• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI ARIADI F1G PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI AGUSTUS 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI ARIADI F1G PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI AGUSTUS 2017"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN DATA DRILLING HOLE DENGAN AKTUAL

PENAMBANGAN DI DAERAH BLOK ”X” PADA AREA KONSESI

PT. VALE INDONESIA TBK. PROVINSI SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN

MENCAPAI DERAJAT SARJANA (S1)

DIAJUKAN OLEH:

ARIADI

F1G113068

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

AGUSTUS 2017

(2)

Skripsi

Studi Perbandingan Data Drilling Hole dengan Aktual Penambangan

di Daerah Blok “X” pada Area Konsesi PT. Vale Indonesia Tbk.

Provinsi Sulawesi Selatan

Oleh:

Ariadi

F1G1 13 068

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji

pada tanggal 18 Agustus 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Tim Penguji

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. La Ode Ngkoimani, S.Pd.,M.Si Dr.Ir.Muh.Chaerul, ST.,S.KM.,M.Sc

NIP. 19711231 199903 1 046

NIDN.

0011118306

Penguji I,

Penguji II,

Penguji III,

Erzam S. Hasan, S.Si.,M.Si Suryawan Asfar, ST.,MT Ali Okto, ST.,MT

NIP. 19700311 199802 1 002 NIP. 19840106 200902 1 006 NIDN. 8893340017

Kendari, 18 Agustus 2017

Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Universitas Halu Oleo

Dr. Ida Usman, S.Si.,M.Si

NIP. 19720418 199903 1 002

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

berkah dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan proposal hasil penelitian ini dapat

diselesaikan tepat pada waktu yang ditentukan. Judul proposal hasil penelitian ini,

yaitu “Studi Perbandingan Data Drilling Hole dengan Aktual Penambangan

di Daerah Blok “X” pada Area Konsesi PT. Vale Indonesia Tbk. Provinsi

Sulawesi Selatan”.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi pemahaman

tentang studi perbandingan data drilling hole dengan aktual penambangan endapan

nikel laterit di daerah konsesi PT. Vale Indonesia Tbk. Hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai salah satu parameter dalam proses penambangan bahan galian

nikel laterit.. Dalam proses penyusunan proposal hasil penelitian ini, penulis

memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta penulis yaitu Bapak La Suli Nurdin dan Ibu Wa Oji

Nuria, Saudara-saudaraku yang terkasih Rusnia, Nurdin, Kepada Kak Hariati

S.Pd, yang selalu memberikan motifasi sejak penulis melaksanakan perkuliahan.

2. Kepada Dosen pembimbing bapak Dr. La Ode Ngkoimani, S.Pd.,M.Si, dan

Bapak Dr. Ir (reg) Muh. Chaerul S.T., S.KM.,M.Sc.,IPM yang selalu

memberikan bimbingan yang sangat bermanfaat, bapak Jasman S.T selaku

(4)

pembimbing kerja praktik dan bapak Prawito S.T yang memberikan ilmu

pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis melakukan penelitian

3. Kepada PT. Vale Indonesia Tbk, yang telah memberikan izin penelitian, dan

Kakak-kakak geologist yang sudah memberikan ilmu yang bermanfaat serta

segenap karyawan PT. Vale Indonesia Tbk yang tidak dapat disebutkan satu

persatu.

4. Dekan Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo Dr. Ida

Usman, S.Si.,M.Si.

5. Bapak Erzam S Hasan S.Si.,M.Si serta selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi

FITK_UHO sekaligus sebagai penguji Tugas Akhir, dan Bapak Harisma

Buburanda S.T.,M.T selaku sekertaris Jurusan Teknik Geologi FITK-UHO,

yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kepada Dosen penguji Bapak Erwin Anshari S.T.,M.Eng, Bapak Ali Okto,

S.T.,M.T, Bapak Suryawan Asfar, S.T.,M.T.,

7. Dosen-dosen pengajar yang telah membagikan ilmunya dan bimbingannya

selama perkuliahan, serta staf pegawai Fakultas Ilmu Dan Teknologi Kebumian

yang telah banyak membantu.

8. Saudara/(i)ku dari Mahasiswa Teknik Geologi angkatan 2013, atas dukungan

dan bantuannya Hangga Praditya Setiawan Burhan, La Ode Muh. Ahzul, La Ode

Muh. Zulmasri Sampaga, Esti Hermastuty, S.T, Wa Ode Sulistya Idlan Tangkari,

Nurlianti, S.T, Ahmad Rifai Fachrudin, Sepriyanti Wulandari Taolo, S.T, Moh.

Suriyaidulman Rianse, Lorensius Jenri Saranga, S.T Midun, serta yang tidak

(5)

dapat disebutkan satu persatu dan yang selalu memberikan dukungan serta

doanya.

9. Senior-senior Teknik Geologi angkatan 2010 dan angkatan 2011, angkatan 2012

serta junior-junior Teknik Geologi UHO angkatan, 2014, 2015 dan 2016. Salam

massif dan salam geologi.

10. Segenap warga Himpunan Mahasiswa Teknik Geologi (HMTG-OFIOLIT)

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal hasil penelitian ini,

masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang

membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak, demi perbaikan proposal hasil

penelitian ini. Akhir kata, semoga penyusunan proposal hasil penelitian ini

bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya bagi penulis dan mendapat ridho Allah

SWT. Aminnn...Wassalamualaikum Wr.Wb...

Kendari, Agustus 2017

(Ariadi)

(6)

STUDI PERBANDINGAN DATA DRILLING HOLE DENGAN AKTUAL

PENAMBANGAN DI DAERAH BLOK “X” PADA AREA KONSESI

PT. VALE INDONESIA TBK. PROVINSI SULAWESI SELATAN

Ariadi

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian,

Universitas Halu Oleo

Email :

ariadigeo@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di PT. Vale Indonesia, Tbk daerah Sorowako Provinsi

Sulawesi Selatan. Tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui besar

penyimpangan (variansi) dari data hasil pengeboran dengan data aktual

penambangan serta mencari penyebab dari adanya perbedaan tersebut. Metode

penelitian meliputi pengolahan sampel dari hasil pemboran dan hasil aktual

penambangan untuk mengetahui rata-rata selisih top ore dan bottom ore. Hasil

identifikasi data titik bor diketahui nilai rata-rata dari selisih top ore adalah (-2,45

meter), yang artinya secara umum ore mengalami penurunan secara aktual bila

dibandingkan dengan data drill hole hasil pengeboran. Sedangkan hasil perhitungan

nilai rata-rata selisih bottom ore adalah 1,30 meter, artinya secara umum lokasi

mengalami kenaikan bottom. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

penyebab cukup tingginya selisih top dan bottom ore adalah perbedaan titik

pengambilan conto/sampel material pada saat eksplorasi dan pada saat

penambangan serta sebaran bijih nikel yang sangat irregular.

Kata Kunci: Nikel Laterit, drilling, aktual penambangan.

(7)

A COMPARATIVE STUDY OF THE DRILLING HOLE DATA WITH

ACTUAL MINING IN THE BLOK “X” IN THE AREA

CONCESSION

AT PT .VALE INDONESIA TBK, SOUTH OF SULAWESI

Ariadi

Department of Geological Engineering, Faculty of Earth Sciences and Tecnology,

Halu Oleo University

Email :

ariadigeo@gmail.com

ABSTRACT

The research was conducted at PT. Vale Indonesia Tbk, at Sorowako village South

of Sulawesi. The purpose of the research is to know the large deviation (variansi)

from the result of data drilling with actual data mining as well as searching the cause

of the existence the differences. The research of methodology include the

management of sample from the drilling and result of the actual mining to know the

differences average top ore and bottom ore. The result of identification point data

drill is average values the difference top ore is the (-2,45 metres), which is the mean

in general ore decreased actually compared with the data drill hole the result of

drilling. While the calculation on the average score the difference bottom ore is 1,30

metres, it means in general the location was experiencing sector bottom. Finally

from the result, the research can be conclude that the cause of the high population

of the removal sample material when exploration and the time distribution of

mining nickel ore very irregular.

