• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SISTEM. 4.1 Analisis Situasi. a) Gambaran umum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SISTEM. 4.1 Analisis Situasi. a) Gambaran umum"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

IV.

ANALISIS SISTEM

Analisis sistem bertujuan untuk mengkaji sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi sehingga diperoleh gambaran dan pemahaman sistem secara mendalam. Pada analisis sistem dihasilkan spesifikasi sistem secara rinci yang mencakup batasan sistem (system boundary), tujuan sistem, elemen-elemen sistem dan mekanisme sistem. Analisis sistem diawali dengan melakukan analisis situasi terhadap sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi untuk mendapatkan gambaran sistem secara umum. Pada analisis sistem tercakup pula tahapan-tahapan pendekatan sistem, seperti analisis kebutuhan sistem, formulasi permasalahan dan identifikasi sistem sehingga diperoleh pemahaman sistem secara rinci. Pemahaman yang diperoleh digunakan sebagai masukan untuk menentukan indikator-indikator keberlanjutan agroindustri teri nasi serta sebagai dasar dalam membangun model konseptual dan model matematik prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi.

4.1 Analisis Situasi

a) Gambaran umum

Kabupaten Tuban, Lamongan dan Gresik merupakan salah satu wilayah strategis di bagian pesisir utara Provinsi Jawa Timur yang mempunyai peranan penting dalam menggerakkan roda perekonomian di Jawa Timur. Dalam struktur perwilayahan dan ekonomi, wilayah ini tergabung dalam satu kawasan pengembangan ekonomi yang disebut Gelangban (Gresik, Lamongan, Tuban) yang merupakan pengembangan dari Kawasan Andalan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya dan Lamongan) (Kimpraswil 2003).

Pesisir utara Kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik merupakan salah satu kawasan penghasil utama perikanan tangkap di Provinsi Jawa Timur. Potensi sektor perikanan yang menjanjikan di kawasan ini ditunjukkan dengan tingginya produksi perikanan tangkap. Jumlah produksi perikanan di kawasan ini mencapai 88.7 ribu ton pada tahun 2009, meningkat 30.72% dari tahun 2004 yang besarnya 61.48 ribu ton. Selama kurun waktu 2004 – 2009, rata-rata produksinya mencapai 72.9 ribu ton atau

(2)

21.52% dari produksi perikanan tangkap Jawa Timur yang berjumlah 338.8 ribu ton. Nilai produksi rata-rata selama kurun waktu tersebut adalah 518.67 milyar rupiah atau 21.1% dari nilai produksi tangkap Jawa Timur. Masyarakat pesisir di kawasan ini menjadikan kegiatan perikanan sebagai salah satu mata pencaharian utama. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan jumlah nelayan selama beberapa tahun terakhir. Jumlah nelayan pada tahun 2004 sekitar 53,552 orang, sementara pada tahun 2009 telah meningkat 48.7% menjadi 104,490 orang. Pada tahun 2009, usaha pengolahan perikanan tercatat sekitar 2118 unit atau 26.2% dari jumlah unit usaha di Jawa Timur. Jenis agroindustri yang paling banyak adalah agroindustri pengasapan ikan (18.4%), pengeringan dan pengasinan (17.7%), pemindangan (17.3%), kerupuk (15.3%), pengesan (15.3%) dan 18% lainnya terdiri dari usaha pengolahan tepung ikan, petis, terasi, pembekuan dan lain-lain, sedangkan jumlah agroindustri skala ekspor di kawasan ini tidak kurang dari 8 unit (Dinas Perikanan dan Kelautan 2009).

Kawasan pesisir utara Kabupaten Tuban, Lamongan dan Gresik merupakan salah satu wilayah penghasil utama chirimen di provinsi Jawa Timur dengan wilayah utama terkonsentrasi pada Kabupaten Tuban. Agroindustri teri nasi mulai tumbuh dan berkembang di kawasan ini sejak tahun 1988, yaitu dengan berdirinya PT ICS (Insan Citra Prima Sejahtera) di wilayah Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban. Seiring dengan semakin prospektifnya agroindustri teri nasi, pada tahun 1991 berdiri pula CV Mahera di Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban dan PT KSJ (Kapedi Samudera Jaya) di Jenu pada tahun 1992. Persaingan antar unit usaha semakin tinggi setelah pada tahun 1994, berdiri PT MPI (Muda Prima Insan), cikal bakal PT KML (Kelola Mina Laut), di Kecamatan Tambakboyo, Kabupaten Tuban. Permintaan pasar ekspor yang semakin tinggi menyebabkan munculnya unit usaha teri nasi di Kabupaten Tuban, yaitu PT Tonga Tiur Putra di Kecamatan Palang pada tahun 1993 dan PT Kaizindo di Kecamatan Bancar pada tahun 2000. Perkembangan unit usaha teri nasi di Kabupaten Lamongan tidak pesat seperti di Kabupaten Tuban. Sejak tahun 1992 hanya terdapat satu unit usaha, yaitu milik pengusaha lokal yang pada akhirnya diakuisisi oleh PT MPI.

Setelah sempat berjaya pada era 1995 hingga 2001, kurun waktu 2002 sampai 2010 dapat dikatakan menjadi tahun yang berat bagi agroindustri teri nasi karena

(3)

produksinya terus menurun akibat pasokan bahan baku yang semakin terbatas. Pada kurun ini, beberapa agroindustri teri nasi di Kabupaten Tuban mengalami kebangkrutan yang diindikasikan dengan penutupan pabrik pengolahan teri nasi di kawasan ini, seperti PT Tonga Tiur Putra di Palang pada tahun 2002, PT Kaizindo tahun 2004 dan PT KSJ yang beroperasi secara fakultatif. Agroindustri skala kecil jumlahnya sangat terbatas dan umumnya hanya bertahan beberapa tahun saja karena keterbatasannya dalam bersaing memperoleh bahan baku dengan agroindustri skala menengah.

Di tengah kelesuan perkembangan agroindustri teri nasi, pada tahun 2005 berdiri sebuah unit usaha teri nasi baru, yaitu PT M3 yang berlokasi di Kecamatan Bancar Kabupaten Tuban sehingga mempertinggi persaingan antar unit usaha teri nasi skala menengah yang masih bertahan di kawasan ini. Sejak 2005 sampai 2010, di Kabupaten Tuban dan Lamongan, hanya terdapat 4 unit agroindustri teri nasi skala menengah yang masih bertahan, yaitu PT MPI, PT ICS, CV Mahera dan PT M3 dan sebuah unit agroindustri skala kecil (AIK).

b) Aliran bahan baku hingga produk ekspor

Aliran bahan dimulai dari nelayan teri nasi (hulu) hingga pemasaran produk

chirimen ke luar negeri (hilir). Dalam struktur rantai pasokan teri nasi, terdapat 5

pelaku yang terlibat, yaitu nelayan teri nasi, pemasok teri nasi basah, agroindustri teri nasi skala kecil (AIK), agroindustri teri nasi skala menengah unit pengolahan (AIM UP) dan agroindustri teri nasi skala menengah (AIM). Pelaku yang terlibat dalam aliran bahan dari nelayan sampai siap ekspor ditunjukkan pada Gambar 19.

