• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Ragam Jenis Ektoparasit pada Biawak. 5.1.1 Biawak Kuning (Varanus melinus)

Jumlah biawak kuning di dalam kandang kurang lebih terdapat 13 ekor, namun koleksi ektoparasit dilakukan terhadap empat ekor biawak sebagai sampel. Pada biawak kuning tidak ditemukan caplak, namun satu dari empat biawak yang diambil ditemukan tungau di sekitar kloaka. Berdasarkan hasil identifikasi, jenis tungau yang ditemukan berasal dari famili Macrochelidae. Struktur tubuh tungau seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Keterangan : perbesaran 250x

Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning.

Tungau dari famili Macrochelidae ini umum ditemukan pada setiap feses hewan. Menurut Krantz (1998) Macrochelidae merupakan tungau kosmopolitan, banyak yang ditemukan di habitat yang spesifik, sering juga ditemukan di habitat yang tidak stabil. Famili ini berasosiasi dengan kumbang feses. Menurut Hartini dan Takaku (2003), terdapat dua belas jenis tungau Macrochelidae dari genus Macrocheles yang ditemukan di Indonesia, diantaranya adalah Macrocheles jabarensis, M. sukabumiensis, dan M. jonggolensis. Menurut Levine (1990) secara umum siklus hidup tungau terdiri dari telur, lalu berubah menjadi larva. Larva akan berganti kulit menjadi protonimfa, selang beberapa hari akan berubah menjadi deutonimfa hingga akhirnya mencapai stadium dewasa.

(2)

Penelitian Katiaho dan Simmons (2000) mengatakan tungau jenis Marchoceles merdarius dari famili Macrochelidae yang berasosiasi dengan kumbang feses Onthophagus binodis, menyebabkan kumbang jantan yang terinfestasi Macrocheles merdarius mati rata-rata 15 hari lebih cepat dibandingkan dengan kumbang jantan yang tidak terinfestasi.

5.1.2 Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus)

Jumlah populasi biawak ekor biru kurang lebih 18 ekor yang dipelihara dalam tujuh kandang. Berdasarkan hasil pengambilan sampel biawak ekor biru didapatkan ektoparasit jenis caplak dari genus Aponomma dan genus Amblyomma. Berikut adalah jumlah caplak per regionya yang ditujukkan di Tabel 4.

Tabel 4 Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak ekor biru Jenis Biawak Regio Individu 1 2 3 4 5 6 7 V. doreanus Kepala - - - - Kaki depan - - - - Kaki belakang + - - - - Ekor - - + - - - - Punggung - +++ - + - - - Perut - - + - + + ++

Keterangan : - = tidak ada, + = 1-5 , ++ = 6-10 , +++ = >11

Ektoparasit diambil dari tujuh ekor biawak. Masing-masing pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali ulangan. Tabel hasil menunjukkan letak caplak yang paling sering dijumpai adalah di regio perut (Gambar 12b), ditemui pada individu 3, 5, 6 dan 7. Selain ditemukan di perut caplak juga ditemukan di kaki belakang (Gambar 12c) , ekor, dan punggung. Pada kaki belakang, caplak ditemukan di daerah sekitar ketiak sedangkan pada ekor dan punggung, caplak ditemukan di lipatan-lipatan kulit dan diantara sisik-sisik kulit biawak. Beberapa jenis caplak ada yang menyerupai sisik biawak.

Pada tabel 4 terlihat bahwa derajat infestasi yang beragam di setiap regio pada beberapa individu. Derajat infestasi tinggi pada individu kedua di punggung, (gambar 12b). Caplak pada regio tubuh ini relatif masih kecil-kecil dibandingkan

(3)

dengan regio lainnya. Derajat infestasi sedang pada individu ketujuh di regio perut. Sedangkan untuk beberapa regio lainnya pada setiap individu masih dalam derajat infestasi ringan.

Gambar 12 Letak caplak yang ditemukan pada biawak : (a) punggung (b) perut (c) kaki belakang.

Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru adalah genus Aponomma dan genus Amblyomma :

Keterangan : perbesaran 25x

Gambar 13 Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru : (a) Amblyomma sp ♀. (b) Aponomma sp ♀, (c) Aponomma sp. ♂

(a) (b)

a b

c

(4)

Caplak Aponomma sp. hampir ditemukan diseluruh regio biawak ekor biru. Dibandingkan dengan genus Amblyomma sp. yang terbatas pada biawak ekor biru. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam proses identifikasi maka caplak-caplak yang sudah didapat dibuat preparat, agar tubuhnya dapat terlihat.

5.1.3 Biawak Dumeril (Varanus dumerilii)

Biawak dumeril yang ada di penangkaran PT. Mega Citrindo berjumlah dua ekor yang berjenis kelamin jantan dan betina. Dibandingkan dengan biawak ekor biru, jumlah caplak pada biawak dumeril lebih sedikit. Dari data hasil ditemukan caplak di kaki depan dan badan atas. Tabel 5 menunjukkan jumlah caplak yang ditemukan di biawak dumeril.

