• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN LAHAN KERING DI KABUPATEN MERAUKE. D. Djaenudin dan M. Hendrisman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN LAHAN KERING DI KABUPATEN MERAUKE. D. Djaenudin dan M. Hendrisman"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

P

rogram pemerintah untuk menjadikan Kabupaten Merauke sebagai lumbung pangan (beras) nasional di kawasan timur Indonesia berorientasi pada lahan basah atau sawah. Program ini perlu diimbangi dengan pengembangan tanaman pangan lahan kering mengingat ketersediaan lahan masih sangat luas (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabu-paten Merauke dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2004). Selain itu, tanaman pangan lahan kering seperti jagung dan kedelai merupakan komoditas strategis yang hingga kini masih harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan. Diversifikasi usaha tani dengan berbagai jenis tanaman menurut kesesuaian dan

potensi lahan juga dapat mengurangi risiko gagal panen dan secara ekonomi menjamin peluang pasar.

Agroekosistem wilayah Kabupaten Merauke bagian selatan termasuk beriklim kering, sedangkan wilayah bagian utara beriklim basah (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Per-tanian 2007). Keragaman sifat iklim dengan bulan kering yang nyata dan lama penyinaran matahari yang panjang akan menguntungkan bagi pertumbuhan generatif tanaman termasuk tanaman pangan lahan kering. Namun keberhasilan pengusahaan tanaman pangan di lahan kering sangat bergantung pada ketepatan pengaturan waktu dan pola tanam agar

tanaman terhindar dari kekurangan air pada masa pertumbuhan vegetatif, dan tidak terjadi kelebihan air pada masa generatif (Djaenudin et al. 2003).

Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua (2004), lahan untuk budi daya tanaman pangan lahan kering di Merauke mencapai 1.474.061 ha atau 33,02% dari luas kabupaten tersebut, namun rinciannya perlu dikaji lebih lanjut. Sebagai bahan kajian dapat digunakan data/peta yang tersedia, antara lain hasil pemetaan kapabilitas lahan WPP Kurik tingkat semidetail skala 1:50.000 (Fakultas Pertanian IPB 1981), pemetaan tanah

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN

LAHAN KERING DI KABUPATEN MERAUKE

D. Djaenudin dan M. Hendrisman

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123

ABSTRAK

Program pemerintah untuk menjadikan Kabupaten Merauke sebagai lumbung pangan (beras) nasional perlu diimbangi dengan pengembangan tanaman pangan lahan kering. Lahan yang potensial untuk tanaman pangan lahan kering di Kabupaten Merauke sangat luas. Wilayah bagian selatan termasuk beriklim kering, sedangkan bagian utara beriklim basah. Landform tektonik (struktural) dan beting pasir pantai tua mendominasi lahan kering di wilayah tersebut. Tanah pada landform tektonik (struktural) terbentuk dari batuan sedimen masam, terdiri atas Typic Eutrudepts, Oxic Dystrudepts, Typic Plinthudults, dan Typic Hapludults. Sementara itu, tanah pada landform beting pasir pantai tua terbentuk dari endapan pasir marin, terdiri atas Typic Udipsamments dan Typic Quartzipsamments. Untuk memperbaiki kualitas dan potensi lahan diperlukan pemupukan lengkap NPK, kapur pertanian, dan bahan organik. Baru sebagian kecil dari lahan kering yang ada dimanfaatkan untuk tanaman pangan lahan kering. Oleh karena itu, peluang untuk meningkatkan produktivitas lahan kering di Kabupaten Merauke masih terbuka luas.

Kata kunci: Lahan kering, tanaman pangan, Merauke

ABSTRACT

Prospects of upland food crops development in Merauke regency

Government program of National Rice Food Barn in Merauke Regency should be counterbalanced by upland food crops development. The potential land for upland food crops development in Merauke is extent. Southpart of Merauke Regency belongs to dry climate, while the northpart is wet. Tectonic (structural) and ancient sand beach ridge landforms occupy dryland in the area. Soil of tectonic (structural) landform is formed from acid sedimentary rock, consisted of Typic Eutrudepts, Oxic Dystrudepts, Typic Plinthudults, and Typic Hapludults. On the otherhand, soil of ancient sand beach ridge landform is formed from marine sandy deposit, consisted of Typic Udipsamments and Typic Quartzipsamments. Soil quality and its potentials for upland food crops development could be improved by application of complete NPK fertilizer, agriculture lime, and organic manure. Only small parts of the dryland in Merauke have been used for upland food crops development, so there is still a wide opportunity to increase dryland productivity in Merauke.

(2)

tingkat tinjau skala 1:250.000 (Pusat Penelitian Tanah 1985; 1986), serta hasil penelitian zona agroekologi skala 1:100.000 dan pewilayahan komoditas pertanian skala 1:50.000 di lokasi Kurik, Semangga, Tanah Miring, Jagebob, Muting, Eligobel, dan Ulilin (Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2004). Data terkini hasil evaluasi lahan secara kuantitatif melalui pendekatan pemetaan Zona Agro-Ekosistem (ZAE) tingkat semidetail, skala 1:50.000, tersedia untuk lokasi prioritas wilayah Kecamatan Kurik dan Semangga (Balai Besar Penelitian dan Pengembang-an Sumberdaya LahPengembang-an PertPengembang-aniPengembang-an 2007). Makalah ini mengkaji peluang pengem-bangan tanaman pangan lahan kering untuk mengimbangi program pemerintah menjadikan Kabupaten Merauke sebagai lumbung pangan (beras) nasional di ka-wasan timur Indonesia melalui Merauke

Integrated Rice Estate-MIRE (Pemerintah

Kabupaten Merauke 2007).

