• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Kontrol Pneumatik Pada Pintu Bus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem Kontrol Pneumatik Pada Pintu Bus"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM KONTROL PNEUMATIK

PADA PINTU BUS OTOMATIS

PROYEK AKHIR

Diajukan dalam rangka menyelesaikan Studi Sarjana Strata Satu di Universitas Negeri Semarang Jurusan Pendidikan Teknik Mesin

Oleh :

N a m a : Heri Widiantono

NIM : 5219990016

Program Studi : Pend. Teknik Mesin S1

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2004

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di   masa   sekarang   dan   masa   yang   akan   datang,   kebutuhan   akan transportasi   sangat   vital   dalam   menunjang   aktivitas   sehari­hari,   seperti mengantar anak ke sekolah, ke kantor, ke pasar dan lain­lain.

Dari   sekian   banyak   jenis   alat   transportasi   yang   ada,   maka   jenis transportasi daratlah yang paling banyak. Mulai dari sepeda, becak, sepeda motor, mobil sampai kereta api.

Dalam usaha pemenuhan kebutuhan alat transportasi maka bukan suatu masalah bagi golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Mereka dapat memilih alat transportasi sesuai dengan kemampuannya. Namun merupakan suatu   masalah   bagi   masyarakat   ekonomi   bawah.   Sehingga   sebagai alternatifnya adalah menggunakan angkutan umum, misalnya bus. Seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat sekarang ini, maka penggunaan angkutan umum seperti bus tidak terbatas pada masyarakat ekonomi bawah saja tetapi juga masyarakat ekonomi menengah ke atas. Dengan beragamnya pengguna angkutan umum tersebut, maka beragam pula tuntutan pelayanannya. Bagi golongan menengah ke atas, mereka lebih mengutamakan pelayanan dan fasilitas yang baik. Mereka akan merasa puas bila dapat melakukan perjalan dengan cepat, selamat, serta aman dan nyaman meskipun tarif yang harus dibayar lebih mahal. Tetapi

(3)

bagi   golongan   ekonomi   bawah   lebih   memilih   angkutan   umum   yang tarifnya murah sesuai dengan kemampuannya meskipun dengan fasilitas di bawah standar.

Salah   satu   usaha   dalam   rangka   peningkatan   mutu   pelayanan khususnya   bagi   keamanan   dan   keselamatan   penumpang   adalah   dengan mengkaji ulang masalah konstruksi kendaraan. Konstruksi kendaraan yang baik dapat meminimalkan terjadinya kecelakaan penumpang.

Sebagai   salah   satu   contoh   adalah   pintu   bus.   Banyak   orang beranggapan bahwa pintu bus merupakan bagian dari bus yang berfungsi sebagai pelengkap saja. Hal ini bisa dilihat dari tidak difungsikannya pintu bus dengan baik. Padahal tujuan dari dibuatnya pintu bus adalah untuk keamanan dan keselamatan penumpangnya. Agar pintu bus dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya maka perlu dibuat suatu konstruksi pintu bus yang baik. Sebagian besar konstruksi pintu bus yang ada saat sekarang ini masih menggunakan sistem manual,   sehingga   masih   banyak   dijumpai   kekurangan­kekurangannya, antara lain :

1. Sistem   manual   memerlukan   tenaga   manusia   untuk   membuka   dan menutupnya.

2. Konstruksi   pintu   sistem   manual   cepat   rusak   apabila   pada   saat membuka dan menutupnya terlalu keras.

(4)

Mengingat kekurangan­kekurangan yang ada pada konstruksi pintu bus  sistem  manual,  maka  perlu  dipertimbangkan  suatu  konstruksi  yang lebih baik sehingga kekurangan­kekurangan yang ada pada sistem tersebut dapat diatasi.

Salah   satunya   adalah   dengan   merancang   konstruksi   pintu   bus otomatis dengan sistem pneumatik, yaitu suatu pintu bus otomatis yang dikendalikan oleh sistem kontrol pneumatik.

B. Permasalahan

Dalam   merencanakan   sistem   kontrol   pneumatik   pada   pintu   bus otomatis ini, perlu dipertimbangkan kemungkinan masalah­masalah yang dapat   terjadi.   Hal   ini   untuk   menghindari   suatu   desain   sistem   kontrol pneumatik   yang   kurang   baik   sehingga   justru   dapat   membahayakan keselamatan penumpang.

Untuk   itu   dalam   merancang   sistem   kontrol   pneumatik   ini   harus memenuhi persyaratan­persyaratan sebagai berikut :

1. Konstruksinya sederhana. 2. Pengoperasiannya mudah

3. Pemeliharaan dan perawatan mudah

4. Memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan penumpang. Mengingat   keterbatasan­keterbatasan   yang   ada,   maka   dalam pembuatan sistem kontrol pneumatik pada pintu bus otomatis hanya berupa desain.   Meskipun   demikian   diharapkan   dapat   dipergunakan   sebagai pedoman dalam pembuatan pintu bus otomatis yang sebenarnya.

(5)

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan sistem kontrol pneumatik pada   pintu   bus   otomatis   ini   adalah   untuk   mengatasi   permasalahan­ permasalahan yang ada pada pintu bus sistem manual. Sehingga diharapkan akan diperoleh suatu konstruksi pintu bus yang baik, yang mempunyai persyaratan­persyaratan sebagai berikut : 1. Konstruksi yang sederhana. 2. Mudah dioperasikan. 3. Mudah dan sederhana dalam pemeliharaan dan perawatannya. 4. Memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan penumpang.

D. Manfaat

Apabila semua tujuan dari pembuatan sistem kontrol pneumatik pada pintu bus tersebut dapat dicapai maka akan didapatkan beberapa manfaat, antara lain :

1. Penumpang   merasa   nyaman   karena   dapat   keluar   dan   masuk   bus dengan mudah.

2. Pintu kendaraan lebih awet.

3. Biaya pemeliharaan dan perawatan murah

(6)

E. Sistematika

Guna   memberikan   gambaran   lengkap   tentang   sistem   kontrol pneumatik pada pintu bus otomatis, maka perlu disusun dan dituangkan dalam   rumusan   yang   sederhana,   jelas   dan   mudah   dipahami   maknanya. Untuk  itu  maka  penulisan  karya  ilmiah  ini  disusun  dengan  tata  urutan sebagai berikut :

1. Bagian Depan

Bagian  ini   berisi   pendahuluan   yang   meliputi   latar  belakang, permasalahan,   tujuan   dan   manfaat   dari   pembuatan   sistem   kontrol pneumatik pada pintu bus otomatis.