Tabel 5 Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak dumerili.

Jenis Biawak Regio Individu

1 2 V. dumerilii Kepala - - Kaki depan - ++ Kaki belakang - - Ekor - - Punggung + - Perut - -

Keterangan : - = tidak ada, + = 1-5 , ++ = 6-10 , +++ = >11

Berdasarkan dari tabel di atas, sampel yang diambil sebanyak dua ekor biawak dumeril dengan masing-masing pengambilan sebanyak satu kali. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada biawak individu pertama caplak hanya ditemukan di punggung dengan derajat infestasi ringan, sedangkan pada biawak kedua ditemukan di bagian kaki depan dengan derajat infestasi sedang. Caplak yang ditemukan pada biawak dumeril hanya dari genus Aponomma (Gambar 13b dan 13c).

Pada reptil, caplak yang umumnya ditemukan adalah dari genus Aponomma dan Amblyomma. Perbedaan secara morfologi yang menjadi dasar kunci identifikasi antara Aponomma sp. dengan Amblyomma sp. adalah adanya mata. Aponomma sp. tidak memiliki mata sedangkan Amblyomma sp. memiliki

(5)

mata. Aponomma sp. dan Amblyomma sp. sama-sama memiliki palpus yang panjang. (Levine 1990). Menurut Levine (1990) genus Amblyomma biasanya ornata (memiliki hiasan skutum), memiliki palpus panjang, terutama segmen kedua. Sedangkan genus Aponomma memiliki bentuk oval, termasuk ke dalam caplak ornata dan inornata, parasit terhadap ular-ular besar dan biawak, dan memiliki spesifikasi inang sehingga apabila ditemukan bukan pada inang definitifnya maka itu suatu kebetulan / accidental (Elbl dan Anastos 1966). Beberapa jenis caplak yang juga ditemukan pada reptil yaitu pada ular besar famili Boidae yaitu caplak jenis Aponomma latum dan Aponomma transversale. Pada ular beracun famili Viperidae dan Elabidae ditemukan caplak jenis Aponomma latum (Tandon 1991).

Menurut Tandon (1991) genus Aponomma sp. yang ditemukan pada biawak adalah jenis Aponomma exornatum dan untuk genus Amblyomma sp. menurut Theiler (1962) dalam Tandon (1991) jenis Amblyomma marmoreum baik pada stadium dewasa dan larva. Sedangkan menurut Elbl dan Anastos (1966a) jenis caplak yang ditemukan pada Varanus sp. adalah Amblyomma nuttali. Aponomma exornatum, Amblyomma marmoreum dan Amblyomma nuttali penyebarannya meliputi Negara Republik Afrika Selatan dan sekitarnya

Kolonin (2009) mengatakan caplak yang terdapat pada famili Varanidae di Indonesia antara lain Amblyomma robinsori, Amblyomma helvolum, Aponomma soembawensis, Aponomma trimaculatum, Aponomma fibriatum, dan Aponomma varenense. Amblyomma robinsori wilayah penyebarannya di Pulau Komodo. Amblyomma helvolum wilayah penyebarannya di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Pulau Komodo, Flores, dan Tanimbar. Aponomma soembawensis penyebarannya di Pulau Sumba, Sumbawa, Semau, Timor, dan Sabu. Aponomma trimaculatum wilayah penyebarannya di Sulawesi, Tornate, Liki, Aru, Seram, dan Pulau Simelue. Aponomma fibriatum wilayah penyebarannya di Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Dan Aponomma varenense wilayah penyebarannya di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.

Aponomma sp. dan Amblyomma sp. termasuk famili Ixodidae yaitu golongan caplak keras, dan ordo Acarina. Baik genus Aponomma maupun Amblyomma termasuk ke dalam caplak berumah tiga (Elbl & Anastos 1966a,

(6)

Kolonin 2009). Menurut Levine (1990) Amblyomma sp. memiliki inang yang sama untuk setiap stadium. Menurut Elbl dan Anastos (1996b) stadium nimfa dan larva pada Aponomma sp kadang-kadang berada pada inang yang sama, bersama dengan yang dewasa. Caplak Amblyomma americanum dapat bertelur 1.000 hingga 8.000 butir. Secara umum caplak memiliki ukuran tubuh 0,3-1 cm, dan dapat bertambah besar apabila sudah menghisap darah (Levine 1990).

Di alam caplak memiliki variasi inang yang lebih banyak dibandingkan di dalam penangkaran, sehingga terdapat kemungkinan adanya perbedaan inang di setiap stadium. Menurut Kolonin (2009) Amblyomma javanense hampir seluruh stadiumnya ditemukan pada trenggiling, dan kadang-kadang juga ditemukan pada inang yang lain yaitu ular, biawak, dan mamalia.

Infestasi caplak pada satwa memberikan dampak negatif untuk kesehatan satwa. Akibat dari infestasi ektoparasit antara lain kekurangan darah (anemia), kerusakan kulit atau iritasi, alergi sehingga menyakiti diri sendiri atau self wounding dengan mencakar atau pun menggigit bagian tubuh yang terasa gatal akibat ektoparasit (Wall & Shearer 2001). Menurut Hoogstraal (1956a) caplak Aponomma exornatum sebagai vektor penyakit demam Q (Q fever) yang disebabkan oleh bakteri patogen intraseluler Coxiella burnetii, A. exornatum juga transmitter bermacam-macam hemogregarines (Elbl dan Anastos 1996b) yakni organisme uniselular bersifat parasit pada sel darah merah, dan menyerang vertebrata berdarah dingin (Merino et al 2008).

5.2 Manajemen Penangkaran 5.2.1 Kondisi Kandang

Kandang merupakan salah satu aspek penting bagi kesejahteraan hidup satwa, karena semua aktivitas satwa dilakukan di dalam kandang. Kondisi kandang yang baik adalah kandang yang dibuat sesuai dengan habitat aslinya, dengan tujuan agar satwa dapat mengekspresikan perilakunya seperti di alam. Selain itu kandang yang baik juga harus memperhatikan kualitas kekayaan kandang seperti batang kayu, tempat minum, shelter, tempat memanjat, dan fasilitas lainnya yang mendukung perilaku satwa.

(7)

a. Jenis, Bentuk, dan Ukuran kandang

Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian (2008) menyebutkan bahwa terdapat beberapa persyaratan dalam ukuran dan struktur kandang untuk amfibi dan reptil, diantaranya yaitu :

1. Cukup ruang untuk bergerak dalam posisi normal.

2. Dapat menjaga hewan tetap kering, tidak kontak dengan kotoran dan sisa pakan-minum.

3. Sesuai ukuran/berat dan regulasi. 4. Struktur sesuai sifat biologis spesies.

Jenis kandang di PT. Mega Citrindo terdiri dari dua jenis kandang yang disesuaikan dengan fungsi masing-masing kandang. Kandang permanen berfungsi sebagai tempat indukan remaja, dan dewasa. Kandang boks berfungsi sebagai tempat penampung anakan. Saat melakukan wawancara dengan keeper kandang boks berfungsi juga sebagai tempat penampung biawak dewasa yang cacat fisiknya, karena jika disatukan di dalam kandang permanen ada kemungkinan bersaing dengan biawak lainnya. Kandang biawak ekor biru dan biawak dumeril memiliki bentuk kandang yang tidak jauh berbeda yaitu segi empat. Sedangkan untuk biawak kuning memiliki bentuk kandang segi empat dengan pola yang berbeda di tiap sisi-sisinya. Komposisi kandang permanen dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kandang permanen

No Komposisi Kandang Permanen

Biawak kuning Biawak ekor biru Biawak dumeril

1 Bahan kandang

Campuran semen, kawat loket, substrat tanah

Campuran semen, kawat loket, substrat pasir, kerikil dan batu-batuan

Campuran semen, kawat loket, substrat lantai semen

2 Ukuran kandang

(p x l x t) cm 600 x 750 x 170 200 x 300 x 200 200 x 300 x 150

3 Jumlah kandang 1 unit 7 unit 2 unit

4 Jumlah biawak ± 13 ekor 2 ekor 1 ekor

Biawak kuning dewasa hidup bersama-sama di dalam satu kandang besar, dengan jumlah individu kurang lebih 13 ekor, oleh karena itu ukuran kandang

(8)

biawak kuning lebih besar dibandingkan dengan kandang biawak lainnya. Biawak kuning memiliki ukuran kandang dengan panjang 400 cm, lebar 750 cm, dan tinggi 170 cm. Bahan kandang biawak kuning terbuat dari campuran semen, untuk pengamanan kandang menggunakan kawat loket di setiap sisi kandang dengan lubang berbentuk persegi 1 cm x 1 cm, dan gembok kecil di pintu luar. Substrat yang digunakan adalah tanah dan sebagian lantai semen. Kandang tidak memiliki atap tertutup, sehingga cahaya matahari dapat masuk dengan mudah. Gambar kandang biawak kuning dapat dilihat di bawah ini (Gambar 14).

Gambar 14 Kandang permanen biawak kuning.

Kandang biawak ekor biru terdiri dari tujuh unit. Di dalam setiap kandang terdapat 2-3 ekor biawak ekor biru. Bahan kandang biawak ekor biru terbuat dari campuran semen dan kawat loket. Sebagian atap dari kandang ditutupi oleh asbes, ini menyebabkan sinar matahari tidak sepenuhnya masuk ke dalam kandang sehingga rentan bagi biawak ekor biru untuk terkena penyakit. Ukuran kandang biawak ekor biru panjang 200 cm, lebar 300 cm, dan tinggi 200 cm. Substrat yang digunakan adalah batu-batuan, kerikil dan pasir. Bentuk kandang biawak ekor biru dapat dilihat pada Gambar 15.

(9)

Gambar 15 Kandang permanen biawak ekor biru.

Ukuran dan bentuk kandang biawak dumeril tidak begitu berbeda dengan ukuran kandang biawak ekor biru. Kandang biawak dumeril terdiri dari dua unit, masing-masing kandang ditempati oleh satu ekor biawak dumeril. Pengelola kandang memisahkan kandang biawak dumeril jantan dan biawak dumeril betina. Hal ini dikarenakan biawak betina lebih agresif menyerang biawak jantan, pemisahan kandang bertujuan untuk mengurangi luka fisik pada biawak jantan maupun betina. Biawak dumeril memiliki ukuran kandang dengan panjang 200 cm, lebar 300 cm, dan tinggi 150 cm. Atap kandang sebagian ditutup oleh asbes. Substrat tidak menggunakan tanah ataupun pasir, melainkan hanya menggunakan lantai semen. Berikut adalah kondisi kandang biawak dumeril pada Gambar 16.

(10)

Kandang boks di PT. Mega Citrindo berfungsi sebagai kandang sementara untuk anakan. Tabel 7 menunjukkan komposisi kandang boks.

Tabel 7 Komposisi kandang boks

No Komposisi Kandang boks

1 Bahan kandang Boks plastik, substrat kertas koran 2 Ukuran kandang (p x l x t) cm Besar : 64 x 35 x 32 Sedang : 43 x 30 x 29 Kecil : 41 x 28 x 18

3 Fungsi Penampung anakan

Bahan kandang terbuat dari plastik, dan untuk substrat yang dipakai adalah kertas koran. Kertas koran ini berfungsi sebagai alas untuk biawak anakan. Kandang yang digunakan sudah disesuaikan dengan ukuran tubuh masing-masing biawak anakan. Kandang boks untuk biawak jumlahnya sekitar 200 boks. Menurut hasil wawancara dengan pemilik penangkaran, kandang boks ini hanya sebagai kandang sementara untuk anakan karena kurang dari satu minggu anakan biawak akan langsung dikirim ke pihak pemesan. Berikut adalah gambar kandang boks (Gambar 17)

Gambar 17 Kandang boks ukuran: (a) besar, (b) sedang, (c) kecil.

a b

(11)

b. Konstruksi Kandang

Kandang yang baik adalah kandang yang dibuat dengan konstruksi yang kokoh. Hasil pengamatan ditempat penelitian, PT. Mega Citrindo mempunyai kandang permanen yang bervariasi yang disesuaikan dengan fungsi masing-masing kandang. Hampir seluruh kandang permanen dibuat dari campuran semen, dengan kondisi yang kurang baik karena di setiap sudut kandang ditumbuhi banyak lumut. Hal ini disebabkan karena kelembaban yang cukup tinggi di PT. Mega Citrindo.

Kandang permanen di PT. Mega Citrindo terbuat dari rangka besi yang kokoh. Menurut Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian (2008) terdapat pedoman yang harus dipenuhi dalam kontruksi kandang pada reptil, yaitu :

1. Kandang harus mudah dibersihkan.

2. Lantai harus kuat dan mudah dibersihkan , dapat menjamin sanitasi dan higienis.

3. Atap harus menutupi keseluruhan atau sebagian kandang, dan tidak mudah bocor.

4. Kemiringan atap harus diatur, agar pada saat hujan air tidak meluncur masuk ke dalam kandang.

5. Tinggi bangunan harus disesuaikan, agar tetap menjaga sirkulasi udara. 6. Ventilasi kandang harus dibuat sesuai dengan tempat dan kebutuhan

jenis reptil atau amfibi.

7. Dinding kandang harus kokoh, untuk keamanan kandang.

8. Letak bangunan harus dibuat dengan strategis, untuk memudahkan kegiatan sehari-hari.

Kandang boks atau kandang sementara terbuat dari plastik dengan rangka yang kokoh. Ventilasi atau lubang udara pada kandang boks yaitu pada tutup yang sudah dilubangi. Menurut Maulidzar (2010) pertimbangan boks plastik sebagai bahan kandang, didasarkan bahwa bahan tersebut memenuhi syarat perkandangan yang baik diantaranya :

1. Berdinding kuat, aman dari gangguan satwa lain, dan dapat dilihat dari luar.

(12)

3. Mudah dibersihkan dan memiliki penampilan yang menarik untuk koleksi reptil.

c. Pengkayaan Kandang (Enrichment Kandang)

Pengkayaan kandang atau enrichment kandang merupakan suatu upaya yang dilakukan agar satwa seperti berada di habitat aslinya. Dengan adanya pengkayaan kandang, satwa dapat mengekspresikan perilakunya seperti di alam dan untuk menghindari satwa dari stres, kebosanan, kegelisahan, dan perilaku menyimpang maupun untuk meningkatkan kualitas hidup satwa di dalam kandang. Tabel 8 menunjukkan pengkayaan kandang yang terdapat di PT. Mega Citrindo.

Tabel 8 Pengkayaan kandang PT. Mega Citrindo

No Jenis Kandang Perlengkapan Kandang

Biawak kuning Biawak ekor biru Biawak dumeril 1 Kandang

permanen

Batang kayu, tempat minum, shelter alami (lubang) dan buatan, tumbuhan

Batang kayu, shelter buatan, tempat minum

Batang kayu, tempat minum

2 Kandang boks Kertas koran Kertas koran Kertas koran

Terdapat beberapa jenis pengkayaan kandang (Suara Satwa 2008) diacu dalam Eccleston (2008) yakni pengkayaan struktural, misalnya pemberian kandang yang ukurannya cukup luas agar satwa dapat melakukan gerakan alami, seperti terbang, lari, dan tempat untuk berteduh. Kedua adalah pengkayaan objek. Objek yang diberikan untuk mengurangi rasa bosan, dan merangsang perilaku alami. Ketiga adalah pengkayaan sosial, yaitu mensosialisasikan satwa dengan sejenisnya, atau tidak karena tidak semua jenis satwa hidup berkelompok. Dan keempat adalah pengkayaan makanan. Pemberian makanan yang bervariasi meningkatkan kualitas hidup satwa, selain itu dengan makanan yang bervariasi menghindari rasa bosan atau jenuh satwa terhadap makanannya. Berikut adalah gambar kekayaan kandang permanen di PT. Mega Citrindo (Gambar 18).

(13)

Gambar 18 Pengkayaan kandang (enrichment) : (a) kandang biawak dumeril, (b) kandang biawak ekor biru, dan (c) kandang biawak kuning.

Biawak merupakan satwa yang memiliki perilaku memanjat di batang pohon, oleh karena itu setiap kandang permanen diberikan batang kayu yang disesuaikan dengan ukuran kandang agar biawak dapat berperilaku seperti di alam. Kondisi batang kayu di setiap kandang sudah tidak begitu baik, kondisi ini dapat menimbulkan beberapa dampak negatif pada biawak yakni batang yang sudah rapuh kapan pun dapat patah, dan batang pohon dapat menjadi habitat untuk ektoparasit. Menurut Bennett (1998) dalam pemilihan batang pohon untuk biawak di kandang, hindari batang yang sudah busuk dan yang memiliki getah atau resin. Pada kandang biawak dumeril tidak dilengkapi dengan fasilitas shelter atau tempat berteduh. Shelter di kandang biawak kuning berbentuk lubang-lubang yang ada di tanah sekitar kandang dan shelter buatan yang terbuat dari campuran semen dan dibentuk seperti terowongan. Menurut keeper, kemungkinan lubang-lubang yang ada sekarang dibuat oleh biawak kuning. Sedangkan untuk shelter biawak ekor biru terbuat dari bahan campuran semen yang dibentuk seperti

a )

b

(14)

terowongan. Berikut adalah gambar shelter pada biawak kuning dan biawak ekor biru (Gambar 19).

Fasilitas di kandang boks tidak banyak jika dibandingkan dengan kandang permanen. Hal ini karena ukuran kandang yang jauh berbeda, sehingga di dalam kandang boks hanya diberikan substrat yang berasal dari kertas koran. Kertas koran ini juga memiliki fungsi untuk menyerap cairan pada kotoran biawak, sehingga keadaan kandang tidak basah. Selain itu pemilihan alas dari koran karena mudah dibersihkan.

Gambar 19 Jenis shelter : (a) alami, (b) buatan, kandang biawak kuning, (c) buatan, kandang biawak ekor biru.

d. Perawatan Kandang

Kegiatan perawatan kandang dilakukan oleh para keeper setiap hari dimulai dari jam 06.00 WIB. Pembersihan kandang dilakukan di luar maupun di dalam kandang. Pembersihan kandang di luar dilakukan dengan menyapu halaman sekitar depan kandang. Pembersihan kandang permanen biasanya dilakukan dengan menyemprotkan air yang mengalir lewat selang ke semua permukaan kandang. Sedangkan untuk kandang boks kegiatan perawatan kandang dengan mengganti kertas koran dan membersihkan kandang dengan air. Gambar 20 menunjukkan kegiatan pembersihan kandang.

a ) b . ) c . )

(15)

Gambar 20 Kegiatan pembersihan kandang : (a) luar kandang (b) dalam kandang (c) kandang boks.

Hasil pengamatan di PT Mega Citrindo menunjukkan kegiatan pembersihan kandang tidak hanya dilakukan dengan menyapu atau menyemprot kandang dengan air. Tetapi juga menyemprot halaman di luar dan dalam kandang dengan menggunakan zat kimia, hal ini bertujuan untuk mencegah dan memperlambat tumbuhnya hama dan penyakit. Penyemprotan halaman menggunakan insektisida, dan di dalam kandang dengan akarisida atau obat anti kutu dan caplak. Alat yang digunakan untuk penyemprotan adalah sprayer pestisida. Berdasarkan hasil wawancara kegiatan penyempotan dilakukan setiap 1 bulan sekali, jika cuaca panas namun apabila cuaca hujan penyemprotan dilakukan 2 kali dalam 1 bulan. Hal ini dikarenakan, jika musim hujan larutan yang sudah diberikan dikhawatirkan hilang terbawa air hujan.

Pengamatan di lapang tidak ditemukan ektoparasit caplak pada biawak kuning. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya adalah letak kandang yang jauh dari kandang lain, sehingga kecil kemungkinan caplak melakukan translokasi ke kandang tersebut. Kemudian, pada siang hari di kandang biawak kuning seluruhnya terkena sinar matahari, sehingga caplak ada kemungkinan menghindari kandang tersebut. Jika dibandingkan dengan kandang biawak ekor biru dan biawak dumeril, kondisi di masing-masing kandang tidak seluruhnya terkena sinar matahari dan letak kandang bersebelahan dengan kandang lainnya. Sehingga apabila satu kandang sudah terinfestasi oleh caplak, besar kemungkinan caplak melakukan translokasi ke kandang lainnya.

a

b

(16)

5.2.2 Manajemen Pakan

Pakan merupakan aspek utama dalam pengelolaan penangkaran satwaliar, karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi aktivitas dan kesehatan satwa di dalam kandang. Di dalam manajemen pakan perlu diperhatikan kandungan-kandungan pakan yang akan diberikan kepada satwa. Kandungan umu m yang penting untuk menunjang aktivitas satwa adalah pakan yang mengandung vitamin, mineral, lemak, dan protein.

a. Jenis Pakan

Hasil pengamatan menunjukkan beberapa pakan yang disediakan oleh PT Mega Citrindo sebagai pakan utama untuk biawak diantaranya adalah anak ayam, tikus putih, tikus sawah, jangkrik dan hamster. Menurut hasil wawancara dengan keeper tikus sawah dikirim langsung dari daerah Cilacap dengan jumlah 1500-2000 ekor tiap bulan. Tikus sawah lalu disimpan di dalam freezer yang berada di gudang sebagai stok makanan biawak. Untuk mengurangi biaya pengelolaan, PT Mega Citrindo membuat budidaya tikus putih. Selain tikus putih, dan tikus sawah biawak juga diberikan anak ayam dan jangkrik. Suplier dapat mengirim anak ayam sekitar 250-350 setiap minggunya. Berikut adalah pakan-pakan yang disediakan untuk biawak (Gambar 21).

Gambar 21 Pakan biawak : (a) tikus putih, (b) tikus sawah, (c) anak ayam (d) jangkrik.

a b

c

d .

(17)

b. Cara Pemberian dan Penyajian Pakan

Pemberian pakan dilakukan dengan melepaskan secara langsung pakan di dalam kandang biawak, jumlah pakan tergantung dari bobot biawak. Biawak yang berukuran besar diberikan 5-9 ekor sedangkan untuk yang berukuran sedang 3-5 ekor. Pakan dalam keadaan hidup yang disebarkan didalam kandang, namun untuk tikus sawah dalam keadaan mati karena sudah dimasukkan ke dalam freezer. Untuk biawak yg masih baby (±5 bulan), pakan yang diberikan adalah jangkrik. Jumlah jangkrik sekitar 5-10 ekor tergantung dari ukuran tubuh biawak tersebut.

c. Waktu Pemberian Pakan

Pakan diberikan sebanyak satu minggu sekali, yaitu pada hari rabu. Suplier biasanya datang pada pukul 12.00 WIB, lalu keeper memberikan makan kepada biawak sekitar pukul 13.00 WIB.

5.2.3 Manajemen Kesehatan Satwa

Hasil wawancara dengan pemilik PT Mega Citrindo ada beberapa penyakit yang sering menyerang biawak, maupun reptil lainnya seperti kura-kura, dan ular. Penyakit yang sering muncul pada biawak adalah caplak, dan cacingan. Upaya pencegahan dan penanggulangan untuk penyakit caplak dengan menggunakan semprotan akarisida. Akarisida ini sudah digunakan semenjak tahun 2000-an hingga sekarang. Sedangkan untuk upaya penanggulangan cacingan pada biawak,dan reptil lainnya dengan memberikan obat cacing.