POTRET KUALITAS LAHAN

KABUPATEN MERAUKE

Komponen lahan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman adalah iklim, tanah, dan topografi.

Kom-ponen lahan tersebut sangat menentukan potensi, kebutuhan input, dan mana-jemennya (Djaenudin 2008).

Iklim

Wilayah Kabupaten Merauke cukup luas, mencapai 4,46 juta ha. Namun stasiun iklim yang ada sangat terbatas sehingga sulit memprediksi atau memantau perbedaan iklim secara akurat. Data curah hujan, suhu, kelembapan udara, dan lama penyi-naran matahari yang rinci sangat diperlu-kan, terutama dalam perencanaan pengem-bangan tanaman pangan lahan kering.

Berdasarkan data Badan Meteoro-logi dan Geofisika Kabupaten Merauke (2007), curah hujan rata-rata tahunan pada periode 2000−2005 untuk daerah Merauke dan sekitarnya berkisar antara 1.340−1.966 mm. Menurut kriteria Oldeman et al. (1978), bulan basah > 200 mm berkisar antara 2−5 bulan, dan bulan kering < 100 mm antara 5−8 bulan, sehingga zona agroklimatnya bervariasi antara C4, D3, D4, dan E4. Namun, menurut kriteria Schmidt dan Ferguson (1951), bulan basah > 100 mm berkisar antara 4−7 bulan, dan bulan kering < 60 mm antara 4−6 bulan, sehingga tipe hujan wilayah ini termasuk D dan E, hanya sedikit yang termasuk tipe A (Tabel 1). Kelembapan udara relatif berkisar

antara 73−87%, dengan suhu udara rata-rata bulanan 26−28°C. Lama penyinaran matahari bulanan berkisar antara 105−249 jam, kecuali pada bulan Februari tahun 2000, 2001, 2002, 2003 masing-masing 86, 85, 91, dan 96 jam (Tabel 2; Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Merauke 2007).

Perbedaan zona agroklimat dan tipe hujan yang kontras pada periode tersebut mengindikasikan di wilayah Kabupaten Merauke telah terjadi perubahan iklim. Dalam kaitannya dengan ketersediaan air untuk tanaman, terutama pada lahan tadah hujan, fenomena ini harus dicermati dan diantisipasi karena sangat penting dalam mengatur waktu dan pola tanam serta memilih jenis tanaman yang tepat.

Wilayah Kabupaten Merauke bagian selatan termasuk beriklim kering, dengan penyinaran matahari cukup lama dan suhu udara yang panas. Jika kebutuhan air dapat terpenuhi pada masa pertumbuhan vegetatif, kondisi dan sifat iklim seperti ini menguntungkan bagi pertumbuhan generatif tanaman sesuai dengan persya-ratan tumbuhnya sehingga dapat berpro-duksi secara optimal (Food and Agri-culture Organization 1996). Pengaturan waktu tanam yang tepat merupakan kunci keberhasilan usaha tani pada lahan kering. Data curah hujan, suhu udara, dan letak geografis yang diolah dengan

Tabel 1. Curah hujan (mm) dan kelembapan udara (%) di daerah Merauke, 2000−−−−−2006.

Tahun Jenis Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Total Zona Tipe

data agroklimat hujan

2000 CH 310 110 147 321 248 4 2 1 2 4 2 166 9 8 244 1.704 D3 C KU 8 4 8 6 8 7 8 6 8 6 8 2 8 1 8 0 7 6 8 0 8 0 3 2001 CH 4 0 163 365 343 8 6 1 6 1 5 1 5 4 1 8 8 9 3 1.256 D3 D KU 8 2 8 4 8 4 8 6 7 9 8 0 7 7 7 6 7 4 7 5 8 3 8 1 2002 CH 5 324 242 247 2 0 4 9 1 0 5 7 7 2 4 1 1 8 1.040 D4 E KU 8 2 8 3 8 2 8 4 8 0 8 0 7 8 7 5 7 5 7 3 7 3 7 7 2003 CH 6 7 466 444 7 7 68 1 7 4 2 1 2 1 0 4 7 3 3 186 1.469 E4 E KU 8 1 8 2 8 2 8 1 7 9 8 0 8 0 7 6 7 5 7 5 7 5 7 9 2004 CH 295 246 300 113 272 1 3 2 3 0 0 9 0 3 166 1.521 D3 A KU 8 2 8 4 8 4 8 0 8 2 7 8 7 6 7 3 7 3 7 5 7 3 7 6 2005 CH 9 8 215 504 264 3 8 3 9 8 2 1 3 3 1 6 4 9 244 1.565 C4 E KU 8 0 8 2 8 2 8 2 7 7 8 0 8 0 7 5 7 4 7 4 75 81 20061 CH 9 5 246 305 8 6 272 1 3 127 2 1 4 2 KU 2 8 4 8 4 8 0 8 2 7 8 8 1 7 6 7 6 7 2 − −

CH = curah hujan, KU = kelembapan udara.

1Data untuk tahun 2006 tidak lengkap.