Keywords: Laterite nickel, drilling, actual minning.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

1. Manfaat Teoritis ... 3

2. Manfaat Praktis ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Geologi Lokal Daerah Sorowako ... 4

B. Batuan Ultrabasa ... 7

1. Dunit ... 7

2. Peridotit ... 7

3. Piroksenit ... 8

4. Hornblendit ... 8

5. Serpentinit ... 8

C. Endapan Nikel Laterit ... 9

1. Definisi Endapan Nikel Laterit ... 9

2. Genesa Endapan Nikel Laterit ... 10

3. Profil Nikel Laterit ... 12

4. Tipe Endapan Nikel Laterit... 14

Halaman

(9)

5. Penyebaran Horizontal Laterit ... 15

D. Drilling/Pemboran ... 17

E. Kegiatan Penambangan di PT Vale Indonesia Tbk. ... 17

1. Proses Penambangan... 18

III. METODE PENELITIAN ... 24

A. Waktu dan Tempat Penelitian... 24

B. Jenis Penelitian ... 25

C. Bahan dan Materi Penelitian ... 25

D. Alat/Instrumen Penelitian ... 25

E. Prosedur Penelitian ... 26

1. Tahap Pendahuluan ... 26

2. Tahap Pengumpulan Data ... 27

F. Pengolahan Data dan Analisis Hasil Penelitian ... 27

1. Pengolahan Data Assay ... 27

2. Penginputan nilai Elevasi Aktual, Kadar Ni & Fe Aktual ... 27

3. Penginputan nilai Ore Expose Aktual dan Blue Zone aktual ... 27

4. Tahap Pembuatan Histogram ... 28

5. Tahap Penyusunan Laporan ... 29

6. Diagram Alir Penelitian ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Total Drill Hole ... 30

B. Distribusi Top Ore dan Bottom Ore ... 32

1. Selisih Top Ore ... 32

2. Selisih Bottom Ore ... 36

C. Keadaan Aktual Lokasi Penelitian ... 41

V. PENUTUP ... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN

ix

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya ... 25

Tabel 2. Jumlah Drill Hole ... 30

Tabel 3. Selisih Top Ore ... 32

Tabel 4. Selisih Bottom Ore ... 36

Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Stratigrafi Mandala Geologi Sulawesi Timur (Dimodifikasi dari

Simandjuntak, 1991) ... 4

Gambar 2. Geologi Struktur Danau Matano - Sorowako dan sekitarnya

(Golightly, 1979) ... 6

Gambar 3. Tahap Pembentukan Endapan Nikel Laterit

(Waheed, 2002). ... 11

Gambar 4. Penampang umum Nikel Laterit Sorowako (Waheed, 2005) ... 14

Gambar 5. Penampang tegak endapan nikel laterit (Golightly,1979, dalam

Hasanudin dkk,1992) ... 16

Gambar 6. Alur Penambangan di PT Vale Indonesia Tbk. (Sumber :

Field visit material for visitor PT Vale Indonesia 2015) ... 18

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian... 24

Gambar 8. Penginputan Ore Expose dan Bluezone menggunakan software

arcgis 9.3 ... 28

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian ... 29

Gambar 10. Peta Sebaran Top dan Bottom Ore ... 31

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Selisih Top Ore dan statistik data ... 35

Gambar 12. Histogram Rata-Rata Selisih Bottom Ore dan statistik data ... 40

Gambar 13. Keadaan Aktual Lokasi Penelitian dalam Proses Penambangan ... 41

Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lampiran 2. Peta Sebaran Titik Bor

Lampiran 3. Data Monitoring Drilling Hole

Lampiran 4

.

Data Ore Expose

Lampiran 5. Data Bluezone Expose

Lampiran 6. Final Hole Database

(13)

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Aluminium ... Al

Aktual ... Act

Karbon dioksida ... Co

2

Besi ... Fe

Bottom Ore ... BOR

Helium ... H

Kalium ... K

Kromit ... Cr

Kobalt ... Co

Magnesium ... Mg

Mangan ... Mn

Medium Grade Limonit ... MGL

Meter ... m

Nikel ... Ni

Natrium ... Na

Run of Mine ... ROM

Screening Station Product... SSP

Silika ... Si

Top Ore ... TOR

Wet Ore Stockpile ... WOS

Zeng... Zn

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar kedua dunia setelah

Rusia yang memberikan sumbangan sekitar 15% dari jumlah produksi nikel dunia

pada tahun 2010. Salah satu daerah penghasil nikel terbesar di Indonesia berada

pada daerah Sorowako, Sulawesi Selatan. Endapan laterit Sorowako di Sulawesi

Selatan merupakan sumber utama logam nikel di Indonesia yang telah di tambang

dan diolah dengan menggunakan Teknik peleburan konvensional oleh PT.Vale

Indonesia, Tbk.

Laterit berasal dari bahasa latin yaitu “later”, yang artinya bata (membentuk

bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata). Hal ini

dikarenakan tanah laterit tersusun oleh fragmen-fragmen batuan yang mengambang

di antara matriks, seperti bata di antara semen (Rose, Hawkers, dan Webb, 1979).

Endapan nikel laterit merupakan endapan hasil proses pelapukan lateritik

batuan induk ultramafik (peridotit, dunit dan serpentinit) yang mengandung Ni

dengan kadar tinggi, agen pelapukan tersebut berupa air hujan, suhu, kelembaban,

topografi, dan lain-lain. Umumnya pembentukan endapan nikel laterit terjadi pada

daerah tropis atau sub-tropis (Departemen Pertambangan dan Energi, 1985).

Bijih nikel merupakan salah satu barang tambang yang penting di dunia.

Manfaatnya yang begitu besar bagi kehidupan sehari-hari, seperti pembuatan logam

anti karat, canpuran dalam pembuatan stainless steel, baterai nickel-metal hybride,

dan berbagai jenis barang lainnya. Setidaknya sejak 1950 permintaan akan nikel

(15)

rata-rata mengalami kenaikan 4% tiap tahun, dan diperkirakan 10 tahun mendatang

terus mengalami peningkatan (Ahmad, 2002).

Laporan rekonsiliasi area blok Petea PT. Vale Indonesia, Tbk setiap kuartal

sampai tahun 2009 menunjukkan selisih yang signifikan antara blok model dengan

aktual produksi tambang (>15%). Selisih yang cukup signifikan inilah yang

mengakibatkan perbedaan hasil estimasi endapan bijih nikel (ore) pada saat

eksplorasi dan proses penambangan.

Salah satu masalah dalam operasi penambangan nikel laterit adalah adanya

perubahan elevasi lapisan atas bijih (top ore) dan lapisan bawah bijih (bottom ore)

endapan nikel laterit yang ditentukan dari data hasil pemboran yang tidak sesuai

dengan data aktual penambangan, sehingga menyebabkan lapisan atas bijih (top

ore) maupun lapisan bawah bijih (bottom ore) memiliki perbedaan selisih yang

cukup besar. Untuk itu, sangat penting dilakukan penelitian mengenai perbandingan

data hasil pengeboran ekplorasi dan data aktual penambangan untuk mengevaluasi

kinerja dari seorang geologist serta dapat meminimalisir adanya perbedaan selisih

data yang cukup besar.

Hal tersebutlah yang melatar belakangi penulis untuk mengambil studi

kasus pada daerah wilayah tambang PT.Vale Indonesia yang berada di daerah

Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dijumpai beberapa

permasalahan diantaranya yaitu seberapa besar penyimpangan selisih dari data

(16)

aktual (mining) yang ada sekitar titik bor dengan data pemboran (final hole)? Serta

apa yang menyebabkan perbedaan selisih yang cukup signifikan tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui berapa besar penyimpangan (variansi) data aktual (mining)

yang ada sekitar titik bor dengan data pemboran (final hole).

