• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN AUDITOR KLIEN : FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDITOR SWITCHING (Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur Di Indonesia) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN AUDITOR KLIEN : FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDITOR SWITCHING (Studi Pada Perusahaan Sektor Manufaktur Di Indonesia) ABSTRACT"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN AUDITOR – KLIEN : FAKTOR–FAKTOR

YANG MEMPENGARUHI AUDITOR SWITCHING (Studi Pada

Perusahaan Sektor Manufaktur Di Indonesia)

Maida Mutiara Sihombing

Herry Laksito, SE., M.Adv. Acc., Akt

ABSTRACT

This research aims to analyze the effect of audit firm size, client size, client growth rate, financial distress, audit tenure, board of commissioners, and audit opinion on auditor switching in Indonesia. Some of past researches about auditor switching shows different results. Because of that, another research needs to be done to verify theory of auditor switching.

Data collecting method which used in this research is method purposive sampling, that based on the objectives of research. Based on method purposive sampling, research sample total is 150 manufacturing companies which is listed in “Bursa Efek Indonesia” (BEI) in 2008-2010 period. Hypothesis in this research are tested by logistics regression analytical method in SPSS 16 software.

Result of this research shows that variables having which significantly effect the auditor switching are audit tenure. On the other hand, other variables in this research like audit firm size, client size, client growth rate, financial distress, board of commissioners, and audit opinion do not have significant effect on company decision to do auditor switching.

Keywords: Auditor Switching, Audit Firm Size, Client Size, Client Growth Rate, Financial

(2)

PENDAHULUAN

Akuntan publik dikenal memiliki kegunaan untuk mengurangi keleluasaan manager sebagai agent. Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan agensi akan muncul ketika principal memberikan kewenangan dan tanggungjawab kepada agent untuk melakukan kegiatan usaha yang diinginkan oleh principal dan memberikan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada agent pada proses pengelolaan perusahaannya. Disamping itu, Wolk et. al (1989, 42) menjelaskan bahwa dalam agency theory, perusahaan merupakan suatu lokus hubungan keagenan antara principal dengan agent, dan masing-masing pihak yang terlibat hubungan agency tersebut berusaha untuk memaksimalkan utilitas mereka.

Salah satu tanggungjawab agent secara moral adalah untuk mengoptimalkan keuntungan principal, namun disisi lain agent juga mempunyai kepentingan memaksimumkan kesejahteraan pribadi. Sehingga ada kemungkinan besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan terbaik principal (Jensen dan Meckling, 1976). Agent yang berperan sebagai pengelola perusahaan memiliki pengetahuan mengenai informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang lebih banyak dibandingkan principal dan stakeholder. Oleh karena itu, agent sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap kepentingan principal, berkewajiban memberikan sinyal atau tanda terkait keadaan perusahaan kepada principal. Sinyal atau tanda yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan. Akan tetapi pengungkapan informasi yang diberikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Kondisi ini dikenal sebagai asimetri informasi (information asymetric) atau informasi yang tidak simetris. Asimetri informasi terjadi karena agent lebih superior dalam mengetahui dan memahami informasi dibanding pihak lain (principal dan stakeholder). Dalam lingkungan masyarakat, akuntan publik memiliki peran dan tanggungjawab penting untuk membatasi kewenangan agent manajerial perusahaan dalam hubungan kontraktualnya dengan principal, yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap penerapan prosedur laporan keuangan dan apabila terjadi, mengungkapkan manipulasi informasi laporan keuangan perusahaan yang dilakukan oleh agent. Laporan keuangan merupakan salah satu dasar pertimbangan bagi para stakeholder untuk pengambilan keputusan. Dengan menggunakan laporan keuangan, para stakeholder dapat menganalisis kondisi perusahaan melalui informasi yang tersedia didalamnya. Akan tetapi, dengan adanya konflik kepentingan antara pihak agent dengan principal, dan hubungannya dengan pihak luar, memunculkan kebutuhan atas keyakinan bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari kecurangan dan telah disajikan

(3)

dengan benar sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU). Para stakeholder tentu saja tidak dapat memperoleh suatu jaminan atas kebenaran laporan keuangan suatu perusahaan dengan sendirinya, diperlukan pihak yang independen dan kompeten untuk melakukannya. Solusi untuk kebutuhan ini adalah akuntan publik. Dengan kemahiran profesionalnya, akuntan publik dengan cermat dan seksama akan memberikan keyakinan yang cukup bagi principal maupun stakeholder lainnya bahwa penyajian laporan keuangan tersebut sudah wajar sesuai Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) dan bebas dari salah saji material, kecurangan maupun kekeliruan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah perilaku auditor switching dalam lingkungan audit di Indonesia pada periode 2008-2010 dengan kondisi rotasi auditor bersifat wajib yaitu dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi perusahaan di Indonesia melakukan auditor switching, terutama jika auditor switching yang terjadi berada diluar peraturan yang ditetapkan. Perbedaan penerapan peraturan tersebut yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Hasil yang tidak konsisten dalam penelitian-penelitian sebelumnya dan berbagai penjelasan di atas mendorong perumusan masalah berikut ini:

1. Apakah ukuran KAP mempengaruhi auditor switching pada perusahaan?

2. Apakah ukuran perusahaan klien mempengaruhi auditor switching pada perusahaan? 3. Apakah tingkat pertumbuhan perusahaan klien mempengaruhi auditor switching pada

perusahaan?

4. Apakah financial disstress mempengaruhi auditor switching pada perusahaan?

5. Apakah masa perjanjian audit (audit tenure) mempengaruhi auditor switching pada perusahaan?

6. Apakah pergantian dewan komisaris mempengaruhi auditor switching pada perusahaan? 7. Apakah opini audit mempengaruhi auditor switching pada perusahaan?

TELAAH PUSTAKA Teori Agensi

Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat besar dari para peneliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Penyebab timbulnya masalah agensi ini yaitu adanya konflik kepentingan antara pricipal dan agent, akibat tidak bertemunya tujuan yang sejalan antara mereka. Manajer, yang berperan sebagai agent mengemban tanggung jawab moral

(4)

untuk mengoptimalkan kepentingan principal, namun disisi yang berbeda manajer juga memiliki tujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan dan kepentingannya. Sehingga terdapat kemungkinan agent tidak selalu bertindak untuk kepentingan terbaik principal (Jensen dan Meckling, 1976). Sebagai pihak yang mengelola perusahaan, agent memiliki informasi internal mengenai prospek perusahaan di masa mendatang yang lebih banyak dibandingkan principal. Oleh sebab itu, agent memiliki keharusan dalam memberikan tanda atau sinyal tentang keadaan perusahaan kepada principal.

Permasalahan akan muncul saat informasi yang diterima pihak yang berkepentingan tidak sama dengan keadaan perusahaan sesungguhnya. Keadaan ini dikenal sebagai asimetri informasi (information asymetric) atau informasi yang tidak simetris. Asimetri informasi terjadi karena agent lebih superior dalam mengetahui dan memahami informasi dibanding pihak lain (principal dan stakeholder). Principal menginginkan pengembalian yang secepatnya dan sebesar- besarnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Sementara itu, agent memiliki tujuan untuk memperoleh kesempatan menerima bonus atau insentif yang diharapkan dan sebesar -besarnya atas kinerjanya. Dari perilaku mengutamakan kepentingan pribadi ini akan menimbulkan biaya agensi. Maka dalam hal ini, auditor, yaitu pihak independen yang berpegang pada standar audit yang ditetapkan oleh IAI dan yang mematuhi kode etik profesi, berperan untuk mengurangi dan mencegah biaya agensi tersebut. Selain itu, Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Nasser et.al, 2006 menyatakan bahwa semakin besar perusahaan yang diaudit memiliki kompleksitas operasi dan peningkatan pemisahan antara principal dan agent, sehingga membutuhkan perusahaan audit dengan independensi tinggi untuk mengurangi biaya keagenan.

Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008

Di Amerika, untuk melindungi objektivitas auditor dan untuk menjaga kepercayaan publik dalam fungsi audit, profesi melalui serangkaian ketentuan melarang auditor memiliki hubungan pribadi dengan klien mereka yang mungkin dapat mengakibatkan konflik dalam kepentingan potensial. Salah satu saran yaitu untuk memiliki rotasi wajib (AICPA, 1978a,b) sehingga dapat meningkatkan kemampuan auditor dalam melindungi kepentingan publik melalui peningkatan kewaspadaan terhadap segala kemungkinan ketidaklayakan, meningkatkan kualitas jasa dan menghindari hubungan lebih dekat dengan klienn (Mautz, 1974; Winters, 1976; hoyle, 1978; Brody and Moscove, 1998). Bagaimanapun, beberapa

(5)

pihak menentang ide tersebut karena mereka percaya bahwa biaya lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh. Di Indonesia, rotasi KAP telah bersifat mandatory dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan no. 423 tahun 2002. Pada tahun 2003, keputusan tahun 2002 diamandemen. Aturan mengenai perputaran kantor akuntan dan akuntan publik menegaskan bahwa audit umum atas laporan keuangan yang masih bisa dilakukan oleh kantor akuntan (akuntan publik) yang telah mencapai batas waktu lima (tiga) tahun berturut-turut adalah sampai dengan tahun buku 2003. Terakhir, pada tahun 2008, Menteri Keuangan kembali menerbitkan peraturan terkait jasa akuntan publik. Perubahan yang dilakukan di antaranya adalah, pertama, pemberian jasa audit umum menjadi enam tahun berturut-turut oleh kantor akuntan dan tiga tahun berturut-turut oleh akuntan publik kepada satu klien yang sama (pasal 3 ayat 1). Kedua, akuntan publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali penugasan setelah satu tahun buku tidak memberikan jasa audit kepada klien yang di atas (pasal 3 ayat 2 dan 3).

Auditor Switching

Auditor switching saat ini merupakan hal yang umum dilakukan oleh suatu perusahaan. Hal ini juga didukung oleh Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.423/KMK.06/2002 dan perbaharuan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 tentang “Jasa Akuntan Publik” yaitu aturan mengenai perputaran kantor akuntan dan akuntan publik menegaskan bahwa audit umum atas laporan keuangan yang masih bisa dilakukan oleh kantor akuntan (akuntan publik) yang telah mencapai batas waktu lima (tiga) tahun berturut-turut adalah sampai dengan tahun buku 2003. Dan terakhir, pemerintah melakukan pembaharuan peraturan yang berkaitan dengan praktik akuntan publik sehingga kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tanggal 5 Februari 2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Atas dasar tujuan pemenuhan peraturan- peraturan mengenai pembatasan audit tenure inilah maka auditor switching dilaksanakan.

Ukuran Kantor Akuntan Publik

Salah satu peran Kantor Akuntan Publik (KAP) pada perusahaan adalah untuk memberikan jasa atestasi atas laporan keuangan perusahaan. Pemberian opini oleh auditor atas laporan keuangan perusahaan meliputi kewajaran penyajian laporan keuangan berdasarkan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum. Opini yang dikeluarkan auditor akan menambah keyakinan pihak yang berkepentingan atas informasi yang disajikan oleh

(6)

perusahaan. DeAngelo (1981) dalam Ebrahim (2001) menjelaskan bahwa kualitas audit yang dilaksanakan oleh akuntan publik dapat dinilai dari ukuran KAP yang melaksanakan proses audit. KAP besar atau KAP Big 4 dipandang akan melaksanakan proses audit dengan lebih berkualitas jika dibandingkan dengan KAP kecil atau KAP Non-Big 4. Hal ini disebabkan karena KAP Big 4 mempunyai lebih banyak klien dan lebih banyak sumber daya sehingga KAP Big 4 tidak tergantung pada satu atau beberapa klien saja. Selain itu karena KAP Big 4 memiliki reputasi yang telah dianggap baik oleh masyarakat menyebabkan KAP Big 4 akan melakukan audit dengan lebih berhati-hati.

