• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENTREPRENEURIAL ORIENTATION AND SMALL BUSINESS PERFORMANCE: A CONFIGURATIONAL APPROACH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ENTREPRENEURIAL ORIENTATION AND SMALL BUSINESS PERFORMANCE: A CONFIGURATIONAL APPROACH"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Irra Chrisyanti Dewi, Rudi Santoso1 Abstract

The strategy and entrepreneurship literatures suggest that an entrepreneurial orientation improves firm performance, but the empirical results are mixed. In this research, we investigate the entrepreneurial orientation of small business and find that a main effects only analysis provides an incomplete picture of performance. Access to capital and the dynamism of the environment are important to small business, and we find that when combined with entrepreneurial orientation (a three way interaction model) the configuration approach explains variance in performance over and above a contingency model (two way interactions) and a main effects only model.

Keyword: entrepreneurial orientation, small business, performance, configuration approach.

Menjadi tendensi umum dalam lingkungan bisnis saat ini adalah memperpendek siklus hidup model bisnis dan produk (Hammel, 2000). Dengan demikian, aliran profit akan datang dari operasi-operasi yang telah ada tidak dapat dipastikan dan perusahaan-perusahaan harus secara konsisten mencari peluang-peluang baru. Karena itu, perusahaan-perusahaan tersebut mungkin mendapatkan keuntungan dari mengadopsi suatu “orientasi strategis kewirausahaan”. Hal ini melibatkan kesediaan untuk melakukan inovasi guna meremajakan kembali penawaran pasar, mengambil resiko untuk mencoba produk, layanan, dan pasar-pasar yang baru dan tak pasti, serta lebih proaktif daripada kompetitor dalam peluang-peluang baru di pasar (Covin dan Slevin, 1991). A

Argumen konseptual yang dikemukakan oleh Covin dan Slevin (1991) ini telah menerima dukungan empiris di dalam kepustakaan. Penelitian-penelitian telah menemukan bahwa perusahaan-perusahaan yang mengadopsi suatu orientasi strategis yang lebih baik akan menunjukkan kinerja yang lebih baik pula (misalnya Zahra, 1991; Zahra dan Covin, 1995). Meskipun demikian, temuan-temuan ini bukannya tidak mendapatkan pertentangan. Smart dan Conant (1994), misalnya, tidak dapat menemukan suatu hubungan yang signifikan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja, sementara Hart (1992) berpendapat bahwa strategi-strategi tipe kewirausahaan dalam situasi-situasi tertentu bahkan mungkin dikaitkan dengan kinerja yang buruk. Meskipun perbedaan dalam temuan dapat dinyatakan disebabkan oleh perbedaan-perbedaan dalam desain penelitian atau keanehan-keanehan dalam metodologi, perbedaan-perbedaan semacam ini jelas-jelas mencerminkan fakta bahwa orientasi kewirausahaan kadangkala memberi kontribusi pada

(2)

kinerja yang meningkat. Saat mengkonseptualisasikan hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja, Lumpkin dan Dess (1996) memperhatikan kompleksitas hubungan ini, menunjukkan bahwa implikasi-implikasi kinerja orientasi kewirausahaan itu spesifik pada konteksnya. Dimaksudkan bahwa kekuatan hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja tergantung pada karakteristik-karakteristik lingkungan eksternal maupun karakteristik-karakteristik organisasi internal. Karena itu hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja bisa jadi lebih kompleks daripada hubungan yang hanya pada dampak utama.

Berdasarkan paparan di atas, menunjukkan bagaimana cara terbaik untuk menangkap kompleksitas dalam hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja. Pendekatan yang dominan saat ini adalah penggunaan pendekatan dampak universal, dengan berasumsi bawah orientasi kewirausahaan secara universal menguntungkan, atau mengandalkan pada model-model kontinjensi yang menangkap interaksi dua arah antara orientasi kewirausahaan dan suatu karakteristik lingkungan eksternal, atau antara orientasi kewirausahaan dan suatu karakteristik organisasi internal. Sebagai contoh, orientasi kewirausahaan tampaknya memiliki dampak positif yang lebih besar terhadap kinerja di lingkungan yang bermusuhan daripada di lingkungan-lingkungan yang samar (Covin dan Slevin, 1989; Zahra dan Covin, 1995).

Berkenaan dengan karakteristik-karakteristik internal, akses ke modal finansial memberikan kelonggaran sumber daya yang dibutuhkan untuk mendorong percobaan di perusahaan, yang memungkinkannya mengejar peluang-peluang baru (March dan Simon, 1963; Bourgeois, 1981; Zahra, 1991). Sebaliknya, hambatan-hambatan sumber daya mungkin dikaitkan dengan kontrol internal dan upaya-upaya untuk membatasi keterbatasan sumber daya yang dimiliki, dan menghambat prakarsa-prakarsa kewirausahaan. Maka dari itu, sumber daya tampaknya relevan untuk menerapkan suatu orientasi kewirausahaan. Penelaahan ini mulai menghasilkan pemahaman mengenai situasi-situasi di mana suatu orientasi kewirausahaan memiliki dampak yang lebih besar atau lebih kecil terhadap kinerja. Meskipun demikian, sebagaimana dikemukakan oleh Lumpkin dan Dess (1996), penjelasan lebih lanjut dapat diperoleh dengan menilai implikasi-implikasi kinerja bersama dari orientasi kewirausahaan dan kedua variabel ini secara bersamaan (menggunakan suatu pendekatan konfigurasional). Karena itu model-model konfigurasional merupakan alternatif-alternatif bagi model kontinjensi dan dampak universal yang digunakan dewasa ini.

Pendekatan konfigurasional menyatakan bahwa, dalam setiap organisasi, unsur-unsur strategi, struktur, proses, dan lingkungan tertentu cenderung berkelompok menjadi satu untuk membentuk konfigurasi (Meyer dkk., 1993 dalam Wiklund, 2005). Karena itu dalam sampel perusahaan yang berukuran berjumlah besar, sejumlah kecil konfigurasi akan muncul, di mana variabel-variabel utamanya sejajar. Hasil-hasil kinerja dari

(3)

konsistensi antara faktor-faktor struktural dan strategis serta kesebangunan antara faktor strategis dan struktural dengan faktor-faktor kontekstual. Ini menyiratkan bahwa agar dapat efektif secara maksimal, setiap organisasi harus memiliki konfigurasi-konfigurasi yang konsisten dan seusai dengan berbagai dimensi kontekstual (Dity dkk., 1993; Ketchen dkk., 1993; Miller, 1990, 1996 dalam Wiklund, 2005).