2. Mencari dan menganalisa penyebab dari adanya perbedaan antara estimasi

hasil pemboran dan aktual penambangan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini akan memberi sumbangsih bagi pemahaman tentang studi

perbandingan data drilling hole dengan aktual penambangan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa: Menambah wawasan di bidang geologi baik dari segi

ilmu pengetahuan maupun skill yang dapat diterapkan di dunia kerja.

b. Bagi Pemerintah: Memberikan kontribusi penelitian tentang studi

perbandingan data drilling hole dengan aktual penambangan yang dapat

dijadikan informasi geologi daerah Sorowako.

c. Bagi Perusahaan: Secara ekonomi, hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai salah satu parameter dalam proses penambangan bahan galian nikel

laterit.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Geologi Lokal Daerah Sorowako

Tinjauan mengenai morfologi yang meliputi daerah pelitian dan sekitarnya

didasari pada laporan hasil pemetaan geologi lembar Malili Sulawesi yang disusun

oleh Simandjuntak, (1991). Morfologi daerah ini terbagi atas daerah pegunungan,

daerah perbukitan, daerah karst, dan daerah datan rendah.

Menurut Simanjuntak (1991), berdasarkan himpunan batuan, struktur dan

biostratigrafi, secara regional Lembar Malili termasuk Mandala Geologi Sulawesi

Timur dan Mandala Geologi Sulawesi Barat dengan batas Sesar Palu-Koro yang

membujur hampir utara - selatan. Mandala Geologi Sulawesi Timur dapat dibagi ke

dalam lajur batuan malihan dan lajur ofiolit Sulawesi Timur yang terdiri dari batuan

ultramafik dan batuan sedimen pelagis Mesozoikum (Gambar 1).

Gambar 1. Stratigrafi Mandala Geologi Sulawesi Timur (Dimodifikasi dari

Simandjuntak, 1991)

(18)

Mandala Geologi Sulawesi Timur, batuan tertua adalah batuan ofiolit yang

terdiri dari ultramafik termasuk dunit, harzburgit, lherzolit, piroksenit websterit,

wherlit dan serpentinit, setempat batuan mafik termasuk gabro dan basalt.

Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi dapat diperkirakan sama dengan ofiolit

di Lengan Timur Sulawesi yang berumur Kapur Awal.

Geologi daerah Sorowako dan sekitarnya sudah dideskripsikan sebelumnya

secara umum oleh Brouwer (1934), Van Bemmelen (1949), Soeria Atmadja et al

(1974) dan Ahmad (1977). Namun yang secara spesifik membahas tentang geologi

deposit nikel laterit adalah Golightly (1979), dan Golightly (1979) membagi

geologi daerah Sorowako menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Satuan batuan sedimen yang berumur kapur, terdiri dari Batugamping laut

dalam dan Rijang. Terdapat dibagian barat Sorowako dan dibatasi oleh sesar

naik dengan kemiringan kearah barat.

2. Satuan batuan ultrabasa yang berumur awal tersier, umumnya terdiri dari

jenis Peridotit, sebagian mengalami serpentinisasi dengan derajat yang

bervariasi dan umumnya terdapat dibagian timur. Pada satuan ini juga

terdapat intrusi-intrusi pegmatit yang bersifat gabroik dan terdapat dibagian

utara.

3. Satuan alluvial dan sedimen danau (lacustrine) yang berumur kuarter,

umumnya terdapat dibagian utara dekat desa Sorowako.

Kelurusan Matano sepanjang 170 km dinamakan berdasarkan nama danau

yang dilaluinya yakni danau Matano. Analog dengan sesar Palu Koro, sesar Matano

ini merupakan sesar mendatar sinistral, membentang membelah timur Sulawesi dan

(19)

bertemu kira-kira disebelah utara Bone, pada kelurusan Palu-Koro. Sesar-sesar

sistem Riedel berkembang dan membentuk sistem rekahan umum.

Sesar besar di sekitar daerah ini menyebabkan relief topografi sampai 600

mdpl dan sampai sekarang aktif tererosi. Sejarah tektonik dan geomorfik di

kompleks ini sangat penting untuk pembentukan nikel laterite yang bernilai

ekonomis. Matano fault yang membuat topographic liniament yang cukup kuat

adalah sesar mendatar sinistral aktif yang termasuk strike slip fault dan menggeser

Matano limestone dan batuan lainnya sejauh 18 km kearah barat pada sisi Utara.

Gambar 2. Geologi Struktur Danau Matano - Sorowako dan sekitarnya

(20)

Danau Matano yang mempunyai kedalaman sekitar 600 m diperkirakan

adalah graben yang terbentuk akibat efek zona dilatasi dari sesar tersebut. Danau

Towuti pada sisi selatan dari sesar diperkirakan merupakan pergeseran dari lembah

Tambalako akibat pergerakan sesar Matano.

Pergerakan sesar ini memblok aliran air ke arah utara sepanjang lembah dan

membentuk danau Towuti dan aliran airnya beralih ke barat menuju sungai Larona.

Danau-danau yang terbentuk akibat dari damming effect dari sesar ini merupakan

bendungan alami yang menahan laju erosi dan membantu mempertahankan deposit

nikel laterit yang terbentuk di daerah Sorowako dan sekitar kompleks danau.

B. Batuan Ultrabasa

1. Dunit

Menurut Waheed (2002), dunit merupakan batuan ultramafik yang memiliki

komposisi hampir seluruhnya adalah monomineralik olivin (umumnya magnesia

olivin). Kandungan olivin dalam batuan ini lebih dari 90%, dengan mineral

penyerta meliputi kromit, magnetit, ilmenit, spinel.

2. Peridotit

Menurut Waheed (2002), peridotit merupakan batuan ultramafik yang

mengandung lebih banyak olivin tetapi juga mengandung mineral – mineral mafik

lainnya di dalam jumlah yang signifikan. Berdasarkan mineral – mineral mafik

yang menyusunnya, maka batuan peridotit dapat diklasifikasikan sebagai Piroksen

peridotit, Hornblende peridotit, Mika peridotit.

(21)

Salah satu batuan peridotit yang dikelompokkan berdasarkan mineral mafik,

yaitu piroksen peridotit. Berdasarkan dari tipe piroksen, maka piroksen peridotit

dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :

1. Harzburgit

: Tersusun oleh olivin dan orthopiroksen

2. Wherlit

: Tersusun oleh olivin dan klinopiroksen

3. Lherzolit

: Tersusun oleh olivin, orthopiroksen dan klinopiroksen

3. Piroksenit

Menurut Waheed (2002), piroksenit merupakan batuan ultramafik

monomineral yang seluruhnya mengandung mineral piroksen. Batuan-batuan

piroksenit selanjutnya diklasifikasikan ke dalam orthorombik piroksen atau

monoklin piroksen :

1. Orthopiroksenit (orthorombik)

: bronzitit

2. Klinopiroksenit (monoklin)

: diopsidit, diallagit

4. Hornblendit

Menurut Waheed (2002), hornblendit merupakan batuan ultramafik

monomineral yang seluruhnya mengandung mineral hornblend.

5. Serpentinit

Serpentinit merupakan batuan ultramafik monomineral yang seluruhnya

mengandung mineral serpentin, yang kaya akan mineral mafik. Serpentinit

merupakan batuan hasil alterasi hidrotermal dari batuan ultramafik, dimana

mineral-mineral olivin dan piroksen jika teralterasi akan membentuk mineral

(22)

serpentin. Batuan ini dapat terbentuk dari batuan dunit yang terserpentinisasi, dari

hornblendit, ataupun peridotit ( Waheed, 2002).