2. Bagian Isi

Bagian ini terdiri dari 3 (tiga) bab yaitu Bab II yang berisi tentang   landasan   teori,   Bab   III   yang   berisi   uraian   tentang   sistem kontrol pneumatik pada pintu bus otomatis dan Bab IV berisi analisa sistem kontrol pneumatik.

3. Bagian Akhir

Bagian ini merupakan bagian penutup yang berisi kesimpulan  dan saran.

(7)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pengertian Teknik Otomasi

Berawal dari keinginan manusia untuk memperoleh sesuatu yang banyak dengan tenaga yang sedikit atau mengerjakan pekerjaan yang berat dengan menggunakan   tenaga   yang   ringan.   Maka   secara   bertahap   manusia berinovasi   memanfaatkan   sumber   daya   alam   untuk   mendapatkan kemudahan­kemudahan dan manfaat­manfaat tersebut.

Hingga kini manusia mengembangkan inovasi untuk menggunakan alat­ alat atau pesawat­pesawat yang dapat bekerja secara otomatis, sebagai contoh: pintu bus yang dapat membuka dan menutup secara otomatis, karena pintu bus dikontrol secara otomatis oleh suatu sistem kontrol otomatis.

Otomatisasi   suatu   alat   atau   mesin   diperoleh   dari   suatu   masukan (input) kemudian melalui suatu proses didapat suatu keluaran (output) yang berbeda yang lebih baik dan lebih menguntungkan.

Otomatisasi   adalah   suatu   pengubahan   input   menjadi   output   yang lebih   baik.   Proses   pengubahan  input  menjadi  output  ini   menggunakan teknik kontrol, sehingga untuk mendapatkan sistem kontrol yang otomatis maka digunakan sistem kontrol yang otomatis juga.

(8)

Definisi Kontrol menurut Deutche Institut für Normung (DIN) 19226 : “Kontrol berarti proses dalam suatu sistem yang di dalamnya terdapat beberapa  input  variabel   mempengaruhi   variabel  output  yang   lain   sebagai akibat hukum­hukum yang mengenai sistem. Pengontrolan dikarakteristikkan dengan   sekuensi   rangkaian   terbuka   dari   gerakan­gerakan   melalui   elemen pemindah tunggal atau rangkaian kontrol” (Sugihartono, 1992 : 4). Definisi Kontrol Otomatis menurut DIN 19226 : “Kontrol otomatis adalah suatu proses dimana satu variabel yang akan dikontrol (variabel yang dikontrol), adalah diukur secara terus­menerus dan dibandingkan dengan variabel yang lain, variabel perintah, proses yang dipengaruhi menurut hasil perbandingan ini dengan memodifikasi untuk menyesuaikan variabel perintah. Sekuensi gerakan yang dihasilkan   dari   ini   terjadi   dalam   suatu   rangkaian   tertutup,   rangkaian   kontrol.   Tujuan kontrol rangkaian untuk menyesuaikan harga variabel yang dikontrol terhadap harga yang ditentukan oleh variabel perintah sekalipun ekualisasi tidak dicapai berlaku dalam keadaan ini (Sugihartono, 1992 : 4).

Dasar –Dasar Pneumatik

1. Pengertian Pneumatik

Pneumatik merupakan teori atau pengetahuan tentang udara yang bergerak, keadaan­keadaan keseimbangan udara dan syarat­syarat keseimbangan. Pneumatik berasal dari bahasa Yunani “pneuma” yang berarti “nafas” atau “udara”. Jadi pneumatik berarti terisi udara atau digerakkan oleh udara mampat.

Sistem pneumatik (pneumatic system) adalah semua sistem yang menggunakan tenaga yang disimpan dalam bentuk udara yang dimampatkan, serta dimanfaatkan untuk menghasilkan suatu kerja.

(9)

Udara   mampat   adalah   udara   atmosfer   yang   diisap   oleh kompresor dan dimampatkan dari tekanan normal (0,98 bar) sampai tekanan yang lebih tinggi (antara 4 – 8 bar).

Pada mulanya pemakaian udara mampat terbatas untuk alat­alat kerja   dengan   peralatan   tumbuk   atau   putar.   Namun   dengan perkembangan teknologi, mekanisasi dan otomatisasi, maka setelah Perang Dunia II banyak digunakan pada proses produksi. 2. Karakteristik Udara Mampat Dalam jangka waktu yang relatif singkat, penggunaan sistem kontrol pneumatik sudah sedemikian luasnya. Salah satu alasannya adalah bahwa udara mudah diperoleh dan murah.

Karakteristik­karakteristik   udara   mampat   berkaitan   dengan penerapan pada sistem kontrol pneumatik : Jumlah : udara tersedia di mana saja dan dalam jumlah yang tak terhingga. Pengangkutan : udara mampat dapat diangkut dengan mudah melalui saluran pipa­pipa atau selang. Di sini tidak dibutuhkan saluran balik, karena udara bekas dapat langsung dibuang di udara bebas. Penyimpanan : kompresor tidak harus selalu beroperasi. Udara mampat dapat disimpan di dalam tangki. Suhu : udara mampat tahan terhadap perubahan suhu.

(10)

Hal ini menjadikan jaminan kerja yang lebih besar dari sistem kontrol pneumatik. Tahan ledakan : udara mampat tidak menyebabkan bahaya ledakan atau kebakaran. Kebersihan : udara mampat bersih. Bila terdapat kebocoran saluran atau komponen, maka tidak akan menyebabkan polusi. Konstruksi : konstruksinya sederhana sehingga komponen komponennya murah. Kecepatan : udara mampat dapat mencapai kecepatan aliran yang tinggi (kecepatan operasi silinder pneumatik adalah 1 – 2 m/s) Pengaturan : kecepatan dan gaya dari udara mampat serta peralatan pneumatik dapat diatur secara tak terbatas. Tahan beban lebih : peralatan pneumatik dan perlengkapan operasinya dapat dibebani lebih hingga berhenti. Suatu jaringan pneumatik dapat diberi beban lebih tanpa merusak.