Penjelasan atas menunjukkan pendekatan konfigurasional mungkin memberikan peluang untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam antara mengenai keterkaitan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja perusahaan. Mengikuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh Lumpkin dan Dess (1996), penelitian ini menguji relevansi pendekatan konfigurasional dengan membandingkan suatu model konfigurasional EO dan kinerja dengan model-model kontinjensi dan suatu model universal (dampak langsung). Secara lebih spesifik, rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain: 1) Apakah orientasi kewirausahaan mempengaruhi kinerja perusahaan kecil?; 2) Apakah hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja perusahaan kecil diperantarai dengan akses ke sumber daya?; 3) Apakah hubungan tersebut diperantarai oleh karakteristik-karakteristik lingkungan?; 4) Apakah pertimbangan-pertimbangan mengenai konfigurasi orientasi kewirausahaan, akses ke sumber daya, dan lingkungan memberikan suatu pemahaman yang lebih utuh mengenai kinerja perusahaan kecil?

Kajian Literatur dan Hipotesis

Orientasi Kewirausahaan dan Kinerja

Orientasi kewirausahaan mengacu kepada orientasi strategis sebuah perusahaan, menangkap aspek-aspek kewirausahaan tertentu dari gaya, metode, dan praktek-praktek pembuatan keputusan. Dengan demikian, orientasi kewirausahaan mencerminkan bagaimana sebuah perusahaan beroperasi alih-alih apa yang dilakukannya (Lumpkin dan Dess, 1996). Miller (1983) dalam Wiklund (2005) merangkum karakteristik-karakteristik sebuah perusahaan kewirausahaan: “Sebuah perusahaan kewirausahaan adalah perusahaan yang terlibat dalam inovasi pasar produk, melakukan upaya-upaya yang sedikit beresiko, dan yang pertama-tama muncul dengan inovasi-inovasi ‘proaktif,’ mengalahkan kompetitor dengan telak”. Berdasarkan hal ini, beberapa peneliti telah sepakat bahwa orientasi kewirausahaan adalah suatu kombinasi dari tiga dimensi: keinovatifan, keproaktifan, dan pengambilan resiko. Karena itu orientasi kewirausahaan melibatkan kesediaan untuk melakukan inovasi guna meremajakan kembali penawaran-penawaran pasar, mengambil resiko untuk mencoba produk, layanan, dan pasar-pasar baru dan tak pasti, serta menjadi lebih proaktif daripada kompetitor dalam peluang-peluang pasar baru (misalnya Covin dan Slevin, 1989, 1990, 1991; Knight, 1997; Miller, 1983; Namen dan Slevin, 1993; Zahra dan Covin, 1995; Zahra, 1993a dalam Wiklund, 2005).

(4)

Dimensi keinovatifan orientasi kewirausahaan mencerminkan suatu kecenderungan untuk terlibat dan mendukung gagasan-gagasan baru, hal-hal baru, percobaan, dan proses-proses kreatif, dan karenanya menyimpang dari praktek-praktek dan teknologi-teknologi yang telah mapan (Lumpkin dan Dess, 1996). Tingginya tingkat inovasi teknologi dan/atau pasar produk, seperti disiratkan oleh dimensi keinovatifan, dapat digunakan oleh perusahaan yang bersangkutan untuk mengejar peluang-peluang baru. Keproaktifan mengacu kepada suatu postur dalam mengantisipasi dan menindaklanjuti keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan di masa akan datang di pasar, dan karenanya menciptakan suatu keunggulan sebagai yang pertama bertindak dibandingkan dengan kompetitor (Lumpkin dan Dess, 1996).

Dengan perspektif yang berpandangan ke depan seperti ini, perusahaan-perusahaan yang proaktif memiliki hasrat untuk menjadi pemrakarsa, dan karenanya memanfaatkan peluang-peluang yang tengah muncul. Pengambilan resiko dikaitkan dengan kesediaan untuk memberikan lebih banyak sumber daya bagi proyek-proyek di mana biaya karena kegagalan bisa jadi tinggi (Miller dan Friesen, 1982 dalam Wiklund, 2005). Ini juga menyiratkan diberikannya sumber daya ke proyek-proyek di mana hasil-hasilnya tidak diketahui. Ini sebagian besar mencerminkan kesediaan perusahaan untuk memisahkan diri dari hal-hal yang telah dicoba dan diketahui hasilnya untuk mengembara ke ranah yang tidak diketahui.

Berkenaan dengan dimensi-dimensi individual dari orientasi kewirausahaan, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masing-masing dapat memiliki suatu pengaruh positif terhadap kinerja. Perusahaan-perusahaan inovatif, yang menciptakan dan memperkenalkan produk-produk dan teknologi-teknologi baru, dapat menghasilkan kinerja ekonomi yang luar biasa dan telah dipandang sebagai mesin-mesin pertumbuhan ekonomi (Schumpeter, 1934; Brown dan Eisenhardt, 1998 dalam Wiklund, 2005). Perusahaan-perusahaan proaktif dapat memperoleh keunggulan sebagai yang pertama bertindak, mentarget segmen-segmen pasar premium, menetapkan harga tinggi, dan “meluncur” di pasar, jauh di depan kompetitor-kompetitornya (Zahra dan Covin, 1995). Mereka dapat mengendalikan pasar dengan mendominasi saluran-saluran distribusi dan menetapkan pengakuan atas mereknya. Keterkaitan antara mengambil resiko dan kinerja tak terlalu jelas.

Meskipun demikian, ada penelitian yang menunjukkan bahwa meskipun strategi-strategi yang telah teruji dapat menghasilkan kinerja rata-rata yang tinggi, strategi-strategi yang beresiko menghasilkan variasi dalam kinerja karena beberapa proyek akan gagal sementara lainnya berhasil mungkin akan lebih profitabel dalam jangka panjang (March, 1991; McGrath, 2001 dalam Wiklund, 2005). Ada juga alasan untuk meyakini bahwa EO sebagai suatu konstruk menyeluruh dapat memiliki implikasi-implikasi kinerja yang positif. Suatu tendensi umum dalam lingkungan bisnis dewasa ini adalah memendekkan siklus hidup model bisnis dan

(5)

produk (Hammel, 2000). Dengan demikian, aliran profit akan datang dari operasi-operasi yang telah ada tidak dapat dipastikan dan perusahaan-perusahaan harus secara konsisten mencari peluang-peluang baru. Orientasi kewirausahaan dapat membantu perusahaan-perusahaan dalam proses semacam ini. Beberapa penelitian empiris menemukan adanya dukungan untuk dampak positif orientasi kewirausahaan terhadap kinerja dan bukti-bukti anekdot untuk mendukung nilai kewirausahaan pun banyak sekali. Karena itu:

H1: Orientasi kewirausahaan memiliki dampak positif yang universal terhadap kinerja perusahaan kecil.