(3)

Newhall Simulation Model (Wambeke et al. 1985) menunjukkan, lahan kering di

wilayah selatan Merauke mempunyai rezim kelembapan tanah ustik, yaitu tanah mengalami kering > 90 hari secara kumu-latif. Wilayah bagian utara yang topo-grafinya berombak sampai berbukit memiliki iklim relatif basah sehingga rezim kelembapan tanahnya termasuk udik, yaitu > 90 hari tanah selalu lembap. Rezim suhu tanah di seluruh wilayah Kabupaten Merauke termasuk isohipertermik, yang dicirikan oleh perbedaan suhu musim dingin dan musim panas < 5°C (Soil Survey Staff 2003).

Di wilayah dengan rezim kelembapan tanah ustik, masa tanam relatif terbatas. Dalam kaitannya dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan, keberhasilan usaha tani tanaman semusim di wilayah ini sangat ditentukan oleh penentuan waktu tanam yang tepat. Pada wilayah dengan rezim kelembapan tanah udik, peluang masa tanam lebih lebar sehingga pola tanam dapat dirancang secara optimal dengan berbagai komoditas alternatif.

Rezim suhu tanah yang termasuk isohipertemik berkorelasi dengan suhu udara yang biasanya lebih panas 1°C dari suhu udara. Rezim suhu tanah dan suhu udara yang terlalu panas berpengaruh kurang baik terhadap kemampuan pro-duksi, karena energi yang dihasilkan melalui fotosintesis akan digunakan untuk respirasi (Kannegieter dan Huizing 1983).

Klasifikasi dan Kualitas Tanah

Kualitas dan karakteristik tanah serta po-tensinya untuk pertanian sangat ditentu-kan oleh faktor litologi, iklim, dan topografi atau bentuk wilayah. Di daerah tropis, komponen iklim yang paling berperan dalam proses pelapukan batuan secara fisik dan kimiawi adalah suhu udara dan curah hujan (Wilding et al. 1983). Lapukan batuan akan menghasilkan mineral ter-tentu yang merupakan sumber hara cadangan, atau bersifat toksik yang ber-pengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Djaenudin 2008).

Batas satuan lahan (land units) ter-masuk tanah secara spasial dicerminkan oleh kondisi landformnya. Landform lahan kering di wilayah Kabupaten Merauke

adalah beting pasir pantai tua (ancient sand

beach ridges) dan tektonik (struktural)

(Desaunettes 1977; Pusat Penelitian Tanah 1985; Marsoedi et al. 1997). Kedua grup landform tersebut sangat berkorelasi dengan sifat fisik, morfologi dan kimia tanah, serta mineraloginya sehingga akan mempengaruhi potensi dan manajemennya untuk pengembangan pertanian.

Tanah pada landform tektonik (struk-tural) di wilayah Kabupaten Merauke umumnya terbentuk dari batuan sedimen masam berupa batu liat dan batu pasir, sedangkan tanah pada landform beting pasir pantai tua terbentuk dari endapan marin (Heryanto dan Panggabean 1995). Dari hasil analisis mineral, batuan sedimen didominasi oleh kuarsa keruh, sedikit kuarsa bening dan konkresi besi sehingga miskin cadangan hara (Pusat Penelitian Tanah 1985).

Menurut hasil pemetaan terdahulu, tanah yang dominan pada lahan kering Kabupaten Merauke setelah disesuaikan dengan sistem Soil Taxonomy (Soil Survey Staff 2003) terdiri atas tiga ordo, enam grup, dan enam subgrup tanah. Keenam subgrup tersebut adalah dari ordo Entisols Typic Udipsamments dan Typic Quartzipsamments; dari Inceptisols Typic Eutrudepts dan Oxic Dystrudepts; serta dari Ultisols Typic Plinthudults dan Typic Hapludults (Tabel 3; Fakultas Pertanian IPB 1981; Pusat Penelitian Tanah 1985, 1986).

Typic Udipsamments

Typic Udipsamments terdapat pada

land-form beting pasir pantai tua di bagian

punggungan (rigdes), berbentuk paralel memanjang sehingga selalu kering. Teksturnya pasir berlempung, reaksi tanah netral dengan pH 6,50−6,80. Kandungan

Tabel 2. Suhu udara rata-rata (oC) dan lama penyinaran matahari (jam) di

daerah Merauke, 2000−−−−−2005.

Tahun Jenis Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des data 2000 Su 2 7 2 7 2 7 2 7 2 7 2 5 2 5 2 5 2 6 2 8 2 8 2 8 Pm 134 8 6 148 133 155 112 137 160 218 160 195 133 2001 Su 2 7 2 7 2 7 2 7 2 6 2 6 2 5 2 6 2 7 2 7 2 8 2 8 Pm 137 8 5 170 111 200 129 163 205 210 248 − 9 7 2002 Su 2 8 2 7 2 7 2 7 2 7 2 6 2 5 2 5 2 6 2 7 2 8 2 8 Pm 189 9 1 172 164 192 126 168 219 231 274 249 203 2003 Su 2 7 2 8 2 7 2 7 2 7 2 6 2 5 2 5 2 6 2 7 2 7 2 8 Pm 137 9 6 132 189 193 205 129 161 199 126 238 138 2004 Su 2 7 2 7 2 7 2 8 2 7 2 5 2 5 2 4 2 6 2 7 2 8 2 8 Pm 164 105 123 207 128 131 208 229 196 267 233 203 2005 Su 2 8 2 8 2 8 2 7 2 7 2 6 2 6 2 5 2 6 2 8 2 8 2 9 Pm 139 169 165 141 155 182 153 203 210 210 206 174 Su = suhu udara rata-rata; Pm = lama penyinaran matahari.

