Dua minggu yang lalu, saya menjumpai sebuah kisah yang lumayan rumit. Saya menghadapi keluarga yang anaknya tiba-tiba stress dan tidak mau sekolah. Ternyata penyebabnya adalah permasalahan cinta. Rupanya anak ini mengadakan hubungan dengan seorang laki-laki yang sudah beristri dan akhirnya menjadi sebuah masalah besar.
Permasalahan utama bagi saya justru datang dari perlakuan orang tua dan masyarakat di mana anak itu tinggal.
Menurut cerita yang beredar dan sedikit pengamatan, anak tersebut sebenarnya pada awalnya tidak stress sama sekali. Tetapi setelah mendapat interogasi dari orang tuanya dia kemudian mulai menunjukkan gejala stress. Pergi dari rumah dengan sang pacar dan beberapa hari tidak pulang. Bagi saya sikap anak kelas tiga SMU ini adalah sikap seorang anak yang bingung dan depresi karena mendapatkan pengalaman yang rumit dalam hidupnya. Tetapi lain lagi pendapat orang tua dan masyarakat. Mereka berpendapat kalau anak itu diguna-guna oleh istri pacarnya.
Suatu sore ketika anak tadi berhasil ditemukan dan pulang ke rumah tiba-tiba dia menjerit histeris dan mengerang tidak karuan. Maka gegerlah masyarakat sekitar. Lima orang laki-laki—demikian menurut cerita orang tuanya—dikerahkan untuk
menenangkan si anak tadi, tetapi karena kuatnya mereka tidak berhasil menenangkan si anak ini. Rupanya orang tuanya dan keluarga besar mereka yang menganggap si anak ini diguna-guna oleh istri sang pacar mengajak anak tadi ke dukun—padahal orang tuanya Kristen dan majelis di sebuah gereja . Karena tidak mau maka menolaklah gadis tadi dengan keras dan keluarlah kekuatannya tadi sehingga bisa melawan lima orang laki-laki. Sayangnya hal itu membuat masyarakat semakin yakin bahwa setan yang ada dalam tubuh si anak begitu kuatnya sehingga dia memiliki kekuatan lebih. Tak dapat dibendung, masyarakat kemudian menjadi seperti Tuhan, menentukan banyak keputusan dan penghakiman untuk si anak tadi.
Rumit karena si anak yang sedang mengalam depresi tadi makin depresi dan makin tak terkendali tingkah lakunya. Dia menjadi semakin terisolasi justru karena
masyarakat membuat aturan tak tertulis yang membuat anak tadi tak dapat ditemui orang lain. Waktu saya datang ke desa anak itu, orang-orang sudah mencegat saya dan melarang saya pergi ke rumahnya. Padahal rencana saya hanya menengok saja. Jadi, situasinya menjadi sangat tegang, penuh kasak-kusuk, dan bagi saya tidak terkendali. Gereja juga menjadi kesulitan karena menghadapi warga yang jelas
terpecah-pecah opininya karena ada majelis yang melakukan praktek perdukunan yang dilarang. Satu pihak menganggap semua itu adalah cobaan dari Tuhan, pihak lain menganggap bahwa Tuhan tidak mungkin membuat masalah lewat guna-guna
perdukunan. Tapi semua setuju kalau diguna-guna. Pihak yang menganggap itu cobaan jelas melihat guna-guna adalah alat dari Tuhan sementara pihak yang berseberangan menganggap guna-guna terjadi karena iman yang lemah dari keluarga tersebut. Makin rumit kan? Situasinya jadi saling menyalahkan hanya gara-gara diagnosa ada setan yang dipakai untuk membuat guna-guna.
@@
Di belahan bumi lain yang katanya lebih modern, maksudnya kota Yogyakarta, beberapa orang menanggapi kasus-kasus serupa dengan berbagai tanggapan. Ada teman yang sungguh-sungguh menentang praktek-praktek perdukunan tersebut. Maka segera saja dia menghujat kelakuan orang tua dan masyarakat tadi. Tetapi di lain pihak dia tetap mengamini bahwa setan banyak berperan dalam setiap detik kehidupan ini. Dia pernah membakar permainan robot-robotan di depan anaknya yang berumur 5 tahun hanya gara-gara dia mendapat pengetahuan bahwa setan menggunakan
permainan untuk mempengaruhi jiwa anak-anak. Pokoknya dia jadi paranoid dengan teknologi tertentu. Tetapi di lain pihak dia salah seorang yang menganjurkan dengan sungguh-sungguh penggunaan teknologi seperti komputer, lcd, hp, dan teman-temannya yang dia anggap sebagai simbol kemajuan dan modernitas. Pingin tahu sekolahnya sampai apa? Dia punya gelar master.
Bagi saya aneh saja. Kalau dia membakar robot seharusnya dia tidak memakai alat-alat elektronika lainnya. Apa bedanya dengan robot-robotan tadi? Bukankah setan akan dengan mudah memakainya? Kasus lain, dia melarang anaknya menonton film terntentu yang diyakininya dipakai setan dengan memunculkan simbol-simbol tertentu. Saya pikir bodo banget ya setannya, mau mempengaruhi kok bisa dianalisa dengan mudah begitu. Karena setahu saya—katanya sih—justru setan memakai hal-hal yang tersembunyi dan bersifat laten. Yang tadinya dikira bagus dan mengkilap eh
tahu-tahunya dalamnya setan. Seperti musang berbulu domba.
