilai investasi yang harus disediakan untuk membangun pembangkit baru. Penambahan pembangkit baru juga memperhatikan kurva beban sistem dan prediksi untuk beban sistem dalam beberapa tahun kedepan sehingga akan diketahui berapa kapasitas daya yang harus disediakan untuk mengimbangi beban sistem agar keandalan sistem tetap terjamin dan diharapkan sesuai dengan standart international yaitu 0.25 hari/tahun.

5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari simulasi dalam penulisan tugas akhir ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :

1. Faktor yang paling mempengaruhi nilai keandalan sistem 150 KV dari sisi pembangkit PLTGU TBROK#2.3 yang memiliki nilai FOR yang tinggi.

2. Perhitungan LOLP menggunakan metoda monte carlo pada sistem 150 KV ketika dihadapkan pada beban sistem bernilai 0.6245 hari/tahun yang berarti bahwa sistem mempunyai keandalan yang sangat tinggi dan memenuhi standart PLN yaitu 1 hari/tahun[16]. Namun selisih antara beban puncak dengan kapasitas total daya pembangkit adalah -260.827 MW,hal ini mengindikasikan bahwa keandalan sistem di Jawa Tengah & DIY sangat bergantung kepada daya suplai dari region lain Keandalan sistem 150 KV di Jawa Tengah & DIY kurang dari 0.25 hari/tahun hal ini berarti keandalan sistem belum memenuhi standart internasional.

3. Cara meningkatkan keandalan sistem 150 KV di Jawa Tengah & DIY terdapat dua pilihan yaitu:

(9)

Memperkecil nilai FOR dari pembangkit yang memiliki nilai FOR paling besar dalam hal ini adalah pembangkit PLTGU TBROK#2.3.

Menambah kapasitas daya terpasang.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk perbaikan dalam tugas akhir ini adalah :

1. Analisis keandalan menggunakan metoda Monte Carlo pada tugas akhir ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang bisa diterapkan pada sistem 150 KV di jawa tengah & DIY. 2. Perlu adanya simulasi dan analisa terhadap

faktor-faktor lain yang mempengaruhi keandalan sistem. 3. Perlu diadakan penelitian bersama antara praktisi

dan akademisi, terhadap masalah keandalan sistem di Region 3 ini sehingga keduanya bisa saling memberikan saran.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Marsudi, Djiteng, “Operasi Sistem Tenaga LIstrik”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006. [2] J. Endrenyi, “Reliability Modeling in Electric

Power Systems” John Wiley Sons, New York,1973

[3] R. Billinton, “Power System Reliability Evaluation”, Gordon and Breach Science Publisher, New York, 1970

[4] Allan, R.N & Billinton, R, “Reliability Evaluation of Power System”, New York,1996 [5] Rencana Pekerjaan PT PLN(Persero)

Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Jawa Bali tanggal 28 Maret 2011

[6] Laporan Singkat IBT Transfer PT PLN(Persero) Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Jawa Bali tanggal 28 Maret 2006 – 27 Maret 2011

[7] Catatan Pembangkit PT PLN(Persero) Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Jawa Bali tanggal 28 Maret 2006 – 27 Maret 2011 [8] Laporan Harian Pelaksana Operasi Region

3 PT PLN(Persero) Penyaluran dan Pusat Pengaturan Beban Jawa Bali tanggal 28 November 2008– 28 Februari 2011

[9] Sulasno, Ir, ”Teknik dan Sistem Distribusi Tenaga Listrik”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,2001

[10] Mulyono, Sri, , “Peramalan Harga Saham dan Nilai Tukar : Teknik Box- Jenkins”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. XLVIII No.2, 2000.

[11] Arsyad, Lincolin, “Peramalan Bisnis”, Ghalia Indonesia, Jakarta,1995.

[12] R.Bilington & Wenyuan Li ,”Reliability Assesment of Electric Power System using Monte Carlo methods”, Plenum Press, 1994. [13] C. Singh, T. Pravin Chander and Jun Feng.

“Convergence characteristics of two Monte Carlo models for reliability evaluation of interconnected power systems”, IEEE Trans. , 1993

[14] Djiteng Marsudi, Ir,”Pembangkitan Energi Listrik”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2005. [15] Evaluasi Hasil Operasi Sub Sistem Tenaga

Listrik Region Jawa Tengah dan DIY (RJTD) tahun 2005,PT PLN (Persero) P3B Jawa Bali Region Jateng dan DIY,Semarang 2006.

[16] Buku laporan perencanaan, RUPTL,sistem Jawa-Madura-Bali,PT.PLN (Persero),2006.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama lengkap Fahmi dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1989 di Surabaya, Jawa Timur. Penulis masuk ke Jurusan Teknik Elektro ITS tahun 2007 dengan NRP 2207100067

Referensi

Dokumen terkait

Analisis puncak serangan hama dilakukan untuk mengetahui statistik persebaran hama karat daun pada suatu wilayah di Jawa tengah berdasarkan data yang sudah ada