C. Endapan Nikel Laterit

1. Definisi Endapan Nikel Laterit

Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia dari batuan ultramafik.

Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

tersingkap di permukaan bumi (Syafrizal dkk, 2011). Endapan nikel laterit

merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa yang ada

di atas permukaan bumi. Istilah “laterit” sendiri diambil dari Bahasa Latin “later”

yang berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang

digunakan sebagai bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabar yang

merupakan wilayah India bagian selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah

dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras

dan sangat kuat.

Smith (1991) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh

batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan,

termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak

batuan asalnya. Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang

tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel,

mangan dan bauksit.

Berdasarkan beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan

merupakan suatu material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai

hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan

(23)

tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan

oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.

2. Genesa Endapan Nikel Laterit

Proses pelapukan dimulai pada batuan peridotit. Batuan ini banyak

mengandung olivin, magnesium silikat, dan besi silikat yang pada umumnya

mengandung 0.30% nikel (Sundari, 2012).

Air tanah yang kaya akan CO

2

, berasal dari udara luar dan tumbuhan, akan

menghancurkan olivin. Penguraian olivin, magnesium silika dan besi silika ke

dalam larutan cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-partikel

silika. Di dalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap

sebagai ferrohidroksida. Endapan ferrohidroksida ini akan menjadi reaktif terhadap

air, sehingga kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah ferrohidroksida

menjadi mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)), hematit (Fe

2

O

3

) dan cobalt.

Mineral-mineral tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”.

Endapan ini akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan

magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak

turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian

proses ini merupakan proses pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri merupakan

unsur tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan berlangsung,

unsur Ni berada dalam ikatan serpentine group. Rumus kimia dari kelompok

serpentin adalah X

2-3

SiO

2

O

5

(OH)

4

, dengan X tersebut tergantikan unsur-unsur

seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atau Mn atau dapat juga merupakan kombinasinya.

(24)

Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, berupa kekar, maka Ni

yang terbawa oleh air turun ke bawah, dan akan terkumpul di zona air sudah tidak

dapat turun lagi dan tidak dapat menembus bedrock (Harzburgit). Ikatan dari Ni

yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan

rumus kimia (Ni,Mg) Si

4

O

5

(OH)

4

. Apabila proses ini berlangsung terus menerus,

maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen (supergen enrichment).

Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu penampang

vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal

tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama

dari perubahan musim.

Gambar 3. Tahap Pembentukan Endapan Nikel Laterit (Waheed, 2002)

(25)

Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer

yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering

disebut sebagai zona batuan dasar (bedrock). Biasanya berupa batuan ultramafik

seperti Peridotit atau Dunit.

3. Profil Nikel Laterit

Kondisi perlapisan batuan secara umum yang terdapat di lokasi

penambangan nikel Sorowako terdiri dari :

a. Lapisan Tanah Penutup (Overburden)

Lapisan ini terletak dibagian paling atas, berwarna coklat kemerahan hingga

coklat kehitaman. Kadar Ni kurang dari 1.3 %. Ketebalan lapisan rata-rata

mencapai 7 meter. Material secara umum dalam ukuran halus (lempung-lanau).

Sering dijumpai mineral stabil berupa kromit, magnetit. Struktur dan tekstur batuan

asal tidak dapat dikenali.

b. Limonit berkadar menegah (Medium Grade Limonit)

Zona dibawah overburden disebut zona Medium Grade Limonit, berwarna

kuning hingga kecoklatan, agak lunak, berkadar air 30%-40%, kadar Ni berkisar

antara 1,4 – 1,5 %, Fe 44% MgO 3%, SiO 2%. Zona Medium Grade Limonit ini

merupakan zona transisi dari overburden ke saprolit dengan ketebalan sekitar 2-10

meter.

c. Zona Saprolit

Merupakan zona bijih (ore zone), mengandung banyak fragmen batuan

dasar yang teralterasi. Tekstur dan struktur batuan asal dapat dengan mudah

(26)

dikenali, berwarna kuning kecoklatan sampai kemerah-merahan. Merupakan zona

berkadar Ni tinggi, yaitu rata-rata lebih besar dari 1,8 % dengan ketebalan lapisan

antara 2-15 meter dan dapat dibedakan menjadi 2 subzone, yakni:

1) Subzone softsaprolit

Terletak dibawah Limonit, dengan kandungan fragmen batuan dasar lebih

kecil dari 5 cm, sebanyak <25%. Jarang ditemukan fragmen dengan ketebalan

ekstrim. Ketebalan antara 1-6 meter.

2) Subzone hardsaprolit

Terletak di bawah softsaprolit, dengan kandungan fragmen batuan

berukuran lebih besar dari 5 cm, dengan kehadiran lebih dari 25%. Sering

ditemukan fragmen dalam ukuran boulder dan pola pelapukan rim structure pada

bagian terbawah. Ketebalan berkisar antara 2-8 meter.

d. Bedrock (Bluezone/Barren Zone)

Lapisan ini merupakan batuan peridotit sesar yang tidak atau belum

mengalami pelapukan dengan kadar Ni 1,3%. Pada umumnya batuan ini merupakan

bongkah-bongkah masif, berwarna kuning pucat sampai abu-abu kehijauan. Secara

lokal batuan dasar ini disebut Bluezone. Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang

membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan

menjadi penyebab adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya

tersembunyi.

Ketebalan dari masing-masing lapisan tidak merata, tergantung dari

morfologi dan relief, umumnya endapan laterit terakumulasi banyak pada endapan

(27)

bawah bukit dengan relief yang landai, sedangkan relief yang terjal endapan makin

menipis, disamping adanya kecenderungan akumulasi mineral yang berkadar tinggi

dijumpai pada zona-zona retakan, zona sesar dan rekahan pada batuan.

Gambar 4. Penampang umum Nikel Laterit Sorowako ( Waheed, 2005)

4. Tipe Endapan Nikel Laterit

Menurut Waheed (2005), tipe endapan nikel laterit di daerah Sorowako pada

dasarnya dibagi menjadi 2, Yaitu Sorowako West Block dan Sorowako East Block.

Pembagian tipe endapan ini berdasarkan beberapa parameter utama, diantaranya :

1. Tipe batuan ultramafik

2. Derajat serpentinisasi

3. Kandungan kimia bijih

4. Fraksi batuan

(28)

6. Derajat penetrasi dengan auger drilling

7. Kandungan olivin

a. Tipe West Block

Pada daerah west block batuan didominasi oleh harzburgit dengan beberapa

batuan dunit yang kaya olivin. Kandungan olivin tinggi dan piroksen yang hadir

umumnya orthopiroksen. Batuan di daerah ini umumnya tidak terserpentinisasi atau

sedikit terserpentinisasi.. Sifat material yang relatif keras menyebabkan kesulitan

dalam penambangan, namun batuan di daerah ini menunjukkan rasio silika

magnesia yang relatif lebih tinggi (2,2 –2,6) di banding east block.

b. Tipe East Block

Daerah east block didominasi oleh lherzolit dengan kandungan olivin yang

rendah dan mengandung orthopiroksen maupun klinopiroksen. Peningkatan derajat

serpentinisasi di daerah ini didukung juga oleh peningkatan kandungan magnetik

dalam material batuan. Sifat batuan relatif lebih lunak dan menunjukkan rasio silika

magnesia yang lebih rendah (1,4 – 2) dibandingkan west block.

5. Penyebaran Horizontal Laterit

Penyebaran horizontal Ni tergantung dari arah aliran air tanah yang sangat

dipengaruhi oleh bentuk kemiringan lereng (topografi). Air tanah bergerak dari

daerah – daerah yang mempunyai tingkat ketinggian ke arah lereng, yang mana

sebagian besar dari air tanah pembawa Ni, Mg dan Si yang mengalir ke zona

pelindian atau zona tempat fluktuasi air tanah berlangsung (Hasanudin dkk, 1992).