Nelayan teri nasi adalah pelaku utama dalam rantai pasokan bahan baku. Nelayan memperoleh teri nasi dari kegiatan upaya penangkapan. Hasil tangkapan akan dijual oleh nelayan melalui beberapa jalur pemasaran. Sebagian nelayan memanfaatkan jasa TPI (tempat pelelangan ikan) yang terdapat di kawasan penelitian untuk menjual hasil tangkapan. Namun, sebagian besar menjual kepada para pemasok bahan baku karena mempunyai hubungan kepercayaan yang terjalin baik selama ini.

(4)

Nelayan teri nasi Tempat Pelelangan Ikan

Pengumpul (supplier ) teri nasi basah Agroindustri teri nasi

skala kecil ( AIK)

Bahan baku teri nasi basah ( RM)

Bahan BSJ

Unit pengolahan AIM ( AIM UP ) di luar kawasan

Proses pencucian , perebusan & penjemuran

Proses sortasi, pemilahan & pengemasan

Produk chirimen ekspor Agroindustri Teri Nasi Skala Menengah ( AIM)

Ekspor Bahan BSJ jenis SDS

Bahan BSJ jenis BLS

Gambar 19 Pelaku yang terlibat dalam aliran bahan dari nelayan hingga siap ekspor

Pemasok bahan baku adalah pelaku usaha yang bersifat perorangan dan tidak mempunyai badan hukum tertentu. Pemasok pada prinsipnya adalah pelaku yang menjembatani transaksi bahan baku antara nelayan dan pihak agroindustri. Pada umumnya, pemasok telah mempunyai jalinan kejersama yang sangat baik dengan nelayan maupun agroindustri. Para pemasok mempunyai pilihan untuk menjual bahan bakunya ke beberapa kelompok usaha teri nasi, apakah AIM, AIM UP ataupun AIK. Akan tetapi, umumnya para pemasok telah mempunyai prioritas tertentu kepada pihak mana teri nasi tersebut akan didistribusikan. Unsur kepercayaan yang terjalin selama ini adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi pola distribusi teri nasi dari pemasok ke agroindustri.

Agroindustri, baik AIM maupun AIK, memperoleh bahan baku dari para pemasok dan transaksi lelang di TPI. Realitas yang terjadi selama ini, bahwa mekanisme lelang tersebut tidaklah murni, akan tetapi telah terjadi kesepakatan sebelumnya karena harga yang berlaku merujuk kepada harga yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pihak agroindustri. AIM UP pada dasarnya adalah unit pengolahan AIM. AIM UP berada di bawah kendali AIM dan keduanya merupakan kesatuan entitas bisnis yang sama.

Dalam mekanisme transaksi, harga yang berlaku adalah harga penawaran yang diberikan oleh AIM yang umumnya disepakati oleh para pemasok maupun nelayan teri nasi. Kondisi ini terjadi karena masing-masing pelaku mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi. Pemasok maupun nelayan seakan mengetahui kondisi yang dihadapi agroindustri, begitu pula sebaliknya. Kepercayaan yang selama ini terjalin menyebabkan fluktuasi harga teri nasi basah sangat rendah.

(5)

Selain bahan baku RM, AIM juga melakukan outsourcing bahan semi jadi (BSJ). Jika agroindustri hanya mengandalkan bahan baku RM saja, maka tidak akan mencukupi sehingga agroindustri akan terus merugi. Kapasitas terpasang agroindustri teri nasi saat ini sekitar 22 ton bahan baku teri nasi segar per hari, sedangkan tingkat utilisasi kapasitasnya hanya sekitar 20 – 25%. Hal inilah yang menyebabkan mengapa agroindustri harus melakukan outsourcing. Kontinuitas pengadaan bahan baku segar maupun outsourcing dapat tercapai apabila agroindustri mempunyai jalinan kerjasama (partnership) yang baik dengan para pemasok BSJ.

Bahan BSJ yang digunakan oleh AIM terdiri dari dua jenis, yaitu jenis BLS (belum sortasi) dan jenis SDS (sudah sortasi). BSJ jenis BLS adalah bahan chirimen yang belum disortasi dan belum dilakukan pemilahan. Bahan ini dihasilkan oleh AIM UP. BSJ jenis SDS adalah produk yang dihasilkan oleh AIK yang belum melalui proses pemilahan. Kedua jenis BSJ akan diproses lebih lanjut oleh AIM menjadi chirimen kualitas ekspor. Outsourcing dilakukan oleh AIM terhadap bahan BSJ jenis SDS.

Bahan baku yang telah diperoleh oleh AIM akan diproses menjadi produk kualitas ekspor. Selain berperan sebagai pengolah, AIM sekaligus berperan sebagai eksportir. AIM telah mempunyai hubungan yang terjalin baik dengan para buyer di luar negeri. Transaksi penjualan terjadi antara kedua belah pihak setelah terjadi negoisasi mengenai masalah jumlah (quantity), spesifikasi mutu (quality), harga jual produk (price) dan masa kontrak (time). Harga produk ekspor adalah harga CIF (cost, insurance and freight) yaitu harga di mana eksportir menanggung biaya pengiriman dan asuransi sampai pelabuhan tujuan.

Saat ini, negara utama tujuan ekspor adalah Jepang. Teri nasi digunakan sebagai makanan tradisional masyarakat Jepang. Secara umum, pasar ekspor produk teri nasi masih sangat besar. Walaupun Indonesia mengalami persaingan ketat dengan negara pengekspor produk teri lainnya, seperti Cina, akan tetapi peluang pasar Indonesia diperkirakan masih sangat potensial. Hal ini disebabkan kualitas produk teri nasi Indonesia cukup baik, sehingga teri nasi Indonesia menjadi prioritas utama di Jepang di bandingkan dari negara lain. Pelaku agroindustri menyatakan bahwa pasar ekspor teri nasi sangat besar dan hampir tak terbatas. Keterbatasan

(6)

justru terdapat pada penyediaan bahan baku teri nasi akibat keterbatasan sumber daya teri nasi di Indonesia.

4.2 Analisis Kebutuhan Sistem

Model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi yang dikembangkan harus bersifat operasional dan mampu memenuhi kebutuhan pelaku utama yang terlibat. Oleh karena itu, identifikasi pelaku dan kebutuhan masing-masing pihak perlu dilakukan. Analisis kebutuhan merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi kebutuhan setiap pelaku di dalam sistem yang dianalisis. Pelaku yang terlibat dalam rantai distribusi teri nasi dari hulu (nelayan) sampai pemasaran produk ekspor (hilir), yaitu nelayan, pemasok bahan baku RM, AIM, unit pengolahan AIM, dan AIK.