(11)

3. Konstruksi Sistem Pneumatik

Yang   dimaksud   dengan   konstruksi   sistem   pneumatik   di   sini adalah konstruksi rangkaian  komponen­komponen  pneumatik yang lengkap.   Secara   umum   komponen­komponen   pneumatik   dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu : unit tenaga, unit pengatur dan unit penggerak.

a. Unit Tenaga (power pack)

Unit   ini   berfungsi   untuk   membangkitkan   tenaga   fluida   yaitu berupa aliran udara mampat. Unit tenaga ini terdiri atas kompresor yang digerakkan oleh motor listrik atau motor bakar, tangki udara

(receiver)  dan   kelengkapannya,   serta   unit   pelayanan   udara   yang

terdiri atas filter udara, regulator pengatur tekanan dan lubricator. 1) Kompresor

Berfungsi untuk membangkitkan udara mampat. Menurut  cara kerjanya, kompresor dibagi menjadi :

a) Kompresor pemindah.

Kompresor   yang   bekerja   berdasarkan   prinsip pemindahan. Udara dikempa oleh gerakan torak yaitu udara dimasukkan ke dalam ruangan kemudian dimampatkan. b) Kompresor aliran. Kompresor yang bekerja berdasar prinsip aliran udara. Udara disedot masuk ke dalam kompresor melalui satu sisi dan mengempanya dengan percepatan masa.

(12)

Gambar 1 : Kompresor torak langkah tunggal dengan silinder yang didinginkan oleh udara (Dr. Ing. Thomas Krist, Alih Bahasa Dines Ginting, 1993 : 179)

(13)

2) Tangki Udara

Berfungsi untuk menampung dan menstabilkan pemakaian udara   mampat   serta   dapat   berfungsi   untuk   mendinginkan udara mampat yang terdapat di dalam tangki.

3) Unit Pelayanan Udara (sevice unit)

Bila   udara   mampat   di   dalam   tangki   udara   akan didistribusikan   ke   seluruh   sistem   pneumatik   harus   diatur sedemikian   rupa   sehingga   udara   yang   keluar   memenuhi kriteria sebagai berikut :

a) Udara yang masuk ke dalam sistem harus bersih. Untuk itu udara yang keluar dari tangki harus disaring dengan filter.

(14)

b) Tekanan udara mampat yang masuk ke dalam sistem harus

sesuai dengan tekanan operasi. Untuk itu perlu adanya alat pengatur tekanan (pressure regulator).

c) Udara   yang   masuk   ke   dalam   sistem   harus   mampu

melumasi komponen­komponen yang bergerak. Untuk itu udara   harus   dicampur   dengan   kabut   oli.   Hal   ini   dapat dicapai dengan adanya lubricator.

b. Unit Pengatur (control element)

Unit   pengatur   merupakan   bagian   pokok   yang   menjadikan sistem pneumatik termasuk sistem otomasi. Karena dengan unit pengatur ini hasil kerja dari sistem pneumatik dapat diatur secara otomatis   baik   gerakan,   kecepatan,   urutan   gerak,   arah   gerakan maupun kekuatannya. Dengan unit pengatur ini sistem pneumatik dapat didesain untuk berbagai tujuan otomatis dalam suatu mesin industri.

Fungsi   dari   unit   pengatur   ini   adalah   untuk   mengatur   atau mengendalikan   jalannya   penerusan   tenaga   fluida   hingga menghasilkan bentuk kerja (usaha) yang berupa tenaga mekanik.

Bentuk­bentuk   dari   unit   pengatur   ini   berupa   katup  (valve) yang bermacam­macam. Katup adalah suatu alat yang menerima perintah   dari   luar   untuk   melepas,   menghentikan   atau mengarahkan fluida yang melalui katup tersebut.

(15)

Menurut fungsinya katup­katup tersebut dibedakan menjadi 5 (lima) kelompok yaitu : Katup pengarah (Directional control valves) Katup satu arah (Non­return valves) Katup pengatur tekanan (Pressure control valves) Katup pengatur aliran (Flow control valves) Katup kombinasi 1) Katup Pengarah (directional control valves) Katup ini berfungsi untuk mengontrol aliran dalam  rangkaian dan melangsungkan fungsi­fungsi logic control. Gambar 4 : Katup pengarah (directional control valve) (Catalogue, hal  15)

(16)

2) Non­return Valve / Check Valve

Check   valve  adalah   katup   satu   arah,   artinya   katup   hanya dapat digunakan untuk satu arah aliran saja.  Check valve  dapat berfungsi   sebagai   pengarah   aliran   dan   juga   sebagai  pressure

control. Gambar 5 : Katup satu arah (check valve) (Catalogue, hal.65) 3) Katup Pengatur Tekanan (pressure control valve) Gambar 6 : Katup pengatur tekanan (pressure control valve) (Catalogue, hal. 20) Pengatur tekanan udara dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain untuk membatasi tekanan operasional dalam sistem

(17)

pneumatik,   untuk   mengatur   tekanan   agar   penggerak pneumatik dapat bekerja secara berurutan, untuk mengurangi tekanan yang mengalir dalam saluran tertentu menjadi kecil. Sehingga sesuai dengan tujuan penggunaan tersebut maka katup pengatur tekanan dibedakan menjadi beberapa macam antara lain : relief valve, sequence valve, dan lain­lain. 4) Katup Pengatur Aliran (flow control valve) Katup ini digunakan untuk mengatur volume aliran yang berarti mengatur kecepatan gerak piston (actuator). Gambar 7 : Katup pengatur aliran (flow control valve) (Catalogue, hal.56) Fungsi dari pemasangan flow control valve pada rangkaian pneumatik antara lain untuk membatasi kecepatan maksimum gerakan piston/motor pneumatik, untuk membatasi daya yang bekerja   (daya   =   rata­rata   aliran   x   tekanan),   serta   untuk menyeimbangkan aliran yang mengalir pada cabang­cabang rangkaian pneumatik.

