• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PEILONEFRITIS SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PEILONEFRITIS SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PEILONEFRITIS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah individu yang mempunyai sub-sub sistem. Sub-sub sistem tersebut adalah sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal, sistem persyarafan, sistem perkemihan, dan sistem-sistem yang lainnya. Keseimbangan antara semua sistem-sistem diatas itulah yang menyebabkan manusia dikatakan sehat secara jasmani.Semua sistem tersebut melibatkan organ-organ dalam menjalankan tugasnya, seperti sistem perkemihan yang melibatkan organ ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal merupakan bagian utama dari saluran kemih yang terdiri dari organ-organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urin) ke luar tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain yaitu infeksi ginjal. Infeksi ginjal atau pielonefritis merupakan peradangan pada jaringan ginjal. Untuk lebih jelasnya, penulis akan membahas tentang bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada pasien yang mengalami pielonefritis agar tidak berlanjut menjadi pielonefritis kronik.

B. Masalah

Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan pielonefritis.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan proses pembelajaran mata kuliah ini peserta didik diharapkan mampu mempraktekkan pengelolaan pelayanan keperawatan profesional dan mahasiswa dapat menerapkan konsep dasar dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien khususnya pada kasus pielonefritis.

(3)

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan tinjauan pustaka tentang pielonefritis. b. Melakukan pengkajian pada klien pielonefritis.

c. Menganalisa data-data yang ditemukan pada klien pielonefritis. d. Membuat nursing care planning pada klien pielonefritis.

(4)

BAB II PEMBAHASAN A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Ginjal

Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia. Di samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting homeostasis. Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun, memperlakukan suasana keseimbangan air. mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan tubuh, dan mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam darah.

2. Ureter

Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung kemih) melalui ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang punggung) yang menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih. 3. Vesika urinaria

Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul.Bila terisi penuh, kandung kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul.

4. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-laki, uretra berjalan berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis, selanjutnya menuju ke penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra terbagi menjadi 3 bagian, yaitu pars proetalika, pars membranosa, dan pars kavernosa. Muara uretra ke arah dunia luar disebut meatus. Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring, sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Muara uretra pada perempuan terletak di sebelah atas vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra perempuan berfungsi sebagai saluran ekskretori.

(5)

B. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Pielonefritis

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses madka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis renalis), tubulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).

Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas organ-organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urine) ke luar tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain yaitu infeksi ginjal.

Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu : a. Pyelonefritis akut

Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang

(6)

berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin.Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi.Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.Pyelonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui.Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih.Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula, penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.

b. Pielonefritis kronis

Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pielonefritis Pielonefritis akut Sering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

(7)

2. Etiologi a. Bakteri

 Escherichis colli

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan pada pielonefritis akut tanpa komplikasi

 Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa.

Pseudomonas juga merupakan patogen pada manusia dan merupakan penyebab infeksi pada saluran kemih.

 Klebsiella enterobacter

Klebsiella enterobacter merupakan salah satu patogen menular yang umumnya menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat menyebabkan infeksi saluran kemih

 Species proteus

Proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna, menjadi patogenik ketika berada di dalam saluran kemih.

 Enterococus

Mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran cerna dan bersifat patogen di dalam saluran kemih

 Lactobacillus

Adalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina, dipertimbangkan sebagai kontaminan saluran kemih. Apabila ditemukan lebih dari satu jenis bakteri, maka spesimen tersebut harus dipertimbangkan terkontaminasi. Hampir semua gambaran klinis disebaban oleh endotoksemia. Tidak semua bakteri bersifat patogen di saluran perkemihan, tetapi semua bakteri tersebut ditemukan dalam sampel biakan urine. Namun, bakteri-bakteri tersebut tetap merupakan kontaminan.

b. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat.

c. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.

(8)

d. Kehamilan

Kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran plasma efektif ke ginjal dan saluran kencing. Kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler meningkat 30-50%. Dibawah keadaan yang normal peningkatan kegiatan penyaringan darah bagi ibu dan janin yang tumbuh tidak membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra. Keduanya menjadi dilatasi karena peristaltik uretra menurun. Sebagai akibat, gerakan urin ke kandung kemih lebih lambat. Stasis urin ini meningkatkan kemungkinan pielonefritis.

Estrogen dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang terjadi pada kadung kemih yang akan naik ke ginjal. Bendungan dan atoni ureter dalam kehamilan mungkin disebabkan oleh progesteron, obstipasi atau tekanan uterus yang membesar pada ureter.

Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.

3. Patofisiologi

Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau tumor.

(9)

Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

(10)

Pathway Pielonefritis

Penyebab (bakteri)

Masuk saluran kemih Masuk saluran darah

Adanya Obstruksi Ginjal

Aliran balik ginjal oleh bakteri

Peradangan / infeksi ginjal

Hematuria Demam Kurang pengetahuan

Perubahan kenyamanan

Penguapan berlebihan Mukosa kering Nafsu makan berkurang Kelemahan Nyeri Akut Gangguan Pola Tidur Ansietas Hipertermi Intoleransi Aktivitas Gangguan nutrisi Resiko kekurangan volume cairan

(11)

4. Tanda dan Gejala

Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.

Dapat terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.

Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali.

a. Pyelonefritis akut ditandai dengan :

- pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal

- Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea,

- nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.

- Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.

- Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.

- Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

b. Pielonefritis kronis

Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala:

- Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang spesifik.

- Adanya keletihan.

(12)

- Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria dan kepekatan urin menurun.

- Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.

- Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.

- Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.

- Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi.

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:

a. Whole blood b. Urinalisis

c. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya

d. BUN e. Creatinin

f. Serum Electrolytes g. Biopsi ginjal

h. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur

6. Komplikasi

Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669)

a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

(13)

b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner & Suddarth, 2002: 1437).

7. Penatalaksanaan Medik

Infeksi ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akan sembuh tuntas. Namun residu infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakit kambuh kembali terutama pada penderita yang kekebalan tubuhnya lemah seperti penderita diabetes atau adanya sumbatan/hambatan aliran urin misalnya oleh batu, tumor dan sebagainya. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari

b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)

c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

(14)

Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:

a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi. b. Monitor Vital Sign

c. Melakukan pemeriksaan fisik

d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien. e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

f. Memantau input dan output cairan.

g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes) h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur

pengobatan. Karena pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yang dapat membuat pasien berkecil hati.

8. Pencegahan

Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus dilakukan:

a. minumlah banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk membantu pengosongan kandung kemih serta kontaminasi urin.

b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal c. banyak istirahat di tempat tidur

d. terapi antibiotika

Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra.Pada waktu pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.

Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk pengobatan infeksi ginjal mempunyai khasiat sebagai antiradang, antiinfeksi, menurunkan

(15)

panas, dan diuretik (peluruh kemih). Tumbuhan obat yang dapat digunakan, antara lain :

a. Kumis kucing (Ortthosiphon aristatus) b. Meniran (Phyllanthus urinaria)

c. Sambiloto (Andrographis paniculata) d. Pegagan (Centella asiatica)

e. Daun Sendok (Plantago major)

f. Akar alang-alang (Imperata cyllindrica) g. Rambut Jagung (Zea mays)

h. Krokot (Portulaca oleracea)

i. Jombang (Taraxacum mongolicum) j. Rumput mutiara(Hedyotys corymbosa).

C. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :

a. Data biologis meliputi : 1) Identitas Klien 2) Identitas penanggung b. Riwayat kesehatan :

1) Riwayat infeksi saluran kemih

2) Riwayat pernah menderita batu ginjal 3) Riwayat penyakit DM, Jantung c. Pengkajian fisik :

1) Palpasi kandung kemih 2) Infeksi darah meatus

3) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine 4) Pengkajian pada costovertebralis

d. Riwayat psikososial

Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit mekanisme kopin dan system pendukung

(16)

e. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga

1) Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit

2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

b. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi c. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

d. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan

e. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri f. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

g. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

3. Intervensi

Dx. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran mukosa, kurang nafsu makan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu makan bertambah.

Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi

1

Mandiri

Pantau / catat permasukan diet Membantu dan mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gajala uremik (contoh : mual, anoreksia, gangguan rasa) dan pembatasan diet multiple mempengaruhi

(17)

2

3

4

5

6

Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dengan larutan (25%) cairan asam asetat. Berikan permen karet, permen keras, penyegar mulut diantara makan

Berikan makanan sedikit tapi sering

Kolaborasi :

Konsul dengan ahli gizi/tim pendukung nutrisi

Batasi kalium, natrium dan pemasukan fosat sesuai indikasi

Awasi pemeriksaan labiratorium, contoh; BUN, albumin serum, transferin, natrium dan kalium.

pemasukan makanan.

Mambran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, meminyaki dan membantu menyegarkan rasa mulut yang sering tidak nyaman pada uremia dan membatasi pemasukan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan amonea yang dibentuk oleh perubahan urea.

Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya paristaltik

Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan,dan mengidentifikasi rute paling efektif dan produknya, contoh tambahan oral, makanan selang hiperalimentasi

Pembatasan elektrolit ini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialisis tidak menjadi bagian pengobatan, dan atau selama fase penyembuhan. Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan kebutuhan / efektivitas terapi.

(18)

Dx. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman dan nyerinya berkurang.

Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 5 6 7 Mandiri :

Pantau intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri

Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.

Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi

Pantau haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih, masukan dan haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang

Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan punggung, lingkungan istirahat

Berikan perawatan parineal

Kolaborasi :

Berikan analgesic sesuia kebutuhan

Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi

Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot – otot

Untuk membantu klien dalam berkemih

Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang di harapkan

Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot

Untuk mencegah kontaminasi uretra

(19)

8

dan evaluasi keberhasilannya

Berikan antibiotic. Buat berbagi variasi sediaan minum, termasuk air segar. Pemberian air sampai 2400 ml/hari

sehingga mengurangi nyeri

Akibat dari haluran urin memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran berkemih

Dp. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien berkurang

Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan suhu kulit lembab

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 Mandiri :

Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ; perhatikan menggigil/diaforesis

Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi

Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol

Berikan selimut pendingin

Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan proses penyakit infeksius akut

Suhu ruangan/jumlah selimut

harus diubah untuk

mempertahankan suhu mendekati normal.

Dapat membantu mengurangi demam. Catatan : penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabakan kedinginan, peningkatan suhu secara aktual. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit. Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,50-400 C pada waktu terjadi kerusakan/ gangguan otak.

(20)

5 Kolaborasi :

Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (tylenol)

Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotelamus. Meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme. Dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi

Dx. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah

Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya

Pantau tingkat kecemasan

Beri dorongan spiritual

Beri penjelasan tentang penyakitnya

Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan

Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien

Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada tuhan YME

Agar klien mengerti sepenuhnya dengan penyakit yang di alaminya.

(21)

Dx. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur dengan nyenyak.

Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 5 Mandiri :

Instruksikan tindakan relaksasi

Hindari mengganggu bila mungkin, mis : membangun untuk obat atau terapi

Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi

Dorong posisi nyaman, bantu dalam megubah posisi

Kolaborasi :

Berikan sedatif, hipnotik, sesuai indikasi

Membantu menginduksi tidur

Tidur tanpa gangguan pasien mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun

Mengkaji perlunya

mengidentifikasi intervensi yang tepat.

Perubahan posisi mengubah area tekanan dan meningkatkan istirahat Mungkin di berikan untuk membantu pasien tidur/istirahat selama periode dari rumah ke lingkungan baru. Catatan : hindari penggunaan kebiasaan, karena ini menurunkan waktu tidur.

Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran aktifitas.

Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang

menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas. Intervensi :

(22)

No Intervensi Rasionalisasi

1

2

Mandiri :

Bantu aktivitas perawatan diri yang di perlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktifitas selama fase penyembuhan.

Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas

Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pemilihan intervensi.

Dx. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat

Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam

Intervensi : No Intervensi Rasionalisasi 1 2 3 4 Mandiri :

Ukur dan catat urine setiap kali berkemih

Pastikan kontinuitas kateter pirau / akses

Tempatkan pasien pada posisi telentang / tredelenburg sesui kebutuhan

Pantau mambran mukosa kering, torgor kulit yang kurang baik, dan

Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input / output

Terputusnya pirau / akses terbuka akan memungkinkan eksanguinasi

Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi

Hipovolemia/cairian ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda

(23)

5

6

rasa haus

Kolaborasi :

Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi

~

Berikan cariran IV (contoh, garam faal)/ volume ekspender (contoh albumin)selama dialisa sesuai idikasi

dehidrasi

~ Menurun karena anemia,

hemodilusi atau kehilangan darah aktual.

~ Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofelter Cav bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik. Volume ekspender mungkin dibutuhkan selama / setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba.

(24)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.

Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.

B. Saran

Saran kami dalam makalah ini semoga para pembaca bisa lebih memahami isi dari makalah ini dan dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan dan membandingkan dengan referensi lainnya.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Referensi

Dokumen terkait