Pelaku yang paling penting dalam rantai distribusi bahan baku agroindustri teri nasi adalah nelayan teri nasi. Sebagai pelaku usaha yang berada di hulu, keberadaan nelayan adalah mutlak bagi kelangsungan usaha yang lebih hilir lainnya. Pelaku lain, baik agroindustri maupun pemasok sifatnya memanfaatkan hasil tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan.

AIM dan AIK merupakan pasar industri bagi nelayan teri nasi. Keberadaan agroindustri memberikan jaminan pasar bagi nelayan. Semakin baik kondisi agroindustri, maka dampak yang semakin menguntungkan akan banyak dirasakan oleh nelayan, misalnya perbaikan harga jual teri nasi basah (RM) sehingga pendapatan nelayan akan meningkat.

Unit pengolahan AIM merupakan bagian dari AIM yang berada dilokasi-lokasi dekat sumber bahan baku. Keberadaan unit ini sangat tergantung dengan kondisi AIM. Apabila AIM mempunyai kemampuan modal yang kuat, sangat terbuka kemungkinannya untuk membuka unit pengolahan baru, demikian pula sebaliknya apabila kondisinya tidak menguntungkan dapat menutup unit pengolahan yang ada.

AIK sebenarnya merupakan pesaing bagi AIM dalam memanfaatkan bahan baku teri nasi dari nelayan. Pada lokasi sumber bahan baku yang tidak terjangkau oleh AIM maupun unit pengolahan AIM, AIK akan cenderung tumbuh dilokasi tersebut. AIK menghasilkan produk yang dijual kepada agroindustri. Produk yang

(7)

dihasilkan menjadi BSJ bagi AIM untuk diproses lebih lanjut menjadi produk ekspor. AIK yang berada di luar kawasan dapat disebut sebagai pemasok BSJ karena fungsinya adalah sebagai pemasok bahan BSJ bagi AIM. Tanpa keberadaan pemasok BSJ suplai bahan baku AIM akan mengalami penurunan.

Sementara itu, pemasok RM lebih bersifat menjembatani transaksi bahan baku antara pihak agroindustri dengan nelayan. Keberadaan pemasok menjadi tidak begitu mutlak apabila diasumsikan agroindustri mempunyai kemampuan modal yang kuat untuk melakukan transaksi secara tunai dan dapat mengkoordinasikan nelayan teri nasi melalui divisi pengadaannya.

Pelaku lain yang berperan penting dalam keberlanjutan agroindustri teri nasi adalah pemerintah. Hal ini disebabkan karena pemerintah mempunyai kewenangan dalam mengelola sumber daya teri nasi. Tingkat penangkapan teri nasi yang berlebihan dan terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan sumber daya ini terkuras. Apabila hal ini terjadi, maka usaha penangkapan maupun agroindustri tidak akan berkelanjutan.

Model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi yang dikembangkan hanya melibatkan beberapa pelaku utama yang keberadaannya dipandang sangat dibutuhkan bagi keberlanjutan agroindustri teri nasi. Model secara khusus tidak membahas tentang keberlanjutan dari masing-masing pelaku yang terlibat dalam rantai distribusi bahan baku. Berdasarkan hal tersebut, pelaku utama yang terlibat dalam keberlanjutan agroindustri teri nasi adalah nelayan, AIM, unit pengolahan AIM, AIK dan pemerintah.

Pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis kebutuhan sistem adalah metode bottom up, di mana keberlanjutan agroindustri teri nasi dimulai dengan menganalisis kebutuhan pihak-pihak utama yang terlibat secara langsung dalam sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi melalui wawancara dan observasi lapang. Kebutuhan pelaku utama dalam sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi ditunjukkan pada Tabel 4.

(8)

Tabel 4 Kebutuhan pelaku utama dalam sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi

Pelaku Kebutuhan

1. Agroindustri teri nasi skala menengah (AIM)

- Adanya kontinuitas bahan baku teri nasi - Mutu bahan baku teri nasi yang tinggi

- Meningkatnya volume bahan baku RM dari kawasan

- Mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi - Hubungan yang baik dengan nelayan dan

pemasok bahan baku RM

- Mempunyai efisiensi produksi yang tinggi - Mempunyai SDM yang terampil

- Adanya pinjaman lunak atau bagi hasil - Tidak ada keluhan limbah industri - Harga bahan baku RM yang rasional 2. Agroindustri teri nasi

skala kecil (AIK)

- Harga produk yang relatif tinggi

- Adanya hubungan baik dengan nelayan dan AIM

- Adanya kontinuitas bahan baku teri nasi - Mutu bahan baku teri nasi yang tinggi

- Meningkatnya volume bahan baku RM dari kawasan

- Bantuan kredit lunak dari lembaga perbankan 3. Nelayan teri nasi - Hasil tangkapan meningkat

- Harga jual teri nasi yang tinggi

- Hubungan yang baik dengan supplier bahan baku RM maupun agroindustri

- Harga solar yang terjangkau

4. Pemasok bahan BSJ - Kontinuitas bahan baku dari nelayan - Terjaminnya pasar

- Harga jual produk yang rasional dan proporsional

- Hubungan yang baik dengan nelayan dan agroindustri

5. Pemerintah - Peningkatan pendapatan nelayan teri nasi - Kelestarian sumber daya teri nasi

- Lapangan kerja bertambah

- Peningkatan penyerapan tenaga kerja

- Meningkatnya kontribusi pendapatan dari agroindustri teri nasi

(9)

4.3 Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan adalah pernyataan mengenai kesenjangan antara pemenuhan kebutuhan pelaku sistem berdasarkan analisis kebutuhan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi, permasalahan yang dihadapi dapat diformulasikan sebagai berikut:

a. Agroindustri teri nasi mengalami keterbatasan pasokan bahan baku teri nasi basah (raw material) dari kawasan sekitar. Agroindustri belum mampu untuk menduga potensi sumber daya ikan teri nasi di kawasan ini. Apabila kondisi ini dibiarkan, maka dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara kebutuhan bahan baku agroindustri dan potensi sumber daya ikan teri nasi.

b. Agroindustri seringkali menghadapi masalah ketidaksesuaian mutu bahan baku, rendemen produk dan harga bahan baku akibat lemahnya kualitas SDM. Kondisi ini mengakibatkan agroindustri sering menghadapi resiko kerugian.

c. Dengan semakin rendahya tingkat keuntungan yang diperoleh oleh AIM maupun pemasok BSJ, maka jalinan kerjasama (partnership) antara keduanya menjadi lemah. Bagi pihak AIM, hal ini berpotensi menurunkan volume pasokan bahan baku, sementara bagi pemasok dapat mengakibatkan ketidakberlanjutan usahanya.