(18)

Gambar 8 : Penampang pengatur aliran (Peter P, dkk. , 1985 : 43) Sehingga   untuk   memenuhi   fungsi­fungsi   tersebut   di   atas maka flow control valve dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain fixed flow control, variable flow control, flow control dengan check valve dan flow control dengan relief valve. c. Unit Penggerak (actuator) Unit ini berfungsi untuk mewujudkan hasil transfer daya dari tenaga fluida, berupa gerakan lurus atau gerakan putar. Penggerak yang   menghasilkan   gerakan   lurus   adalah   silinder   penggerak, sedangkan   yang   menghasilkan   gerakan   putar   adalah   motor pneumatik.

(19)

1) Silinder Pneumatik

Dalam sistem pneumatik, silinder penggerak dibedakan  menjadi :

a) Silinder Kerja Tunggal

Pada  silinder   ini   udara   mampat   bekerja   hanya   pada satu sisi. Untuk mengembalikan piston ke posisi semula digunakan   pegas.   Cara   pemasangan   pegas   ada   2   (dua) macam, yaitu :

• Pegas dipasang pada sisi batang piston. Dalam hal ini pegas hanya berfungsi untuk mengembalikan piston ke posisi semula, sedangkan langkah kerja dilakukan oleh tekanan   udara   mampat.   Silinder   penggerak   jenis   ini biasanya digunakan untuk pencekaman, pengepresan, pengungkitan, pengangkatan dan sebagainya.

• Pegas   dipasang   pada   sisi   yang   tanpa   batang   piston. Dalam hal ini pegas berfungsi sebagai pelaku langkah kerja,  sedangkan  udara mampat   dari  sebelah  sisinya berfungsi untuk mengembalikan ke posisi semula yaitu posisi tidak kerja.

(20)

Gambar 9 : Silinder­ silinder pneumatik (Catalogue, hal. 43 dan 44) b) Silinder Kerja Ganda

Silinder   kerja   ganda   adalah   apabila   langkah   kerja   terjadi pada kedua  belah  sisi piston, jadi  udara  mampat  mendorong pada sisi depan maupun sisi belakang secara bergantian. 2) Motor Pneumatik Menurut bentuk dan konstruksinya, motor pneumatik  dibedakan menjadi : • Motor torak • Motor baling­baling luncur • Motor roda gigi • Motor aliran

(21)

Gambar 10 : Rotary actuator (Catalogue, hal. 51)

Karakteristik motor pneumatik :

• Kecepatan   putaran   dan   tenaga   dapat   diatur   secara   tak terbatas. • Batas kecepatan cukup lebar. • Ukuran kecil sehingga ringan. • Ada pengaman beban lebih. • Tidak peka terhadap debu, cairan, panas dan dingin. • Tahan ledakan. • Mudah dalam pemeliharaan. • Arah putaran mudah dibolak­balik.

(22)

BAB III

SISTEM KONTROL PNEUMATIK PADA PINTU BUS OTOMATIS Definisi Persoalan Dan Kondisi Persoalan : Guna mengatasi kekurangan­kekurangan yang terdapat pada pintu bus manual, maka akan didesain suatu pintu bus otomatis. Pintu ini akan dikontrol secara otomatis dengan menggunakan   sistem   kontrol   pneumatik.   Dengan   adanya   sistem   kontrol   ini   maka diharapkan   dapat   mengatasi   kekurangan­kekurangan   yang   ada   pada   pintu   bus konvensional.

Kondisi­kondisi Bantu :

Adapun   kondisi­kondisi   yang   diharapkan   dari   sistem   kontrol   pneumatik   ini   adalah sebagai berikut :

a. Pada saat bus sedang menunggu penumpang di terminal, halte atau pada   tempat­tempat   pemberhentian   bus   lainnya,   maka   pintu   bus dalam kondisi terbuka. b. Bila bus akan berangkat atau melanjutkan perjalanan, maka pintu bus segera ditutup. c. Apabila di tengah perjalanan ada penumpang yang akan turun, maka penumpang tersebut tinggal menekan tombol di depan pintu bus, dan pintu akan segera membuka. Dan bila penumpang telah turun maka pintu akan segera menutup kembali secara otomatis. d. Saat akan menaikkan penumpang di tengah perjalanan, maka sopir atau kondektur cukup menekan katup tombol dan pintu akan segera terbuka  secara  otomatis.   Setelah  penumpang   naik   maka  pintu   bus akan menutup kembali secara otomatis.

(23)

Energi Kerja Dan Ukuran Elemen 1. Energi Kerja Operasi yang harus dilakukan oleh silinder dapat dibentuk dengan gerakan garis lurus. Gaya yang diperlukan : kecil (kurang dari 50.000 N) Panjang gerakan : kecil (kurang dari 2000 mm) Energi yang dipilih : pneumatik 2. Ukuran Elemen Kerja Ukuran elemen kerja dipilih sesuai dengan hasil analisis sehingga  gaya dan langkah cukup untuk mengoperasikan saklar batas. Sket Posisional Gambar 11 Sket posisional pintu bus otomatis dengan sistem kontrol pneumatik Sekuensi Operasi Sekuensi Kronologis Silinder A bergerak mundur dan pintu bus membuka. Silinder A bergerak maju dan pintu bus menutup.

(24)

Tabel Susunan Tabel 1 Tahapan Kerja Sistem Kontrol Pneumatik Tahapan Kerja Gerak Silinder 1 ­ 2 mundur 3 maju Notasi Singkatan A ­ (Silinder A mundur, pintu bus membuka)

A + (Silinder A maju, pintu bus menutup)

Jenis Kontrol Identifikasi kelompok utama : Ini adalah suatu kontrol program (kontrol dengan suatu program kerja yang dilakukan secara otomatis sesuai dengan kaidah­kaidah tertentu). Jenis kontrol programnya adalah kontrol gerakan yang dikoordinasikan, dengan pertimbangan sebagai berikut : • Kepastian operasi. • Penyelesaian paling murah dan sederhana. • Tidak memerlukan perubahan program. Energi Kontrol

Berkenaan dengan media kerja dan bidang persoalan, ada 2 (dua) kemungkinan  yaitu  pneumatik  dan  elektrik. Dalam  hal  ini  penyelesaian seluruh pneumatik adalah kemungkinan paling menguntungkan, dengan pertimbangan sebagai berikut :

• Hanya 1 (satu) bentuk energi untuk kerja dan kontrol, sehingga tidak membutuhkan konverter.