Ukuran Perusahaan Klien

Pada perusahaan yang memiliki ukuran besar, biasanya tersedia juga informasi yang semakin banyak untuk investor dalam pengambilan keputusan terkait dengan investasi dalam saham perusahaan tersebut. Abretch dan Richardson (1990) dan Lee dan Choi (2002) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar pada umumnya kurang memiliki motivasi untuk melakukan pemerataan laba dibandingkan perusahaan kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar. Karena itu diduga bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi besaran laba pengelolaan perusahaan, dimana jika pengelolaan laba tersebut oportunis maka semakin besar perusahaan semakin kecil pengelolaan laba, tetapi jika pengelolaan laba efisien maka semakin besar ukuran perusahaan semakin tinggi pengelolaan labanya. Selain itu, perusahaan auditee yang besar memerlukan perusahaan audit dengan independensi tinggi untuk mengurangi biaya keagenan karena kompleksitas operasi mereka dan peningkatan pemisahan antara principal dan agent.

Tingkat Pertumbuhan Klien

Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan rasio pertumbuhan penjualan. Sales growth ratio atau rasio pertumbuhan penjualan mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston & Copeland, 1992). Pertumbuhan penjualan menandakan perusahaan memiliki kemampuan dalam mempertahankan kelangsungan kegiatan usahanya dan mampu bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan biaya akan mengakibatkan kenaikan laba perusahaan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama auditee. Auditee yang mempunyai tingkat rasio pertumbuhan penjualan positif menandakan bahwa auditee dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya. Penjualan yang terus meningkat tiap tahun

(7)

akan memberikan peluang auditee untuk memperoleh peningkatan laba. Sehingga ketika bisnis terus bertumbuh, akan berdampak pada peningkatan kebutuhan terhadap perusahaan audit independen untuk mengurangi biaya agensi dan peningkatan kebutuhan terhadap jasa non-audit dalam perluasan perusahaannya (Nasser et.al, 2006).

Financial Distress

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Banyak sekali literatur yang menggambarkan model prediksi kebangkrutan perusahaan, tetapi hanya sedikit penelitian yang berusaha untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan sangat sulit mendefinisikan secara obyektif permulaan adanya financial distress. Rasio analisis tradisional berfokus pada profitabilitas, solvency dan likuiditas. Perusahaan yang mengalami kerugian, tidak dapat membayar kewajiban atau tidak likuid mungkin memerlukan restrukturisasi. Untuk mengetahui adanya gejala kebangkrutan diperlukan suatu model untuk memprediksi financial distress untuk menghindari kerugian dalam nilai investasi.

Audit Tenure

Auditor switching atau yang disebut juga pergantian Kantor Akuntan Publik atau auditor eksternal merupakan salah satu keputusan strategis perusahaan dan berkaitan erat dengan laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan. Dalam praktiknya setiap perusahaan diizinkan untuk mengganti auditornya, berdasarkan peraturan yang berlaku saat ini adalah perusahaan diizinkan untuk memperoleh jasa audit umum atas laporan keuangan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) berturut-turut selama lima tahun buku dan akuntan publik (AP) berturut-turut selama tiga tahun. Pada penelitian ini, penulis ingin melihat fenomena auditor switching yang terjadi pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Tentunya di balik itu semua terdapat faktor-faktor dan alasan yang mempengaruhi mengapa perusahaan melakukan auditor switching. Seperti yang telah dijelaskan, kondisi keuangan yang terkait dengan financial distress akan cenderung mendorong perusahaan melakukan auditor switching. Perusahaan pasti akan berusaha untuk mempublikasikan laporan keuangan yang sebaik mungkin, hal ini untuk menghindari penilaian negatif dari pihak-pihak eksternal yang berkepentingan dengan perusahaan.

(8)

Pergantian Dewan Komisaris

Dalam rangka penerapan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), salah satunya, BEJ mengharuskan perusahaaan tercatat wajib mempunyai dewan komisaris. Jensen (1993) dalam Suparlan dan Andayani (2010) menyebutkan bahwa kapasitas dewan komisaris untuk melakukan monitoring lebih efektif seiring dengan besarnya dewan komisaris, yang mengakibatkan meningkatnya kualitas laporan keuangan. Indonesia menerapkan struktur Corporate Governance yang terdapat pemisahan antara Board of Commissioners (Dewan Komisaris) dan CEO (Dewan Direksi) yang sesuai dengan struktur Corporate Governance dengan standar Eropa. Dalam hal melakukan tugasnya sebagai pengawas terhadap Perseroan dan usaha Perseroan, dewan komisaris memiliki wewenang untuk mengangkat KAP melalui komite audit. Karena dewan komisaris yang memiliki wewenang untuk mengangkat KAP, sehingga pergantian dalam keanggotaan dewan komisaris dianggap akan mempunyai dampak terhadap penunjukan KAP yang bertugas dengan kemungkinan KAP yang dipilih akan berbeda dari KAP tahun sebelumnya.

Opini Audit

Opini audit adalah hasil akhir dari proses pengauditan yang dilakukan auditor independen. Pemberian opini audit dilakukan oleh auditor melalui beberapa tahap proses audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan terhadap laporan keuangan yang diaudit. Arens (1996) dalam Petronela (2001), menyatakan bahwa laporan audit merupakan langkah terakhir atas seluruh proses tahap audit. Dengan demikian, Pemberian opini audit yang dilakukan auditor sudah didasarkan pada keyakinan profesionalnya. Jika auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa pengecualian (tidak sesuai dengan harapan perusahaan), perusahaan akan memilih melakukan perpindahan KAP yang dipersepsikan dapat memberikan opini sesuai dengan harapan perusahaan (Tandirerung, 2006). Manajemen akan memberhentikan auditornya akibat opini yang tidak diharapkan yang diperoleh perusahaan atas laporan keuangannya dan berharap untuk memperoleh auditor yang lebih mudah diatur (Carcello dan Neal, 2003). Chow dan Rice (1982) mendapatkan bukti empirik bahwa perusahaan akan cenderung melakukan perpindahan KAP setelah menerima qualified opinion atas laporan keuangannya.

Dari uraian tersebut, maka hipotesis yang digunakan adalah:

(9)

H2 Terdapat pengaruh dari ukuran perusahaan klien terhadap auditor switching.

H3 Terdapat pengaruh dari tingkat pertumbuhan perusahaan klien terhadap auditor switching. H4 Terdapat pengaruh dari kondisi keuangan perusahaan klien terhadap auditor switching. H5 Terdapat pengaruh dari Audit tenure terhadap auditor switching.

H6 Terdapat pengaruh dari pergantian dewan komisaris terhadap auditor switching. H7 Terdapat pengaruh dari jenis opini audit terhadap auditor switching.

KERANGKA PEMIKIRAN Ukuran Perusahaan Klien H2 H3 Pertumbuhan Perusahaan Klien H4

Financial Distress Auditor switching

H5 Audit tenure H6 Pergantian Dewan Komisaris H7 Jenis opini audit

(10)

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Variabel dependen merupakan variabel terikat, yang dipengaruhi atau akibat karena adanya variabel bebas. Penelitian ini menggunakan Auditor switching sebagai variabel dependennya. Sedangkan variabel independen, yaitu variabel bebas, variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat), dalam penelitian ini adalah ukuran KAP, ukuran perusahaan klien, tingkat pertumbuhan perusahaan klien, kondisi keuangan perusahaan klien, audit tenure, pergantian dewan komisaris dan opini audit. Disamping itu, alat analisis yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas adalah model persamaan regresi logistik. Berikut ini pembahasan definisi operasional yang menjelaskan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Variabel Dependen: Auditor Switching

Auditor Switching merupakan perpindahan auditor yang dilakukan oleh perusahaan klien. Variabel auditor switching menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan klien mengganti auditornya, maka akan diberikan nilai 1. Tetapi jika perusahaan klien tidak mengganti auditornya, maka akan diberikan nilai 0.

Variabel Independen: Ukuran KAP

Ukuran KAP dalam penelitian ini merupakan perbedaan besar kecilnya KAP, dimana ukuran KAP dibagi menjadi dua yaitu KAP besar (Big 4) dan KAP kecil (non Big 4). Variabel ukuran KAP ini menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan klien diaudit oleh KAP besar (Big 4), maka akan diberikan nilai 1. Tetapi jika perusahaan kilen diaudit oleh KAP kecil (non Big 4), maka akan diberikan nilai 0.

Variabel Independen: Ukuran Perusahaan Klien

Ukuran perusahaan merupakan suatu skala di mana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan berdasarkan total aset. Perbedaan ukuran perusahaan ini dapat dibedakan dengan menggunakan metode rata – rata pada total asset perusahaan. Semakin besar total aset perusahaan menunjukkan bahwa ukuran perusahaan semakin besar. Akan tetapi, sebaliknya, semakin kecil nilai total aset perusahaan menunjukkan bahwa ukuran perusahaan semakin kecil. Perusahaan klien dikatakan besar salah satunya karena kompleksitas usaha dan

(11)

peningkatan pemisahan antara manajemen dan kepemilikan, sehingga menimbulkan permintaan yang sangat tinggi bagi perusahaan audit independen untuk mengurangi biaya keagenan (Watts dan Zimmerman, 1986). Variabel ukuran klien dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rasio ukuran perusahaan klien yaitu logaritma natural atas total asset perusahaan. (Nasser et al., 2006).

Variabel Independen: Pertumbuhan Perusahaan Klien

Dalam penelitian ini pertumbuhan perusahaan diproksikan pada rasio pertumbuhan penjualan karena penjualan merupakan kegiatan operasional utama perusahaan klien. Rasio pertumbuhan penjualan bertujuan untuk mengukur seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya, baik dalam industrinya maupun dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan (Weston dan Copeland, 1992). Variabel pertumbuhan perusahaan klien dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rasio pertumbuhan perusahaan klien yaitu penjualan bersih sekarang dikurangi dengan penjualan bersih tahun lalu, kemudian dibagi dengan total aset. Rasio pertumbuhan perusahaan klien dapat dirumuskan sebagai berikut:

dS = Penjualan bersiht- Penjualan bersiht-1

TA

Keterangan:

dS = Rasio pertumbuhan perusahaan klien Penjualan Bersih t = Penjualan bersih sekarang

Penjualan bersih t-1 = Penjualan bersih tahun lalu

TA = Total aset

Variabel Independen : Financial Disstress

Financial Disstress merupakan kondisi perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Kondisi keuangan perusahaan klien mungkin memiliki implikasi penting terhadap

(12)

pengambilan keputusan dalam mempertahankan perusahaan audit. Dalam penelitian ini variabel financial distress dihitung dengan menggunakan logaritma natural yaitu dengan cara membagi arus kas dari aktivitas operasi dengan kewajiban jangka panjang. Logaritma natural merupakan prediktor terbaik untuk mengukur status financial distress dalam studi akademis (Nasser et al, 2006). Adapun pengukuran kondisi keuangan perusahaan klien dengan menggunakan logaritma natural sebagai berikut:

Z = Arus Kas Dari Aktivitas Operasi Kewajiban Jangka Panjang Keterangan:

Z = Rasio atas kondisi keuangan perusahaan klien Variabel Independen: Audit Tenure

Audit tenure adalah masa perikatan audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP) dalam memberikan jasa audit terhadap kliennya. Ketentuan mengenai audit tenure telah dijelaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2008 pasal 3 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2. Variabel audit tenure dihitung dengan menjumlah total panjang masa perikatan audit sebelum auditor berpindah.

Variabel Independen: Pergantian Dewan Komisaris

Dewan komisaris terdiri dari sejumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Dewan komisaris berkewenangan untuk mengangkat KAP melalui komite audit. Variabel pergantian dewan komisaris menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan klien melakukan pergantian terhadap salah satu anggota dewan komisaris akan diberikan nilai 1. Sedangkan jika perusahaan klien tidak mengganti anggota dewan komisaris, maka diberikan nilai 0.

Variabel Independen: Opini Audit

Opini audit merupakan pernyataan pendapat yang diberikan oleh auditor dalam menilai kewajaran perjanjian laporan keuangan perusahaan yang diauditnya. Variabel opini audit menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan klien menerima opini selain wajar tanpa pengecualian (unqualified) maka diberikan nilai 1. Sedangkan jika perusahaan klien

(13)

menerima opini wajar tanpa pengecualian (unqualified), maka diberikan nilai 0 (Damayanti dan Sudarma, 2007).

Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2008-2010, dengan alasan perusahaan manufaktur cenderung tanggap dengan kondisi lingkungan serta periode tahun yang diteliti cenderung mencerminkan kondisi perekonomian yang relatif stabil. Metode pengumpulan sampel (sampling method) yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode purposive sampling adalah metode pengumpulan sampel yang berdasarkan tujuan penelitian. Adapun kriteria- kriteria yang digunakan untuk pengambilan sampel dalam penelitian ini antara lain:

a) Perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI selama periode 2008-2010. b) Menerbitkan laporan keuangan yang telah di audit oleh auditor

independen.

c) Kelengkapan data yang dibutuhkan selama periode 2008-2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Objek Penelitian

Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2010. Jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2008-2010 masing-masing berjumlah 151 perusahaan. Dari 151 perusahaan tersebut terdapat 453 pengamatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan manufaktur yang listed di bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2010 yang dijadikan sampel sebanyak 50 perusahaan. Sedangkan total pengamatan sebanyak 150 pengamatan. Penentuan sampel penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut:

(14)

Tabel 4.1

Proses Seleksi Sampel Dengan Kriteria

Jumlah perusahaan manufaktur yang listed di BEI tahun 2008-2010 151 Jumlah pengamatan selama tahun 2008-2010 453 Data laporan keuangan perusahaan tidak tersedia lengkap selama

2008-2010 (102)

Perusahaan yang melakukan perpindahan KAP karena regulasi dan

perusahaan tidak melakukan perpindahan KAP selama 2008-2010 (301)

Jumlah perusahaan sampel 50

Tahun pengamatan 3

Jumlah sampel total selama periode penelitian 150

Industri manufaktur dipilih karena memiliki jumlah perusahaan yang terdaftar paling banyak dibandingkan dengan sektor lain. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan pada kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Kriteria perusahaan-perusahaan yang dipilih sebagai sampel adalah perusahaan-perusahaan yang telah mempublikasikan laporan keuangannya sejak tahun 2007 - 2010, melakukan pergantian KAP selama periode 2007 - 2010 dan bukan karena alasan regulasi (voluntary), menyajikan data seperti nama KAP, total asset, penjualan bersih (t-1), arus kas dari aktivitas operasi, kewajiban jangka panjang, nama anggota dewan komisaris dan opini audit pada (t-1).

Uji Multikolinieritas

Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan uji korelasi antar variabel bebas. Hasil pengujian diperoleh sebagai berikut:

(15)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa koefisian korelasi antar variabel independen masih memiliki nilai korelasi yang sangat rendah yaitu dibawah 0,90. Melihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa hanya variabel FINDISS yang mempunyai korelasi cukup tinggi dengan tingkat korelasi sebesar 0,229 atau sekitar 22,9%. Oleh karena korelasi ini masih dibawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolienaritas yang serius antar variabel independen.

Matriks Klasifikasi

Matriks klasifikasi menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi probabilitas auditor switching oleh perusahaan. Pada tabel 4.4, pada kolom merupakan nilai prediksi dari variabel dependen dalam hal ini berganti KAP (1) dan tidak berganti KAP (0), sedangkan pada baris menunjukkan nilai observasi sesungguhnya dari variabel dependen, yaitu berganti KAP (1) dan tidak berganti KAP (0).

Tabel 4.2

Hasil Uji Multikolinieritas

Model OPINI SALES DK TOTTEN FINDISS SIZE KAP

Correla tions OPINI 1.000 -.016 -.045 .145 .229 -.013 -.093 SALES -.016 1.000 .062 -.076 -.114 -.122 -.061 DK -.045 .062 1.000 .089 -.070 -.167 -.075 TOTTEN .145 -.076 .089 1.000 .124 .057 -.499 FINDISS .229 -.114 -.070 .124 1.000 .192 -.378 SIZE -.013 -.122 -.167 .057 .192 1.000 -.377 KAP -.093 -.061 -.075 -.499 -.378 -.377 1.000

(16)

Tabel 4.3 Matriks Klasifikasi Observed Predicted SWITCH Percentage Correct 0 1 Step 0 SWITCH 0 125 0 100.0 1 25 0 .0 Overall Percentage 83.3

Berdasarkan hasil pengujian, menurut prediksi, perusahaan yang tidak melakukan pergantian KAP (kode 0) adalah 150 perusahaan, sedangkan hasil observasi adalah sebanyak 125 perusahan melakukan pergantian KAP (kode 0), dan sebanyak 25 perusahaan melakukan pergantian KAP (kode 1). Sehingga secara keseluruhan ketepatan klasifikasi adalah 83,3% (125/150).

Overall fit test

Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood pada awal (Block Number=0) dengan nilai -2 Log Likelihood pada akhir (Block Number=1).

Tabel 4.4

Perbandingan Nilai -2LL awal dengan -2LL akhir

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients

Constant kap lnsize sales findiss totten dk opini Step

1

1 95.365 3.654 -.060 -.122 -.443 -.020 -.345 .194 -.028 2 71.570 7.209 -.024 -.227 -.780 -.036 -.667 .334 -.071

(17)

3 60.954 9.929 -.021 -.301 -1.050 -.039 -1.035 .439 -.093 4 56.570 11.136 -.146 -.321 -1.210 -.027 -1.426 .542 -.107 5 55.506 11.524 -.301 -.319 -1.265 -.010 -1.717 .631 -.111 6 55.432 11.705 -.365 -.321 -1.275 -.004 -1.815 .666 -.108 7 55.431 11.730 -.371 -.321 -1.276 -.003 -1.823 .669 -.107 8 55.431 11.730 -.371 -.321 -1.276 -.003 -1.823 .669 -.107

Pada pengujian pada blok 1 atau pengujian dengan memasukkan 8 prediktor diperoleh nilai –2 log likelihood sebesar 55,431 sedangkan –2 log likelihood awal adalah sebesar 135,168. Dengan demikian terjadi penurunan –2 log likelihood yang cukup besar yaitu sebesar 79,737. Hal ini berarti bahwa model dengan 8 prediktor menunjukkan sebagai model yang baik. Signifikansi penurunan –2 log likelihood dapat dilihat pada uji omnibus test of model coefficient sebagai berikut :

Pengujian kemaknaan prediktor secara bersama-sama dalam regresi logistik menunjukkan nilai chi square sebesar 79,737 dengan signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna dari 7 variabel (ukuran KAP, ukuran perusahaan klien, tingkat pertumbuhan perusahaan klien,

Tabel 4.5

Omnibus test of model coefficient

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 79.737 7 .000

Block 79.737 7 .000

(18)

financial distress, audit tenure, pergantian dewan komisaris dan opini audit) terhadap probabilitas melakukan auditor switching pada taraf 5%.

Koefisien Determinasi (Nagelkerke R Square)

Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke R Square.

Tabel 4.6 Nilai R2

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 55.431a .412 .694

Nilai R2 yang diukur dengan Nagelkerke R Square diperoleh sebesar 0,412. Hal ini

berarti bahwa 41,2% peggantian auditor dapat dijelaskan oleh ketujuh variabel independen sedangkan sisanya 58,8% dijelaskan oleh variabel- variabel lanin di luar model penelitian. Model Regresi Logistik

Hasil pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji secara parsial pada model regresi logistik. Pengujian kemaknaan prediktor secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji Wald dan dengan pendekatan chi square diperoleh sebagai berikut :

Tabel 4.7

Hasil uji regresi logistik

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a KAP -.371 1.198 .096 1 .757 .690

SIZE -.321 .406 .628 1 .428 .725

SALES -1.276 1.434 .791 1 .374 .279

(19)

TOTTEN -1.823 .441 17.101 1 .000 .161

DK .669 .810 .683 1 .409 1.953

OPINI -.107 .757 .020 1 .887 .898

Constant 11.730 10.953 1.147 1 .284 1.243E5

Hasil pengujian terhadap koefiesien regresi logistik menghasilkan model berikut ini: = 11,73 − 0,371 − 0,321 − 1,276 − 0,003

− 1,823 + 0,669 − 0,107 Interpretasi Hasil

Pengaruh Ukuran KAP Terhadap Auditor Switching

Hasil pengujian mendapatkan bahwa ukuran KAP yang diukur berdasarkan KAP Big 4 atau Non - Big 4 tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap auditor switching. Hasil pengujian yang menghasilkan arah pengaruh negatif menunjukkan bahwa perusahaan yang telah menggunakan jasa KAP Big 4 memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk melakukan terhadap auditor switching. Kecenderungan untuk berganti KAP lebih besar dilakukan oleh perusahaan dengan KAP Non Big 4 dibandingkan dengan perusahaan yang telah menggunakan KAP Big 4. Selain itu, pergantian ukuran KAP dari Big 4 ke Non Big 4 dikhawatirkan dapat menyebabkan adanya sentimen negatif dari pelaku pasar terhadap kualitas pelaporan keuangan dari perusahaan. Sebaliknya, pergantian ukuran KAP dari Non Big 4 ke Big 4 dikhawatirkan dapat menyebabkan tidak adanya kemungkinan untuk mendapatkan opini yang lebih baik karena pertimbangan kualitas audit yang lebih baik.

Selain itu, karena profesionalisme dan kompetisi auditor dalam melaksanakan tugas audit, perusahaan berkeyakinan bahwa baik pada KAP Big 4 maupun KAP Non Big 4, auditor akan tetap menjalankan tugas auditnya sesuai dengan profesionalisme audit dan menegakkan independensi serta menghasilkan kualitas dan kompetensi auditor yang sama tanpa adanya perbedaan. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nasser, et al (2006) dan Sinarwati(2010). Tetapi tidak mendukung penelitian Wijayanti (2010), Tate (2007), Damayanti dan Sudarma (2007).

(20)

Pengaruh Ukuran Perusahaan Klien Terhadap Auditor Switching

Hasil pengujian mendapatkan bahwa ukuran ukuran perusahaan klien yang diukur berdasarkan total asset perusahaan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap auditor switching. Ukuran klien yang lebih besar memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan auditor switching daripada perusahaan yang lebih kecil. Klien-klien dengan total aset kecil cenderung melakukan auditor switching ke KAP yang bukan tergolong Big 4, sedangkan klien - klien dengan total aset besar tetap memilih KAP Big 4 sebagai auditornya, yang mencerminkan kesesuaian ukuran antara KAP dengan kliennya (Afriansyah dan Siregar, 2007).

Sinason et al., (2001) mengemukakan bahwa perusahaan besar mungkin memerlukan biaya awal yang lebih besar untuk auditor baru. Kenaikan biaya (baik fiskal langsung dan tidak langsung) dapat menyebabkan peningkatan hubungan auditor-klien, sehingga meningkatkan penguasaan auditor. Klien juga dikenai biaya awal saat terlibat auditor baru. Misalnya, personil klien banyak menghabiskan waktu dengan auditor baru untuk memberikan informasi mengenai bisnis klien. Hal itu menimbulkan biaya tidak langsung ketika membina hubungan baru dengan auditor baru. Mungkin benar bahwa biaya adalah proporsional dengan ukuran klien.

Berdasarkan argumen di atas, dapat dikatakan bahwa biaya audit untuk klien yang kecil mungkin lebih sedikit dibandingkan klien yang besar. Auditee yang lebih besar, karena kompleksitas operasi mereka dan peningkatan pemisahan antara manajemen dan kepemilikan, sangat memerlukan KAP yang dapat mengurangi agency cost (Watts dan Zimmerman, 1986) dan ancaman kepentingan pribadi auditor (Hudaib dan Cooke, 2005). Hal ini berarti, klien besar memiliki kecenderungan lebih rendah untuk berganti auditor dibandingkan klien yang kecil. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wijayanti (2010). Tetapi tidak mendukung penelitian Nasser, et al (2006), Sinarwati (2010), Tate (2007), Damayanti dan Sudarma (2007).

Pengaruh Tingkat Pertumbuhan Perusahaan Klien Terhadap Auditor Switching

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan perusahaan klien pada perusahaan sampel tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas auditor switching. Hasil ini menjelaskan bahwa perusahaan dengan pertumbuhan yang besar dilihat dari sisi penjualannya, bukanlah menjadi pertimbangan dalam melakukan auditor switching (Nasser et al. 2006). Peningkatan besarnya operasi perusahaan tidak berpengaruh terhadap auditor switching karena perusahaan yang berkembang pesat tidak terlalu perlu mengganti auditornya demi pemenuhan kebutuhan perusahaan akan informasi objektif. Informasi

(21)

objektif tetap bisa didapatkan selama auditor terkait dapat dijamin independensinya dan SDM-nya mampu melakukan tugas audit dengan kompeten. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nasser, et al (2006) dan Wijayanti (2010). Tetapi tidak mendukung penelitian Damayanti dan Sudarma (2007).

Pengaruh Kesulitan Keuangan Perusahaan Terhadap Auditor Switching

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan keuangan justru tidak menjadi faktor penyebab perusahaan untuk melakukan auditor switching. Hal ini dapat disebabkan karena perusahaan sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar biaya audit yang dibebankan oleh KAP yang diakibatkan karena penurunan kemampuan keuangan perusahaan (Damayanti dan Sudarma, 2007). Selain itu, sebagian besar perusahaan yang dijadikan sampel menggunakan jasa KAP Non Big 4, sehingga pergantian KAP dari Non Big 4 ke jasa KAP Big 4 justru akan semakin menyulitkan kondisi keuangan perusahaan karena kenaikan jasa audit. Selain itu, auditee yang mengalami posisi keuangan yang tidak sehat lebih mungkin untuk mengikat auditornya untuk menjaga kepercayaan para pemegang saham dan kreditor serta mengurangi risiko litigasi (Nasser, et al. 2006). Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dan Sudarma (2007), Wijayanti (2010) tatapi tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Nasser, et al. (2006) dan Sinarwati (2010).

Pengaruh Audit Tenure Terhadap Auditor Switching

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjangnya audit tenure justru secara signifikan menjadi faktor penyebab perusahaan untuk melakukan auditor switching. Hasil pengujian mendapatkan bahwa panjang masa perikatan audit dipengaruhi oleh jenis perusahaan audit. Dengan kata lain bahwa perusahaan-perusahaan audit yang besar seperti Big 4 akan memiliki masa perikatan audit yang lebih panjang dibandingkan perusahaan audit yang kecil seperti Non Big 4. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama masa perikatan audit (audit tenure) maka semakin besar perusahaan untuk melakukan auditor switching. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Damayanti dan Sudarma (2007). Tetapi tidak mendukung penelitian Nasser, et al (2006) dan Wijayanti (2010).

Pengaruh Pergantian Dewan Komisaris Terhadap Auditor Switching

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pergantian dewan komisaris tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas auditor switching. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian dari 150 sampel perusahaan, hanya 12 perusahaan diantaranya yang melakukan auditor switching bersamaan dengan melakukan pergantian dewan

(22)

komisaris. Hal ini disebabkan karena pada umumnya dewan komisaris membentuk komite-komite dibawahnya sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan peraturan perundangan yang berlaku untuk membantu dewan komisaris dalam melaksanakan tanggungjawab dan wewenangnya secara efektif.

Komite yang dibentuk oleh dewan komisaris tersebut adalah komite audit, komite kebijakan risiko, komite remunerasi dan nominasi, komite kebijakan corporate governance (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Namun, menurut peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam No:KEP-339/BEJ/2001, yang sifatnya wajib dimiliki oleh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek hanya komite audit. Komite audit pada prinsipnya memiliki tugas pokok dalam membantu dewan komisaris melakukan fungsi pengawasan atas kinerja perusahaan. Oleh sebab itu, meskipun dewan komisaris memilki kewenangan untuk mengganti KAP, namun hal ini tidak serta merta bersifat mutlak karena dewan komisaris harus mempertimbangkan saran – saran dari komite audit. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Filka (2010) tetapi bertentangan dengan hasil penelitian Kadir (1994).

Pengaruh Opini Audit Terhadap Auditor Switching

Hasil pengujian yang gagal menemukan adanya pengaruh signifikan terhadap probabilitas auditor switching disebabkan karena auditor switching lebih cenderung dilakukan oleh perusahaan yang menerima opini wajar tanpa pengecualian (unqualified) dibandingkan dengan perusahaan yang menerima opini selain unqualified seperti qualified dan tidak memberikan pendapat. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti KAP yang mengundurkan diri (Febrianto,2009), atau dapat disebabkan pula karena faktor keuangan yaitu perusahaan sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk membayar biaya audit yang dibebankan oleh KAP yang diakibatkan karena penurunan kemampuan keuangan perusahaan (Damayanti dan Sudarma, 2007). Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Wijayanti (2010), Damayanti dan Sudarma (2007) tetapi tidak mendukung hasil penelitian Kadir (1994).

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan hasil analisis regresi logistik yang mengacu pada masalah dan tujuan penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

(23)

1. Variabel ukuran KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap auditor switching selama tiga tahun pengamatan (2008-2010). Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya auditor switching yang dilakukan oleh perusahaan dengan KAP Non Big 4 dibandingkan dengan perusahaan yang telah menggunakan KAP Big 4.

2. Ukuran klien tidak berpengaruh terhadap auditor switching selama tiga tahun pengamatan (2008-2010). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya auditor switching yang lebih banyak dilakukan oleh perusahaan dengan ukuran besar dibandingkan dengan ukuran yang kecil.

3. Variabel tingkat pertumbuhan perusahaan klien yang di lihat dari sisi penjualannya, tidak berpengaruh signifikan terhadap auditor switching selama tiga tahun pengamatan (2008-2010).

4. Variabel kesulitan keuangan perusahaan yang diproksikan dengan membagi arus kas dari aktivitas operasi dengan kewajiban jangka panjang tidak berpengaruh terhadap auditor switching. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan kondisi keuangan yang kurang baik akan tetap menggunakan KAP lama dengan harapan dapat memperoleh opini yang lebih baik daripada harus mengganti KAP.

5. Variabel total tenure yang dihitung dengan menjumlahkan panjangnya masa audit mempengaruhi perusahaan dalam melakukan auditor switching selama tiga tahun pengamatan (2008-2010). Perusahaan yang lebih lama diaudit KAP non big 4 cenderung akan mengganti KAP.

6. Variabel pergantian dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap auditor switching selama tiga tahun pengamatan (2008-2010). Perusahaan yang melakukan pergantian dewan komisaris cenderung tidak melakukan perpindahan KAP.

7. Variabel opini audit tahun sebelumnya tidak berpengaruh signifikan terhadap auditor switching selama tiga tahun pengamatan (2008-2010). Perusahaan yang pada tahun sebelumnya menerima opini audit unqualilied akan menerima opini tersebut dan tidak melakukan perpindahan KAP.

Keterbatasan

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya :

1. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sehingga hasil penelitian ini kurang dapat digeneralisasikan.

(24)

2. Periode penelitian yang cukup pendek yaitu tiga tahun (2008-2010) sehingga kemungkinan hasil penelitian kurang mencerminkan fenomena yang sesungguhnya. 3. Penelitian ini belum meneliti peran komite audit dimana komite audit memilki

peran dalam auditor switching.

Saran

Beberapa saran yang diberikan bagi penelitian di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel perusahaan-perusahaan pada industri yang berbeda sehingga hasil penelitian ini dapat diperbandingkan.

2. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat menambah jumlah variabel penelitian dan jumlah periode tahun yang dijadikan periode penelitian.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Bursa Efek Indonesia. n.d. Indonesian Capital Market Directory 2007-2010. Jakarta: Bursa Efek Indonesia.

Burton, J.C., dan Robers, W., A Study of Auditor Changes, The Journal of Accountancy, April 1967, 31-36.

Carcello, J.V. dan Neal, T.L., 2003, Audit Committee Characteristics and Auditor Dismissals Following “New” Going-Concern Reports, The Accounting Review, Vol. 78, No. 1, January 2003, 95-117.

Chow, C.W. dan Rice, S.J. 1982, Qualified Audit Opinions and Auditor Switching. The Accounting Review. Vol. LVII No. 2 April 1982, 326-335.

Damayanti, S. dan M. Sudarma. 2007. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perusahaan Berpindah Kantor Akuntan Publik”. Simposium Nasional Akuntansi 11, Pontianak. Febrianto, R. 2009. “Pergantian Auditor dan Kantor Akuntan Publik”.

http://rfebrianto.blogspot.com/2009/05/pergantian-auditor-dan-kantor akuntan.html. Ghozali, I., 2005, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Ghozali, I., dan A. Chariri. 2007. “Teori Akuntansi”. Semarang: Universitas Diponegoro. Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. “Standar Profesional Akuntan Publik”. Jakarta: Salemba. Institut Akuntan Publik Indonesia. 2010. “Press Release: IAPI Menolak Materi RUU

Akuntan Publik”. Jakarta.

Jensen, Michael C dan Meckling W.H. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics 3. hlm 305-360.

Kadir, M.N, 1994. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perusahaan Berpindah KAP. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

Kawijaya, N., dan Juaniarti, 2002, Faktor-faktor Yang Mendorong Perpindahan Auditor (Auditor Switch) Pada Perusahaan-perusahaan di Surabaya dan Sidoarjo, Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol. 4, No. 2, Nopember 2002: 93-105.

(26)

Menteri Keuangan. 2002. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Jakarta.

Menteri Keuangan. 2003. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 359/KMK.06/2003 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Jakarta.

Menteri Keuangan. 2008. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik”. Mulyadi.2002. “Auditing Edisi 6”.Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Nasser, Abu Thahrir Abdul dan Emelin Abdul Wahid., Sharifah NFSMN., Mohammad Hudaib. 2006. “Auditor-Client Relationship: the case of audit tenure and auditor switching in Malaysia”. Managerial Auditing Journal. Vol. 21. No. 7. pp.724-737. Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tentang

“Perseroan Terbatas”. Jakarta

Sinarwati, Ni Kadek. 2010. “Mengapa Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Melakukan Pergantian Kantor Akuntan Publik?”.Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.

Suparlan, Wuryan Andayani. 2010. “Analisis Empiris Pergantian Kantor Akuntan Publik Setelah Ada Kewajiban Rotasi Audit”. Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto.

Tandirerung, Y.T., 2006. Kajian tentang Independensi Auditor dari Aspek Sistem Penunjukan KAP dan Pembayaran Fee Audit Secara Langsung oleh Klien. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya: Malang.

Tate, S.L., 2006, Auditor Change and Auditor Choice in Non-Profit Organizations. Department of Accounting and Finance University of New Hampshire.

Ujiyantho, Muh Arief. dan Pramuka Bambang Agus. 2003. “Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja”. Simposium Nasional Akuntansi 10, Makassar.

Wijayanti, Martina Putri. 2009. “Analisis Hubungan Auditor-Klien: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Auditor Switching Di Indonesia”. Skripsi S1 Program Reguler 1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.

Gambar

Tabel 4.2 menunjukkan  bahwa  koefisian  korelasi  antar  variabel  independen masih memiliki nilai korelasi yang sangat rendah yaitu dibawah 0,90
Tabel 4.3 Matriks Klasifikasi Observed PredictedSWITCH PercentageCorrect01 Step 0 SWITCH 0 125 0 100.0 1 25 0 .0 Overall Percentage 83.3
Tabel 4.6 Nilai R 2

Referensi

Dokumen terkait

Teori .ang dikemukakan oleh )esse Delia tentang konstrukti(isme da+at ,erguna dalam kehidu+an seharihari dalam menginter+retasikan suatu hal* Ketika saat

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah SAKIP diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran berorientasi pada hasil.. EVALUASI

Persebaran guru di Indonesia saat ini tidak merata, banyak daerah-daerah yang masih kekurangan guru PNS sehingga memaksa sekolah-sekolah yang kekurangan guru PNS

Yaitu daftar nama server yang memiliki otorisasi untuk zone tersebut atau dengan kata lain merupakan penunjuk arah pencarian terhadap nama server (host) yang akan

pengantin tidak duduk bersanding; (5) Ada istilah bedhol gelung untuk menyebut pesta resepsi yang diringkas diadakan di pihak laki-laki; (6) Ada istilah balik kloso sisan tilik

Proses pengolahan benih ini dimulai dari kegiatan pemilihan buah; pemisahan biji dari daging buah, kulit buah, malai dan tangkai buah, pengeringan biji-biji dari

Baik electronic Word-of-Mouth positif maupun electronic Word-of-Mouth negatif semuanya akan memiliki pengaruh masing-masing dalam membentuk sikap, norma subjektif, dan

banyak orang yang beriman tapi tidak melaksanakan perkara-perkara yang menjadi tuntunan agama, dianalogikan banyak orang-orang legislatif beragama islam tapi tidak