d. Untuk meningkatkan keuntungannya, saat ini agroindustri belum mempunyai alternatif kebijakan yang tepat selain terfokus pada upaya untuk memaksimalkan volume bahan baku. Agroindustri belum dapat melaksanakan alternatif lain karena setiap alternatif memiliki konsekuensi biaya. Dengan kondisi keuangan yang saat ini tidak begitu baik, agroindustri tidak mempunyai keberanian untuk mengambil resiko kehilangan biaya tanpa ada jaminan keberhasilan

e. Agroindustri belum mempunyai instrumen untuk menilai keberlanjutannya pada masa mendatang secara komprehensif. Agroindustri belum mempunyai ukuran untuk menilai aspek mana saja yang perlu untuk diperbaiki dan bagaimana cara perbaikan yang paling tepat agar kinerja agroindustri dapat meningkat secara signifikan. Hal ini menyebabkan keadaan agroindustri teri nasi selama beberapa tahun terakhir ini terlihat tidak begitu menggembirakan.

(10)

Model prediksi keberlanjutan yang dirancang dimaksudkan agar dapat membantu agroindustri teri nasi mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dengan adanya model ini diharapkan agroindustri dapat mengetahui aspek apa saja yang seharusnya diperbaiki dan perlu mendapatkan kebijakan yang tepat sehingga keberlanjutannya pada masa mendatang dapat ditingkatkan.

4.4 Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem adalah tahapan yang bertujuan mengenali sistem, menetapkan batasannya, menganalisis perilaku sistem dan hubungan antar pelaku sistem dan komponen lainnya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Identifikasi sistem juga bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi dalam bentuk diagram. Diagram yang digunakan adalah diagram kausal (causal loop diagram) yang kemudian diterjemahkan dalam bentuk diagram input-output. Diagram kausal merupakan penggambaran sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi serta berbagai komponennya yang terkait, berikut interaksinya yang menjelaskan perilaku hubungan sebab akibat antar komponen sistem dalam mencapai tujuan. Diagram kausal sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi secara makro disajikan pada Gambar 20. Diagram kausal batasan model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi secara makro terdiri dari keterkaitan dimensi sumber daya, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi lingkungan.

Pola hubungan yang terjadi antara dimensi dengan pencapaian keberlanjutan agroindustri teri nasi adalah hubungan positif. Artinya, apabila keberlanjutan pada dimensi sumber daya, ekonomi, sosial, teknologi dan lingkungan meningkat, maka peningkatan tersebut akan berdampak terhadap peningkatan keberlanjutan agroindustri teri nasi.

Keberlanjutan sumber daya akan tercapai apabila terdapat kesinambungan bahan bahan baku baik dari segi jumlah maupun mutu bahan baku. Kesinambungan akan tercapai apabila sumber daya teri nasi dari yang berasal dari dalam kawasan (wilayah pesisir Kabupaten Tuban, Lamongan dan Gresik) maupun luar kawasan mencukupi.

(11)

Keberlanjutan ekonomi akan tercapai apabila agroindustri memperoleh keuntungan (profit) dari proses produksinya. Volume produk yang dihasilkan dipengaruhi oleh pasokan bahan baku. Apabila pasokan bahan baku menurun, maka volume produksi juga menurun, sebaliknya apabila pasokan bahan baku meningkat volume produksinya juga akan meningkat. Peningkatan harga jual produk ekspor berpengaruh terhadap peningkatan keuntungan agroindustri. Apabila pasokan bahan baku semakin rendah, maka beban biaya produksi yang ditanggung oleh agroindustri akan semakin besar sehingga dapat mengakibatkan kerugian, demikian juga sebaliknya. Semakin tinggi keuntungan yang diperoleh agroindustri, keberlanjutan pada dimensi ekonomi akan semakin besar.

Hasil tangkapan dari kawasan

Bahan baku

luar kawasan + Kesinambungan jumlah &mutu bahan baku

Volume produksi agroindustri

Produk ekspor

Keuntungan agroindustri

Jumlah & pendapatan tenaga kerja agroindustri

Penjualan Produk Ketrampilan SDM Keberlanjutan sosial Efisiensi & diferensiasi produk + Keberlanjutan teknologi Keberlanjutan ekonomi + + + + + Limbah agroindustri Pengolahan limbah agroindustri Keberlanjutan Lingkungan Keberlanjutan agroindustri teri nasi

+ + + + + + Keberlanjutan Sumberdaya + + + + + + + + + + + Investasi SDM + Pendapatan nelayan Hasil tangkapan dari kawasan Biaya penangkapan + + -+ -K eterangan : R elasi peningkatan : : R elasi pengurangan

Gambar 20 Diagram kausal sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi secara makro

Keberlanjutan sosial akan tercapai apabila karyawan agroindustri dan nelayan memperoleh pendapatan yang layak dan agroindustri memperoleh SDM dengan tingkat ketrampilan yang memadai. Pendapatan karyawan akan meningkat seiring

(12)

dengan peningkatan keuntungan agroindustri, sedangkan pendapatan nelayan akan meningkat apabila harga teri nasi meningkat. Peningkatan keuntungan agroindustri pada akhirnya meningkatkan ketersediaan dana bagi investasi SDM sehingga ketrampilannya meningkat.

Keberlanjutan teknologi akan tercapai apabila proses produksi dapat dilakukan secara efisien dan mampu melakukan diferensiasi sehingga dapat menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi. Tingkat efisiensi produksi dipengaruhi oleh ketrampilan SDM. Apabila ketrampilannya meningkat, maka proses produksi akan lebih efisien, sedangkan diferensiasi produk merupakan upaya untuk meningkatkan keuntungan agroindustri dengan teknologi yang dimiliki saat ini yang mana jumlah diferensiasinya ditentukan oleh kebijakan agroindustri.

Keberlanjutan lingkungan akan tercapai apabila agroindustri melakukan pengelolaan limbah hasil produksi sehingga pencemaran lingkungan dapat dihindari. Pengelolaan limbah akan berlangsung baik apabila agroindustri mempunyai sarana pengelolaan limbah yang memadai dan didukung dengan adanya kesadaran SDM akan peran penting lingkungan. Sarana pengelolaan limbah dan kesadaran SDM akan semakin baik seiring dengan peningkatan keuntungan agroindustri.