Di alam bebas satwa liar memiliki kekebalan tubuh yang tidak sama dengan satwa yang berada di dalam penangkaran. Thohari (1987) menjelaskan bahwa satwa liar yang dipelihara secara intensif akan berkurang kemampuannya dalam melawan bibit penyakit, karena kemampuan tubuh menghasilkan antibodi yang berbeda dibandingkan apabila satwa hidup di alam liar. Kegiatan pengendalian berupa perawatan dan penyemprotan kandang belum berhasil, karena masih ditemukan biawak yang terinfeksi dengan derajat infestasi yang tinggi. Menurut hasil wawancara, penggunanan akarisida menyebabkan caplak yang menempel pada tubuh biawak akan berjatuhan ke lantai. Penggunaan

(18)

akarisida sudah berlangsung lama, kemungkinan terbesar caplak sudah membuat sistem kekebalan tubuh atau antibodi, sehingga penggunaan akarisida sudah tidak berpengaruh besar terhadap caplak. Solusi yang dapat dilakukan pihak PT Mega Citrindo adalah dengan menggunakan akarisida dari golongan yang berbeda, dan penggunaannya dilakukan secara bergantian. Hal ini untuk menghindari caplak membuat sistem immune. Cara lain yang lebih sederhana dan tidak menghabiskan biaya besar adalah dengan melakukan pemindahan biawak ke tempat yang tidak terinfestasi caplak dalam kurun waktu yg cukup lama, minimal selama 3 bulan. Tujuannya adalah agar caplak mati secara alami karena tidak dapat menemukan inang untuk menghisap darah. Selain itu penanggulangan infestasi caplak yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan vaksinasi. Vaksin diperoleh dari ekstrak caplak penuh untuk mendapatkan antigen. Dari hasil penelitian Astyawati dan Wulansari (2007) penggunaan antigen caplak dapat menginduksi resistensi melalui imunisasi langsung. Ekstrak caplak Rhiphicephalus sanguineus dewasa cenderung untuk menginduksi resistensi baik pada kelinci, domba dan anjing, dengan tingkat resistensi yang berbeda. Imunitas yang tidak didapat selama infestasi alami cenderung berkembang dengan vaksinasi ekstrak caplak.

5.3 Pola Perilaku Harian

Perilaku merupakan ekspresi yang dilakukan oleh satwaliar dalam menangkap respon sekitarnya. Menurut Alikodra (2002) satwaliar mempunyai perilaku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Pola perilaku yang ditemukan saat pengamatan adalah diam, berjalan, menjulurkan lidah, berjemur (basking), dan buang kotoran. Menurut Bennet (1998) aktivitas suhu harian pada biawak biasanya antara 22-38ºC untuk spesies akuatik memiliki suhu yang lebih rendah dibandingkan spesies lainnya dan pada suhu kurang dari 20ºC biawak menjadi lambat dan pada suhu 5ºC biawak tidak dapat bergerak. Pengamatan perilaku untuk melihat jenis perilaku yang berkaitan dengan infestasi ektoprasit pada biawak.

(19)

5.3.1 Perilaku Biawak Kuning

Biawak kuning memiliki pergerakan yang gesit dan lincah, karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar. Biawak kuning sering terlihat diam di atas pohon secara berkelompok. Biawak kuning di PT Mega Citrindo peka terhadap lingkungan sekitarnya, dan akan langsung melarikan diri ke dalam shelter apabila didekati oleh manusia. Pada saat pengamatan, suhu rata-rata kandang biawak kuning pukul 08.00-09.00 WIB adalah 27ºC dengan kelembaban 92% sedangkan pada pukul 14.00-15.00 WIB suhu rata-rata kandang adalah 29ºC dengan kelembaban 85%.

Hasil pengamatan menunjukkan perilaku yang sering ditemui biawak kuning adalah diam. Dari pukul 08.00-08.40 WIB belum terlihat aktivitas yang dilakukan oleh biawak kuning. Aktivitas mulai terlihat pukul 08.50-09.00 WIB biawak kuning melakukan aktivitas berjalan sambil menjulurkan lidah lalu berjemur. Pada pukul 14.00-15.00 WIB tidak ditemukan aktivitas berjemur, karena kondisi cuaca mulai mendung. Ketika turun hujan, biawak kuning akan segera berlindung ke shelter lubang-lubang yang ada di dalam kandang.

5.3.2 Perilaku Biawak Ekor Biru

Biawak ekor biru memiliki perilaku yang sama dengan biawak kuning. Apabila manusia mencoba melakukan interaksi, biasanya biawak ekor biru akan langsung melarikan diri dan masuk ke dalam shelter. Rata-rata suhu kandang pada pukul 08.00-09.00 WIB adalah 27ºC dengan kelembaban 92% dan pukul 14.00-15.00 WIB adalah 30ºC dengan kelembaban 85%. Aktivitas yang sering ditemukan pada biawak ekor biru adalah diam dan berjemur, dengan sesekali menjulurkan lidahnya. Biawak menjulurkan lidah untuk mengetahui keadaan sekitar, seperti yang disebutkan oleh Erdmann (2004) dalam Usboko (2009) mengatakan bahwa komodo menggunakan lidahnya untuk mencium bau dan partikel-partikel zat kimia di udara dan tanah. Pada saat pengamatan biawak ekor biru akan diam di batang-batang pohon atau menempel di tembok. Untuk perilaku berjemur dilakukan pada pukul 09.00 WIB dan 14.00 WIB, yaitu saat matahari sudah muncul. Biawak akan menghampiri daerah yang terkena oleh sinar matahari. Aktivitas berjemur akan berhenti apabila sinar matahari sudah

(20)

tidak menyinari kandang. Perilaku berendam di bak air juga ditemukan, namun berada di luar jam pengamatan.

5.3.3 Perilaku Biawak Dumeril

Berbeda dengan biawak kuning dan biawak ekor biru, biawak dumeril tidak takut berinteraksi dengan manusia dan cenderung diam. Hal ini karena biawak dumeril sering dipegang oleh penjaga kandang, sehingga tidak asing dengan manusia. Namun terkadang biawak dumeril akan berdesis apabila dirinya merasa terancam Di dalam kandang tidak dilengkapi dengan shelter, sehingga biawak dumeril bernaung di bawah batang pohon ketika hujan.

Pada saat dilakukan pengamatan rata-rata suhu kandang pada pukul 09.00-10.00 WIB adalah 26 ºC dengan kelembaban 92% sedangkan pukul 14.00-15.00 WIB rata-rata suhu kandang mencapai 32 ºC kelembaban 86%. Aktivitas yang paling lama adalah diam, untuk aktivitas berjemur dilakukan pada pukul 09.00 WIB. Sedangkan untuk di siang hari tidak ditemukan aktivitas berjemur. Siang hari biawak dumeril ditemukan lebih sering diam di atas pohon, dan sesekali menjulurkan lidahnya.

Perilaku yang kemungkinan mempengaruhi dan berkaitan dengan infestasi caplak pada biawak adalah perilaku berjemur. Perilaku berjemur merupakan perilaku paling lama yang dilakukan oleh biawak setelah perilaku diam, Purba (2008) mengatakan aktivitas berjemur pada komodo paling dilakukan selama 34 menit. Biawak merupakan vertebrata berdarah dingin, aktivitas berjemur dilakukan untuk menstabilkan suhu di dalam tubuhnya. Dari hasil pengamatan perilaku berjemur dilakukan oleh biawak pada suhu kisaran 26-30ºC. Caplak cenderung menghindari sinar matahari. Hal ini karena tubuhnya yang cepat kering. Terdapat kemungkinan perilaku berjemur ini membantu biawak untuk mengurangi infestasi caplak yang ada di tubuhnya. Dapat dilihat pada tabel 4 sebaran caplak di biawak ekor biru terlihat bahwa regio perut paling sering ditemukan caplak, jika dibandingkan dengan regio lainnya. Selain itu caplak juga sering terlihat menghisap darah di antara lipatan-lipatan kulit biawak. Hal ini dapat disebabkan bagian perut dan lipatan-lipatan kulit terlindungi dari sinar matahari, sehingga caplak lebih sering ditemukan pada daerah ini. Penelitian

(21)

yang dilakukan oleh Main & Bull (2000) diacu dalam Guzinski (2008) mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara kadal yang terkena caplak infestasi tinggi, dengan yang infestasi rendah yaitu kadal yang terinfestasi tinggi lebih sering melakukan perilaku berjemur, dan adanya penurunan aktivitas bergerak.

Pada saat pengamatan, tidak ditemukan perilaku menyakiti diri / self wounding ataupun perilaku tidak nyaman terhadap adanya caplak di tubuh biawak. Hal ini dapat disebabkan caplak mengeluarkan zat Narcotizing efek yang berasal dari saliva dan mengakibatkan keberadaan caplak tidak dirasakan oleh inangnya (Wooley 1988). Selain itu, dapat juga disebabkan jumlah caplak yang tidak terlalu banyak.

Gambar

Gambar 11  Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning.
Tabel 4  Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak ekor biru  Jenis
Gambar 13  Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru : (a) Amblyomma  sp
Tabel 5  Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak dumerili.
+7

Referensi

Dokumen terkait