(29)

Tempat - tempat yang banyak mengandung rekahan – rekahan, Ni akan

terjebak dan terakumulasi di tempat – tempat yang dalam sesuai dengan rekahan –

rekahan yang ada, sedangkan pada lereng dengan kemiringan landai sampai sedang

merupakan tempat pengayaan nikel (Hasanudin dkk, 1992). Pada dasarnya proses

pelindian ini dapat dikelompokan, yaitu proses pelindian utama yang berlangsung

secara horizontal di zona pelindian dan proses pelindian yang berlangsung secara

vertikal yang meliputi proses pelindian celah di zona saprolit serta proses pelindian

yang terjadi di waktu musim penghujan di zona limonit (Golightly, 1979 dalam

Hasanudin dkk, 1992).

Gambar 5. Penampang tegak endapan nikel laterit (Golightly,1979, dalam

Hasanudin dkk,1992).

Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat sebaran secara horizontal

endapan lateritik (Golightly, 1979 dalam Priyantoro, 2002 ), yaitu :

Lapisan laterit insitu

Zona pelindian

Pengendapan bijih nikel dan larutan yang turun

Pengkayaan dangkal dengan sedikit retakan batuan Pengkayaan dalam oleh retakan-retakan batuan

(30)

a. Topografi / morfologi yang tidak curam tingkat kelerengannya, sehingga

endapan laterit masih mampu untuk ditopang oleh permukaan topografi

sehingga tidak terangkut semua oleh proses erosi ataupun ketidak stabilan

lereng.

b. Adanya proses pelapukan yang relatif merata walaupun berbeda tingkat

intensitasnya, sehingga endapan lateritik terbentuk dan tersebar secara

merata.

c. Adanya tumbuhan penutup yang berfungsi untuk mengurangi tingkat

intensitas erosi endapan laterit, sehingga endapan laterit tersebut relatif

tidak terganggu.

D. Drilling/Pemboran

Drilling/Pemboran mempunyai tujuan untuk mencari data subsurface dan

kemudian mengetahui model penyebaran endapan nikel laterit di bawah permukaan

bumi. Pemboran yang dilakukan terbagi atas dua macam, yaitu:

a. Pemboran Eksplorasi (Exploration Drilling), yaitu pemboran awal dengan

jarak 400m x 400m, 200m x 200m dan 100m x 100m pada titik bor yang

telah dipersiapkan oleh pihak survey. Pihak survey memberikan informasi

mengenai koordinat East, North, serta Elevasi.

b. Pemboran Development (Development Drilling), yaitu pemboran detail

yang dilakukan dengan jarak 50m x 50 m dan 25m x 25m.

E. Kegiatan Penambangan di PT Vale Indonesia Tbk.

Kegiatan penambangan dilakukan oleh Mine Operation tetapi dilakukan

dalam pengawasan Grade Control dalam hal kualitas ore. Kegiatan penambangan

(31)

nikel PT. Vale Indonesia dilakukan pada Pegunungan Verbeek, Sulawesi Selatan

yaitu di bukit-bukit dengan ketinggian antara 500-700 m dari permukaan laut.

1. Proses Penambangan

Gambar 6. Alur Penambangan di PT Vale Indonesia Tbk. (Sumber :

(32)

a. Pembersihan lahan (Land Clearing)

Tahap ini adalah proses awal dari kegiatan penambangan. Tujuannya adalah

untuk mengupas top soil dan menyimpannya dalam bank of top soil. Kegiatannya

dimulai dengan memangkas pohon-pohon dan vegetasi lainnya dengan gergaji

mesin oleh para petugas tree cutting. Kemudian, runtuhan pohon dan vegetasi

lainnya didorong oleh buldozer untuk dikumpulkan lalu diangkut ke suatu tempat

penyimpanan. Selanjutnya, setelah semua jenis vegetasi ini habis, maka tugas alat

muat berupa backhoe atau shovel untuk mengupas top soil.

Pekerjaan pengalian lapisan top soil diperkirakan ketebalannya 1 meter, top

soil ini merupakan lapisan tanah penutup bagian atas yang mengandung unsur hara

yang berguna sebagai media tumbuh dari tanaman.

Top soil ini harus diperlakukan secara baik dan akan ditempatkan pada top

soil stock area, dimana nantinya akan dipergunakan dan disebar untuk reklamasi

tambang. Penimbunan top soil letakkannya harus diatur dengan ketinggian

maksimum 2 meter berjajar dan timbunan diusahakan harus tetap stabil.

b. Pengupasan tanah penutup (Stripping)

Kegiatan ini bertujuan untuk menghilangkan material non ekonomis yang

menutupi badan bijih di bawahnya. Material yang tidak ekonomis atau overburden

ini dikupas menggunakan backhoe atau shovel dan selanjutnya ditimbun di tempat

penyimpanan overburden atau biasa disebut disposal.

Disposal ini biasanya berbentuk lubang (pit) besar yang merupakan daerah

bekas tambang (mine out area) yang sudah tidak ada lagi aktivitas penambangan.

Timbunan overburden pada disposal ini nantinya akan direvegatasi atau dihijaukan

(33)

kembali dengan menimbun top soil pada bagian atas disposal dan menanaminya

dengan tumbuhan.

c. Proses penambangan bijih (Exploitation)

Cadangan mineral tambang PT Vale Indonesia, Tbk dibagi kedalam dua tipe

geologi yang berbeda yaitu East Block dan West Block. Ore mining biasa disebut

Run of Mine (ROM), aplikasi penambangan ROM dilakukan setelah lapisan

penutup dikupas dan lapisan yang mengandung ore telah tersingkap. Persiapan

penambangan dilakukan dengan pembuatan jalan menuju level yang telah

direncanakan. Kemudian dilakukan penggalian bijih nikel dengan menggunakan

alat gali muat backhoe dan shovel, serta alat angkut dump truck. Bijih nikel kadar

menengah (medium grade limonite) diangkut dan ditumpuk pada tempat tertentu.

Untuk bijih nikel kadar tinggi (saprolite ore) dengan kadar rata-rata 1,5% untuk

East Block dan 1,6% untuk West Block diangkut menuju stasiun penyaringan

(screening station).

d. Penambangan Quarry

Quarry dalam sistem penambangan adalah jenis tambang terbuka yang

diterapkan untuk menambang endapan-endapan bahan galian industri atau mineral

industri (industrial minerals), misalnya penambangan batugamping, marmer,

granit, andesit dan sebagainya. Sedangkan di PT Vale Indonesia, Tbk juga dikenal

material yang disebut material quarry. Material quarry adalah material yang berasal

dari bluezone daerah penambangan. Setelah penambangan menemukan lapisan

bluezone yaitu lapisan yang memililki kadar nikel sangat rendah dan berbatuan

(34)

daerah ini kemudian dijadikan tambang quarry untuk keperluan material civil

bersama dengan slag dan reject.

Dalam penambangan quarry sistem peledakan sering digunakan karena sifat

fisik batuan yang relatif keras sehingga tidak bisa digali dengan menggunakan alat

gali yang biasa digunakan. Namun untuk quarry di Petea, yang umumnya memilki

batuan yang kurang kompak, kegiatan pengambilannya hanya dilakukan kegiatan

loading dan hauling saja, tanpa kegiatan blasting terlebih dahulu.

e. Peledakan (Blasting)

Terdapat dua jenis peledakan di PT. Vale Indonesia, Tbk, yaitu peledakan

produksi dan peledakan khusus. Peledakan produksi dilakukan untuk menambang

quarry untuk keperluan material civil. Sedangkan peledakan khusus biasanya

dilakukan untuk menghasilkan dinding lereng akhir yang rapi dan sesuai dengan

desain penambangan pada proyek-proyek tertentu, peledakan khusus biasanya

dilakukan untuk membentuk lereng pada proses revegetasi atau penghijauan

sehingga daerah tersebut dapat ditanami pepohonan.