Selanjutnya, model prediksi keberlanjutan dibangun dengan cara mengakomodasikan berbagai komponen sistem yang terkait. Hubungan antar komponen sistem, input maupun output dalam model dinyatakan dalam diagram

input-output (Gambar 21). Diagram input-ouput menggambarkan proses transformasi

masukan model menjadi keluaran model. Model menggunakan dua jenis masukan, yaitu masukan dari luar sistem dan masukan dari dalam sistem. Masukan dari luar sistem merupakan masukan lingkungan, yaitu peubah eksogenous yang dapat mempengaruhi sistem (Eriyatno 1999). Apabila lingkungan sistem sesuai dengan kebutuhan sistem, maka akan mempunyai peran penting dalam meningkatkan kinerja model dalam mewujudkan keberlanjutan agroindustri teri nasi.

Masukan yang berasal dari dalam sistem (endogenous), terdiri dari masukan terkendali dan masukan tidak terkendali. Masukan terkendali merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem yang berpengaruh dalam menentukan perilaku sistem yang dikehendaki dan dapat ditetapkan di dalam perancangan sistem. Masukan terkendali dapat digunakan sarana perekayasaan model dapat mencapai tujuan atau

(13)

keluaran yang dikehendaki dengan cara meningkatkan penyediaan bahan baku kawasan dan BSJ, menghemat biaya produksi, memberikan insentif pajak, meningkatkan ketrampilan SDM, meningkatkan diferensiasi produk dan gaji karyawan serta menghemat air untuk proses produksi.

Model Prediksi Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi

Manajemen Pengendalian Masukan Tak Terkendali:

- Sumber daya teri nasi - Nilai tukar rupiah - Tingkat inflasi - Harga produk ekspor

Masukan Terkendali: - Penyediaan bahan baku kawasan - Peningkatan volume BSJ - Penghematan biaya - Insentif pajak

- Peningkatan ketrampilan SDM - Peningkatan diferensiasi produk - Penghematan air

- Peningkatan gaji karyawan

Input Lingkungan: - Kebijakan pemerintah - Iklim usaha

- Perubahan iklim global

-Keluaran Tidak Dikehendaki: Peningkatan biaya pengelolaan limbah Pengurangan kapasitas agroindustri Potensi konflik antar nelayan -Keluaran Dikehendaki: Keberlanjutan sumber daya Keberlanjutan ekonomi

Keberlanjutan lingkungan Keberlanjutan sosial Keberlanjutan teknologi

Gambar 21 Diagram input-output model prediksi keberlanjutan agroindustri teri nasi

Sementara itu, masukan tak terkendali adalah masukan yang secara langsung mempengaruhi keluaran model namun tidak dapat dikendalikan sepenuhnya dalam mengubah perilaku sistem. Yang termasuk ke dalam masukan tak terkendali adalah sumber daya ikan teri nasi, nilai tukar rupiah, inflasi dan harga produk ekspor.

Keluaran sistem terdiri dari dua, yaitu keluaran yang dikehendaki dan keluaran yang tidak dikehendaki. Keluaran yang dikehendaki diperoleh dari pemenuhan kebutuhan yang ditentukan pada saat identifikasi kebutuhan komponen sistem. Dalam hal ini keluaran yang dikehendaki adalah meningkatnya indikator-indikator keberlanjutan pada setiap dimensi sehingga akan tercapai keberlanjutan pada setiap dimensinya, yaitu dimensi sumber daya, ekonomi, sosial, teknologi dan lingkungan. Keluaran yang tidak dikehendaki merupakan dampak yang ditimbulkan

(14)

akibat berjalannya sistem yang telah dirancang. Jika model menghasilkan keluaran yang tidak dikehendaki, maka manajemen pengendalian akan memberi umpan balik untuk dilakukan penyesuaian pada masukan terkendali sehingga sistem dapat berjalan lebih efektif dalam dalam mencapai keluaran yang dikehendaki

4.5 Indikator Keberlanjutan

Kompleksitas yang terdapat dalam sistem keberlanjutan agroindustri teri nasi memerlukan pengkajian yang mendalam khususnya dalam menetapkan indikator keberlanjutan yang sesuai, sederhana, mudah diukur dan dapat mewakili sistem secara keseluruhan. Berdasarkan survey lapang dan wawancara mendalam dengan narasumber ahli melalui brainstorming dan expert meeting serta didukung oleh pengamatan lapang dan hasil pengkajian pustaka yang mendalam, indikator keberlanjutan yang relevan dapat ditentukan. Dari proses tersebut dihasilkan 21 jenis indikator yang terbagi ke dalam 5 dimensi, yaitu dimensi sumber daya (4), dimensi ekonomi (6), dimensi lingkungan (3), dimensi teknologi (3) dan dimensi sosial (5). Ilustrasi proses untuk mendapatkan indikator keberlanjutan maupun kategorinya ditunjukkan pada Gambar 22, sedangkan jenis indikator keberlanjutan agroindustri teri nasi ditunjukkan pada Tabel 5.

Pendapat Ahli

(Brainstorming/Expert Meeting)

Kajian Pustaka Kondisi Agroindustri

Teri Nasi

Pendapat Ahli

(Brainstorming/Expert Meeting) Katagori Nilai Indikator

Keberlanjutan

Indikator Keberlanjutan Agroindustri Teri Nasi

(15)

Tabel 5 Indikator keberlanjutan agroindustri teri nasi

Indikator keberlanjutan I. Dimensi Sumber Daya :

1. Kecukupan bahan baku (KBB)

2. Kontinuitas bahan baku (KTBB)

3. Tingkat penyediaan bahan baku kawasan (PBBK)

4. Mutu bahan baku (MBB)

II. Dimensi Ekonomi :

5. Profit margin agroindustri (PM)

6. Net profit per unit usaha (NP)

7. Target penjualan (TP)

8. Jumlah unit usaha teri nasi (JU)

9. Kontribusi ekonomi agroindustri (KEK)

10. Mutu produk (MTP)

III. Dimensi Sosial :

11 Ketrampilan sumber daya manusia (KSDM)

12 Penyerapan tenaga kerja (PTK)

13 Pendapatan tenaga kerja agroindustri (PDTK)

14 Partnership agroindustri (PSHIP)

15 Pendapatan nelayan teri nasi (PDTN)

IV. Dimensi Teknologi :

16 Diferensiasi produk (DP)

17 Tingkat kecacatan produk (TKP)

18 Kesesuaian jenis teknologi (KT)

V. Dimensi Lingkungan :

19 Potensi volume limbah cair (VLC)

20 Pengelolaan limbah (PL)

21 Efisiensi penggunaan air (PA)

a) Dimensi sumber daya

Tercapainya keberlanjutan pada dimensi sumber daya bertujuan agar sumber daya bahan baku agroindustri teri nasi dapat tersedia secara terus-menerus dengan mutu yang cukup baik. Bahan baku merupakan salah satu aspek penting dalam keberlanjutan agroindustri (Kulkarni 2005; Robert et al. 2005). Sebagai salah satu sumber daya perikanan tangkap, potensi sumber daya teri nasi sangat dinamis karena sifat sumber dayanya yang open acces, bermigrasi dan relatif sulit dikelola sebagaimana sumber daya yang dapat dibudidayakan (Sparee dan Venema 1999). Tingkat eksploitasi yang berlebihan dapat menyebabkan sumber daya mengalami

(16)

degradasi stok dan over fishing dan apabila hal tersebut terjadi maka ancaman pasokan bahan baku agroindustri akan terancam (Yew dan Heaps 1996; Seijo et al. 1998, Murillas dan Chamorro 2006, Hilborn 2007).