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Merauke (2007).

Tabel 3. Tanah yang dominan pada lahan kering di wilayah Kabupaten Merauke.

Ordo tanah Grup tanah Subgrup tanah Entisols Udipsamments Typic Udipsamments

Quartzipsamments Typic Quartzipsamments Inceptisols Eutrudepts Typic Eutrudepts

Dystrudepts Oxic Dystrudepts Ultisols Plinthudults Typic Plinthudults

(4)

C-organik dan nitrogen sangat rendah. Kadar P2O5 rendah sampai sedang dan kadar K2O total sangat rendah. Nilai tukar kation Ca sangat tinggi, Mg sangat rendah sampai rendah, serta K dan Na sangat rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) sangat rendah dan kejenuhan basa sangat tinggi.

Typic Quartzipsamments

Seperti Typic Udipsamments, Typic Quart-zipsamments juga terdapat pada landform beting pasir pantai tua di bagian pung-gungan, yang bentuknya paralel meman-jang. Tanah ini mempunyai tekstur pasir (kuarsa) dan reaksi tanah agak masam sampai netral (pH 6,10−6,70). Kandungan C-organik dan nitrogen sangat rendah serta kadar P2O5 dan K2O sangat rendah. Nilai tukar kation Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah. KTK sangat rendah sampai rendah dan kejenuhan basa rendah sampai sedang.

Typic Eutrudepts

Tanah ini mempunyai tekstur lempung liat berpasir dan liat, serta reaksi tanah netral (pH 7,10−7,70). Kandungan C-organik sangat rendah sampai rendah dan nitrogen rendah. Kadar P2O5 rendah, kecuali pada lapisan terbawah sangat tinggi, dan K2O total rendah. Nilai tukar kation Ca rendah sampai tinggi, sedangkan Mg, K, dan Na rendah. KTK sedang sampai tinggi dan kejenuhan basa sangat tinggi (> 60%).

Oxic Dystrudepts

Tanah ini mempunyai tekstur liat berdebu dan reaksi tanah masam (pH 4,90). Kan-dungan C-organik pada lapisan atas tinggi, tetapi pada lapisan bawah sangat rendah hingga rendah. Nitrogen sangat rendah sampai sedang. Kadar P2O5 dan K2O sangat rendah sampai rendah. Nilai tukar kation Ca rendah sampai tinggi, sedangkan Mg, K, dan Na termasuk rendah. KTK rendah dan kejenuhan basa sangat rendah.

Typic Plinthudults

Pada tanah ini terdapat plintit berwarna merah yang mengindikasikan kandungan

besi (Fe) tinggi. Tekstur lapisan atas liat berdebu, dan lapisan bawahnya liat. pH tanah sangat masam (4,20). Kandungan C-organik pada lapisan atas tinggi, tetapi pada lapisan bawah sangat rendah. Nitro-gen pada lapisan atas sedang, tetapi pada lapisan bawah sangat rendah. Kadar P2O5 sangat rendah, dan K2O rendah hingga sedang. Nilai tukar kation Ca rendah hingga sangat rendah, sedangkan Mg sedang hingga tinggi. K sedang hingga tinggi, dan Na termasuk rendah sampai sedang. KTK tinggi dan kejenuhan basa sangat rendah hingga rendah.

Typic Hapludults

Tanah ini memiliki tekstur pada lapisan atas lempung liat berpasir, sedangkan di lapisan bawah liat. Reaksi tanah sangat masam hingga masam (pH 4,20−4,90). Kandungan C-organik pada lapisan atas rendah sampai tinggi, dan di lapisan bawah sangat rendah. Nitrogen pada lapisan atas rendah sampai sedang, namun di lapisan bawah sangat rendah. Kadar P2O5 dan K2O tergolong rendah hingga sangat rendah. Nilai tukar kation Ca sangat rendah, Mg rendah sampai sangat rendah. K, Na, dan KTK termasuk rendah, sedangkan kejenuhan basa sangat rendah.

Perbaikan Kualitas Tanah

Kendala utama pemanfaatan lahan kering di wilayah Kabupaten Merauke adalah sifat kimia tanah dan sebagian sifat fisik morfologinya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah serta poten-sinya untuk pengembangan tanaman pangan dapat ditempuh upaya berikut. 1) Pemberian kapur pertanian (kaptan)

terutama pada tanah Ultisols dari subgrup Typic Plinthudults dan Typic Hapludults. Kapur antara lain berperan dalam mengatasi pH tanah yang masam, kejenuhan basa rendah, dan menekan pengaruh buruk Al dan Fe, terutama terhadap ketersediaan fosfat (P) bagi tanaman. Pengapuran akan menurunkan kemasaman tanah se-hingga ketersediaan P meningkat. 2) Pemberian bahan organik terutama

pada tanah yang memiliki KTK rendah, serta memperbaiki sifat fisik dan morfologi tanah, dalam hal ini struktur dan konsistensi tanah serta

kemam-puan meretensi air dan hara. Bahan organik berperan sangat penting ter-utama pada tanah yang teksturnya kasar atau berpasir, yaitu Typic Udipsamments dan Typic Quartzip-samments.