Oya, ingin tahu diagnosa dukun yang mengobati anak yang stress tadi? Menurut dukun tadi, guna-guna untuk si anak itu dilewatkan melalui jalan suara hp dan suara telepon serta makanan. Jadi rupanya sekarang setan sudah tidak gaptek lagi.
Sementara malaikat mungkin gaptek soalnya dia tidak bisa mencegah setan tadi masuk merasuki anak tadi. Kali aja ya? Tapi mungkin juga karena anak tadi memang tak
beriman seperti prediksi para penolak dukun tadi. Cuman saya lihat anak itu rajin membaca alkitab, rajin ke gereja, dan ketika kkr atau berdoa bisa sampai nangis-nangis begitu. Pokoknya pengakuannya Yesus adalah segalanya..
@@
Saya sedang tidak mempermasalahkan ada tidaknya setan atau ada tidaknya Tuhan. Cuman mari kita berfikir, bukankah orang tua si anak tadi melakukan kekerasan dan perampasan hak terhadap si anak ketika menginterogasi dan membuat
penghakiman di guna-guna? Saya kasihan dengan anak tadi karena dia sebenarnya adalah korban dari dominasi laki-laki yang merendahkan martabatdengan kekerasan juga walau berdalih cinta. Bukankah sikap sang pacar yang kemudian cuci tangan tak ada kabar berita adalah sikap ingin menang sendiri dan sikap yang sangat arogan. Tapi apa balasannya? Dia bebas merdeka dan bahkan dibantu istri serta setan membuat “guna-guna” terhadap anak tadi. Bukankah yang sekarang menjadi tersangka utama dan dikucilkan masyarakat adalah si anak tadi? Bagi saya sungguh ini logika terbalik. Kalau dalam hukum yang salah harus dihukum eh ini yang
tertipu—gadis tadi—yang dihukum.
Sekarang ke soal teman yang master tadi. Bagi saya jelas dia mengajarkan kekerasan pada anaknya ketika membakar boneka. Jadi kalau ada kesalahan atau ada
sesuatu yang tidak beres tidak apa-apa merusak dan akhirnya membakar. Kan tindakan itu demi kebenaran dan demi menegakkan panji-panji Firman Tuhan. Kalau sudah begini, perang pun pasti dilakukan. Dia sepertinya juga lupa kalau dirinya tidak konsisten sama sekali ketika disatu sisi menolak teknologi tertentu hanya karena ada klaim setan bekerja dengan teknologi tadi dan tetap jadi pemakai teknologi yang lain dengan aktif.
Kenapa ya dia tetap makan nasi? Soalnya setahu saya para petani itu baik dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi biasanya mempersembahkan
padinya kepada dewa-dewi kesuburan yang dipercaya menjaga padinya dari hama dan kerusakan. Bukankah itu berarti—dalam kepercayaan sebagian besar dari kita—sudah menjadi milik
setan?
Sebenarnya yang lebih berkuasa itu Tuhan atau setan sih? Kalau benar kita beriman kepada Tuhan bukankah kita bisa berfikir untuk tidak paranoid terhadap berbagai setan tadi? Bukankah Tuhan mengatasi segala sesuatu dan lebih kuat dari setan-setan itu? Mengapa kita jadi paranoid banget? Lihat saja Ayub, dia memang dicobai setan yang dijinkan Tuhan, apakah dia kemudian paranoid terhadap setan dan
melakukan tindakan-tidakan kekerasan untuk membenarkan kemalangannya?
Saya pikir setan akan senang karena kita termakan propagandanya. Begitu kita berfikir banyak hal dilakukan dan disebabkan oleh setan bukankah itu berarti pengakuan pada kekuatan setan yang bisa mengalahkan kita?
Bukankah tindakan dengan kekerasan dan mengajarkan kekerasan tadi adalah kemenangan bagi setan?
@@
Sekali lagi saya sedang tidak memperdebatkan ada tidaknya Tuhan atau setan. Tetapi memang selalu saja ada setan dalam kehidupan kita. Saya selalu melihat bahwa anak nakal diasosiasikan dengan setan. Ada tempat agak sunyi dibilang dihuni setan. Anak sakit flu dikatakan kerasukan setan. Dagangan kurang laku, dibilang ada kekuatan lain yang mengganggu. Acara yang memunculkan setan ada di mana-mana, baik itu di pasar malam atau pun di televisi. Pekerjaan paranormal adalah pekerjaan yang bisa membuat orang cepat kaya tanpa banyak kerja keras. Di sekolah Guru-guru sering sekali menakuti murid-murid dengan bilang “Kamu jadi teman setan ya kok berbuat buruk begitu?”
Orangtua sama saja, demi menghindarkan anak-anak dari pengaruh setan maka setiap pelanggaran dikatakan sebagai berasal dari iblis. Padahal mengapa sebuah pelanggaran dilarang pasti kan ada sebab akibatnya. Bukan melulu karena pekerjaan setan. Soal seks juga begitu, membicarakan barang tabu ini tidak boleh, soalnya setan sering bekerja melalui media ini. Maka jangan heran ketika di sekolah di mana saya bekerja ada selebaran komik mengenai
hantu-hantu guru-guru bukan menjelaskan bahwa komik itu tidak benar tapi malah menggosip kalau pernah punya pengalaman bertemu setan. Didepanmurid-murid lagi. Masalahnya, jelas dalam komik itu penjelasan mengenai hantu-hantu itu tidak benar. Masak digambarkan kalau kita boleh meminta tolong dan berteman dengan
gendruwo
untuk mendapatkan sesuatu.
Masalahnya, bagi saya terlalu banyak hal didalam kehidupan kita dikaitkan dengan setan sehingga hal yang sebenarnya bisa dirasio, dipikirkan, malah menjadi
tidak jelas dan tidak karuan bentuknya. Kehidupan kita ini jadinya berbenturan di sana sini. Logika guna-guna, setan, dan hantu belau serta sejenisnya tentu saja
berseberangan dengan logika sebab akibat modern yang sekarang menguasai dunia di mana kita hidup. Lalu apakah salah? Bagi saya jelas kurang tepat. Bahkan mungkin berdosa karena dengan mengkaitkan banyak hal sebagai tindakan atau akibat dari ulah setan maka jelas kita mengakui kekuatan setan, kemudian mengikuti logika berfikir setan, sehingga permasalahan sebenarnya tidak terdeteksi, trus akhirnya bisa mengambil keputusan yang salah, dan kemudian justru bisa mencelakakan orang lain atau bahkan banyak orang.
Sayangnya pendidikan kita saya lihat masih diwarnai semangat tidak rasional ini. Lha saya masih menjumpai guru mengajarkan bahwa banjir adalah ulah para
penunggu gunung di sana yang sedang marah. Tidak ada penjelasan logis mengapa banjir itu terjadi.
Kasus lain, pas
ada banyak monyet merusak tanaman pertanian, eh
seorang guru di sebuah desa di Yogyakarta menjelaskan kepada murid-muridnya kalau para penunggu hutan sedang marah, “
Simbah
sedang marah”, begitu kata dia. Padahal jelas monyet-monyet itu masuk kampung karena hutannya rusak dan mereka kehilangan sumber makanan. Penjelasan yang mudah dan tidak perlu berfikir. Anak-anak juga tidak perlu bertanya lagi. Sudah selesailah penjelasan itu dan anak-anak tidak tahu apa-apa. Tapi mudah kan? Sampai kapan pembodohan seperti ini? Saya juga tidak tahu. Teman saya bilang, “Kita itu sering menghadapi kacang yang diberi racun dengan mengambil keputusan tidak boleh makan kacang. Padahal sebenarnya kita bisa menganalisa bagaimana agar kacang itu bisa dimakan atau membersihkan kacang itu dari racun dan dengan enak makan kacang itu.”
@@
Kalau begini terus kapan ya kita maju? Mungkin menunggu kalau ada wangsit setelah nanti ada juklak untuk melaksanakan tapa brata nasional agar kita mendapat ilmu dan menjadi pandai. Kapan juga ya kita menjadi lebih rasional untuk banyak hal yang memang perlu rasionalitas? Mungkin menunggu jawaban doa dari Tuhan sehingga kita tiba-tiba mendapat kepandaian secara ajaib. Bukankah kuasa doa begitu kuat?
Maaf saya sedang tidak melecehkan doa, tapi mungkin menyindir mereka yang keliru menginterpretasi doa.
Saya percaya ada memang kekuatan lain di dunia ini tetapi kalau kepercayaan itu
terlalu berlebihan dan menguasai akal sehat, akan ada banyak hal dalam hidup ini justru tidak terjawab dan menimbulkan kekacauan.
Sebuah panggilan dan tugas besar menanti para pendidik memutuskan sistem yang sudah berakar kuat dalam kebudayaan kita. Sudah begitu banyak hal dinegeri ini
dipikirkan dengan logika yang kurang rasional sehingga menjadi kacau dan tidak beres.
Dulu waktu kecil, seringkali saya mendapat cerita betapa saktinya Pangeran
Diponegoro, katanya tidak mempan peluru dan dapat menolak datangnya peluru ke tubuhnya. Wah hebat sekali dia. Katanya banyak sekali orang sakti seperti itu di jaman dahulu. Lama-lama saya mikir, kalau banyak orang sakti seperti itu, kenapa ya bangsa kita justru terjajah?
Kapan kita terlepas dari pola pikir hantu belau begini? Kalau kita mau dan berusaha. Soalnya hal ini memang memerlukan kerja keras karena selalu saja ada setan di dalam kehidupan bangsa kita. Bagaimana tidak, saya menulis ini dengan
mendengarkan lagu rock, kata teman saya, kamu sudah dipengaruhi roh iblis yang ada di dalam lagu itu. Nah lho…
Tapi saya percaya kalau kita harus melakukan ini, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.”