Agroindustri yang berbasis perikanan tangkap harus mempertimbangkan secara cermat kesinambungan pasokan bahan bakunya. Perkembangan agroindustri teri nasi, baik jumlah unit usaha atau kapasitasnya, yang tidak mempertimbangkan daya dukung sumber daya teri nasi akan berujung pada kelangkaan bahan baku (Fauzi dan Anna 2002). Penyediaan bahan baku kawasan muncul sebagai indikator untuk mengukur daya dukung sumber daya teri nasi dari kawasan terhadap kebutuhan bahan baku agroindustri. Indikator ini dapat mengindikasikan apakah suatu kawasan atau lokasi masih dapat memberikan pasokan bahan baku teri nasi yang mencukupi bagi keberlangsungan agroindustri teri nasi.

Karakteristik agroindustri yang berbasis komoditas perikanan tangkap adalah tidak selalu mengandalkan pasokan bahan bakunya dari kawasan sekitar. Faktor sumber daya teri nasi yang bersifat musiman dan tidak pasti memaksa agroindustri mengembangkan kerjasama dengan pelaku lainnya atau membuka unit pengolahan di kawasan lainnya Pontecorvo dan Schrank (2001). Hal ini dilakukan agar pasokan bahan baku sesuai dengan kapasitas yang tersedia. Indikator kecukupan bahan baku digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan kapasitas agroindustri teri nasi. Indikator ini mencerminkan apakah agroindustri dapat berproduksi pada tingkat yang diharapkan.

Selain volume pasokan bahan baku, pertimbangan penting lainnya adalah kontinuitas atau kesinambungan bahan baku teri nasi. Faktor ini berhubungan dengan sifat musiman perikanan tangkap. Menurut Tambani (2008) hampir semua jenis ikan tidak ditangkap sepanjang tahun disuatu daerah. Musim ikan dipengaruhi oleh iklim, seperti ombak, angin, arus, hujan dan siklus hidup ikan. Komoditas perikanan tangkap yang mempunyai panjang musiman yang singkat menyebabkan fluktuasi volume dan resiko kekurangan bahan baku semakin tinggi. Akibatnya, agroindustri harus mempunyai kemampuan untuk memperluas jaringan usahanya ke kawasan lainnya. Untuk mengukur gejala ini dan potensi kesinambungan pasokan bahan baku agroindustri, maka muncul indikator kontinuitas bahan baku.

(17)

Kualitas hasil tangkapan teri nasi sangat menentukan mutu produk yang dihasilkan agroindustri. Mutu hasil perikanan tangkap tidak selalu tetap tetapi berubah-ubah tergantung iklim (Tambani 2008; Pontecorvo dan Schrank 2001). Kompleksitas mutu bahan baku teri terjadi karena selain dipengaruhi oleh iklim juga dipengaruhi oleh penanganan teri nasi pada saat penangkapan dan setelah penangkapan. Indikator mutu bahan baku muncul untuk menilai mutu bahan baku teri nasi yang diperoleh oleh agroindustri. Indikator ini sangat penting karena dapat mengindikasikan apakah mutu bahan baku teri nasi saat ini sesuai dengan kriteria yang diharapkan oleh agroindustri teri nasi.

b) Dimensi ekonomi

Terwujudnya keberlanjutan pada dimensi ekonomi bertujuan agar agroindustri teri nasi agar dapat menjalankan fungsi bisnisnya secara menguntungkan dan dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan kawasan dalam jangka panjang. Hasil diskusi dengan narasumber ahli diperoleh bahwa indikator keberlanjutan pada dimensi ekonomi paling tidak harus mampu mencerminkan profitabilitas industri, produktivitas dan kualitas produk serta kontribusi ekonominya terhadap kawasan.

Tingkat profitabilitas agroindustri teri nasi menjadi tolak ukur penting karena dapat mengukur kinerja ekonomi agroindustri sehingga dapat menggambarkan pertumbuhan, perkembangan atau keberlangsungan agroindustri. Hasil ini dikuatkan oleh beberapa kajian di mana aspek finansial menjadi salah satu indikator dalam pengukuran keberlanjutan ekonomi industri (Hidayatno et al. 2011; Ometto et al. 2007; Glavic dan Krajnc 2003). Indikator yang muncul untuk menilai profitabilitas agroindustri teri nasi adalah profit margin, net profit per unit usaha dan pencapaian target penjualan.

Indikator profit margin digunakan untuk menilai tingkat efisiensi biaya agroindustri teri nasi dalam proses produksi, apakah agroindustri berproduksi secara

low cost atau high cost. Nilai indikator ini mencerminkan kemampuan agroindustri

untuk bertahan dan menjalankan operasinya secara lancar apabila terjadi perubahan terhadap komponen biaya produksi. Semakin kecil nilai profit margin, semakin rendah kemampuan agroindustri untuk bertahan dalam situasi sulit (Adeyemo et al. 2010; Rangkuti 2005).

(18)

Keuntungan bersih (net profit) per unit usaha adalah indikator yang selain dapat mencerminkan tingkat pencapaian keuntungan agroindustri juga menggambarkan sebagian kinerja agroindustri (Hidayatno et al. 2011; Adeyemo et

al. 2010). Net profit menjadi indikator tersendiri karena dipandang mampu

menjelaskan dan mewakili tingkat pencapaian indikator lain dalam sistem keberlanjutan teri nasi. Hasil diskusi dengan narasumber ahli diperoleh bahwa agroindustri teri nasi menjadikan nilai net profit sebagai tolok ukur untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti penanganan bahan baku, partnership, maupun pengelolaan limbah.

Pencapaian target penjualan merupakan indikator yang menunjukkan realisasi nilai penjualan produk ekspor dibandingkan target keuntungan yang ditetapkan (Rangkuti 2005). Indikator ini dapat menunjukkan perkembangan aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan profitabilitas agroindustri. Perspektif baru yang terjadi pada agroindustri teri nasi yaitu pencapaian target penjualan yang tidak semata-mata didasarkan atas volume produk ekspor, akan tetapi kepada segala kegiatan yang bernilai (value) yang mampu memberikan kontribusi bagi pencapaian target penjualan. Perubahan perspektif tersebut dipicu oleh kondisi saat ini yang dialami agroindustri yaitu terjadinya keterbatasan pasokan bahan baku. Dengan menggunakan perspektif ini, nilai indikator target penjualan dinilai lebih mewakili karena mencakup nilai penjualan, kontribusi biaya termasuk beban pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa pihak agroindustri teri nasi mulai membuka peluang untuk melakukan inovasi yang bermuara pada peningkatan keuntungan (profit).

