POLYPOIDAL CHOROIDAL VASCULOPATHY
Dr. Ari Andayani, SpM(K)
Bag IK Mata FK Unud/SMF IK Mata RSUP Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Polypoidal choroidal vasculopathy (PCV) adalah kelainaan sirkulasi koroid yang ditandai adanya tonjolan aneurisma pada jaringan pembuluh darah koroid, terlihat secara klinis berupa strukur menyerupai polyp, bulat berwarna kemerahan.. Penyakit ini terkait dengan multiple rekuren RPE serosanguinus detachment dan kebocoran retina sekunder serta perdarahan dari kelaunan struktur pembuluh darah koroid.
Polypoidal choroidal vasculopathy ( PCV ) pertama diidentifikasi pada tahun 1985. Penyakit ini umumnya ditemukan pada populasi Asia dan Afrika-Amerika.
Pasien dengan PCV mungkin menunjukkan gejala yang bervariasi, pasien dapat memiliki VA yang baik dan tidak menunjukkan gejala, namun sebagian besar pasien memiliki satu atau lebih gejala visual yang dapat termasuk penurunan tajam penglihatan, floaters dan skotoma sentral atau paracentral, distorsi penglihatan, dan sudden loss vision. Peeriksaan Indocyanine green angiography menunjukkan dua perubahan vaskular choroidal dasar: jaringan pembuluh bercabang di inner koroid dan dilatasi vaskular polypoidal di perbatasan dari jaringan pembuluh darah. Indocyanine green angiography dan OCT merupakan diagnosis definitif PCV.
Patogenesis dan penyebab dari PCV yang sampai saat ini masih belum bisa dipahami secara jelas. Terapi untuk PCV semakin berkembang dengan penggunaan laser termal dan terapi photodynamic. Studi EVEREST (multicenter randomized controlled trial) menyatakan bahwa pengobatan PCV dengan kombinasi verteporfin terapi photodynamic ( PDT ) ditambah suntikan ranibizumab yang ditoleransi dengan baik dan sangat efektif dalam mencapai regresi lengkap dari lesi polypoidal pada kasus PCV.
EPIDEMIOLOGI
Rentang usia pasien dalam study yang pernah dilakukan adalah antara usia 21-93 tahun, dan rata-rata adalah 68,4 tahun yang. Penyakit ini umumnya ditemukan pada populasi Asia dan Afrika-Amerika. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa PCV mencapai 23,0-54,7% pada pasien dengan AMD neovascular di Jepang, 49% di Taiwan, 22,3-24,5% di Cina dan 22,2 -24,6% pada populasi Korea, tetapi hanya sekitar 8-13% dari Kaukasia. Jenis kelamin laki laki lebih umum didapatkan dengan PCV dibandingkan wanita pada populasi Asia (22 - 37%). Tercatat bahwa PCV juga sering mempengaruhi wanita Afrika-Amerika. Kasus bilateral dilaporkan di 9-18% dari Asia (Jepang) dan 21-55% dari Kaukasia. Mayoritas PCV (62-94%) yang terjadi di daerah makula ditemukan pada populasi asia (Jepang), pada bagian peripapiler diamati (18-75%) pada populasi Amerika dan Eropa. Kasus PCV pada beberapa study didapatkan lesi di bawah makula dan lesi yang jauh dari makula ditemukan secara bersamaan.
Tidak diketahui mengapa variasi etnis tersebut berpengaruh dalam epidemiologi PCV.
Beberapa ahli melaporkan bahwa 41-45% pasien PCV memiliki riwayat hipertensi sistemik. Laporan lain menunjukkan bahwa tingkat protein C-reaktif meningkat pada pasien dengan PCV. Merokok merupakan faktor risiko yang kuat untuk PCV dan riwayat chorioretinopathy serosa sentral adalah faktor risiko yang signifikan untuk PCV ( Honda S, Matsumiya W, Negi A, 2013 ).
ANATOMI
Retina berasal dari 2 lapisan yang bertumpuk yaitu lapisan neural retina (inner surface) dan lapisan pigmen epitel retina (outer surface).Lapisan neural retina berkembang secara konsentris ,dimulai dari tengah area mangkuk optik dan melebar kearah perifer. Proses laminasi dari lapisan ini terjadi pada minggu 8-12 gestasi. Sel-sel ganglion ikut berdiferensiasi secara cepat memasuki trimester kedua. Vaskularisasi retina mengikuti pola konsentris yang sama dan
1 mulai terjadi pada bulan ke 4 mencapai perifer pada bulan ke 9 kehamilan (AAO Staf, 2014-2015).
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang melapisi dua pertiga posterior bola mataLapisan retina dari luar ke arah dalam yaitu retinal pigmen epithelium, fotoreceptor, external limiting membrane, outer nuclear layer, outer flexiform layer, inner nuclear 3 layer, inner plexiform layer, ganglion cell layer, nerve fiber layer, internal limiting membrane (Guyton, 2006; AAO staf, 2014-2015; Sharma, 2003).
Gambar 1. Lapisan retina (AAO Staf, 2014-2015 )
Retina melapisi bagian dalam bola mata mulai dari sejauh korpus siliar dan berakhir pada ora serrata. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Area sentralis secara histologis merupakan bagian retina yang memiliki ketebalan lapisan sel ganglion lebih dari satu lapis (AAO Staff, 2011-2012; Riordan-Eva P , Whitcher JP, 2004).
Makula terletak di retina bagian polus posterior di antara arteri retina temporal superior dan inferior dengan diameter ±5.5 mm. Makula merupakan suatu daerah cekungan yang terletak di temporal dari saraf optik. Makula dibagi menjadi daerah fovea, foveola, free avascular zone (FAZ), dan umbo. Tepi fovea memiliki ketebalan sekitar 0,55 mm sama dengan ketebalan maksimal retina. Umbo memiliki ketebalan sekitar 0,13 mm, dan ini merupakan bagian retina yang paling tipis. Secara histologis, makula terdiri dari lima lapisan yaitu membran limitan interna, lapisan pleksiform luar, lapisan nukleus luar, membran limitan 4 eksterna, dan sel-sel fotoreseptor limitan
eksterna, dan sel-sel fotoreseptor. (AAO Staff, 2014-2015).
Koroid adalah membran tipis tapi mengandung banyak vaskular yang melapisi permukaan dalam sclera. Memanjang dari anterior ora serrata ke saraf optik di posterior. Memiliki permukaan luar kasar yang melekat sklera di saraf optik dan ujung vena vortex. Permukaan bagian dalam halus dari koroid melekat pada epitel berpigmen retina (RPE) . Koroid kemudian berlanjut menjadi piamater dan arakhnoid di saraf optik. Koroid biasanya ketebalan 100-220 µm, ketebalan tertinggi pada makula 500- 1000 µm ( Dutta M, 2013 )
Gambar 2. Anatomy koroid ( Dutta M, 2013 )
Koroid terdiri dari pembuluh darah yang dikelilingi oleh melanosit, saraf dan jaringan ikat. Koroid dapat dibagi menjadi beberapa lapisan secara histologis yang meliputi lamina suprachoroid, stroma, lamina choriocapilaris, dan membran Bruch. Koriokapilaris mengandung membran basal. Koriokapilaris yang tebal berada di daerah submacular. Studi menemukan bahwa choriocapillaries tersusun membentuk struktur lobular dimana feeding arteriol adalah di pusat vena drainase berada di pinggir. Lapisan terdalam dari koroid yaitu membran Bruch adalah lapisan terdalam dari koroid dan juga dikenal sebagai lamina vitrea. Membran Bruch memiliki bagian paling tebal di dekat disk optik (2-4 mikroM) dan ketebalan makin berkurang menuju pinggiran. Membran Bruch terdiri dari 5 lapisan dan dari internal ke eksternal, yang bila diurutkan adalah membran basal dari RPE, zona kolagen dalam, lapisan jaringan elastis, zona kolagen luar serta membran basal dari koriokapilaris.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaris yang berada
2 tepat di luar membran Bruch yang menyuplai darah sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang dari arteri retina sentralis yang menyuplai darah dua pertiga dalam retina (AAO Staff, 2011-2012; Riordian-Eva P, 2004).
ETIOPATOGENESIS
Patogenesis PCV masih belum bisa dipahami dengan jelas sampai saat ini. Tidak ditemukan kaitan yang jelas antara PCV dan penyakit sistemik yang berhubungan. Study lain menunjukkan prevalensi penyakit mikrovaskuler sistemik setara antara populasi umum dan populasi subset dengan polypoidal CNV ( Ryan S, 2006 ). Koji dan rekan melaporkan subtype dari PCV dan mengkategorikan PCV sebagai polypoidal choroidal neovascularization (CNV) dan typical PCV. Tipe yang pertama mempunyai gambran baik pembuluh darah penyuplai dan penguras terlihat pada indocyanine green angiography disertai jaringan pembuluh darah yang banyak. Tipe yang kedua berlawanan dengan yang pertama, dimana tidak ada pembuluh penyuplai dan draining vessels yang bisa dideteksi pada pemeriksaan indocyanine green angiography serta jumlah jaringan pembuluh darah sangat sedikit. Temuan histopatologis juga dilaporkan terdapat variasi kondisi PCV yaitu yang pertama yang terkait dengan abnormalitas vasculature dan yang kedua terkait dengan CNV (Tanaka K, 2011). Matsuoka dan rekan mengklasifikasikan PCV menjadi 3 tipe. Tipe yang pertama merupakan PCV yang disebabkan adanya kelainan dari abnormalitas pembuluh darah inner koroid bukan dari CNV. Tipe yang kedua adalah tipe polypoidal yaitu perluasan lesi di bawah RPE, yang akhirnya membentuk lesi polypoidal pada pembuluh darah terminal. Tipe yang ketiga adalah radiation-associated choroidal vasculopathy, yang dianggap merupakan komplikasi dari radiasi (Yuzawa et al. 2012).
Para peneliti telah menyatakan mediator biokimia vasogenesis, termasuk faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF), mungkin bertanggung jawab atas neovaskularisasi seperti terlihat pada PCV. Berbagai laporan menunjukkan ekspresi yang kuat dari VEGF pada spesimen PCV dan peningkatan regulasi pada aqueous humor. Faktor pelengkap gen H memiliki peranan sebagai faktor yang memungkinkan PCV dan adanya varian genetik ARMS2 ( LOC387715 ) pada pasien Jepang dengan asosiasi yang kuat dengan PCV ( Yuzawa M, Mori R, Kawamura A, 2010 ).
Pemeriksaan OCT menunjukkan penonjolan tajam dari RPE seperti terlihat pada indocyanine green angiography dan pemeriksaan klinis. Lesi ini paling sering terletak di daerah peripapiler, disusul pada makula. Lesi juga bisa tunggal dan terisolasi, atau meluas dan multiple.
Kondisi PCV umumnya bilateral karena banyak pasien yang memiliki lesi unilateral di awalnya, kemudian berkembang menjadi bilateral seiring perkembangannya. (Laudel A, Tan C, 2010)
Dari pemeriksaan biomicroscopy dan oftalmoskopi menunjukkan kelainan vaskular PCV berada pada lapisan antara RPE dan membran Bruch. Uyama et al juga menggambarkan PCV sebagai variasi bentuk dari CNV dan disebut polypoidal CNV. Tateiwa et al mendeskripsikan 20% kasus PCV menggambarkan varian pembuluh darah yang besar, meluas melewati arcade vaskular, sepert gambaran CNV klasik (Uyama M, 2002).
Terasaki et al dari penelitiannya melaporkan bahwa spesimen menunjukkan pelebaran pada lapisan intra-Bruch, pembuluh darah berdinding tipis tanpa pericytes, yang terwarnai positif untuk faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) di sel endotel, menunjukkan itu adalah neovascular alami. Matsuoka et al menemukan ekspresi Faktor VEGF dan pigmen epitel yang diturunkan di kedua spesimen dari CNV and PCV. Nakajima et al melaporkan dua kasus PCV dengan terkait CNV saat diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Okubo et al melaporkan pada pemeriksaan histopatologi spesimen,
3 didapatkan aterosklerosis arteriole intra-choroidal, dengan disertai pelebaran venula, yang menunjukkan kompresi venular choroidal dan mungkin disebabkan oleh adanya stasis. Kuroiwa et al mengamati perubahan terutama dalam besar arteriol choroidal, menunjukkan gangguan elastisitas lapisan dalam dinding pembuluh darah, dan deposisi basement membran ( seperti material kolagen pada dinding pembuluh ), menunjukkan bahwa aterosklerosis dari inner arteriol choroidal mungkin penting. Nakashizuka et al melaporkan hialinisasi pembuluh darah koroid, diduga yang mendasari proses aterosklerosis pada PCV ( Uyama M, 2002 ).
MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan PCV mungkin memiliki ketajaman penglihatan yang baik dan tidak menunjukkan gejala, namun sebagian besar pasien memiliki satu atau lebih gejala visual yang dapat termasuk penglihatan kabur atau redup, floaters serta skotoma sentral atau paracentral, distorsi penglihatan (objek tampak bengkok dan bergelombang ), dan sudden loss vision di mata yang terkena. PCV ditandai dengan: (1) penonjolan berwarna jingga kemerahan di kutub posterior retina (atau kadang-kadang di retina perifer), (2) lesi polypoidal ditemukan oleh angiography indocyanine green. Lesi polypoidal sayangnya tidak dapat ditemukan pada kondisi penyumbatan perdarahan atau kualitas gambar tidak cukup baik dalam beberapa kasus sehingga terjadi kesulitan mendiagnosis PCV. Kasus tersebut dapat diklasifikasikan sebagai 'suspek PCV', tetapi seringkali sangat sulit untuk membedakan kasus-kasus dari AMD ( Ryan S, 2006 ).
Lesi PCV biasanya muncul sebagai lesi berwarna kemerahan atau epitel pigment detachment (PED) dan kadang disertai dengan retinal detachment serosa (SRD), perdarahan subretinal, material fibrinous subretinal, hard eksudat dan drusens. Uyama dkk melaporkan bahwa sekitar 83% dari pasien PCV menunjukkan SRD pada kunjungan pertama. Sho dkk. melaporkan
bahwa sekitar 52% dari pasien PCV menunjukkan SRD. Bessho dkk dalam laporan terbarunya telah mengamati SRD di 91% dari pasien, dan perdarahan subretinal di 62% dari pasien dengan PCV pada kunjungan pertama. Studi sebelumnya telah melaporkan bahwa lesi polip sebagian besar hadir di margin dan di dalam PED serosanguinus, yang mungkin hadir sebagai “Notch Sign” antara PED, termasuk lesi polip dan PED yang terhubung, yang meliputi pembuluh jaringan yang abnormal. Kasus PED mungkin dapat ditemukan meluas sampai di kutub posterior retina, atau ditemukan lebih dari 2 lesi independen ( yaitu satu lesi pada makula dan yang lainnya di retina bagian nasal ).
Gam Gb 5. Foto fundus pasien dengan PCV (A) Beberapa lesi berwarna oranye terlihat di area macula (panah). Perdarahan terlihat diantara lesi oranye dan diskus optikus (B) Penegakkan diagnosa PCV dikonfirmasi dengan indocyanine green angiography (ICGA). Jaringan abnormal vascular
koroid dan lesi polip yang khas terlihat di makula, sesuai dengan gambaran lesi yang terlihat foto fundus berwarna ( Li M, 2010 )
Kasus-kasus tanpa perdarahan subretinal atau sedikit SRD memiliki tajam pengelihatan yang baik, sedangkan dalam kasus-kasus dengan perdarahan sub makula mungkin akan lebih buruk. Pasien PCV umumnya memiliki tajam pengelihatan yang lebih baik daripada di AMD pada awal pemeriksaan. Hal ini mungkin karena lesi PCV tetap berada di bawah RPE pada tahap awal, sementara AMD sesekali berkembang menjadi CNV dalam ruang subretinal, yang dapat mempengaruhi retina sensorik langsung ( Honda S, Matsumiya W, Negi A, 2013 )
DIAGNOSIS
Fluoresensi Angiografi (FA) dan Optical Coherence Tomography (OCT) merupakan sarana pemeriksaan penunjang yang penting dalam
4 menegakkan diagnosis serta menyingkirkan diferensial diagnosis. Pemeriksaan indocyanine green angiography (ICG) merupakan gold standard untuk penegakan diagnosis PCV. Pemeriksaan OCT umumnya sering memperlihatkan gambaran PED, tinggi PED melebihi biasanya, dan edema intraretinal yang lebih ringan jika dibandingkan pasien dengan AMD eksudatif.
Gambar 6. Pemeriksaan FFA (kiri) dan ICG (kanan) menunjukkan lesi fluorescein punctate pada bagian temporal ke saraf optik di makula nasalis, sebagian besar merupakan lesi polifoid (Ryan S, 2006 )
. gambar 7. Struktur vaskular Polypoidal di bawah RPE dikelilingi oleh perdarahan kecil (panah) diamati di bagian superonasal ke fovea (Ryan S, 2006)
Gambar 8. Gambaran pemeriksaan OCT pada kasus PCV : Spectral domain OCT menunjukkan
peak like elevation pada RPE dengan peninggian
PED didasarnya (asterisk), kedudukan tomographic di lapisan PED ( panah putih ) dan
double layer sign, yang terdiri dari 2 garis
hiperreflektif ( kepala panah ) ( Wong C, 2015 )
Lesi PCV pada FA menyerupai lesi CNV dan bila submacular, mirip dengan
AMD. Indocyanine green angiography mampu memperlihatkan pembuluh darah choroidal. Pada pemeriksaan ICG, jaringan percabangan dari PCV mudah dilihat. Polip terlihat sebagai tempat lesi hiperfloresensi local. Stadium lanju dapat menunjukkan pola pewarnaan terbalik dengan stadium awal, yaitu terlihat dengan pusat lesi menjadi hypofluorescent dan sekitarnya menjadi hyperfluorescent. Fenomena "wash-out" dari lesi yang terlihat pada lesi PCV tidak bocor pewarna bisa terlihat pada tahap akhir. OCT tidak hanya membantu dalam identifikasi cairan subretinal atau sub-RPE, juga dapat menggambarkan lesi polypoidal. Lesi ini menyerupai ketinggian kubah-seperti dari RPE dengan reflektifitas internal yang moderat. Garis yang sangat reflektif di bawah lesi ini terdiri dari lokasi jaringan percabangan pembuluh darah juga bisa ditemukan dalam kebanyakan kasus. Lapisan ganda yang terlihat tersebut juga disebut "double-layer sign," dan terlihat pada 59% dari mata dengan PCV ( Vinay A, Leo K, 2015 ).
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding meliputi AMD (tipe 1 atau tipe 2), chorioretinopathy serosa sentral (Vinay A, Leo K, 2015). Pemeriksaan OCT menunjukkan gambaran cystoid macular edema, deposit lipid, subretinal hemorrhage, and hemorrhagic pigment epithelial detachment lebih banyak terlihat pada pasien PCV dibandingkan CSCR. Pemeriksaan pada kasus AMD biasanya menunjukkan frekuensi PED yang lebih jarang jika dibandingkan dengan PCV (Ladas ID, 2004). Diferensial diagnosa lainnya dapat dipertimbangkan adalah myopia patologis dengan neovaskularisasi serta melanoma (Audrey C, Carlo J, 2010).
PENATALAKSANAAN
Studi "EVEREST" menunjukkan bahwa pengobatan PCV dengan kombinasi verteporfin terapi photodynamic (PDT) ditambah suntikan ranibizumab intravitreal ditoleransi dengan baik dan sangat efektif dalam mencapai regresi
5 lengkap dari lesi polypoidal pada kasus PCV (Matthew F, Eric K, James C, 2014 ). Hasil riset menunjukkan keefektifan terapi dengan Verteporfin untuk polypoidal choroidal vasculopati. Clinical trial lain menunjukkan injeksi intravitreal agen anti-VEGF mampu menstabilkan ketajaman penglihatan dan edema macula serta mencapai regresi polip polypoidal choroidal vasculopati. Pendekatan terapi kombinasi juga telah dicoba seperti pada EVEREST trial ( Boughton,2010 )
Kombinasi PDT ditambah ranibizumab 0,5 mg injeksi yang diberikan 3x dengan interval 1 bulan secara khusus menunjukkan regresi polypoid lengkap dalam 77,8% dari pasien dibandingkan 71,4% untuk PDT monoterapi dan 28,6% untuk ranibizumab monoterapi. Hasil visual jangka panjang terapi kombinasi menunjukkan bahwa 88,2% pasien dengan polypoidal choroidal vasculopati, ketajaman penglihatannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan sampai 3 tahun setelah pengobatan pada studi lain. Pasien dengan regresi polip yang tidak sempurna setelah pengobatan kombinasi awal yang dinilai oleh ICG pada 3 bulan follow-up, dianjurkan melanjutkan terapi dengan PDT monoterapi atau kombinasi PDT / ranibizumab. Kebocoran yang masih terdeteksi dengan FFA atau ICG dan disertai gejala yang masih aktif, pemberian ranibizumab monoterapi merupakan pilihan yang tepat. Monoterapi ranibizumab meskipun efektif dalam mengurangi cairan subretinal, namun masih kurang efektif dalam mencapai regresi polip. Monoterapi intravitreal dapat dipilih dibanding terapi kombinasi PDT / ranibizumab pada pasien yang memiliki ketajaman visual yang baik, atau yang memiliki kontraindikasi untuk PDT (misalnya tes fungsi hati yang abnormal). Belum ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan kortikosteroid dalam PCV ( Matthew F, Eric K, James C, 2014 ).
KESIMPULAN
Pemahaman PCV sebagai suatu diagnosa penyakit telah mengalami evolusi yang cepat dalam tiga dekade terakhir.
Presentasi klinis PCV sering mirip dengan CSR atau eksudatif AMD. Diagnosa PCV agaknya sulit ditegakkan tanpa bantuan pemeriksaan penunjang ICG. Terapi kombinasi agen VEGF dan PDT memberikan hasil yang cukup baik dalam peningkatan tajam pengelihatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian H, Greg T, Richard F. 2012. Update on Polypoidal Choroidal Vasculopathy. Diunduh dari http://www.aao.org/assets/december-2012-clinical-update-retina-pdf.
Ahuja R, Stanga P, Vingerling J, Reck A, Bird A. 2000. Polypoidal choroidal vasculopathy in exudative and haemorrhagic pigment epithelial detachments. Br J Ophthalmol 2000;84:479–484
Amaro M, Roller A, Motta C, Motta M. 2011. Polypoidal choroidal vasculopathy causing cystoid macular edema and the response to ranibizumb intravitreal treatment. Rev Bras Oftalmol ; 70 (4): 252-6
American Academy of Ophthalmology Staf a. 2014-2015. Retina and Vitreous. Basic and Clinical Science Course. Sec.12. San Francisco: AAO, p. 7-11.
American Academy of Opthalmology, Staff. 2011-2012. Fundamentals and Principles of Opthalmology. In: Basic and Clinical Science Course. Sec. 2. San Francisco : AAO ; p. 291-302.
Anantharaman G, Ramkumar G, Gopalakrishnan M, Rajput A. 2010. Clinical features, management and visual outcome of polypoidal choroidal vasculopathy in Indian patients. Indian J Ophthalmol ;58:399-405
Audrey C dan Carlo J. Pelino. Polypoidal Choroidal Vasculopathy: A Retinal Masquerader. 2010. Diunduh dari: http://www.reviewofoptometry.com/content/c/19392 Chee W, Tien Y dan Chui M. 2015. Polypoidal Choroidal Vasculopathy in Asians J. Clin. Med ; 4: 782-821. Coppens G, Spielberg L, Leys A. 2011. General Review Polypoidal Choroidal Vasculopathy Diagnosis and Management. Belge Ophtalmol ; 317: 39-44.
Hwang D, Yang C, Lee F, Hsu S. 2005. Idiopathic Polypoidal Choroidal Vasculopathy. J Chin Med Assoc ; 70 : 84-88 Honda S, Matsumiya W, Negi A. 2013. Polypoidal Choroidal Vasculopathy: Clinical Features and Genetic Predisposition. Ophthalmologica ;231:59–74
Lim T, Laude A, Tan C. 2009. Polypoidal choroidal vasculopathy: an angiographic discussion.
Cambridge Ophthalmology Symposium. Diunduh dari ttttp://www.nature.com/eye/journal/v24/
Mori F dan Shuichiro E. 2012. Polypoidal choroidal vasculopathy. Br J Ophthalmol ;91:1104–1105.
Peck L, Monique W. Jonathan M, Gibson. 2000. Idiopathic polypoidal choroidal vasculopathy: a disease with diverse clinical spectrum and systemic associations. Diunduh dari http://www.nature.com/eye/journal/v14/n5/abs/eye200018 6a.html
Ryan S.J. 2006.Retina Volume I : Basic science and inherited Retinal disease. Elsevier Mosby ; 956-957 Vinay A dan Leo A. 2001. Polypoidal Choroidal Vasculopathy. Br J Ophthalmol;86:696–701
Yuzawa M, Mori R, Kawamura A. 2010. The origins of polypoidal choroidal vasculopathy. Br J Ophthalmol ;89:602– 607