(25)

• Tingkat  reliabilitas  atau  keandalan  tinggi,  karena tidak   peka  terhadap lingkungan yang mempengaruhi. • Umurnya panjang. Oleh karena itu, untuk sistem kontrol ini dipilih sistem kontrol pneumatik. Diagram Rangkaian Kontrol Pintu Bus Otomatis Silinder 1 A 1S1 1V5 1V6 4 2 1V4 1.4 (Y) 1.2 (X) 5 3 1 1V3 1V2 1V1

Pintu bus Sopir Sopir

1S1 2 1S2 2 1S3 2 1S4 2 1 3 1 3 1 3 1 3 0Z1 Gambar 12 Diagram Rangkaian Kontrol Pintu Bus Otomatis Keterangan : = Silinder kerja ganda

(26)

= Katup kontrol aliran satu arah

= Katup 5/2 untuk kontrol silinder, katup

pilot ganda

= Katup tunda waktu

= Katup balik fungsi “ATAU”

= Katup   batas   3/2   dengan   pegas

pembalik

= Katup   tombol   3/2   dengan   pegas

(27)

= Katup tuas 3/2 dengan penahan

= Unit pelayanan udara

= Sumber udara mampat

= Saluran kontrol

(28)

Diagram tahap perpindahan

1S2 1S3 1S4 2 3=1 1 0 1S1 Gambar 13 Diagram Tahap Perpindahan Simbol Logika 1S2 1S3 1  1 1.2 (X)1V4 1S4

(a) Gerakan pintu bus membuka (silinder mundur)

1S1 1 1V4

1.4 (Y)

(b) Gerakan pintu menutup (silinder maju)

Gambar 114 Simbol logika untuk gerakan pintu  bus

(29)

Table 2 Tabel Biner Gerakan Pintu Bus 1S1 1S2 1S3 1S4 1.2 (X)1V41.4 (Y) A KETERANGAN 0 0 0 0 0 0 tidak tentu 0 0 0 1 1 0 0 sil. mundur (pintu membuka) 0 0 1 0 1 0 0 sil. mundur (pintu membuka) 0 0 1 1 1 0 0 sil. mundur (pintu membuka) 0 1 0 0 1 0 0 sil. mundur (pintu membuka) 0 1 0 1 1 0 0 sil. mundur (pintu membuka) 0 1 1 0 1 0 0 sil. mundur (pintu membuka) 0 1 1 1 1 0 0 sil. mundur (pintu membuka) 1 0 0 0 0 1 1 sil. maju (pintu menutup) 1 0 0 1 1 1 * tidak tentu 1 0 1 0 1 1 * tidak tentu 1 0 1 1 1 1 * tidak tentu 1 1 0 0 1 1 * tidak tentu 1 1 0 1 1 1 * tidak tentu 1 1 1 0 1 1 * tidak tentu 1 1 1 1 1 1 * tidak tentu Keterangan : = tidak ada tekanan udara pada saluran 1.2 (X) dan saluran 1.4 (Y) * =   ada tekanan udara pada kedua saluran 1.2 (X) dan 1.4 (Y) Untuk Saluran 1.2 (X) Persamaan matematisnya : X  (S1  S2   S3  S4 )  (S1  S 2   S3  S4 ) X (S1  S2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )   (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S4 )  (S1  S2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S4 )  (S1  S2  S3  S 4 )  (S1   2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S4 )  (S1  S2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S4 )

(30)

Diagram Karnought :

S

2

0

S1

0

S

3

S

4

X

2

  

  S 

3

  

  S 

4 Gambar 15 Diagram Karnought untuk saluran 1.2 (X) Untuk saluran 1.4 (Y) Persamaan matematisnya : Y (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )   (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )   (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S 2  S3  S 4 ) Y (S1  S2  S3  S4 )  (S1  S 2  S3  S 4 )  (S1  S2  S3  S4 )  (S1  S2  S3  S4 )  (S1  S2  S3  S4 )  (S1  S2  S3  S4 )  (S1  S2   S3  S4 )  (S1  S2  S3  S4 )

(31)

Diagram Karnought

S

2

1

1

1

1

S

1

1

1

1

1

S

4

 S

1

S

3

Gambar 16 Diagram Karnought untuk saluran 1.4 (Y) Cara Kerja Rangkaian Pada saat bus sedang menunggu penumpang di terminal, halte ataupun tempat­ tempat pemberhentian bus lainnya, maka pintu dikondisikan terbuka terus. Hal ini dimungkinkan dengan mengoperasikan katup 1S4. Ketika katup 1S4 dioperasikan, saluran 1 terbuka, saluran 3 tertutup, aliran udara dari  saluran 1 ke saluran 2 menuju saluran 1.2 (X) pada katup 1V4 melalui katup 1V3. Aliran udara pada katup 1V4 adalah udara masuk saluran 1 keluar saluran 2  menuju saluran silinder bagian depan melalui katup 1V6. Udara mendorong  silinder ke belakang (A­). Udara dalam silinder bagian belakang didorong keluar  menuju saluran 4 dan keluar saluran 5 pada katup 1V4 melalui katup 1V5. Dengan 

(32)