Agroindustri teri nasi seringkali menghadapi resiko penurunan mutu bahan baku teri nasi akibat kharakterisitik teri nasi yang mudah mengalami kerusakan (perishable). Aplikasi sistem cold chain system dalam teknik penanganan bahan baku yang kurang optimal menyebabkan mutu produk ekspor kurang sesuai dengan harapan. Kendala kualitas SDM juga menyebabkan produktivitas agroindustri belum dapat ditingkatkan. Hal tersebut menyebabkan mutu produk belum sesuai dengan harapan agroindustri. Padahal, sebagai perusahaan yang berorientasi ekspor, agroindustri teri nasi dituntut untuk dapat menjaga mutu produknya agar mempunyai daya saing yang kuat di pasar ekspor dibandingkan produk serupa dari negara lain. Indikator mutu produk dapat dijadikan ukuran untuk menunjukkan tingkat kinerja

(19)

agroindustri teri nasi. Mutu produk yang semakin baik mengindikasikan bahwa kinerja agroindustri juga semakin baik dan hal tersebut berdampak pada peningkatan keunggulan kompetitif agroindustri teri nasi (Yaghoubi dan Banihashemi 2010).

Kontribusi ekonomi industri adalah manfaat ekonomi yang dapat diberikan oleh agroindustri terhadap masyarakat atau kawasan sekitarnya (Cryan 2004). Kontribusi agroindustri teri nasi terhadap kawasan dicerminkan oleh 2 indikator, yaitu jumlah unit usaha dan kontribusi ekonomi agroindustri. Indikator jumlah unit usaha pengolahan teri nasi mencerminkan perkembangan dan pertumbuhan agroindustri. Dari sisi pemerintah, terjadinya pertumbuhan mengindikasikan bahwa kinerja agroindustri teri nasi secara keseluruhan termasuk ke dalam kategori baik dan dapat dikembangkan. Adanya peningkatan jumlah unit usaha akan menggerakkan perekonomian di kawasan sekitar. Kontribusi ekonomi agroindustri adalah indikator yang mencerminkan manfaat keberadaan agroindustri terhadap ekonomi kawasan. Nilai indikator ini diukur dengan nilai kontribusi pajak agroindustri. Semakin tinggi nilai kontribusi pajak, semakin tinggi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar. c) Dimensi sosial

Indikator pada dimensi sosial bertujuan untuk mengukur manfaat sosial yang ditimbulkan karena keberadaan agroindustri teri nasi di kawasan tersebut. Menurut pendapat narasumber ahli, indikator dimensi sosial mencakup manfaat langsung yang dapat diterima oleh tenaga kerja agroindustri, nelayan, masyarakat serta manfaat yang diterima oleh agroindustri akibat kegiatan kerjasama dengan pihak lain. Manfaat yang diterima langsung oleh tenaga kerja direpresentasikan dengan indikator tingkat ketrampilan dan pendapatan tenaga kerja, sedangkan yang diterima oleh nelayan dengan indikator pendapatan nelayan. Sementara itu, manfaat yang diterima oleh masyarakat sekitar adalah ketersediaan lapangan kerja yang dicerminkan dengan indikator tingkat penyerapan tenaga kerja. Manfaat yang diterima oleh agroindustri dari kerjasama dengan pihak lain direpresentasikan dengan indikator partnership.

Ketrampilan tenaga kerja agroindustri (SDM) muncul sebagai indikator penting pada dimensi sosial disebabkan indikator ini mempunyai pengaruh nyata terhadap kinerja industri (Asthon et al 2008; Defra 2006; Andrew 1999). Dengan

(20)

karakteristiknya yang banyak bertumpu kepada tenaga kerja manusia, terjadinya peningkatan ketrampilan SDM tentunya akan berdampak terhadap peningkatan kinerja pada dimensi lainnya secara nyata. Dari sisi tenaga kerja, pada dasarnya, ketrampilan adalah keahlian yang diperoleh oleh tenaga kerja yang bekerja pada suatu industri. Keahlian tersebut merupakan modal bagi tenaga kerja karena dengan bekal tersebut timbul prestasi dan penghargaan kerja (Bhattacharya dan Gibson 2005; Brink dan Woerd 2004).

Pendapatan tenaga kerja dan nelayan adalah indikator-indikator yang mencerminkan tingkat kesejahteraan yang berimplikasi kepada loyalitas terhadap agroindustri. Pendapatan nelayan akan berdampak terhadap kegiatan upaya penangkapan (Seijo et al. 1998). Semakin rendah pendapatan nelayan, maka upaya tangkap akan semakin menurun sehingga pasokan bahan baku bagi agroindustri juga mengalami penurunan. Sementara itu, pendapatan tenaga kerja diharapkan dapat meningkatkan loyalitas karyawan sehingga dapat bertahan dan bekerja pada agroindustri teri nasi. Apabila pendapatan tenaga kerja terlalu rendah, potensi tenaga kerja untuk berpindah pada industri lain akan semakin besar (Abdullah et al. 2009).

Penyerapan tenaga kerja adalah indikator yang mencerminkan tingkat penggunaan tenaga kerja agroindustri teri nasi. Nilai indikator ini mencerminkan manfaat sosial bagi masyarakat sekitar kawasan, yaitu potensi lapangan kerja yang mampu disediakan oleh agroindustri teri nasi (Brink dan Woerd 2004; Glavicv dan Krajn 2003).

Partnership diartikan sebagai hubungan kerjasama antara industri dengan

pelaku atau stakeholder lainnya untuk melakukan suatu kegiatan yang telah disepakati bersama (Defra 2006). Partnership menjadi kebutuhan bagi agroindustri yang berbasis komoditas perikanan tangkap karena hasil tangkapan yang bersifat musiman (Setthasakko 2007) Agroindustri teri melakukan partnership dengan pelaku agroindustri teri nasi lainnya dari luar kawasan dalam rangka mendapatkan BSJ agar terjadi kesinambungan pasokan bahan baku bagi agroindustri. Partnership yang terjadi selama ini lebih banyak disebabkan karena hubungan kepercayaan antar pelaku, bukan dengan perjanjian khusus yang mengikat. Hal tersebut menyebabkan keadaan partnership menjadi pasang surut, tergantung kondisi masing-masing pelaku. Indikator partnership muncul untuk mengukur keadaan hubungan kerjasama

(21)

antara agroindustri dengan pemasok BSJ. Apabila partnership melemah, maka berdampak terhadap kontinuitas pasokan bahan baku agroindustri teri nasi.