Sebelum melakukan peledakan tentunya harus membuat lubang tembak

terlebih dahulu dengan menggunakan drill machine. Diameter lubang tembak

antara 3,4” – 5,5”. Agar alat bor dapat mengakses tempat pengeboran maka

dibuatlah drill pad preparation oleh buldozer sebagai akses alat bor tersebut. Alat

bor di PT. Vale Indonesia, Tbk terdiri dari dua macam yaitu bor merah dan bor

putih. Bor merah menggunakan dua gaya yaitu rotary dan percution dan digunakan

untuk batuan yang homogen. Sedangkan bor putih hanya menggunakan satu gaya

(35)

yaitu rotary dan digunakan pada batuan heterogen yang biasanya masih bercampur

dengan tanah.

Peledakan ini sendiri menggunakan sistem penyalaan non electric dengan

primernya berupa detonator serta bahan peledaknya berupa ANFO. ANFO

merupakan campuran dari ammonium nitrat dan fuel oil. Perbandingan AN dan FO

sekitar 94,5 - 96% : 5,5 - 4% dengan total ANFO sebanyak 0,5 kilogram tiap lubang

tembak. Zona aman untuk peledakan yaitu 500 m untuk manusia dan 300 m untuk

peralatan tambang dari lokasi peledakan.

f. Pemuatan (loading) dan pengangkutan (hauling)

Dalam proses penambangan material quarry, setelah materialnya

diledakkan maka aktivitas selanjutnya adalah pemuatan (loading). Di PT. Vale

Indonesia, Tbk untuk kegiatan penggalian material quarry pemuatannya dilakukan

dengan menggunakan alat yang sama. Alat yang digunakan biasanya adalah

backhoe dengan kapasitas yang besar. Backhoe akan memasukkan

material-material quarry ini ke atas dump truck. Setelah backhoe memuat material-material hingga

kapasitas dari dump trucknya terpenuhi, maka proses pengangkutan akan mulai

berjalan. Dump truck akan membawa material quarry ini ke tempat-tempat yang

membutuhkan material quarry sebagai material perkuatan.

Untuk bijih nikel (ore), setelah proses penambangan dilakukan dengan

menggunakan back hoe atau shovel, kemudian bijih nikel laterit tersebut akan

dimuat ke atas dump truck dan diangkut ke tempat penyaringan (screening).

(36)

g. Penyaringan (Screening)

Bijih nikel yang telah di angkut, kemudian disaring di screening station. PT.

Vale Indonesia, Tbk sekarang memiliki lima screening station yang masih aktif

yaitu SS#5, SS#8, SS#9, SS#10, SS#11. Screening Station #5,8,9,11 berada di

daerah Sorowako sedangkan SS#10 berada pada daerah Petea. Produk dari hasil

screening station disebut screening station product (SSP) yang berupa ore basah

yang kemudian disimpan ke stockpile yang disebut wet ore stockpile (WOS). Ore

pada WOS akan diproses oleh bagian processing, yang nantinya akan menghasilkan

produk yang disebut nikel matte (78%Ni) dan menghasilkan buangan terak (waste

of slag) yang nantinya akan di bawa ke Slag Dump. Hasil reject dari screening

station akan dibuat sebagai material civil untuk pembatuan jalan dan disposal serta

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 6 bulan lebih terhitung mulai

tanggal 21 Februari 2017 sampai dengan tanggal 18 Agustus 2017. Lokasi

penelitian secara administratif terletak di daerah Sorowako, Kecamatan Nuha,

Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, yang merupakan daerah

konsesi pertambangan PT. Vale Indonesia Tbk, (Gambar 7).

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

(38)

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, dimana penelitian

kuantitatif adalah penelitian yang datanya merupakan data kuantitatif sehingga

analisis datanya menggunakan analisis kuantitatif (inferensi) dalam bentuk angka.

C. Bahan dan Materi Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian dapat dibagi menjadi 3 :

1. Data lubang bor yang berisi data mengenai posisi/koordinat lubang bor

berupa easting, northing dan elevasi serta kadar yang berisi informasi kadar

pada tiap-tiap interval kedalaman tertentu pada masing-masing lubang bor.

2. Data monitoring drilling hole, berisi data koordinat, elevasi, serta kadar Ni

dan Fe Aktual.

3. Data Ore Expose dan Bluezone Expose yang berisi data koordinat, elevasi,

serta kadar Ni dan Fe Aktual.

D. Alat/Instrumen Penelitian

Alat dan bahan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada (tabel 1) berikut:

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian beserta fungsinya.

No. Nama Alat/instrument

Jumlah

Kegunaan

1.

Laptop/PC

1 buah

Untuk membantu pengolahan

data menggunakan aplikasi

microsoft excel 2016, dan Arc

Gis 9.3

2.

Peta Lokasi Penelitian

1 buah

Sebagai peta dasar

3.

Kamera

1 buah

Untuk mengambil foto

(39)

Tabel 1. (Lanjutan)

4.

Alat Pelindung Diri

1 buah

Sebagai pengaman pada saat

ke lapangan.

5.

GPS

1 buah

Untuk memplot lokasi

pengambilan sampel

6.

Buku Lapangan

1 buah

Untuk mencatat hal-hal yang

berkaitan dengan penelitian.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan terbagi kedalam 3 (tiga) tahapan

utama, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Bagian-bagian dari tahapan persiapan, yaitu sebagai berikut :

1. Perizinan, berupa pembuatan surat izin penelitian.

2. Studi Literatur (Desk Study). Pada tahap ini penulis melakukan

pengumpulan dan pengkajian berbagai bahan bacaan yang berkaitan dengan

topik penelitian yang akan dijadikan sebagai dasar teori guna mempertajam

analisis data.

3. Orientasi Lapangan. Pada tahap ini penulis melakukan peninjauan langsung

ke lapangan yaitu daerah operasi penambangan. Tujuan dari orientasi

lapangan ini adalah sebagai media perkenalan terhadap lingkungan kerja

dan lokasi operasi penambangan PT. Vale Indonesia, Tbk dan juga untuk

memahami situasi dan kondisi daerah penelitian.

(40)

2. Tahap Pengumpulan Data

Tahapan pengumpulan ini berupa data primer yang meliputi data hasil

pemboran eksplorasi daerah blok “x” berupa data hasil pengeboran yang meliputi

(koordinat easting dan northing dari titik pemboran, elevasi serta kedalaman titik

bor) serta kadar yang berisi informasi kadar pada tiap-tiap interval kedalaman

tertentu pada masing-masing lubang bor. Data monitoring drilling hole berisi data

(koordinat, elevasi, serta kadar Ni dan Fe Aktual). Serta data Ore Expose dan

Bluezone Expose yang berisi data (koordinat, elevasi, serta kadar Ni dan Fe Aktual).

F. Pengolahan Data dan Analisis Hasil Penelitian

1. Pengolahan Data Assay

Pengolahan data sekunder dimulai pada pengolahan data Assay yang

berisikan informasi mengenai kadar dari tiap-tiap interval kedalaman lubang bor

yang terdiri atas nama drill hole, easting, northing, elevasi dan kadar dari unsur

layer saprolit dan layer limonit.

2. Penginputan nilai Elevasi Aktual, Kadar Ni & Fe Aktual

Data hasil monitoring drill hole blok “x” di lapangan kemudian diinput ke

dalam database.

3. Penginputan nilai Ore Expose Aktual dan Blue Zone aktual

Data nilai Ore Expose dan Bluezone ini pengolahannya menggunakan

software arcgis 9.3. Data yang diinput yaitu data collar (berupa nama drill hole,

koordinat, elevasi, kedalaman) serta data yang berisi kadar Ni dan Fe. Nilai, elevasi

,kadar Ni dan Fe yang diinput kedalam database.

(41)

Penginputan nilai ini dilakukan dengan bantuan aplikasi software arc gis

9.3, dimana cara penginputan datanya yaitu dengan mengambil titik Ore expose

maupun Bluezone Expose yang terdekat dengan drilling hole yang dianggap

mewakili elevasi dari top ore maupun bottom ore yang akan dilakukan

perbandingan kemudian dimasukkan kedalam database yang telah dibuat

sebelumnya pada Microsoft Excel. Nilai yang diinput berupa kadar Ni dan Fe aktual

penambangan serta elevasi dari top dan bottom ore.

Gambar 8. Penginputan Ore Expose dan Bluezone menggunakan software

arcgis 9.3

4. Tahap Pembuatan Histogram

Tahap Pengolahan yaitu dengan membandingkan dan menganalisa hasil

Assay dengan data final hole pada level yang sama, kemudian dilanjutkan dengan

(42)

dan penurunan top ore kemudian dibuatkan histogram untuk melihat rata-rata

selisih dari top maupun bottom ore.

5. Tahap Penyusunan Laporan

Tahap ini merupakan akhir dari kegiatan penelitian, dimana dari hasil

pengolahan data yang berupa jumlah total drill hole, distribusi kenaikan maupun

penurunan top dan bottom ore kemudian dijelaskan penyebab dari kenaikan dan

penurunan tersebut.

6. Diagram Alir Penelitian

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian

• Studi pustaka

• Pembuatan proposal

• Administrasi

• Perlengkapan

Pengumpulan Data

Final Hole

Pengeboran

Ore &

Bluezone

Expose

Pengolahan Data

Pembuatan Database

drillholes

Penginputan Ni & Fe

Aktual

Pembuatan

Histogram

Hasil Penelitian

Persiapan

Monitoring

Drill Hole

(43)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Total Drill Hole

Jumlah total drill hole yang telah dilakukan perbandingan dapat di lihat

pada tabel berikut.

Tabel 2. Jumlah Drill Hole yang dilakukan perbandingan

No.

Nama

Jumlah

1.

Total Drill Hole yang dilakukan perbandingan

516

2.

Drill Hole yang memiliki data Aktual Top & Bottom Ore

181

3.

Drill Hole yang hanya memiliki data Aktual Top Ore

125

4.

Drill Hole yang hanya memiliki data Aktual Bottom Ore

210

Berdasarkan data di atas diketahui jumlah total drill hole yang dilakukan

perbandingan adalah 516 hole dari total drill hole secara keseluruhan yaitu 1.226

hole. Hasil penginputan data Ore Expose dan Bluezone Expose serta Monitoring

drill hole memperlihatkan jumlah drill hole yang memiliki aktual Top dan Bottom

Ore berjumlah 181 hole, kemudian yang hanya memiliki aktual Top Ore saja

berjumlah 125 hole, serta jumlah drill hole yang hanya memiliki data aktual Bottom

Ore berjumlah 210 hole.

30

30

(44)
(45)

B. Distribusi Top Ore dan Bottom Ore

1. Selisih Top Ore

Selisih top ore menunjukkan besaran perubahan dari data eksplorasi dengan

data aktual penambangan. Berdasarkan data yang telah diolah dapat diketahui

bahwa ada beberapa drill hole yang top ore aktual meningkat maupun menurun.

Tabel 3. Selisih Top Ore

No. Hole Id Selisih Top Ore (m) No. Hole Id Selisih Top Ore (m) No. Hole Id Selisih Top Ore (m) 1 C147395 -8.09 30 C186179 -10.94 59 C353810 4.58 2 C147396 -9.17 31 C186182 -8.91 60 C353811 4.72 3 C147397 0.29 32 C186191 -6.74 61 C353822 1.56 4 C147494 4.63 33 C186192 -6.48 62 C353852 -10.77 5 C147495 -7.87 34 C186193 7.82 63 C353870 4.10 6 C147497 -3.17 35 C186194 10.97 64 C353963 0.32 7 C147596 -12.66 36 C186195 4.17 65 C353973 -18.71 8 C147598 -0.25 37 C186197 -1.85 66 C353981 -11.10 9 C147599 3.76 38 C186198 -1.88 67 C353993 -11.31 10 C147600 12.57 39 C186199 1.38 68 C354001 -17.74 11 C147860 -3.36 40 C186200 8.38 69 C354013 4.80 12 C147861 0.13 41 C186202 -12.07 70 C354014 -1.95 13 C147862 -6.65 42 C186203 -4.71 71 C354015 -9.43 14 C147865 -2.26 43 C186205 -6.00 72 C354016 1.57 15 C147867 -3.96 44 C186213 -13.90 73 C354020 0.40 16 C155254 -3.81 45 C186215 -1.01 74 C354021 -4.73 17 C155255 -17.18 46 C186218 -15.55 75 C354022 0.82 18 C155261 -12.41 47 C186227 -16.16 76 C354024 0.39 19 C155262 11.42 48 C186231 6.85 77 C354025 -13.76 20 C155269 2.75 49 C186232 1.14 78 C354032 -0.63 21 C155271 2.65 50 C186238 11.52 79 C354033 -10.07 22 C155372 -3.58 51 C186241 -14.92 80 C354034 -1.38 23 C155373 12.62 52 C186253 -7.12 81 C354035 -6.21 24 C155417 -3.16 53 C186255 -11.71 82 C354038 1.65 25 C155419 0.73 54 C186256 -12.07 83 C354042 2.37 26 C155651 3.77 55 C186258 0.20 84 C354043 -2.77 27 C155652 -1.28 56 C186259 -7.34 85 C354044 -14.15 28 C155654 0.54 57 C186261 -7.06 86 C354045 -5.59 29 C155658 -11.71 58 C186262 1.20 87 C354046 -25.39

(46)

Tabel 3. (Lanjutan)

No. Hole Id Selisih Top Ore (m) No. Hole Id Selisih Top Ore (m) No. Hole Id Selisih Top Ore (m) 88 C155840 3.05 128 C186263 -13.81 168 C354047 1.79 89 C155841 -8.41 129 C186264 0.91 169 C354048 -1.09 90 C155845 6.83 130 C186266 -3.42 170 C354054 3.99 91 C155851 -11.59 131 C186267 7.45 171 C354055 -1.19 92 C155853 0.48 132 C186268 -0.60 172 C354058 -17.79 93 C156033 1.57 133 C186269 1.47 173 C354059 -3.11 94 C156034 2.31 134 C186270 4.57 174 C354060 -14.83 95 C156042 4.76 135 C186272 7.27 175 C354069 -14.68 96 C156047B 0.14 136 C186273 7.06 176 C354076 -7.35 97 C156330 -12.06 137 C186274 -0.93 177 C354084 -6.61 98 C156331 -4.78 138 C186276 2.32 178 C354091 -16.29 99 C156332 -2.21 139 C186278 -7.87 179 C354092 -7.94 100 C156340B 6.88 140 C186283 -10.64 180 C354098 -2.53 101 C184566 6.08 141 C186287 28.27 181 C354109 -14.86 102 C184584 6.91 142 C186288B 1.02 182 C354110 7.12 103 C184585 -3.78 143 C186293 5.86 183 C354111 -0.44 104 C184586 2.53 144 C186295 2.94 184 C354120 11.64 105 C184587 -10.96 145 C186298 12.46 185 C354121 -0.71 106 C184588 -8.56 146 C186304 12.07 186 C354124 -2.27 107 C184589 -5.26 147 C186311 10.03 187 C354125 -15.81 108 C184593 -2.45 148 C186314 -3.46 188 C354128 -0.36 109 C184619 -1.99 149 C186317 -8.29 189 C354129 -5.66 110 C184663 -2.54 150 C186767 6.43 190 C354130 -2.94 111 C184664 5.71 151 C186774 0.46 191 C354131 -3.86 112 C184665 3.08 152 C186775 9.02 192 C354132 0.46 113 C184668 4.59 153 C186787 1.29 193 C354133 1.95 114 C184693 -0.38 154 C353077 0.43 194 C354134 -3.45 115 C184703 -12.20 155 C353078 -3.42 195 C354139 -8.96 116 C184735 -5.09 156 C353081 -2.74 196 C354141 -1.13 117 C184738 3.26 157 C353084 0.13 197 C354142 -4.27 118 C184740 -2.87 158 C353085 7.86 198 C354143 1.15 119 C184760 28.71 159 C353086 -0.28 199 C354144 1.71 120 C184761 7.19 160 C353088 -3.03 200 C354145 2.27 121 C184763 0.66 161 C353090 4.39 201 C354146 -1.24 122 C184764 -3.23 162 C353092 -1.16 202 C354147 -5.09 123 C184765 -3.33 163 C353093 -6.78 203 C354154 -12.42 124 C184766 -5.64 164 C353096 -0.46 204 C354155 -5.54 125 C184767 -9.88 165 C353098 3.81 205 C354156 -11.70 126 C184780 1.06 166 C353101 -4.82 206 C354157 -1.14 127 C184787 -1.36 167 C353102 -2.72 207 C354158 -13.70

(47)

Tabel 3. (Lanjutan)

No. Hole Id Selisih Top Ore (m) No. Hole Id Selisih Top Ore (m) No. Hole Id Selisih Top Ore (m) 208 C184795 -7.22 241 C353105 -2.11 274 C354159 -10.29 209 C184796 3.36 242 C353107 -6.87 275 C354162 -4.18 210 C184798 -4.72 243 C353108 -4.65 276 C354164 -0.63 211 C184806 -3.47 244 C353110 -8.66 277 C354165 8.21 212 C184807 2.77 245 C353112 -17.32 278 C354166 5.16 213 C184809 -10.37 246 C353113 -8.05 279 C354167 -8.45 214 C184811 -3.88 247 C353123 -18.03 280 C354168 5.53 215 C184814 26.17 248 C353136 3.31 281 C354169 -6.66 216 C184816 -8.65 249 C353137 -2.72 282 C354170 -9.44 217 C184848 2.99 250 C353138 -0.97 283 C354177 -16.61 218 C184850 -6.00 251 C353148 2.41 284 C354178 0.93 219 C184851 -9.36 252 C353157 15.39 285 C354182 0.90 220 C184852 -4.80 253 C353710 -14.42 286 C354183 -15.15 221 C184854 -1.77 254 C353719 -7.84 287 C354193 -14.15 222 C184872 -2.69 255 C353720 -16.16 288 C354196 -11.56 223 C184874 -14.20 256 C353724 5.35 289 C354197 -6.03 224 C184875 -10.32 257 C353728 -4.31 290 C354198 -11.56 225 C184888 -7.61 258 C353737 -0.99 291 C354204 -10.05 226 C184889 -11.80 259 C353741 -17.71 292 C354212 22.17 227 C184892B 4.52 260 C353745 -4.46 293 C354213 7.33 228 C184893 1.15 261 C353753 5.31 294 C354217 6.73 229 C184894 -6.08 262 C353754 -8.95 295 C354227 8.64 230 C184895 -5.82 263 C353765 1.33 296 C354233 -13.44 231 C184896 3.20 264 C353767 -1.73 297 C354235 6.16 232 C184922 -2.95 265 C353768 -0.78 298 C354236 -8.84 233 C184923 3.10 266 C353780 -16.24 299 C354240 -15.62 234 C184924 0.21 267 C353781 -6.02 300 C354251 11.12 235 C184930 16.99 268 C353782 0.62 301 C354256 4.07 236 C184931 17.39 269 C353796 5.87 302 C354257 9.63 237 C184932 -15.75 270 C353804 5.18 303 C354258 -5.23 238 C184933 4.43 271 C353806 5.43 304 C354259 -10.17 239 C186172 -19.18 272 C353807 -22.81 305 C354261 -12.81 240 C186177 -7.07 273 C353809 -7.48 306 C354262 13.13

(48)

a. Rata-Rata Selisih Top Ore

Perhitungan rata-rata selisih top ore dimaksudkan untuk mengetahui

seberapa besar kenaikan maupun penurunan top ore berdasarkan data drilling hole

hasil eksplorasi yang dibandingkan dengan data aktual penambangan.

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Selisih Top Ore dan statistik data

Berdasarkan kurva histogram dapat diketahui bahwa jumlah data selisih top

ore adalah 306. Data di atas menunjukkan selisih penurunan top ore yang cukup

signifikan, dimana penurunan tertinggi yaitu (-25,38 meter) dan kenaikan tertinggi

adalah 28.70 meter, namun frekuensinya sangat sedikit. Hal ini dapat disebabkan

oleh beberapa hal, sebaran ore nikel laterit yang irregular. Irregular dalam artian

lapisan ore tidak menerus lurus secara horizontal, melainkan mengikuti bentuk dari

topografi serta tingkat pelapukan yang bekerja pada daerah laterit.

(49)

Data yang digunakan untuk merekonsiliasi drilling hole adalah data ore

expose dan monitoring drill hole. Data ore expose diambil disekitar daerah lokasi

titik bor yang dianggap mewakili drill hole yang terdekat. Sedangkan data

monitoring diambil tepat di lokasi pengeboran pada saat eksplorasi. Perbedaan

sumber data yang digunakan inilah yang menjadi faktor utama tingginya nilai

rata-rata selisih top ore.

Dari hasil analisis statistik skewness dan kurtosis menunjukan data

terdistribusi normal. Nilai rata-rata dari selisih top ore adalah (-2.45 meter), yang

artinya secara umum top ore mengalami penurunan secara aktual bila dibandingkan

dengan data drill hole hasil pengeboran.

2. Selisih Bottom Ore

Selisih bottom ore menunjukkan besaran perubahan dari data eksplorasi

dengan data aktual penambangan. Berdasarkan data yang telah diolah dapat

diketahui bahwa ada beberapa drill hole yang top ore aktual meningkat maupun

menurun.

Tabel 4. Selisih Bottom Ore

No. Hole Id Selisih Bottom Ore (m) No. Hole Id Selisih Bottom Ore (m) No. Hole Id Selisih Bottom Ore (m) 1 C353718 -14.23 13 C184848 5.58 25 C353720 -6.41 2 C132848 -0.97 14 C184849 -0.31 26 C353724 33.86 3 C132862 3.78 15 C184854 -6.16 27 C353725 1.54 4 C147395 -8.65 16 C184872 5.46 28 C353727 14.70 5 C147397 -6.54 17 C184874 5.23 29 C353736 1.97 6 C147398 9.48 18 C184875 -0.98 30 C353741 -16.45 7 C147399 1.86 19 C184887 -2.24 31 C353745 -0.06 8 C147495 4.44 20 C184888 -4.24 32 C353746 0.79 9 C147496 1.10 21 C184889 1.20 33 C353752 6.74 10 C147498 -1.51 22 C184890 -2.70 34 C353753 2.59 11 C147596 2.37 23 C184891 -6.60 35 C353754 -2.24 12 C147599 -3.22 24 C184895 0.41 36 C353765 -0.85

Gambar

Gambar 2. Geologi Struktur Danau Matano - Sorowako dan sekitarnya                 (Golightly, 1979)
Gambar 3. Tahap Pembentukan Endapan Nikel Laterit (Waheed, 2002)
Gambar 4. Penampang umum Nikel Laterit Sorowako ( Waheed, 2005)
Gambar 5. Penampang tegak endapan nikel laterit (Golightly,1979, dalam                Hasanudin dkk,1992)
+7

Referensi

Dokumen terkait