Pada saat kondisi pintu bus terbuka maksimal, akan mengaktifkan katup 1S1. Sehingga  aliran udara pada katup 1S1 adalah saluran 1 terbuka, saluran 3 tertutup, udara mengalir  dari saluran 1 ke saluran 2 dan selanjutnya diteruskan ke katup 1V1. Aliran udara ini akan  mengaktifkan katup 1V1 sehingga udara dari kompresor akan mengalir ke katup 1V4  melalui saluran 1.4 (Y). Pada saat yang bersamaan, pada saluran 1.2 (X) masih terdapat udara mampat sehingga  kondisi ini tidak akan mempengaruhi posisi katup 1V4. Posisi silinder masih dalam kondisi  awal dan posisi pintu bus masih dalam keadaan terbuka terus. (lihat gambar 17) Silinder 1 A 1S1 1V5 1V6 1V4 4 2 1.4 (Y) 1.2 (Y) 5 3 1V3 1 1V1 1S4 Sopir 1S12 2 1 3 1 3 Gambar 17 Membuka pintu bus dengan menggunakan katup 1S4 Pada saat bus akan berangkat, sopir/kondektur bus harus menutup pintu bus terlebih dahulu. Untuk itu maka katup 1S4  harus dikembalikan ke posisi semula. Saluran 1 tertutup dan saluran 3 terbuka. Udara mampat pada saluran 1.2 (X) akan mengalir ke katup 1V3  menuju saluran 2 dan dibuang melalui saluran 3 pada katup 1S4. Akibatnya udara pada saluran 1.4 (Y)

akan mendorong katup 1V4  sehingga aliran udara pada katup 1V4  adalah

udara dari kompresor masuk saluran 1 diteruskan ke saluran 4 menuju katup 1V5 dan kemudian masuk ke saluran silinder bagian belakang. Udara

(33)

saluran 2 dan dibuang melalui saluran 3 pada katup 1V4. Dengan gerakan maju ini (A+), pintu bus akan segera tertutup (lihat gambar 18 ) Silinder 1 A 1S1 1V5 1V6 4 2 1V4 1.4 (Y) 1.2 (X) 5 3 1V3 1 1V1 1S1 2 1S4 2 Sopir 1 3 1 3 Gambar 18 Menutup pintu bus dengan menggunakan katup 1S4 Apabila di tengah perjalanan ada penumpang yang akan turun, maka untuk membuka pintu, penumpang tinggal menekan katup 1S2. Pada waktu katup 1S2  ditekan maka saluran 1 terbuka dan saluran 3 tertutup. Aliran udara dari saluran 1 menuju saluran 2 untuk selanjutnya diteruskan ke 1V2  dan 1V3, kemudian menuju ke katup 1V4 melalui saluran 1.2 (X). Aliran udara pada katup 1V4 udara masuk saluran 1 menuju saluran 2 kemudian  diteruskan ke katup 1V6. Selanjutnya diteruskan ke silinder melalui saluran bagian depan. Udara mendorong silinder ke belakang. Udara pada bagian belakang silinder akan didorong ke luar melalui katup 1V5  menuju

(34)

saluran 4 dan dibuang melalui saluran 5. Silinder bergerak mundur (A­) dan pintu bus terbuka (lihat gambar 19). Silinder 1 A 1S1 1V5 1V6 1V4 4 2 1.4 (Y) 1.2 (X) 5 3 1V3 1 1V2 1V1 Pintu bus 1S1 2 2 1S2 1 3 1 3 Gambar 19 Membuka pintu bus dengan menggunakan katup 1S2 Pada waktu pintu terbuka maksimal maka akan mengaktifkan katup 1S1. Dengan terbukanya katup 1S1, maka katup 1V1  akan mengalirkan udara dari kompresor menuju katup 1V4 melalui saluran 1.4 (Y). Pada saat udara masuk ke saluran 1.4 (Y), pada saluran 1.2 (X) tidak ada  udara mampat karena pada saat katup 1S2 dilepas maka posisi akan kembali ke  posisi awal. Sehingga udara pada saluran 1.2 (X) akan segera dibuang ke udara  bebas melalui saluran 3 pada katup 1S2. Akibatnya silinder akan bergerak maju  (A+) dan pintu bus akan segera menutup kembali (lihat gambar 20).

(35)

Silinder 1 A 1S1 1V5 1V6 1V4 4 2 1.4 (Y) 1.2 (X) 5 3 1 1V3 1V2 1V1 Pintu bus 2 1S1 2 1S2 1 3 1 3 Gambar 20 Menutup pintu bus dengan menggunakan katup 1S2 Apabila akan menaikkan penumpang di tengah perjalanan, maka untuk  membuka pintu bus, dilakukan oleh sopir atau kondektur bus tersebut yaitu dengan cara menekan katup 1S3. Ketika katup ditekan, maka saluran 1 terbuka, saluran 3 tertutup, udara mengalir dari saluran 1 ke saluran 2 untuk selanjutnya diteruskan ke saluran 1.2 (X) pada katup 1V4  melalui

katup 1V2 dan katup 1V3. Aliran udara ini akan mengubah arah aliran pada

katup 1V4  yaitu udara masuk dari saluran 1 ke saluran 2 menuju katup 1V6. Selanjutnya masuk ke silinder melalui saluran bagian depan. Silinder

(36)

Silinder 1 A 1S1 1V1 1S1 2 1 3 1V5 1V6 1V4 4 2 1.4 (Y) 1.2 (X) 5 3 1 1V3 1V2 1S3 2 Sopir 1 3 Gambar 21 Membuka pintu bus dengan menggunakan katup 1S3

Pada   saat   pintu   terbuka   maksimal   maka   akan   mengaktifkan   katup  1S1 sehingga udara dari kompresor akan mengalir dari saluran 1 ke saluran 2 menuju katup 1V1. Dengan terbukanya katup 1V1, maka udara dari kompresor akan masuk ke katup 1V4  melalui saluran 1.4 (Y). Akibatnya

udara dari kompresor akan mengalir dari saluran 1 ke saluran 4 menuju katup 1V5  menuju silinder bagian belakang. Maka silinder akan bergerak

(37)

Silinder 1 A 1S1 1V5 4 2 1V4 1.4 (Y) 5 3 1V6 1.2 (X) 1V3 1 1V2 1V1 2 1S1 1S3 2 Sopir 1 3 1 3 Gambar 122 Menutup pintu bus dengan menggunakan katup 1S3

Fungsi­fungsi katup 1V5  dan 1V6  adalah untuk mengatur kecepatan gerak pintu bus pada saat membuka dan menutup.

Katup 1V1 merupakan katup tunda waktu. Katup ini berfungsi untuk

memberikan selang waktu pintu bus menutup kembali setelah pintu bus  terbuka.

Sedangkan katup 1V2  dan 1V3  merupakan katup balik fungsi “ATAU” yang

(38)

jenis katup pneumatik menurut situasi dan kondisi pada saat pintu bus tersebut dioperasikan.

(39)

BAB IV ANALISA SISTEM KONTROL PNEUMATIK PADA PINTU BUS OTOMATIS Kompresor Kompresor yang dipilih adalah kompresor jenis torak dengan pertimbangan sebagai  berikut :

1. Kompresor   torak   hampir   tidak   memerlukan   perbaikan   dibandingkan dengan kompresor berputar.

2. Untuk instalasi mobil maka untuk untuk jenis torak dengan kapasitas yang   kecil   masih   menguntungkan   (kurang   dari   200   kg   per   m3  udara mampat efektif).

3. Sampai   ukuran   besar   tertentu   (kurang   dari   10   m3/menit)   merupakan mesin langkah ganda yang terbaik.

Tangki udara mampat

Ke sistem kontrol

Kompresor pneumatik

(40)

Ukuran Tangki Udara

Diket  : Kapasitas kompresor = 145 l/min

= 145.10­3  m3/min. Banyaknya kontak/h= 20 Kerugian tekanan = 0,1 bar (10 kPa) Tabung yang digunakan mempunyai volume 0,12 m3  dengan tekanan 10 bar. Maka kapasitas tabung tersebut adalah : volume tabung x tekanan absolut = 0,12 x ((10+1)/1) = 1,32 m3 Besarnya tangki penyimpanan (berdasarkan diagram): VB = 1,2 m3 (lihat lampiran 5, Diagram Volum Simpan Tangki Udara) Perhitungan Silinder Data : Diameter dalam piston : d1 = 50 mm Diameter batang piston : d2 = 25 mm Panjang langkah piston : s = 300 mm Tekanan pengukuran  : pe = 8 bar Efisiensi :  = 0,8 (asumsi)

Apabila   suhu   udara   setelah   pemampatan   adalah   40  C   (asumsi),   maka kandungan uap air jenuhnya = 51 g/m3 (lihat lampiran 3, Dew Point Curve) s 1 2 d d 1.  Gaya gerak piston (F)  p .A.η .... ………….(Volker von der Heide/Franz Josef e Gambar 24 Penampang silinder kerja ganda Hölken, 2000 : 44) Dimana : F =gaya gerak piston (N) pe = tekanan pengukuran (N/cm2) A =luas penampang piston (cm2)  = efisiensi a. Langkah Maju

(41)

F1  pe .A1 Dimana : A1 = π .d1 2 4 = 0,785 . 52 = 19,625 cm2 pe = 8 bar = 8 .10 N/cm2 F1  = (8.10) . 19,625 . 0,8 = 1256 N b. Langkah Mundur F2    pe .A2 .η Dimana : A2 = π

d12   d 22 

4 = 0,785 . (52 – 2,52) = 14,719 cm2 F2  = (8.10) . 14,719 . 0,8 = 942 N 2. Kebutuhan Udara Mampat (qv) Kebutuhan udara mampat untuk silinder kerja ganda digunakan persamaan sebagai berikut

qv   A.s.n. 

p

e  

 

p

amb .2 ………(Volker von der Heide/Franz Josef

pamb Hölken, 2000 : 46) Dimana : qv =  kebutuhan udara mapat (l/min) s =  panjang langkah piston (dm) n =  jumlah langkah tiap menit pamb     = tekanan udara luar (bar) = 1 bar qv  0,19625.3.1. 

8   1

 .2 1 q v     10 ,598 l/min 3. Kecepatan Gerak Piston  (v)

(42)

qv  v.A ……(Volker von der Heide/Franz JosefHölken, 2000 : 40) Dimana : v =   kecepatan gerak piston (m/min) a. Langkah maju v1  qv  10,598.100 A1  19,625 v1  54,003 dm/min = 5,4 m/min b.  Langkah mundur v2  qv 14,719 10,598.100 A2  v 2   72,002 dm/min = 7,2 m/min 4. Waktu yang dibutuhkan (t)

s

v

 

 

t

 ……..…(Volker von der Heide/Franz JosefHölken, 2000 : 228) Dimana : t =  waktu yang dibutuhkan

(43)

a. Langkah maju t1  s  0,3 v1 5,4 t 1   0,056 menit = 3,36 detik b. Langkah mundur t2  s  0,3 v2 7,2 2   0,042 menit = 2,52 detik Kebutuhan Komponen­Komponen Pneumatik Dalam pembuatan sistem kontrol pneumatik pada pintu bus otomatis dibutuhkan komponen­komponen pneumatik sebagai berikut : Tabel 3 Daftar kebutuhan komponen­komponen pneumatik

NO NAMA KOMPONEN JUMLAH KET.

1 Silinder kerja ganda 1 buah 2 Katup kontrol aliran satu arah 2 buah 3 Katup 5/2 untuk kontrol silinder, katup kontrol ganda 1 buah 4 Katup balik fungsi "ATAU" 2 buah 5 Katup tunda waktu 1 buah 6 Katup batas 3/2 dengan pegas pembalik 1 buah 7 Katup tombol 3/2 dengan pegas pembalik 2 buah 8 Katup tuas 3/2 dengan penahan 1 buah 9 Unit pelayanan udara 1 unit 10 Kompresor dan perlengkapannya 1 unit 11 Sambungan Tee 5 buah 12 Nipel/adaptor 37 buah 13 Peredam/silencer 7 buah 14 Selang pneumatik secukupnya

(44)

B A B V P E N U T U P A. Kesimpulan Sistem kontrol pneumatik pada pintu bus otomatis adalah suatu jenis  sistem kontrol yang digunakan untuk mengendalikan gerak pintu bus  secara otomatis dengan menggunakan jenis fluida udara mampat. Sistem  kontrol ini merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah untuk  mengatasi kekurangan­kekurangan yang ada pada pintu bus sistem manual  yang ada saat sekarang. Dengan dibuatnya sistem kontrol pneumatik ini maka akan  diperoleh beberapa keuntungan antara lain :

1. Pintu   bus   otomatis   dengan   konstruksi   yang   sederhana   karena komponen­komponen yang dibutuhkan sedikit dan murah.

2. Pintu   bus   yang   mudah   dioperasikan   karena   untuk   membuka   dan menutup pintu tersebut selain dapat dilakukan oleh sopir bus tersebut dengan cara menekan tombol katup, dapat dikontrol secara otomatis pada saat penumpang akan turun dan menginjak lantai di depan pintu bus, sehingga tidak merepotkan penumpang yang akan naik maupun turun bus tersebut karena tidak perlu membuka dan menutup pintu bus secara manual. 3. Mudah dalam hal perawatan dan pemeliharaan sistem kontrol pintu bus tersebut karena konstruksi pneumatik sederhana.

(45)

4. Memenuhi   persyaratan   keamanan   dan   keselamatan   penumpangnya karena pintu bus tertutup dengan baik sehingga kecelakaan seperti terjatuh atau terlempar dari kendaraan dapat dihindari. B.   Saran 1. Bagi dunia pendidikan : Pembuatan sistem kontrol pneumatik pada pintu bus  otomatis merupakan salah satu contoh penggunaan udara mampat.  Dengan adanya contoh ini diharapkan bagi dunia pendidikan lebih  giat lagi dalam penelitian tentang kemungkinan­kemungkinan  penggunaan udara mampat. 2. Bagi dunia usaha/industri : Agar dapat memanfaatkan sebaik mungkin teknologi­ teknologi yang ada khususnya tentang penggunaan udara mampat.  Selain itu juga bagi dunia usaha/industri diharapkan partisipasinya  dalam hal penelitian dan pengembangan teknologi yang  dilaksanakan oleh dunia pendidikan mengingat keterbatasan­ keterbatasan yang ada pada dunia pendidikan.

(46)

DAFTAR PUSTAKA H. Meixner, E. Saver, 1989, Introduction to Electro­Pneumatic, Esslingen : Festo Didactic  KG. Joseph J Sullivan, Hadi Podo, 1996, Kamus Ungkapan Inggris­Indonesia Dictionary of  Idioms and Idiomatic Expressions, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Peter Patient, Roy Pickup, Norman Powell, 1985, Pengantar Ilmu Teknik Pneumatika, Alih Bahasa  Alex Tri Kantjono Widodo, Jakarta : Gramedia. Sisjono, 1997, Sistem Kontrol Nyumatik, Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan  Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran  Guru Teknologi Bandung. ______, 1999, Pneumatik dan Hidrolik Lanjut, Bandung : Departemen Pendidikan  Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan  Penataran Guru Teknologi Bandung. ______, Petrus Uty, 2001, Dasar­dasar Teknik Otomasi, Bandung : Departemen Pendidikan  Nasional Direktorat Pendidikan Dasar dan Menegah Pusat Pengembangan Penataran  Guru Teknologi Bandung. Sugihartono, 1992, Dasar­dasar Teknik Kontrol Pneumatik, Bandung : Divisi Pengembangan  Bahan Belajar PPPG Teknologi Bandung. __________, 1995, Diagram Rangkaian Pneumatik, Bandung : Media Cetak PPPG Teknologi  Bandung. S. Wojowasito, Tito Wasito W, 1980, Kamus Lengkap Inggris­Indonesia Indonesia­ Inggris, Bandung : Penerbit Hasta. Suyanto, 2002, Kumpulan Modul Latihan Lewat Simulator Pneumatik Tingkat Dasar, Yogyakarta :Universitas Negeri Yogyakarta.

(47)

Thomas Krist, 1993, Dasar ­ dasar Pneumatik, Alih Bahasa Dines Ginting, Jakarta :Erlangga.

Tim Penulis, Pneumatik, Jakarta : Festo Didactic

Volker von der Heide, Franz­Josef Hölken, Arbeitsbuch Steuerungstechnik Metall Lehrerhandbuch, 

(48)

Lampiran 1

MECHANICAL VALVE 1

(49)

Lampiran 2

MECHANICAL VALVE 2

(50)

Lampiran 3

DEW POINT CURVE

(51)

Lampiran 4

BATAS-BATAS EKONOMIS PNEUMATIK DAN HIDROLIK

(52)

Lampiran 5

DIAGRAM VOLUM SIMPAN TANGKI UDARA

(53)

Lampiran

BATAS-BATAS EKONOMIS PNEUMATIK DAN HIDROLIK

Gambar

Gambar 1 : Kompresor torak langkah tunggal dengan silinder yang didinginkan oleh udara (Dr. Ing. Thomas Krist, Alih Bahasa Dines Ginting, 1993 : 179)
Gambar 3 : Unit Pelayanan Udara (service unit) (Catalogue, hal. 27)
Gambar 8 : Penampang pengatur aliran (Peter P, dkk. , 1985 : 43)
Gambar 9 : Silinder­ silinder pneumatik (Catalogue, hal. 43 dan 44)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Feraldi, Fikri, “Akibat Hukum Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Fungsi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral”, (Skripsi

menyelesaikan masalah-masalah. Secara umum, penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan.. dan analisis data yang dilakukan secara rasional, empiris dan sistematis

Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian buku I , PT Citra aditya Bakti, Bandung.. Soebekti, Tjitronudibio, 1992 , Kitab Undang-Undang Hukum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor produk, harga, lokasi, promosi, dan pelayanan terhadap keputusan pembelian Kentucky fried chicken pada KFC Walikota

Mengacu kepada ketentuan Pasal 71 ayat (3) dan ayat (7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam

Dalam rangka mengendalikan usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian dan gangguan terhadap masyarakat serta untuk menjaga kelestarian lingkungan

Penggalian air tanah adalah kegiatan membuat sumur gali, saluran air dan terowongan air untuk mendapatkan air tanah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis

Penulisan skripsi yang berjudul “EFEKTIVITAS POLRI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN LABUHANBATU (STUDI KASUS POLRES LABUHANBATU)”