Meskipun demikian, gagasan orientasi kewirausahaan menguntungkan secara universal barangkali terlalu disederhanakan. Lumpkin dan Dess (1996) menyatakan bahwa implikasi-implikasi kinerja dari EO spesifik pada konteksnya; sehingga hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja tergantung dari karakteristik-karakteristik lingkungan eksternal mapun karakteristik-karakteristik organisasi internal.

Pendekatan Konfigurasional Dalam Hubungannya Dengan Orientasi Kewirausahaan dan Kinerja

Para peneliti konfigurasi berpendapat bahwa meningkatnya pemahaman atas fenomena organisasi, seperti kinerja, dapat dicapai dengan mengidentifikasi kesamaan antara kumpulan-kumpulan perusahaan yang unik dan secara internal konsisten daripada berusaha mengungkap hubungan-hubungan yang berlaku untuk semua organisasi. Sebagai akibatnya, suatu pemahaman yang lebih mendalam mengenai kinerja mungkin berasal dari pengungkapan tema-tema yang mengatur dan mekanisme-mekanisme integratif yang memastikan komplementaritas antar berbagai aspek sebuah perusahaan. Logika dari pendekatan konfigurasional bertumpu pada premis bahwa setiap perusahaan yang mampu mensejajarkan atribut-atribut perusahaan tertentu dengan karakteristik-karakteristik lingkungannya akan menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan lainnya.

Perusahaan-perusahaan yang gagal mencapai pensejajaran ini pada akhirnya akan kalah dalam bersaing. Karena itu konfigurasi atribut-atribut lingkungan dan perusahaan dalam jumlah terbatas dapat digunakan untuk mendeskripsikan besarnya proporsi perusahaan-perusahaan dengan kinerja tinggi. Meskipun demikian, kegagalan untuk mensejajarkan unsur-unsur ini akan merugikan bagi kinerja; sebagai contoh, sebuah perusahaan dengan suatu struktur sederhana kemungkinan akan mendapatkan keuntungan dari sebuah strategi niche namun bukan dari suatu strategi kepemimpinan biaya. Zajac dkk. (2000) dalam Wiklund (2005) menyatakan bahwa penelitian konfigurasional sebelumnya cenderung menekankan pada hubungan antara lingkungan, struktur dan strategi dengan mengabaikan penelaahan bagaimana perusahaan-perusahaan dapat menggunakan

(6)

strategi mereka untuk mensejajarkan sumber daya organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan. Ini bisa jadi sebuah kekurangan karena mencocokkan sumber daya internal dengan lingkungan adalah sebuah isu fundamental dalam manajemen strategis (Zajac dkk., 2000 dalam Wiklund, 2005).

Dengan adanya penekanan pada sumber daya dalam teori manajemen strategis yang ada saat ini, kebutuhan sumber daya untuk mengimplementasikan orientasi kewirausahaan, dan banyaknya hambatan-hambatan sumber daya yang dijumpai di antara perusahaan-perusahaan kecil. Secara empiris, konfigurasi dapat diwakili oleh interaksi simultan dari tiga variabel tersebut (Baker dan Cullen, 1993; Dess dkk., 1997; Miller, 1988 dalam Wiklund, 2005). Dengan kata lain, konfigurasi yang menjadi perhatian kita dapat direpresentasikan sebagai interaksi dari orientasi kewirausahaan dan unsur-unsur sumber daya dan lingkungannya. Dengan membangun argumen kita secara hirarkis, pertama-tama kita memisahkan interaksi dua arah tersebut dan menyusun hipotesis bagaimana lingkungan dan sumber daya, masing-masing, memperantarai hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja.

Interaksi Antara Orientasi Kewirausahaan dan Lingkungan

Miller (1990) dalam Wiklund (2005) berargumen bahwa strategi-strategi bertipe kewirausahaan mungkin lebih sukses jika diarahkan pada customer yang mementingkan inovasi dan layanan-layanan yang unik. Ini sesuai dengan lingkungan yang dinamis. Lingkungan dinamis terkait dengan tingginya ketidakpastian customer dan kompetitor-kompetitor serta tingginya tingkat perubahan dalam kecenderungan pasar dan inovasi industri. Dalam lingkungan dinamis seperti ini, dimana permintaan terus-menerus bergeser, peluang menjadi berlimpah dan kinerja akan paling tinggi bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki orientasi untuk mengejar peluang-peluang baru karena mereka memiliki kesesuaian yang baik antara orientasi strategis mereka dan lingkungan mereka. Dengan kata lain, kita akan memperkirakan bahwa pensejajaran orientasi kewirausahaan dan sebuah lingkungan yang dinamis akan memiliki implikasi-implikasi kinerja yang positif.

Meskipun demikian, perusahaan-perusahaan yang merasa puas terhadap operasi-operasi yang telah ada, tidak terlalu mungkin diuntungkan oleh suatu lingkungan yang dinamis, karena permintaan pasar mungkin bergeser menjauhi produk-produk perusahaan dan memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja. Pengamatan-pengamatan empiris mendukung gagasan ini. Zahra (1993b) dalam Wiklund (2005) menemukan bahwa ada suatu hubungan positif yang kuat antara kewirausahaan dan kinerja antar perusahaan di lingkungan pertumbuhan yang dinamis, sementara hubungan-hubungannya kebanyakan negatif antar perusahaan-perusahaan yang ada dalam lingkungan statis atau buruk. Karena itu: H2: Hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja perusahaan

(7)

kecil meningkat seiring dengan orientasi kewirausahaan, namun dengan kecepatan yang lebih tinggi untuk perusahaan-perusahaan yang berada dalam lingkungan yang dinamis.

Interaksi Antara Orientasi Kewirausahaan dan Sumber Daya Keuangan

Upaya pencarian strategi kewirausahaan membutuhkan sumber daya. Pilihan-pilihan strategis yang terbuka bagi sebuah perusahaan akan lebih luas jika ada lebih banyak sumber daya yang tersedia, dan orientasi kewirausahaan adalah orientasi strategis yang menghabiskan sumber daya. Karena itu akses ke sumber daya yang lebih banyak akan memfasilitasi orientasi kewirausahaan. Akses ke sumber daya finansial tampaknya paling penting bagi perusahaan-perusahaan kecil. Modal finansial adalah tipe sumber daya yang paling umum dan dapat dengan mudah diubah ke tipe sumber daya lainnya (Dollinger, 1999 dalam Wiklund, 2005). Karena itu, hambatan-hambatan sumber daya di bidang-bidang lain sampai taraf tertentu dapat dikurangi dengan akses ke sumber daya finansial.

Selain itu, perusahaan-perusahaan kecil seringkali menghadapi kesulitan-kesulitan dalam mendapatkan ekuitas dan pembiayaan hutang, yang sangat menghambat perkembangan mereka, namun perusahaan-perusahaan kecil yang terlibat dalam inovasi dan berusaha mencapai kinerja yang tinggi akan memiliki kebutuhan besar untuk sumber daya keuangan”. Ini tercermin dalam industri modal ventura yang menyediakan uang dalam jumlah besar ke masing-masing bisnis namun biasanya hanya pada perusahaan-perusahaan inovatif yang berpotensi mencapai kinerja luar biasa. Secara lebih spesifik, akses ke modal finansial harus berinteraksi dengan orientasi kewirausahaan dalam menjelaskan kinerja. Modal finansial memberi perusahaan kelonggaran untuk bereksperimen dengan strategi-strategi baru dan proyek-proyek inovatif yang mungkin tidak disetujui dalam suatu linkungan yang sumber dayanya lebih terbatas (Cyert dan March, 1963; Levinthal dan March, 1981; Cooper, dkk. 1994 dalam Wiklund, 2005). Kelonggaran finansial akan memupuk suatu kultur percobaan karena ini melindungi perusahaan-perusahaan dari hasil-hasil tak pasti dari proyek-proyek tersebut, membantu percobaan dengan strategi-strategi dan praktek-praktek baru termasuk inovasi produk. Karena itu modal finansial harus mendorong keinovatifan sebuah perusahaan.

Pengambilan resiko melibatkan diberikannya komitmen sumber daya dalam jumlah besar, berinvestasi di teknologi-teknologi yang belum dicoba sebelumnya atau membawa produk-produk baru ke pasar dengan kepentingan untuk mendapatkan laba yang berpotensi tinggi dengan menangkap peluang-peluang di pasar. Akses yang lebih besar ke modal finansial dapat mengurangi peluang proyek-proyek beresiko menjadi fatal, sehingga mendorong pengambilan resiko. Keproaktifan melibatkan ditariknya sumber daya dari operasi-operasi dan produk-produk dalam

(8)

tahap-tahap akhir siklus hidup serta menginvestasikan sumber daya di produk-produk dan proses-proses baru. Proses seperti ini membutuhkan investasi ulang dan semestinya akan jauh lebih mudah jika perusahaan memiliki akses ke modal finansial yang lebih banyak. Singkatnya, pelaksanaan orientasi kewirausahaan sebagai suatu orientasi strategis tampaknya membutuhkan akses ke sumber daya dalam jumlah besar (Covin dan Slevin, 1991). Karena itu:

H3: Hubungan antara orientasi kewirausahaan dan kinerja perusahaan kecil diperantarai oleh akses ke modal finansial. Kinerja perusahaan kecil meningkat seiring dengan orientasi kewirausahaan namun dengan kecepatan yang lebih tinggi untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki akses lebih besar ke modal finansial.

Konfigurasi Antara Orientasi Kewirausahaan, Sumber Daya, dan Lingkungan

Hipotesis 2 di atas menunjukkan suatu peranan perantara dari lingkungan, sementara hipotesis 3 membahas peranan perantara dari sumber daya. Meskipun demikian, penelitian konfigurasional berargumen bahwa perusahaan-perusahaan, yang terkonfigurasi pada banyak konstruk, akan menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada yang berhasil mensejajarkan hanya dua dari konstruk-konstruk tersebut. Karena itu untuk menguji proposisi-proposisi perspektif konfigurasional, kami menguji interaksi dari ketiga konstruk tersebut. Ada penelitian empiris yang menunjukkan bahwa di samping pensejajaran orientasi kewirausahaan, masing-masing dengan sumber daya dan lingkungan, setiap perusahaan mungkin mendapatkan keuntungan dengan mensejajarkan sumber daya mereka dengan lingkungan mereka. Nilai dari berbagai sumber daya yang berbeda akan bervariasi antar konteks lingkungan. Dalam lingkungan-lingkungan yang dinamis dan tak dapat diprediksi, nilai sumber daya fisik dan teknologi menjadi tak pasti.

Pesatnya perubahan dalam lingkungan customer atau inovasi produk kompetitor dapat membuat sumber daya tersebut jadi usang. Karena itu mungkin akan membahayakan kinerja jika lebih banyak sumber daya yang diberikan ke investasi-investasi jangka panjang. Meskipun demikian, sumber daya finansial bersifat likuid dan fleksibel, serta dapat dengan cepat diarahkan ke prakarsa-prakarsa baru jika ada peluang yang baru muncul. Karena itu, suatu konfigurasi orientasi kewirausahaan, akses ke sumber daya finansial, dan dinamika lingkungan tampaknya terkait dengan kinerja perusahaan kecil yang lebih tinggi.

Konfigurasi-konfigurasi orientasi kewirausahaan yang tak terlalu efektif juga mungkin dicapai. Orientasi kewirausahaan di suatu lingkungan yang dinamis dapat membahayakan kinerja jika perusahaan kecil yang bersangkutan hanya memiliki akses terbatas ke modal. Berlimpahnya peluang, seperti yang muncul di suatu lingkungan yang dinamis, mungkin dicapai oleh perusahaan-perusahaan dengan orientasi kewirausahaan yang tinggi. Ringkasnya, sebuah pendekatan konfigurasional menyatakan bahwa

(9)

perusahaan-perusahaan kecil dapat mendapatkan keuntungan terbesar dari orientasi kewirausahaan jika perusahaan-perusahaan tersebut aktif, berada dalam suatu lingkungan yang dinamis, dan memiliki akses substansial ke sumber daya finansial. Artinya orientasi kewirausahaan memiliki dampak positif terkuat terhadap kinerja di antara perusahaan-perusahaan dalam lingkungan yang dinamis dengan akses substansial ke modal finansial dan dampak negatif terkuat terhadap kinerja di antara perusahaan-perusahaan dalam lingkungan yang stabil dengan sedikit akses ke modal. Ini menunjukkan hipotesis konfigurasional sebagai berikut:

H4: (a) Kinerja perusahaan kecil dijelaskan oleh konfigurasi-konfigurasi orientasi kewirausahaan, akses ke modal, dan dinamika lingkungan. (b) Kinerja perusahaan kecil paling tinggi di antara perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat orientasi kewirausahaan yang tinggi, yang memiliki akses besar ke modal finansial, dan yang berada lingkungan-lingkungan dinamis daripada di konfigurasi-konfigurasi lainnya. (c) Kinerja perusahaan kecil paling rendah di antara perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat orientasi kewirausahaan yang rendah, yang memiliki sedikit akses ke modal finansial, dan yang berada lingkungan-lingkungan stabil daripada di konfigurasi-konfigurasi lainnya.

Metode Penelitian Penentuan Sampel

Kerangka pengambilan sampel diambil dari database Dinas Perindustrian dan Perdagangan Surabaya. Secara acak sampel yang diambil pada perusahaan independen dari empat sektor, manufaktur yang padat-pengetahuan, manufaktur yang padat-karya, layanan-layanan profesional, dan retail. Total 500 manajer perusahaan kecil yang dikontak, di mana 325 di antaranya merespon terhadap suatu wawancara telepon dan kuesioner yang dikirim lewat pos. Separuh dari sampel tersebut memiliki antara 10 sampai 19 karyawan dan separuhnya lagi antara 20 sampai 49 karyawan, seperti dinyatakan dalam laporan tahunan terakhir mereka. Data dikumpulkan mengenai variabel independen dan variabel kontrol. Setahun kemudian, 500 manajer perusahaan kecil ini sekali lagi diminta untuk melengkapi sebuah wawancara lewat telepon, kali ini hanya berkaitan dengan variabel-variabel dependen. Sepuluh di antaranya tidak dapat melakukannya, Keenam karena perusahaannya telah gulung tikar, dan Dua puluh lima manajer lainnya telah digantikan selama periode ini dan karenanya tidak dimasukkan ke dalam analisis. Karena itu sampel akhirnya terdiri dari 284 manajer perusahaan kecil.

(10)

Variabel dan Pengukuran 1. Kinerja Perusahaan Kecil

Pertumbuhan sebagai suatu ukuran kinerja mungkin akan lebih akurat dan dapat diakses daripada ukuran-ukuran akuntansi atas kinerja finansial. Meskipun demikian, sebuah perusahaan bisa saja, misalnya, memilih untuk mengorbankan pertumbuhan jangka panjang demi profitabilitas jangka pendek (Zahra, 1991). Kinerja bersifat multidimensi, dan karenanya akan menguntungkan untuk menggabungkan dimensi-dimensi kinerja yang berbeda dalam penelitian-penelitian empiris. Untuk mewakili aspek-aspek yang berbeda dari kinerja perusahaan kecil, kami menggabungkan ukuran-ukuran kinerja finansial dan pertumbuhan. Untuk kinerja finansial, kami menggunakan ukuran-ukuran yang dilaporkan sendiri untuk marjin kotor serta untuk profitabilitas dan aliran kas dibandingkan dengan kompetitor. Para responden diminta untuk menyatakan laba dan penjualan tahun sebelumnya, dan marjin kotor dihitung sebagai rasio dari laba kotor terhadap penjualan. Untuk ukuran-ukuran kinerja finansial lainnya, para responden diminta untuk mengestimasi laba dan aliran kas dibandingkan dengan kompetitor dalam skala lima poin, yang berkisar dari “jauh lebih buruk dibandingkan dengan kompetitor kami” sampai “jauh lebih baik dibandingkan dengan kompetitor kami.” Untuk pertumbuhan, kami menggunakan empat indikator. Di masing-masing putaran survei, responden diminta untuk menyatakan penjualan tahun lalu dan jumlah karyawan penuh waktunya yang ekuivalen saat ini. Penjualan dan pertumbuhan karyawan dihitung sebagai rasio dari perubahan ukuran di antara survei (periode satu tahun) dan ukuran pada saat survei pertama. Skala lima poin digunakan untuk ukuran-ukuran penjualan dan pertumbuhan karyawan dibandingkan dengan kompetitor, dengan patokan dari “jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kompetitor kami” sampai “jauh lebih banyak dibandingkan dengan kompetitor kami.” Kinerja finansial dan ukuran pertumbuhan distandarisasi dan kemudian digabungkan (nilai alfa Cronbach untuk indeks kinerja global ini adalah 0,68).

2. Orientasi Kewirausahaan

Skala asli Miller untuk orientasi kewirausahaan yang terdiri dari delapan butir digunakan di sini. Butir-butir ini adalah tipe pilihan yang sudah ditetapkan, dengan pasangan-pasangan pernyataan yang saling berlawanan. Sebuah skala yang terdiri dari tujuh poin membagi dua pernyataan ini. Untuk menghindari kontaminasi kumpulan respons, pertanyaan-pertanyaan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga pernyataan-pernyataan kewirausahaan dan non-kewirausahaan tampil di sisi kanan sekaligus sisi kiri. Dalam penelitian ini, skalanya melaporkan reliabilitas yang dapat diterima (nilai alfa Cronbach sebesar 0,62).

3. Akses ke Modal Finansial

Dalam penelitian ini, kami menggunakan suatu ukuran subyektif dari tingkat kepuasan manajer perusahaan kecil terhadap aksesnya ke modal finansialnya. Ini adalah ukuran asli dan diukur pada suatu skala

(11)

tujuh poin dengan pernyataan-pernyataan yang saling berlawanan “tidak memadai dan hambatan besar bagi perkembangan kami” dan “sangat memuaskan untuk perkembangan perusahaan.” Untuk menetapkan validitas diskriminan dan konvergen dari ukuran butir tunggal ini, kami mengikuti rekomendasi-rekomendasi yang diberikan oleh Robinson dkk. (1991) dalam Wiklund (2005).. Dalam kuesioner yang sama, responden diminta untuk mengestimasi laba rata-rata tiga tahunan yang diukur pada suatu skala lima poin, berkisar dari kerugian besar sampai laba besar. Korelasi antara akses kami ke modal finansial dan kedua ukuran tersebut masing-masing sebesar 0,48 dan 0,51 (p < 0,001). Karena perusahaan-perusahaan kecil dapat memiliki akses ke sumber daya pembiayaan lain selain saldo laba dan karena akses ke modal mungkin berubah dari waktu ke waktu, maka ukuran-ukuran ini tidak menggunakan variabel-variabel yang tepat sama, dan korelasi yang lebih tinggi tidak dapat diharapkan. Di samping itu, bias metode umum semestinya akan kecil karena butir-butir tersebut tidak muncul secara berurutan dalam kuesioner kami dan format untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut pun bervariasi. Karena itu kami berpendapat bahwa hasil-hasil ini menunjukkan validitas yang konvergen. Untuk memastikan validitas diskriminan, kami juga mengkorelasikan variabel tersebut dengan sepuluh variabel strategi dan pembuatan keputusan yang berbeda, yang muncul di halaman kuesioner yang sama dengan menggunakan tipe skala tujuh poin dengan pernyataan bertentangan yang sama.

4. Dinamika Lingkungan

Dinamika lingkungan dioperasionalisasikan dengan menggunakan butir-butir dari penelitian Miler (1987a, b) dalam Wiklund (2005). Empat butir adalah tipe pilihan yang telah ditetapkan, dengan pasangan-pasangan pernyataan yang saling berlawanan. Sebuah skala tujuh poin membagi kedua pernyataan tersebut. Untuk menghindari kontaminasi kumpulan respons, pertanyaan-pertanyaan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga pernyataan dinamis dan non dinamis ditampilkan di sisi kanan maupun sisi kiri. Nilai alfa Cronbach dari skala ini adalah 0,67.

Variabel Control

Perusahaan-perusahaan dengan ukuran dan umur yang berbeda mungkin menunjukkan karakteristik-karakteristik organisasi dan lingkungan yang berbeda, yang kemudian dapat mempengaruhi kinerja. Hal yang sama berlaku pula bagi perusahaan-perusahaan dalam industri yang berbeda. Karena itu variabel-variabel ini dimasukkan sebagai kontrol. Untuk menentukan industri tersebut, para responden ditanyai apakah lini bisnis utama perusahaan adalah manufakturing, jasa, atau retailing. Para responden ini kemudian ditanyai pada tahun berapa perusahaan mereka didirikan, yang digunakan untuk menghitung usia perusahaan. Para responden akhirnya ditanyai berapa banyak orang yang bekerja di perusahaan tersebut pada saat ini, termasuk pemilik kerja dan pekerja

(12)

paruh waktu, dan untuk mengestimasi jumlah karyawan penuh waktu yang ekuivalen. Variabel ini digunakan untuk mengontrol ukuran perusahaan. Teknik Analisis Data

Analisis regresi linear hirarkis digunakan untuk menguji apakah model universal, model kontinjensi, atau model konfigurasional-lah yang paling cocok dengan data. Pendekatan hirarkis tersebut paling telat jika menganalisis butir-butir multiplikatif dalam hal analisis regresi, atau lebih umumnya, saat menganalisis variabel-variabel independen yang sangat berkorelasi. Di masing-masing langkah analisis hirarkis tersebut, urutan interaksi selanjutnya yang lebih tinggi ditambahkan (masing-masing interaksi dua arah dan interaksi tiga arah), dan uji F dan uji R2 inkremental

dari signifikansi statistik pun dievaluasi. Suatu dampak interaksi dijumpau jika, dan hanya jika, sukuinteraksi tersebut memberikan kontribusi yang signifikan di atas dampak langsung variabel-variabel independen. Besarnya koefisien-koefisien regresi pada urutan yang lebih tinggi (dibandingkan dengan signifikansi statistiknya) tak dapat dievaluasi secara terpisah dari suku-suku dengan urutan yang lebih rendah, namun harus dinilai secara bersamaan. Biasanya, penilaian mengenai bagaimana interaksi-interaksi yang signifikan mempengaruhi variabel dependen dilakukan dengan pertama-tama memasukkan nilai-nilai yang dipilih dari suku interaksi tersebut ke dalam persamaan regresi dan kemudian memetakan nilai-nilai ini terhadap nilai-nilai yang diperoleh dari variabel dependen, sebuah praktek yang kami anut dalam artikel ini. Pemetaan seperti ini menunjukkan dampak satu variabel terpilih, dengan adanya kombinasi-kombinasi nilai yang berbeda untuk variabel-variabel lainnya.

Hasil dan Pembahasan

Nilai rata-rata, statistik deskriptif, dan korelasi variabel-variabel tersebut ditampilkan dalam Tabel 1. Secara keseluruhan korelasi antara variabel-variabel independen cukup rendah, berkisar dari –0,77sampai 0,273 Meskipun demikian, untuk memastikan bahwa multikolinearitas tidak menjadi masalah, kami mengambil rata-rata tengah dari variabel-variabel urutan pertama dan menerapkan diagnosis multikolinearitas. Karena keterbatasan ruang, masing-masing angka tidak dilaporkan, namun hasil perhitungan dari VIF untuk temuan-temuan variabel urutan pertama yang masing-masing nilainya di bawah 4,0; yang jauh di bawah nilai kritis. Untuk menguji hipotesis-hipotesis kami, pertama-tama kami tambahkan variabel-variabel kontrol (hasil-hasil yang ditampilkan dalam kolom 2), kemudian variabel-variabel independen (model hanya-dampak-utama dalam kolom 3), kemudian suku interaksi dua arah (model kontinjensi dalam kolom 4), dan terakhir suku interaksi tiga arah (model konfigurasi dalam kolom 5). Variabel-variabel kontrol dari ukuran perusahaan, usia perusahaan, manufakturing, dan jasa menjelaskan 9%dari variasi kinerja (p < 0,01). Langkah analisis selanjutnya berkenaan dengan pengaruh

(13)

universal dari orientasi kewirausahaan, akses ke modal, serta dinamika lingkungan terhadap kinerja bisnis kecil selain model dasar.

Tabel 1. Mean, SD, and Correlations for Quantitative Variables

Ketiga variabel ini mencakup tambahan 16% dari variasi dalam kinerja, seperti ditampilkan dalam kolom ketiga Tabel 2 (p < 0,01). Orientasi kewirausahaan dan akses ke modal finansial sama-sama memiliki hubungan positif yang signifikan secara statistik dengan kinerja perusahaan kecil; artinya kinerja perusahaan kecil yang lebih baik terkait dengan akses lebih besar ke modal finansial (p < 0,01) dan Orientasi kewirausahaan yang lebih tinggi (p < 0,05). Temuan terakhir ini memberikan dukungan untuk hipotesis 1. Suatu kontribusi secara statistik signifikan secara marjinal ditemukan untuk dinamika lingkungan (p < 0, 10). Model kontinjensi tersebut tidak secara signifikan meningkatkan besarnya varian yang dijelaskan (p > 0,10), dan tak satupun dari interaksi dua arah tersebut signifikan secara statistik (p > 0,10). Karena itu Hipotesis 2 maupun Hipotesis 3 tidak didukung oleh data. Meskipun demikian, dimasukkannya suku interaksi tiga arah, yang ditampilkan di kolom 5, secara signifikan meningkatkan varian yang dijelaskan (ΔR2 = 0,04, p <

0,01). Ini menunjukkan suatu konfigurasi EO, dinamika lingkungan, dan akses ke modal finansial, yang mendukung Hipotesis 4a.

Tabel 2. Small Business Performance: Universal, Contingency, and Configurational

(14)

Untuk menentukan sifat sebuah interaksi, dampak-dampak utama dan suku interaksinya harus diperhitungkan secara. Untuk interaksi-interaksi dengan urutan yang lebih tinggi, semua interaksi-interaksi dengan urutan yang lebih rendah dan dampak-dampak utamanya harus diperhitungkan. Berdasarkan koefisien-koefisien regresi yang diberikan oleh analisis kami, kami memetakan dampak orientasi kewirausahaan terhadap kinerja (dengan memperhitungkan ketiga dampak utama, interaksi dua arah, dan interaksi tiga arah) untuk nilai-nilai tertentu dari dinamika lingkungan dan akses ke modal finansial. Sifat interaksi ini menunjukkan di tingkat orientasi kewirausahaan yang rendah, perusahaan-perusahaan dengan suatu lingkungan dinamis dan akses besar ke modal finansial relatif menunjukkan kinerja yang relatif tinggi.

Perusahaan-perusahaan dalam lingkungan yang stabil dengan sedikit akses ke modal finansial menunjukkan kinerja yang paling buruk ini tidak memberi dukungan bagi Hipotesis 4c, di mana kami mengajukan hipotesis bahwa perusahaan-perusahaan yang menghadapi kelangkaan sumber daya akan menunjukkan kinerja yang lebih buruk meskipun memiliki orientasi kewirausahaan yang tinggi. Semua garisnya menunjukkan kecondongan ke atas, yang menunjukkan bahwa terlepas dari apapun kondisi finansial dan lingkungannya, kinerja akan meningkat seiring dengan peningkatan orientasi kewirausahaan. Ini memberi dukungan tambahan bagi Hipotesis 1, dan memperkuat temuan-temuan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh positif universal dari orientasi kewirausahaan.

Meskipun demikian, menarik untuk dicatat bahwa sementara kinerja meningkat seiring dengan peningkatan orientasi kewirausahaan untuk semua konfigurasi, kenaikan ini terjadi lebih cepat di suatu lingkungan yang stabil dan sedikit akses ke modal finansial dibandingkan dengan semua kombinasi akses ke modal finansial dan dinamika lingkungan. Kinerja meningkat dengan meningkatnya orientasi kewirausahaan dengan kecepatan terendah untuk perusahaan-perusahaan yang berada dalam lingkungan yang dinamis dengan akses besar ke modal. Kecepatan peningkatan ini sangat berbeda sehingga konfigurasi dengan kinerja tertinggi adalah orientasi kewirausahaan tinggi, dinamika lingkungan yang rendah, dan akses kecil ke modal finansial. Ini bertentangan dengan hipotesis kami bahwa kinerja tertinggi ditunjukkan oleh perusahaan-perusahaan dengan EO tinggi, akses besar ke modal finansial dan dinamika lingkungan yang tinggi (Hipotesis 4b tidak didukung).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orientasi kewirausahaan (yaitu keproaktifan, keinovatifan, dan pengambilan resiko) secara positif mempengaruhi kinerja perusahaan kecil. Kinerja perusahaan kecil juga secara positif dipengaruhi oleh akses ke modal finansial. Meskipun demikian, mengandalkan pada hubungan-hubungan dampak utama ini memberikan pemahaman yang tidak utuh atas kinerja perusahaan kecil. Pemahaman lebih baik dapat diperoleh dengan memperhitungkan secara

(15)

bersamaan orientasi kewirausahaan, akses ke modal, dan dinamika lingkungan. Meskipun suatu pendekatan kontinjensi (interaksi dua arah) tidak memberikan informasi tambahan selain yang diberikan suatu model hanya-dampak-utama, suatu konfigurasi dari ketiga faktor ini (interaksi tiga arah) dapat melakukannya.

Sebagai contoh, salah satu temuan menarik dari artikel ini adalah bahwa jika digunakan suatu model hanya-dampak-utama atau model kontinjensi, peranan dinamika lingkungan tampaknya tidak signifikan, yang tidak sesuai dengan penelitian-penelitian yang menemukan bahwa lingkungan yang dinamik dapat meningkatkan kinerja. Meskipun demikian, baru setelah kita menggunakan suatu pendekatan konfigurasional-lah kita menekukan bahwa hubungan antara dinamika lingkungan dan kinerja perusahaan kecil tergantung pada orientasi kewirausahaan perusahaan dan aksesnya ke modal finansial.

Hasil penelitian kami sesuai dengan penelitian Dess dkk. (1997) dalam Wiklund (2005) bahwa sebuah model konfigurasional lebih relevan daripada model kontinjensi untuk meneliti hubungan antara penyusunan strategi kewirausahaan dan kinerja. Faktor-faktor yang dikonfigurasikan dengan orientasi kewirausahaan di sini berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya dan mencakup konstruk-konstruk yang menurut kami penting dalam menjelaskan kinerja perusahaan kecil.

Secara spesifik, hasil-hasilnya menunjukkan bahwa setiap perusahaan yang menghadapi hambatan berat dalam hal keterbatasan akses ke modal finansial dan suatu lingkungan yang stabil akan paling diuntungkan dengan mengadopsi suatu orientasi kewirausahaan. Dengan kata lain, orientasi kewirausahaan bukan hanya milik perusahaan-perusahaan di industri-industri dengan pertumbuhan tinggi dan modal finansial yang berlimpah; alih-alih orientasi kewirausahaan dapat digunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan lingkungan dan sumber daya. Pada kenyataannya, perusahaan-perusahaan dalam situasi ini bisa menunjukkan kinerja yang unggul jika mereka memiliki orientasi kewirausahaan tinggi.

Hasilnya mengejutkan karena kami mengajukan hipotesis bahwa konfigurasi orientasi kewirausahaan yang tinggi, akses besar ke modal, dan lingkungan dinamis akan terkait dengan kinerja perusahaan kecil yang unggul. Meskipun demikian, hipotesis kami didasarkan pada pandangan “tradisional” atas konfigurasi dan kesesuaian strategis. Penekanan pada literatur ini adalah pada isomorfisme, yaitu pemikiran bahwa perusahaan-perusahaan dalam lingkungan yang serupa akan menunjukkan konfigurasi yang serupa pula.

Perusahaan-perusahaan yang gagal mengadopsi konfigurasi-konfigurasi ini akan kalah bersaing dan akhirnya musnah. Alih-alih demikian, teori berbasis sumber daya menekankan pada diferensiasi dan menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan dalam pemberian sumber daya dalam organisasi menjelaskan perbedaan kinerja melalui keunggulan

(16)

kompetitif. Karena itu, meskipun temuan kami bahwa orientasi kewirausahaan jika digabungkan dengan sumber daya finansial yang minimal dan suatu lingkungan yang non-dinamis akan mengarah pada kinerja relatif yang lebih tinggi mungkin tidak sesuai dengan perkiraan-perkiraan pandangan “tradisional,” ini jelas-jelas konsisten dengan logika berbasis sumber daya. Artinya, di bawah tekanan sumber daya dan kondisi pasar yang stabil, orientasi kewirausahaan mungkin lebih menyediakan suatu mekanisme diferensiasi daripada yang diberikannya dalam situasi-situasi keberlimpahan sumber daya dan dinamika pasar.

Meskipun mengejutkan dari sudut pandang tradisional mengenai konfigurasi dan isomorfisme antar perusahaan di lingkungan-lingkungan yang serupa, temuan-temuan kami tersebut dapat dijelaskan dari suatu perspektif yang berfokus pada diferensiasi. Schumpeter (1934) dalam Wiklund (2005) berpendapat bahwa kewirausahaan adalah tentang menciptakan produk-produk, proses-proses, sumber pasokan baru, dan lain sebagainya, yang menciptakan ketidakseimbangan atau disekuilibrium di pasar. Terciptanya ketidakseimbangan inilah yang memungkinkan perusahaan-perusahaan ini sukses. Ini tampaknya merupakan suatu strategi kinerja tinggi untuk mengguncang sebuah industri yang berada dalam keadaan ekuilibrium atau seimbang (artinya industri yang memiliki suatu lingkungan yang stabil dan perusahaan-perusahaan dalam industri ini hanya memiliki akses terbatas ke modal finansial).

Orientasi kewirausahaan memberi perusahaan-perusahaan kemampuan untuk mendapati dan/atau menemukan peluang-peluang baru yang dapat menjadikan mereka berbeda dari perusahaan-perusahaan lain dan menciptakan suatu keunggulan kompetitif. Sesuai dengan hasil-hasil kami, Covin dkk. (1990) menemukan bahwa orientasi kewirusahaan memiliki keterkaitan lebih erat dengan kinerja di industri-industri teknologi rendah daripada di industri-industri teknologi tinggi. Serupa dengan penelitian kami, mereka menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan mungkin lebih merupakan suatu mekanisme diferensiasi bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam kondisi-kondisi yang tidak terlalu menguntungkan. Meskipun orientasi adalah hal yang berbeda dari kultur organisasi, temuan Burt dkk. (1994) dalam Wiklund (2005) bahwa sebuah kultur yang kuat adalah hal penting dalam lingkungan yang keras namun tidak terlalu penting di lingkungan yang menarik memberikan sedikit dukungan bagi kemungkinan penjelasan yang kami kemukakan di atas.

Kesimpulan

Perusahaan-perusahaan kecil penting bagi kebanyakan perekonomian; karena itu penelitian mengenai kinerja perusahaan-perusahaan seperti ini layak dilakukan. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, kami menemukan bahwa orientasi kewirausahaan mempengaruhi kinerja perusahaan kecil. Meskipun demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengandalkan hubungan-hubungan

(17)

hanya-dampak-utama semata akan memberikan suatu gambaran yang tidak utuh mengenai kinerja perusahaan kecil: pensejajaran yang tepat antara orientasi kewirausahaan, akses modal, dan dinamika lingkungan. Diperlukan lebih banyak penelitian untuk dimasukkan dalam model-model konfigurasi terutama yang melibatkan orientasi kewirausahaan.

___________

Daftar Pustaka

Bourgeois, L.J.1981. On The Measurement of Organizational Slack. Acad. Manage. Vol. 6, pp 29-39.

Covin, J.G., Slevin, D.P. 1989. Strategic Management of Small Firms in hostiie and Benign Environments. Strategic Manage. Vol. 85, pp 75-87.

Covin, J.G., Slevin, D.P. 1991. A Conceptual Model of Entrepreneurship as Firm Behaviour. Entrepreneurship Theory & Practices, pp 7-25.

Hammel, G. 2000. Leading The Revolution. Harvard university Press. Cambridge. Hart, S.L. 1992. An Integrative Framework For Strategy Making Process. Acad.

Manage. Rev. 17 (2), pp 327-351.

Lumpkin, G., Dess, G.G. 1996. Clarifying The Entrepreneurial Orientation Construct and Linking it to Performance. Acad. Manage. Rev. 21 (1), pp 135-172.

March, J.G., Simon, H. 1963. Organizations. Wiley. New York.

Smart, D.T., Conant, J.S. 1994. Entrepreneurial Orientation, Distinctive Marketing Competencies and Organizational Performance.

Zahra, S. 1991. Predictors and Financial Outcomes of Corporate Entrepreneurship: An Explorative Study. Business Venturing, pp 319-340.

Zahra, S., Covin, J. 1995. Contextual Influence on The Corporate Entrepreneurship-Performance Relationship: a Longitudinal Analysis. Business Venturing, pp 43-58.

Wiklund, Johan., Shepherd, Dean. 2005. Entrepreneurial Orientation. Business Venturing, Vol. 20, pp 71-91.

Gambar

Tabel 2. Small Business Performance: Universal, Contingency, and Configurational

Referensi

Dokumen terkait

Dengan fungsi yang dimiliki oleh perpustakaan yang diantaranya sebagai wahana pendidikan dan pusat informasi maka perpustakaan harus didukung oleh perangkat yang dapat

Memilih bimbingan belajar untuk anak merupakan sebuah kebutuhan bagi orangtua dalam penelitian ini, menurut orangtua bimbingan belajar dapat meningkatkan prestasi

Dalam penyusunsn skripsi ini saya memilih judul “ GELANGGANG OLAHRAGA DI KEMANGGISAN JAKARTA BARAT ”, topik yang dipilih adalah Penerapan Ekspresi Struktur Bentang Lebar dengan

Pembinaan komunikasi antara peserta kajian dengan murid terhasil dengan cara peserta kajian menggariskan kesalahan murid dalam karangan yang telah disemak, murid diminta

Tab mailing merupakan fasilitas yang terdapat pada Microsoft word 2007, yang berfungsi untuk membuat sesuatu dokumen yang akan dicetak dalam jumlah banyak atau

Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komponen masyarakat, pemerintah perlu memberikan penghargaan berupa dukungan bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial

Cara pembayaran bonus dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu: (1) bonus saat ini yang biasanya diberikan setiap tahun; (2) bonus tertangguh yang diperoleh saat

Dengan Peraturan Bupati ini dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) pada Dinas Kehutanan Kabupaten Seluma. BAB