3) Pemupukan lengkap N, P, K. Karena pH tanah tergolong masam, sumber hara N yang dapat digunakan adalah urea, sedangkan sumber hara P dan K masing-masing adalah SP36 dan KCl. Takaran pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman yang akan dikem-bangkan.

Bentuk Wilayah

Bentuk wilayah merupakan komponen lahan yang sangat menentukan pengelo-laannya untuk pengembangan komoditas pertanian. Wilayah berbukit umumnya berlereng curam dan tanahnya labil sehingga tidak sesuai untuk pertanian. Untuk menjaga kelestarian lingkungan, wilayah berbukit diarahkan untuk ka-wasan konservasi atau lindung. Keragaan bentuk wilayah, lereng, serta perbedaan tinggi antara yang tertinggi dan terendah pada masing-masing satuan bentuk wilayah di Kabupaten Merauke disajikan pada Tabel 4.

Dari aspek bentuk wilayah dan lereng dikaitkan dengan kondisi tanahnya, lahan yang berpeluang untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering di Kabu-paten Merauke berada pada topografi agak datar sampai berombak, yang luasnya mencapai 1.816.450 ha. Mekanisasi per-tanian, baik untuk pengolahan tanah (Gambar 1), penanaman maupun panen dan pascapanen, merupakan alternatif teknologi untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja.

Hamparan lahan kering pada

land-form dataran tektonik (struktural) dengan

bentuk wilayah datar sampai berombak sebagian masih berupa hutan dan tanah didominasi Typic Plinthudults dan Typic Hapludults. Lahan tersebut antara lain terdapat di daerah antara Merauke dan Sota (Gambar 2). Bila ditunjang dengan infrastruktur jalan yang memadai, karena jaraknya ke kota Merauke relatif dekat untuk pemasaran hasil, kawasan tersebut sangat prospektif sebagai sentra produksi tanaman pangan lahan kering.

Sebagai pembanding, lahan yang bentuk wilayahnya datar dan/atau cekung, tidak diperhitungkan sebagai lahan

(5)

Gambar 1. Pengolahan tanah Oxic Dystrudepts dan Typic Eutrudepts secara mekanis (Pemerintah Kabupaten Merauke 2007).

Tabel 4. Bentuk wilayah, kisaran lereng, dan perbedaan tinggi di wilayah Kabupaten Merauke.

Bentuk wilayah Lereng Perbedaan tinggi Luas (%) (m) ha % Datar < 2 < 10 2.235.801 50,08 Agak datar 2−3 < 10 1.347.614 30,17 Berombak > 3−8 < 10 468.836 10,50 Bergelombang > 8−1 5 10−50 236.006 5,89 Berbukit > 15−3 0 10−50 150.065 3,36 Total 4.438.322 100 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke dan Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Papua (2004).

cadangan bagi pertanian lahan kering, karena sebagian besar lahan berada pada

landform aluvial, fluvio-marin, dan marin

yang merupakan lahan basah berawa (Gambar 3). Lahan tersebut dicadangkan Pemerintah Kabupaten Merauke sebagai areal persawahan melalui Merauke

Integrated Rice Estate-MIRE (Pemerintah

Kabupaten Merauke 2007). Gagasan ini mencerminkan adanya kebijakan peng-aturan dan arahan tata ruang pertanian sesuai dengan kondisi agroekosistemnya. Dengan penataan dan pengelolaan air yang tepat (Gambar 4), lahan basah pada

landform fluvio-marin dapat dioptimalkan

pemanfaatannya, terutama untuk men-dukung MIRE.

KERAGAAN PERTANIAN

LAHAN KERING

Hasil analisis topografi dari citra landsat komposit band 5, 4, dan 3 menunjukkan, di daerah Kecamatan Semangga dan Kimaam hampir tidak terdapat lahan kering. Hal ini karena wilayah tersebut ter-masuk landform aluvial dan fluvio-marin yang selalu jenuh air atau didominasi lahan basah (Marsoedi et al. 1997; Hendrisman

et al. 2005).

Hasil pewilayahan komoditas perta-nian berdasarkan zona agroekologi tahun 2004 menunjukkan, wilayah Kabupaten Merauke memiliki tiga arahan tata ruang pertanian dan satu untuk kawasan lindung (Tabel 5; Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2004). Luas lahan kering untuk tanaman pangan (semusim) men-cakup 1.474.061 ha atau 33,02% dari luas Kabupaten Merauke, dan untuk tanaman tahunan termasuk hortikultura 413.071 ha. Komoditas tanaman pangan lahan kering yang biasa diusahakan petani di wilayah ini adalah kedelai, jagung, kacang tanah, ubi jalar, dan ubi kayu. Perkembangan usaha tani komoditas tersebut, yang men-cakup luas tanam, luas panen dan hasilnya disajikan pada Tabel 6.

Berdasarkan data pada Tabel 6, lahan kering yang telah digunakan masih sangat sedikit. Hal ini diduga karena tenaga kerja dan modal petani terbatas, serta keter-sediaan infrastruktur dan pasar belum memadai. Ini merupakan tantangan yang harus diatasi oleh berbagai pihak terkait. Program pembangunan pertanian pada skala komersial yang tidak atau belum

Gambar 2. Dataran berombak antara Merauke dan Sota, lahan tercadang untuk tanaman pangan lahan kering (Pemerintah Kabupaten Merauke 2007).

(6)

Gambar 3. Lahan rawa pada landform fluvio-marin berpotensi untuk sawah (Pemerintah Kabupaten Merauke 2007).

Gambar 4. Pengelolaan tata air pada lahan rawa untuk sawah (Pemerintah Kabupaten Merauke 2007).

Tabel 5. Arahan tata ruang pertanian dan nonpertanian di Kabupaten Merauke.

Arahan tata ruang pertanian dan nonpertanian Luas ha % Tanaman pangan lahan basah 1.643.635 36,81 Tanaman pangan lahan kering 1.474.061 33,02 Tanaman perkebunan dan hortikultura 413.071 9,25 Kawasan hutan konservasi (lindung) 933.955 20,92 Total 4.464.722 100

Tabel 6. Perkembangan budi daya tanaman pangan lahan kering di Kabupaten Merauke, 2001−−−−−2005.

Jenis komoditas Tahun

2001 2002 2003 2004 2005 Kedelai

Luas tanam (ha) 180 270 265 485 800 Luas panen (ha) 223 267 141 3 2 575 Hasil (t/ha) 0,79 0,80 0,80 1 1,20 Jagung

Luas tanam (ha) 269 471 198 231 349 Luas panen (ha) 426 476 159 349 282 Hasil (t/ha) 2,50 2,50 0,90 1,10 2,20 Kacang tanah

Luas tanam (ha) 256 258 166 254 636 Luas panen (ha) 302 252 165 240 409 Hasil (t/ha) 0,80 0,80 0,80 0,80 1,30 Ubi jalar

Luas tanam (ha) 149 167 186 114 100 Luas panen (ha) 162 165 174 258 118 Hasil (t/ha) 6 6,10 6,10 8 8 Ubi kayu

Luas tanam (ha) 145 409 219 192 205 Luas panen (ha) 199 407 212 353 128 Hasil (t/ha) 7 7 7 8 1 0 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke dan Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Papua (2004).

diikuti oleh penyediaan infrastruktur ter-masuk pasar, sulit mencapai sasaran antara lain meningkatnya kesejahteraan petani.

Hasil jagung, kedelai, dan ubi jalar di tingkat petani relatif tinggi, namun hasil kacang tanah masih rendah dan ubi kayu sangat rendah. Hal ini dapat disebabkan takaran pupuk dan/atau keseimbangannya belum sesuai dengan kualitas dan karak-teristik tanah. Sebagai gambaran, Tabel 7 menunjukkan kebutuhan hara untuk mencapai produksi tertentu dan potensi produksi yang dapat dicapai pada usaha tani skala smallholder di tingkat petani dan skala komersial atau good commercial

yield.

Umumnya petani di Merauke telah memberikan pupuk pada tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, dan ubi kayu. Jenis pupuk dan jumlahnya berda-sarkan luas tanam disajikan pada Tabel 8. Takaran pupuk untuk masing-masing komoditas, yang diperhitungkan berdasar-kan luas tanam disajiberdasar-kan pada Tabel 9. Ketersediaan hara bagi tanaman antara lain ditentukan oleh pH tanah, KTK, dan ke-jenuhan basa. Tanah yang dominan pada lahan kering masam sampai agak masam (pH 4,50−5,50) di Kabupaten Merauke adalah Typic Udipsamments, Typic Quart-zipsamments, Oxic Dystropepts, Typic Plinthudults, dan Typic Hapludults. Ke-butuhan hara nitrogen (N), fosfat (P2O5), kalium (K2O), CaO (kaptan/dolomit), dan kompos terutama untuk tanah yang teksturnya berpasir pada Typic Udipsam-ments dan Typic QuartzipsamUdipsam-ments disajikan pada Tabel 10.

Untuk tanah dengan pH netral atau alkali serta kejenuhan basa lebih dari 35%,

(7)

Tabel 7. Kebutuhan hara untuk mencapai hasil tertentu, dan peluang hasil yang dapat dicapai.

Hasil Kebutuhan hara Peluang hasil yang dicapai Komoditas (kg/ha) (t/ha)

(t/ha) N P2O5 K2O Petani Komersial Jagung 4 6 0−100 5 0−100 3 0−6 0 0,50−1,50 6−9 Kedelai 2 0−2 5 3 5−6 0 3 5−7 5 0,80−1,30 1,50−2,50 Kacang tanah 1 1 5−2 5 5 0−100 3 5−7 5 1−2 2−3 Ubi jalar 101 9 0 2 0 120 510 2 53 0 Ubi kayu 8 0 5 0−9 0 6 0−7 5 8 0−120 30−4 0 5−1 5 1Selain hara N, P

2O5, dan K2O, perlu diberikan CaO, MgO 15 kg/ha.

Sumber: Sys et al. (1993).

Tabel 8. Penggunaan pupuk untuk tanaman pangan di Merauke, 2007.

Jenis Luas tanam Penggunaan pupuk (kg) komoditas (ha) Urea TSP KCl Jagung 118 23.600 11.800 5.900 Kedelai 231 11.550 28.875 5.775 Kacang tanah 619 46.425 15.475 61.900 Ubi jalar 127 19.050 12.700 6.350 Ubi kayu 122 18.300 12.200 6.100 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Merauke dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua (2004).

Tabel 10. Kebutuhan hara tanah masam (pH 4,50−−−−−5,50).

Jenis Kebutuhan hara (kg/ha)

komoditas N Urea P2O5 SP36 K2O KCl CaO Kapur Kompos1

(dolomit) (t/ha) Jagung 165 358,70 5 5 152,80 135 225 7 5 258,60 5−7 Kedelai 125 271,70 3 0 83,30 4 0 66,70 7 5 258,60 5−7 Kacang tanah 5 0 108,70 1 5 41,70 1 5 2 5 100 344,80 5−7 Ubi jalar 9 0 195,70 2 0 55,60 120 200 7 5 258,60 5−7 Ubi kayu 120 260,90 3 0 83,30 150 250 7 5 258,60 5−7

1Untuk tanah berpasir (Udipsamments, Quartzipsamments).

Sumber: Sys et al. (1993).

kualitas dan karakteristik tanah atau klasifikasi tanah di lokasi pengembangan. Data hasil pemetaan tanah dapat di-manfaatkan untuk pengembangan komo-ditas pertanian. Dengan didukung data sebaran tanah menurut klasifikasinya secara spasial, hasil percobaan pemu-pukan suatu komoditas pertanian dapat dikembangkan di tempat lain yang memiliki iklim, tanah, dan biofisik lingkungan serupa (Djaenudin 2008). Untuk keperluan alih teknologi, klasifikasi tanah pada lokasi percobaan minimal pada tingkat famili, tetapi idealnya pada tingkat seri tanah.

KESIMPULAN

Dalam periode 2000−2005, di wilayah Kabupaten Merauke telah terjadi peru-bahan iklim. Fenomena ini perlu dicermati dalam upaya mengatur pola dan masa tanam yang tepat karena akan mempe-ngaruhi ketersediaan air dan produktivitas tanaman, terutama di lahan kering.

Wilayah bagian selatan Kabupaten Merauke memiliki iklim kering dengan penyinaran matahari cukup lama, dan bagian utara beriklim basah atau lembap. Kondisi ini sangat prospektif untuk pe-ngembangan tanaman pangan.

Landform tektonik (struktural) dari

batuan sedimen masam mendominasi lahan kering di wilayah Kabupaten Me-rauke. Pada landform beting pasir pantai tua dari endapan pasir marin, tanahnya porous sehingga mudah kehilangan air, dan daya retensi hara sangat rendah se-hingga mudah kehilangan hara.

Tanah pada landform tektonik (struktural) memiliki tekstur agak halus sampai halus, pH masam sampai netral, namun mineralnya didominasi kuarsa keruh sehingga miskin cadangan hara. Kandungan C-organik sangat rendah sampai tinggi, dan nitrogen sangat rendah sampai sedang. Kadar P2O5 sangat rendah sampai rendah dan K2O sangat rendah sampai sedang. Nilai tukar kation Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah sampai tinggi, KTK rendah sampai tinggi, dan kejenuhan basa sangat rendah sampai tinggi.

Tanah pada beting pasir pantai tua memiliki tekstur agak kasar sampai kasar, pH netral, kandungan C-organik dan nitrogen sangat rendah sampai tinggi. Kadar P2O5 rendah sampai sedang dan kadar K2O total sangat rendah. Nilai tukar kation Ca, Mg, K, dan Na sangat rendah sampai tinggi. KTK sangat rendah dan

Tabel 9. Takaran pemupukan tanaman pangan di lahan kering Merauke, 2007.

Jenis Takaran pupuk (kg/ha)

komoditas Urea TSP setara SP361 KCl

Jagung 200 100 (127,78) 5 0 Kedelai 5 0 125 (159,72) 2 5 Kacang tanah 7 5 2 5 (31,94) 100 Ubi jalar 150 100 (127,78) 5 0 Ubi kayu 150 100 (127,78) 5 0 1Kandungan P 2O5 pada 46% dan SP36 36%.

dalam hal ini Typic Eutrudepts, takaran pupuk yang diperlukan lebih rendah, namun sampai saat ini belum ada acuan yang pasti. Oleh karena itu, untuk

me-ngetahui takaran pupuk yang tepat pada setiap jenis tanaman perlu dilakukan uji tanah diikuti dengan percobaan lapang. Namun sebelumnya perlu diketahui

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Merauke. 2007. Data Iklim Curah Hujan, Kelembapan Udara, Suhu, dan Penyinaran Matahari Daerah Merauke periode 2000−

2006. Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Merauke.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber-daya Lahan Pertanian. 2007. Pemetaan Zona Agroekosistem Tingkat Semidetail, Skala 1:50.000 Daerah Kecamatan Kurik dan Semangga, Kabupaten Merauke. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Desaunettes, J.R. 1977. Catalogue of Landforms for Indonesia. Examples of a Physiography Approach to Land Evaluation for Agricultural Development. SRI-FAO. AGL/TF/INS/44. Working Paper No. 13.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Horti-kultura Kabupaten Merauke dan Balai Peng-kajian Teknologi Pertanian Papua. 2004. Pewilayahan Komoditas Pertanian Berdasar-kan Zona Agroekologi Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Mera-uke dan Balai Pengkajian Teknologi Perta-nian Papua.