d) Dimensi teknologi

Hasil brainstorming dengan para narasumber ahli diperoleh bahwa indikator pada dimensi teknologi bertujuan untuk mengukur tingkat efisiensi produksi dan peluang inovasi atau peningkatan nilai tambah (added value) pada agroindustri teri nasi. Teknologi menjadi salah satu pendorong bagi industri untuk menciptakan inovasi atau melakukan kegiatan-kegiatan yang mempunyai nilai tambah (Navarrete

et al. 2007; Rainey 2006). Kinerja agroindustri teri nasi sangat dipengaruhi oleh

pelaksanaan sistem kerja yang ada pada semua lini produksinya, mulai pengadaan bahan baku sampai produk akhir. Hampir semua tahapan produksinya mengandalkan tenaga kerja manusia sehingga ketrampilan tenaga kerja atau SDM menjadi faktor yang sangat menentukan hasil yang dicapai. Indikator pengukuran keberlanjutan dimensi teknologi tidak memprioritaskan pada pengukuran efisiensi peralatan-peralatan yang digunakan dalam produksi, akan tetapi lebih mengutamakan bagaimana sistem kerja dapat dilakukan secara efisien dengan dukungan ketrampilan SDM yang memadai sehingga menghasilkan mutu produk sesuai yang diharapkan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, para narasumber ahli memunculkan 3 indikator, yaitu tingkat kecacatan produk, diferensiasi produk dan kesesuaian jenis teknologi.

Tingkat kecacatan produk adalah indikator yang menunjukkan seberapa besar produk yang hilang (loss) dalam proses produksi. Nilai indikator ini mencerminkan tingkat efisiensi atau produktivitas total produksi (Doukas et al. 2007; Dunlop 2004). Diferensiasi produk adalah indikator yang menunjukkan kemampuan agroindustri untuk melakukan inovasi dengan memproduksi produk yang mempunyai nilai tambah lebih tinggi dari produk biasa (Rainey 2006). Langkah diferensiasi dapat diupayakan sebagai salah satu strategi industri untuk meningkatkan daya saing atau keuntungannya (Porter 1993). Diferensiasi dapat dijadikan ukuran apakah agroindustri teri nasi telah dapat memaksimalkan segala potensinya untuk melakukan pengembangan atau inovasi produk bagi peningkatan daya saingnya.

Kesesuaian jenis teknologi adalah indikator yang menunjukkan apakah jenis teknologi yang digunakan saat ini telah sesuai dengan kebutuhan agroindustri teri

(22)

nasi. Indikator ini mencerminkan kemampuan teknologi untuk menghasilkan produk ekspor sesuai dengan mutu yang diharapkan dan mengukur bagaimana dampaknya terhadap limbah yang dihasilkan.

e) Dimensi lingkungan

Indikator-indikator pada dimensi lingkungan bertujuan untuk mengukur dampak proses produksi agroindustri teri nasi terhadap lingkungannya. Secara umum, proses produksi agroindustri teri nasi termasuk ramah lingkungan. Proses produksi chirimen tidak menggunakan bahan kimia berbahaya. Proses berlangsung dengan memanfaatkan semua bagian ikan tanpa meninggalkan bagian tubuh ikan, seperti kulit, sirip, ekor atau organ dalam ikan yang dapat memicu timbulnya bau menyengat dan berpotensi sebagai bahan pencemar. Hasil sampingnya juga telah dapat dimanfaatkan sebagai produk yang mempunyai nilai tambah sehingga tidak mencemari lingkungan. Limbah yang dihasilkan agroindustri teri nasi adalah limbah cair yang berasal dari proses pencucian, perebusan dan pembersihan fasilitas produksi. Pada proses tersebut hanya digunakan air bersih, garam dalam konsentrasi yang rendah. Dari segi ini, agroindustri teri nasi telah mengarah kepada penerapan teknologi produksi bersih (clean production). Situasi tersebut menyebabkan agroindustri tidak begitu fokus melakukan penanganan limbah cair secara bijaksana.

Sebagai wujud tanggung jawab terhadap lingkungan, pengelolaan limbah cair sangat diperlukan agar keberlanjutan lingkungan sekitarnya dapat terwujud. Hasil brainstorming dengan narasumber ahli diperoleh bahwa indikator terdapat 3 indikator yang diperlukan pada dimensi lingkungan, yaitu potensi volume limbah, efisiensi penggunaan air dan pengelolaan limbah.

Potensi volume limbah cair adalah indikator yang mencerminkan jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh agroindustri teri nasi. Semakin tinggi volume limbah, maka potensi pencemaran terhadap lingkungannya dinilai semakin tinggi (Glavic dan Lukman 2007; Ardebili dan Boussabaine 2007; Halog dan Chain 2006; Glavicv dan Krajn 2003).

Efisiensi air adalah indikator yang mencerminkan tingkat penggunaan air untuk proses pengolahan pada agroindustri teri nasi. Dalam kerangka keberlanjutan lingkungan, sumber daya air tanah harus digunakan dengan bijaksana dan efisien

(23)

untuk menghindari terjadinya kelangkaan pada masa mendatang (Statyukha et al. 2009; Adams dan Ghaly 2007; Halog dan Chain 2006).

Agroindustri teri nasi umumnya belum mempunyai fasilitas pengelolaan air limbah (IPAL) secara memadai. Kurangnya kesadaran SDM terhadap lingkungan menyebabkan limbah yang dihasilkan belum tertangani dengan baik. Limbah cair dibuang secara langsung ke lingkungannya yaitu ke perairan laut atau muara sungai tanpa melalui pengolahan lebih dahulu. Letak agroindustri yang umumnya berada dibibir pantai menyebabkan situasi ini sering terjadi. Pertimbangan tersebut menyebabkan muncul indikator pengelolaan limbah yang mencerminkan tingkat pengelolaan limbah cair pada agroindustri teri nasi (Glavic dan Lukman 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari pengolahan sinyal digital adalah untuk mencapai feature extraction, sebuah proses yang pengolahan sinyal digital adalah untuk mencapai feature extraction, sebuah proses

Perkembangan Jumlah Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal

komunikasi, orang-orang pada sebuah percakapan tidak memiliki kewajiban hukum atau etika untuk menyimpan informasi yang dibicarakan

Indikator pengaruh yaitu konsumsi normatif, persentase penduduk dibawah garis kemiskinan, persentase penduduk yang dapat mengakses air bersih, dan persentase padi

Berdasarkan hasil penelitian tentang Sinergitas Rukun Tetangga dengan Rukun Warga Dalam Pengawasan Rumah Kost Di Kecamatan Tamalate Kota Makassar dapat disimpulkan yaitu:adanya

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu

Harga barang dan jasa dari negara pesaing mempengaruhi jumlah barang dan jasa yang diminta. Apabila harga dalam negeri lebih mahal dari pada harga negara

Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media, pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian