Konflik sosial yang terjadi di penghujung tahun 1999 di berbagai wilayah Propinsi Maluku Utara telah menghancurkan berbagai tatanan kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan juga berakibat pada tingginya gelombang pengungsian penduduk dari daerah asal ke sejumlah wilayah yang aman di propinsi Maluku Utara. Jumlah pengungsi yang tercatat sampai dengan tahun 2002 adalah 289.593 jiwa (Satkorlak PBP Maluku Utara, 2002). Pola mobilitas pengungsian penduduk tidak hanya menuju daerah aman di propinsinya sendiri, melainkan juga melintasi batas propinsi. Di luar Propinsi Maluku Utara, pola mobillitas pengungsian terbesar mengalir ke Propinsi Sulawesi Utara, terutama di Kota Manado dan Bitung. Sebagian lainnya memiliki pol a mobilitas yang mencari daerah-daerah aman di berbagai propinsi antara lain di Jawa Timur dan Irian Jaya.
Dampak sosial konflik yang dirasakan masyarakat adalah mobilitas pengungsian yang tinggi, perasaan traumatik dimana sebagian korban konflik menyaksikan secara langsung berbagai pembantaian dan pembunuhan terhadap keluarga mereka, terbatasnya kesempatan bersekolah bagi anak-anak usia sekolah, rendahnya kesehatan dan gizi masyarakat para pengungsi. Sedangkan dampak ekonomi adalah tidak berfungsi fasilitas seperti pasar dan lembaga-Iembaga ekonomi di tingkat desa, tidak adanya kesempatan bagi masyarakat untuk mengelolah hasil pertanian, perkebunan dan perikanan. Dengan demikian maka interaksi ekonomi tidak dapat berjalan dengan normal. Dan untuk bertahan hidup di tempat pengungsian, masyarakat korban konflik hanya mengharapkan perhatian pemerintah setempat.
Terkait dengan dampak ekonomi yang muncul akibat konflik di Maluku Utara diantaranya adalah rusaknya berbagai fasilitas Koperasi dan UKM. Sebagian Koperasi mengalami kerugian yang cukup besar nilainya, dimana asset usaha dan organisasi mengalami kehancuran, kerusakan dan barang-barang habis dijarah. Berdasarkan data yang didapat dari
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Halmahera Sarat (2001), dimana Koperasi yang mengalami kerusakan akibat konflik berjumlah 40 koperasi, dengan jumlah kerugian fisik sebesar Rp. 1.731.116.000.- dan kerugian kegiatan usaha sebesar Rp. 4.804.871.000.- sehingga jumlah seluruhnya Rp.
6.535.987.000.-Fakta dampak sosial dan ekonomi konflik tersebut menyadarkan masyarakat bahwa akibat dari konflik telah menimbulkan banyak korban fisik maupun hancurnya tatanan kehidupan masyarakat yang selama ini hidup berdampingan. Oleh karena itu, seluruh komponen masyarakat mendukung adanya upaya penyelesaian konflik secara tuntas dan meyeluruh melalui program 3 R (reevakuasi, rekonsiliasi, rehabilitasi), dan bentuk-bentuk penyelesain konfik lainnya.
Program reevakuasi pengungsi yang dilakukan pemerintah daerah Halmahera Sarat terfokus pada pemindahan pengungsi dari tempat-tempat penampungan ke daerah asal mereka sesuai dengan target yang hendak dicapai, dengan memperhatikan penyediaan sarana serta prasarana pendukung untuk dapat hidup secara layak dan mandiri. Program reevakuasi ini juga dilakukan untuk menunjang rekonsiliasi dan rehabilitasi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat pasca konflik.
Salah satu arah kebijakan program 3R (reevakuasi, rekonsiliasi dan rehabilitasi) adalah melakukan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan ekonomi kerakyatan. Program pemberdayaan masyarakat ini dilakukan bagi warga masyarakat korban konflik yang sudah kembali ke daerah asal. Program pemberdayaan masyarakat yang dimotori oleh pemerintah daerah dan berbagai lembaga donor (LSM dalam dan luar negeri) dilakukan dengan memberikan bantuan kepada masyarakat dalam bentuk sarana prasarana dan modal kepada kelompok-kelompok ekonomi yang di bentuk masyarakat korban konflik di masing-masing desa.
Pelaksanaan pengembangan masyarakat desa sangat tergantung pada usaha-usaha mendinamiskan masyarakat desa. Sedangkan kemampuan pemerintah dalam menyediakan dana maupun tenaga ahli untuk melancarkan usaha tersebut sangat terbatas. Dengan demikian
pelaksanaan pengembangan masyarakat harus dilaksanakan dengan memberdayakan seluruh komponen dalam masyarakat. Dalam pelakasanaan usaha-usaha tersebut diperlukan pemikiran lebih jauh, yaitu tentang cara-cara untuk membawa masyarakat berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Dukungan dari masyarakat tidaklah begitu mudah diperoleh. Munculnya kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan yang berbeda di des a akan membawa pengaruh yang penting.
Pada aras desa, untuk memperbaiki kehidupan ekonomi masyarakat, pemerintah daerah melakukan berbagai pemberdayaan ekonomi masyarakat pasca konflik. Bantuan dari pemerintah daerah diberikan dalam bentuk barang dan uang kepada masyarakat yang telah mempunyai kelompok-kelompok. Hal ini dilakukan untuk mempermudah kontrol terhadap jalannya program pemberdayaan ekonomi masyarakat pasca konflik.
Masyarakat Desa Tuada yang merupakan salah satu desa di Kabupaten Halmahera Barat yang juga lang sung menjadi korban konflik sosial merasa perlu untuk memperbaiki kehidupan ekonomi meraka. Masyarakat sendiri melakukan pengembangan ekonomi dengan membentuk kelompok usaha ekonomi des a yaitu melalui jalur koperasi.
Koperasi merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi yang dipilih oleh sebagian anggota masyarakat dalam rangka meningkatkan kemajuan ekonomi (rumah tangga) serta kesejahteraan hidupnya. Secara logika sederhana, orang akan memilih koperasi jika organisasi ekonomi tersebut dirasakan atau diyakini bisa mendatangkan manfaat lebih besar baginya dari pad a bentuk organisasi ekonomi lain. Disamping itu koperasi yakini sebagai lembaga ekonomi yang memiliki semangat kekeluargaan dan gotong royong. Kondisi ini sesuai dengan jiwa dan semangat Masyarakat Tuada dimana koperasi berada. Jiwa gotong royong dan kekeluargaan yang dimiliki masyarakat desa tuada mampu membawa semangat dalam membina hubungan kemasyarakatan termasuk kegiatan berekonomi. Semangat gotong royong dan kekeluargaan yang hidup dalam masyarakat desa Tuada masih begitu kuat. Semangat
kekeluargaan dan gotong royong yang oleh beberapa masyarakat dimanfaatkan untuk menjadi pendorong dalam menggerakkan koperasi.
Koperasi yang dibentuk oleh masyarakat Desa Tuada pasca konflik adalah koperasi perikanan. Dimana masyarakat yang tergabung dalam anggota koperasi perikanan sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan ini juga didukung dengan kondisi geografis desa Tuada yang berada di wilayah pesisir. Dengan demikian maka diharapkan adanya koperasi perikanan terse but dapat :
1. Mendorong produktitivitas 54 orang anggota koperasi perikanan dan juga akan berdampak pada masyarakat desa Tuada.
2. Malayani berbagai kebutuhan sehari-hari anggota koperasi perikanan dan juga masyarakat Desa Tuada.
Diharapkan dampak kegiatan dan keberadaan koperasi terhadap perekonomian desa merupakan hal yang penting, namun hal yang paling mendasar adalah untuk mempelajari hal apa yang dapat meningkatkan kegiatan koperasi sehingga dampaknya kepada perekonomian dapat diperbesar. Dampak yang ditimbulkan koperasi pada akhirnya bersumber pad a ketepatan pengambilan keputusan (perilaku) usaha koperasi itu sendiri (Thyfault, 1996); yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan perekonomian anggota, perkembangan usaha yang dilakukan koperasi, dan manfaat yang dirasakan masyarakat secara keseluruhan. 1.2. Permasalahan
Dalam upaya menanggulangi dampak sosial dan ekonomi yang timbul dengan adanya konflik sosial yang terjadi di Maluku Utara, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pasca konflik melalui kegiatan pengembangan masyarakat yang menekankan pada prinsip-prinsip pengembangan komunitas secara berkelanjutan. Aktivitas pengembangna masyarakat berbasis pad a potensi sumberdaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat.
Berkenaan dengan hal tersebut, salah satu cara penyelesaian persoalan sosial ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat Desa Tuada sebagai salah satu desa di Kabupaten Halmahera Barat yang menjadi
desa korban konflik melakukan berbagai upaya pemberdayaan dengan mendirikan Koperasi Perikanan Sihida Ngone. Kehadiran koperasi ini diharapkan dapat menjawab berbagai problem ekonomi yang dihadapi oleh warga desa yang baru saja dilanda konflik sosial. Namun disadari bahwa dalam perjalanan koperasi selama kurang lebih empat tahun, apa yang diharapkan oleh anggota terhadap koperasi dan masyarakat belum mampu secara optimal menjawab berbagai kebutuhan diantaranya masih terbatasnya unit-unit usaha yang disediakan koperasi untuk melayani berbagai kebutuhan anggota koperasi dan masyarakat desa.
Hal menarik dalam kajian ini adalah bahwa koperasi yang akan dianalisis merupakan kelompok yang tumbuh dari bawah. Oleh karena itu menarik juga untuk diketahui bagaimana koperasi yang tumbuh dari bawah tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya serta masyarakat dan bagaimana strategi yang tepat untuk mengembangkan koperasi terse but.
Dari gambaran latar belakang dan permasalahan di atas, dapat dirumuskan masalah kajian sebagai berikut :
1. Bagaimana mekanisme kelembagaan koperasi meningkatkan kesejahteraan anggota khusunya dan umumnya.
perikanan masyarakat
2. Bagaimana penguatan kelembagaan koperasi perikanan yang baru di kembangkan?
3. Bagaimana strategi dan program yang tepat untuk menguatkan kelembagaan koperasi?
1.3. Tujuan Kajian
Maksud kajian ini adalah untuk mempelajari dan merumuskan pola pengembangan koperasi perikanan masyarakat pasca konflik dalam mengembangkan ekonomi rakyat. Tujuan yang ingin dicapai dari kajian pegembangan masyarkat secara khusus adalah :
1. Menjelaskan mekanisme kelembagaan koperasi perikanan sihida ngone untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.
2. Menganalisis proses penguatan kelembagaan koperasi dalam masyarakat pasca konflik.
3. Merumuskan strategi dan program penguatan kelembagaan koperasi dalam masyarakat pasca konflik.