Djaenudin, D., H. Marwan, A. Hidayat, dan H. Subagyo. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Djaenudin, D. 2008. Prospek Penelitian Potensi Sumberdaya Lahan di Wilayah Indonesia. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang

Pedologi dan Penginderaan Jarak Jauh. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian -Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Fakultas Pertanian IPB. 1981. Survei dan

Pemeta-an Kapabilitas LahPemeta-an WPP Kurik, Merauke, Irian Jaya. Laporan Akhir No. 41/IRJA/ Dok./1981. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Food and Agriculture Organization. 1996. Agro-ecological Zoning Guidelines. Food and Agri-culture Organization Soil Bulletin 73. Rome, Italy.

Hendrisman, M., Hikmatullah, dan D. Djaenudin. 2005. Analisis Topografi dari Citra Landsat-7 ETM; Studi Kasus Daerah Sidangoli-Sofifi, Halmahera. hlm. 223−239. Prosiding Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Heryanto, R. dan H. Panggabean. 1995. Peta Geologi Lembar Merauke, Irian Jaya (3407). Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Kannegieter, A. and H. Huizing. 1983. Aspect of Agriculture. Lecture Notes N.-2 Rural Survey Course ITC Enschede The Netherlands. Marsoedi, D.S., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, SWP

Darul, S. Hardjowigeno, J. Hof, dan E.R. Jordens. 1997. Pedoman Klasifikasi Land-form. Versi 3.0. LREP II, Part C. Center for Soil and Agroclimate Research, Bogor. Oldeman, L.R., I. Las, and M. Darwis. 1978.

The Agroclimatic Map of Sumatra, scale 1: 2,500,000. Contr. Centr. Res. Inst. Agric. Bull. No. 60, Bogor.

Pemerintah Kabupaten Merauke. 2007. Merauke Rice Estate Integrated MIRE dalam Men-dukung Ketahanan Pangan Nasional. Dinas Tanaman Pangan, Mei 2007 Proposal. Pusat Penelitian Tanah. 1985. Survei dan

Pemetaan Tanah Tingkat Tinjau Daerah Merauke dan Sekitarnya, Kabupaten Merauke, Provinsi Irian Jaya. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.

Pusat Penelitian Tanah. 1986. Survei dan Pemetaan Tanah Tingkat Tinjau Daerah Merauke S. Digul-Pantai Kasuari, Provinsi Irian Jaya. Pusat Penelitian Tanah, Bogor. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall

Type Based on Wet and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42. Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.

Soil Survey Staff. 2003. Key to Soil Taxonomy. Ninth Edition. USDA, Washington, D.C. Sys, C., E. Van Ranst, J. Debaveye, and F.

Beer-naert. 1993. Land Evaluation Part III. Agric. Public. No 7. Brussels, Belgium.

Wambeke, A.R., Van. P. Hastings, and P. Tolo-meo. 1985. New Simulation Model (NSM) for Moisture Regimes. Dep. Agric. Bradfield Hall. Cornell University. New York. Wilding, L.P., N.E. Smeck, and G..F. Hall. 1983.

Pedogenesis and Soil Taxonomy. Concepts and Interactions. Developments in Soil Science 11 A.

kejenuhan basa rendah sampai sangat tinggi.

Untuk memperbaiki kesuburan tanah perlu pupuk organik, fosfat dan kalium,

serta kapur untuk meningkatkan pH tanah yang sangat masam sampai masam, termasuk dolomit bagi tanah dengan Mg sangat rendah. Hasil komoditas tanaman

pangan terutama kacang tanah dan ubi kayu berpeluang untuk ditingkatkan dengan memberikan pupuk sesuai dengan kualitas dan karakteristik tanah.

Gambar

Tabel 1. Curah hujan (mm) dan kelembapan udara (%) di daerah Merauke, 2000−−−−−2006.
Tabel  3. Tanah yang dominan pada lahan kering di wilayah Kabupaten Merauke.
Tabel  4. Bentuk wilayah, kisaran lereng, dan perbedaan tinggi di wilayah Kabupaten Merauke.
Gambar 3. Lahan rawa pada landform fluvio-marin berpotensi untuk sawah (Pemerintah Kabupaten Merauke 2007).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis yang berjudul : FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUNJUNG DALAM MEMILIH LOKASI PARKIR DI KAWASAN KOMERSIAL STUDI

Faktor pembatas yang dominan untuk penggunaan lahan tanaman pangan pada pedon PIM-1 adalah tanah lapisan atas yang bertekstur berat (liat), sementara untuk pedon

Namun perdagangan kadang dilakukan dengan cara yang curang dan melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku. Contohnya: fenomena yang terjadi di masyarakat yaitu

Hasil yang diperoleh yaitu (1)guru mendapatkan teori tentang pentingnya pemahaman budaya (2) meningkatnya pengetahuan dan pemahaman guru bidang studi bahasa Inggris

Pada Gambar 1, secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan diantaranya studi literatur dan pengambilan data yang nantinya data tersebut digunakan

Naskah manuskrip yang ditulis harus mengandung komponen-komponen artikel ilmiah berikut (sub judul sesuai urutan), yaitu: (a) Judul Artikel, (b) Nama Penulis (tanpa gelar), (c) Alamat

Analisis menunjukkan beberapa strategi-strategi pemahaman telah digunakan dalam penyelesaian masalah matematik berperkataan iaitu strategi pemahaman dari segi umum

Giro secara umum menurut Karim (2014:351) adalah “simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah