BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
2.1.1 Defenisi TPA Sampah
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah tempat untuk memroses
dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan.
Definis tempat pembuangan akhir sampah berdasarkan Undang-undang
No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sarana fisik untuk
berlangsungnya kegiatan pemrosesan akhir sampah, yang selanjutnya disebut
TPA sampah. Proses akhir sampah adalah tempat untuk memproses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan.
TPA sampah menjadi tempat akhir dan bisa jadi menjadi komponen paling
penting dalam proses panjang dan kompleks dari pengelolaan sampah suatu
daerah. Oleh karena itu TPA sampah termasuk mengenai pengambilan keputusan
untuk penentuan lokasi TPA sampah menjadi sangat penting untuk diperhatikan
karena pengelolaan sampah yang tidak efektif akan berdampak negatif terhadap
kehidupan sehari-hari warga di suatu daerah tersebut.
Pengelolaan sampah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
dalam hal TPA sampah dapat berupa TPA sampah regional dengan kabupate/kota
tetangganya. Oleh karena itu penentuan lokasi TPA sampah ini menjadi suatu
Dibutuhkan suatu studi khusus dengan pedoman peraturan pengelolaan sampah
yang berlaku untuk memastikan pengambilan keputusan lokasi TPA sampah ini
tepat berdasarkan pertimbangan aspek-aspek yang ada dalam peraturan pedoman
pemilihan lokasi TPA sampah yang berlaku.
Dengan demikian maka perlu ada suatu upaya yang harus dilakukan untuk
pengamanan pencemaran lingkungan. Upaya pengamanan lingkungan TPA
sampah diperlukan dalam rangka mengurangi terjadinya dampak potensial yang
mungkin terjadi selama kegiatan pembuangan akhir berlangsung (dampak
potensial dapat dilihat pada tabel 2.1). Upaya tersebut antara lain meliputi:
• Penentuan lokasi TPA yang memenuhi syarat (SNI No. 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA).
• Pembangunan fasilitas TPA yang memadai, pengoperasian TPA sesuai dengan persyaratan dan reklamasi lahan bekas TPA sesuai dengan
peruntukan lahan dan tata ruang .
• Monitoring pasca operasi terhadap bekas lahan TPA.
Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan manajemen pengelolaan TPA
secara lebih memadai terutama ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang
handal serta ketersediaan biaya operasi dan pemeliharaan TPA.
Tabel 2.1: Dampak potensial kegiatan pembuangan akhir Tahap
Pembangunan Kegiatan Perkiraan Dampak
Prakonstruksi • Pemilihan lokasi
• Perencanaan
• Lokasi yang tidak memenuhi persyaratan akan mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat.
• Perencanaan yang tidak didukung dengan data yang akurat akan menghasilkan konstruksi yang tidak memadai.
• Pembebasan lahan • Ganti rugi yang tidak memadai akan menimbulkan konflik dengan masyarakat.
Konstruksi • Mobilisasi alat berat dan tenaga
• Pembersihan lahan
• Pekerjaan sipil
• Meningkatkan polusi udara (debu dan kebisingan)
• Keresahan sosial apabila tenaga setempat tidak dilibatkan. Pengurangan tanaman.
• Pembuatan konstruksi yang tidak memenuhi persyaratan akan menyebabkan kebocoran lindi, gas dan lain-lain. Operasi • Pengangkutan • Penimbunan dan pemadatan • Penutupan tanah • Ventilasi gas
• Pengumpulan lindi dan pengelolaan lindi
• Pengankutan sampah dalam keadaan terbuka dapat menyebabkan bau dan sampah berceceran di sepanjang jalan yang dilalui truk pengangkut.
• Penimbunan sampah yang tidak beraturan dan pemadatan yang kurang baik menyebabkan masa pakai TPA lebih singkat.
• Penutupan tanah yang tidak memadai dapat menyebabkan bau, populasi lalat tinggi dan pencemaran udara. • Ventilasi gas yang tidak memadai
menyebabkan pencemaran udara, kebakaran dan bahaya asap. • Lindi yang tidak terkumpul dan
terolah dengan baik dapat
menggenangi jalan dan mencemari badan air dan air tanah.
Pasca operasi • Reklamasi lahan
• Pemantauan kualitas lindi dan gas
• Reklamasi yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan apalagi digunakan untuk perumahan dapat
membahayakan konstruksi bangunan dan kesehatan masyarakat.
• Tanpa upaya pemantauan yang memadai, maka akan menyulitkan upaya perbaikan kualitas lingkungan.
Dari tabel 2.1 di atas, terlihat sangat jelas bahwa pemilihan lokasi TPA
yang salah sangat rentan terhadap kemungkinan konflik dengan warga sekitar
lokasi. Selain itu, pengelolaan TPA yang tidak memadai juga sangat mungkin
menyebabkan pencemaran lingkungan yang tentunya akan merugikan masyarakat
2.1.2 TPA Sampah dengan Metode Sanitary Landfill
TPA yang dimaksud di sini adalah TPA dengan sistem pengurugan
berlapis terkendali (controlled landfill) dan sistem pengurugan berlapis bersih
(sanitary landfill) yang merupakan tempat yang digunakan untuk pemrosesan
akhir sampah. Tempat pemrosesan dapat berupa tempat pengolahan, maupun
tempat pemusnahan yang digunakan untuk memperlakukan sampah.
Penyingkiran limbah ke dalam tanah (land disposal) merupakan cara yang
paling sering dijumpai dalam pengelolaan limbah. Cara penyingkiran limbah ke
dalam tanah dengan pengurugan atau penimbunan dikenal sebagai landfilling,
yang diterapkan mula-mula pada sampah kota. Cara ini dikenal sejak awal tahun
1900-an, dengan nama yang dikenal sebagai sanitary landfill, karena aplikasinya
memperhatikan aspek sanitasi lingkungan. Definisi yang sederhana tentang
sanitary landfill adalah: Metode pengurugan sampah ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapis-perlapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup.
Metode tersebut dikembangkan dari aplikasi praktis dalam peyelesaian
masalah sampah yang dikenal sebagai open dumping. Open dumping tidak
mengikuti tata cara yang sistematis serta tidak memperhatikan dampak pada
kesehatan. Metode sanitary landfill kemudian berkembang dengan
memperhatikan juga aspek pencemaran lingkungan lainnya, serta percepatan
degradasi dan sebagainya, sehingga terminologi sanitary landfill sebetulnya sudah
Landfilling dibutuhkan karena:
1. Pengurangan limbah di sumber, daur-ulang, atau minimasi limbah, tidak
dapat menyingkirkan limbah semuanya.
2. Pengolahan limbah biasanya menghasilkan residu yang harus ditangani
lebih lanjut.
3. Kadangkala sebuah limbah sulit untuk diuraikan secara biologis, atau sulit
untuk dibakar, atau sulit untuk diolah secara kimia.
Metode landfilling saat ini digunakan bukan hanya untuk menangani
sampah kota. Beberapa hal yang perlu dicatat adalah:
1. Banyak digunakan untuk menyingkirkan sampah, karena murah, mudah
dan luwes.
2. Digunakan pula untuk menyingkirkan limbah industri, seperti sludge
(lumpur) dari pengolahan limbah cair, termasuk limbah berbahaya.
3. Bukan pemecahan masalah limbah yang baik. Dapat mendatangkan
pencemaran lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang mencemari air
tanah.
4. Untuk mengurangi dampak negatif dibutuhkan pemilihan lokasi yang
tepat, penyiapan prasarana yang baik dengan memanfaatkan teknologi
yang sesuai, dan dengan pengoperasian yang baik pula.
2.1.3 Zona di Sekitar TPA Sampah
Secara umum, kawasan sekitar TPA dibagi menjadi zona penyangga, zona
adalah zona penyangga dan zona budi daya terbatas. Aturan di dalam zona
budi daya disesuaikan dengan RTRW kabupaten/kota setempat.
2.1.3.1 Penentuan Jarak Zona
Ketentuan zona penyangga diukur mulai dari batas terluar tapak TPA
sampai pada jarak tertentu sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan
Pemeliharaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sistem Controlled Landfill dan
Sanitary Landfill, yakni 500 meter dan/atau sesuai dengan kajian lingkungan
yang dilaksanakan di TPA.
Zona budi daya terbatas ditentukan mulai dari batas terluar zona
penyangga sampai pada jarak yang telah aman dari pengaruh dampak TPA yang
berupa:
a. Bahaya meresapnya lindi ke dalam mata air dan badan air lainnya
yang dipakai penduduk untuk kehidupan sehari-hari;
b. Bahaya ledakan gas metan;
c. Bahaya penyebaran vektor penyakit melalui lalat; dan
.
Gambar 2.1: Pembagian Zona di Sekitar TPA Baru
2.1.3.2 Fungsi Zona
Zona penyangga berfungsi untuk menunjang fungsi perlindungan bagi
penduduk yang melakukan kegiatan sehari-hari di sekitar TPA dan berfungsi:
a. Mencegah dampak lindi terhadap kesehatan masyarakat, yang melakukan
kegiatan sehari-hari di kawasan sekitar TPA;
b. Mencegah binatang-binatang vektor, seperti lalat dan tikus, merambah
kawasan permukiman;
c. Menyerap debu yang beterbangan karena tiupan angin dan pengolahan
sampah;
d. Mencegah dampak kebisingan dan pencemaran udara oleh pembakaran
dalam pengolahan sampah.
Zona budi daya terbatas berada di luar zona penyangga. Pemanfaatan
ruang pada zona tersebut harus sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam
ruang untuk kegiatan budi daya yang terbatas, yakni kegiatan budi daya yang
berkaitan dengan TPA. Zona budi daya terbatas hanya dipersyaratkan untuk
TPA dengan sistem selain pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill).
2.2 Perencanaan Lokasi TPA Sampah
TPA sampah dalam alur panjang dan kompleks proses pengelolaan
sampah menjadi titik paling penting karena merupakan titik akhir dalam proses
pengelolaan sampah tersebut. Berangkat dari pemikiran tersebut maka TPA
sampah harus mendapat perhatian khusus terutama dalam hal penentuan lokasi,
agar tercipta efektifitas dan efisiensi sehingga proses pengelolaan sampah
khususnya di lokasi TPA sampah dapat diminamalisir dampak negatifnya
terhadap kehidupan sehari-hari warga daerah tersebut.
Proses pemilihan lokasi TPA idealnya hendaknya melalui suatu tahapan
penyaringan. Dalam setiap tahap, lokasi-lokasi yang dipertimbangkan akan dipilih
dan disaring. Pada setiap tingkat, beberapa lokasi dinyatakan gugur, berdasarkan
kriteria yang digunakan di tingkat tersebut. Penyisihan tersebut akan memberikan
beberapa calon lokasi yang paling layak dan baik untuk diputuskan pada tingkat
final oleh pengambil keputusan. Di negara industri, penyaringan tersebut paling
tidak terdiri dari tiga tingkat tahapan, yaitu: • penyaringan awal,
• penyaringan individu, dan • penyaringan final.
Penyaringan awal biasanya bersifat regional biasanya dikaitkan dengan
regional, daerah tersebut diharapkan dapat mendefinisikan secara jelas
lokasi-lokasi mana saja yang dianggap tidak/kurang layak untuk lokasi-lokasi pengurugan
limbah. Pada taraf ini parameter yang digunakan hanya sedikit.
Tahap kedua dari tahap penyisihan ini adalah penentuan lokasi secara
individu, kemudian dilakukan evaluasi dari tiap individu. Pada tahap ini tercakup
kajian-kajian yang lebih mendalam, sehingga lokasi yang tersisa akan menjadi
sedikit. Parameter beserta kriteria yang diterapkan akan menjadi lebih spesifik dan
lengkap. Lokasi- lokasi tersebut kemudian dibandingkan satu dengan yang lain,
misalnya melalui pembobotan. Pada tahap kedua ini ada 3 (tiga) cara yang umum
digunakan, yaitu: SNI 19-3241-1994; Metode LeGrand; Metode Hagerty.
Tahap terakhir adalah tahap penentuan. Penyaringan final ini diawali
dengan pematangan aspek-aspek teknis yang telah digunakan di atas, khususnya
yang terkait dengan aspek sosioekonomi masyarakat dimana lokasi calon berada.
Tahap ini kemudian diakhiri dengan aspek penentu, yaitu oleh pengambil
keputusan suatu daerah. Aspek ini bersifat politis, karena kebijakan pemerintah
daerah/pusat akan memegang peranan penting. Kadangkala pemilihan akhir ini
dapat mengalahkan aspek teknis yang telah disiapkan sebelumnya.
2.2.1 Pedoman Penentuan Lokasi TPA Sampah
Tahapan dalam proses pemilihan lokasi landrilling adalah menentukan
satu atau dua lokasi terbaik dari calon lokasi yang dianggap potensial. Dalam
proses ini kriteria digunakan semaksimal mungkin guna proses penyaringan. Guna
memudahkan evaluasi pemilihan sebuah lahan yang dianggap paling baik,
digunakan beberapa tolok ukur untuk merangkum semua penilaian dari parameter
beberapa metode penilaian calon lokasi yang diterapkan di Indonesia, yang paling
sederhana adalah SNI No. 03-3241-1994, khususnya untuk site di kota kecil.
Metode lain antaranya adalah Metode Le Grand.
Pedoman umum dalam pengelolaan sampah di Indonesia adalah
Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sedangkan khusus untuk
pemilihan lokasi TPA sampah di Indonesia berpedoman pada SNI No.
19-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah.
Seperti dipaparkan dalam SNI No. 19-3241-1994, bahwa lokasi TPA
sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut.
2. Disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu:
a. Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta
yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi
menjadi beberapa zona kelayakan.
b. Tahap penyisihan yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu
atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari
zona-zona kelayakan pada tahap regional.
c. Tahap penentuan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh
PEMDA.
3. Dalam hal suatu wilayah belum bisa memenuhi tahapan regional,
pemilihan lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan
lokasi TPA sampah ini dapat dilihat pada kriteria yang berlaku pada tahap
penyisihan (tabel 2.2).
1. Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak
atau zona tidak layak sebagai berikut:
a. Kondisi geologi;
• tidak berlokasi di zona holocene fault; • tidak boleh di zona bahaya geologi b. Kondisi hidrogeologi;
• tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 m; • tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det;
• jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 m di hilir aliran;
• dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus diadakan masukan teknologi;
c. Kemiringan zona harus kurang dari 20%;
d. Jarak dari lapangan terbang harus lebih dari 3.000 m untuk
penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 m untuk jenis
lain;
e. Tidak boleh ada daerah lindung/ cagar alam dan daerah banjir dengan
periode ulang 25 tahun.
2. Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik
terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut:
a. Iklim;
• hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik;
• angin arah angin dominan tidak menuju ke permukiman dinilai makin baik;
b. Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai makin baik;
c. Lingkungan biologi:
• habitat kurang bervariasi, dinilai makin baik;
• daya dukung kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik;
d. Kondisi tanah:
• produktifitas tanah: tidak produktif dinilai lebih baik;
• kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik;
• ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik;
• status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik;
e. Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik;
f. Batas administrasi: dalam batas adminitrasi dinilai semakin baik;
g. Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
h. Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik;
i. Estetika: semakin tidak telihat dari luar dinilai semakin baik;
j. Ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton)
dinilai semakin baik;
Parameter dan bobot dari penilaian tersebut dapat dilihat dalam tabel 2.2 di
bawah ini:
Tabel 2.2 : Bobot dan penilaian parameter-parameter penentu lokasi TPA
No Parameter Bobot Nilai
I Umum
• Dalam batas administrasi
• Di luar batas administrasi tetapi dalam satu sistem pengelolaan TPA sampah terpadu
• Di luar batas administrasi dan di luar sistem pengelolaan TPA sampah terpadu
• Di luar batas administrasi
10 8 3 1
2 Pemilik hak atas tanah 3
• Pemerintah daerah/ pusat • Pribadi (satu)
• Swasta/perusahaan (satu)
• Lebih dari satu pemilik hak dan atau status kepemilikan • Organisasi sosial/agama 10 7 5 3 1 3 Kapasitas Lahan 5 • > 10 tahun • 5 tahun – 10 tahun • 3 tahun – 5 tahun • Kurang dari 3 tahun
10 8 3 1
4 Jumlah pemilik tanah 3
• Satu (1) kk • 2-3 kk • 4-5 kk • 6-10 kk • Lebih dari 10 kk 10 7 5 3 1 5 Partisipasi Masyarakat 3 • Spontan • Digerakkan • Negosiasi 10 5 1 II LINGKUNGAN FISIK
1 Tanah (diatas muka air tanah) 5
• Harga kelulusan < 10-9 cm/dtk
• Harga kelulusan 10-9 cm/dtk – 10-6 cm/dtk
• Harga kelulusan > 10-6 cm/dtk tolak (kecuali ada masukan teknologi) 10 5 1 2 Air Tanah 5 • ≥ 10 m dengan kelulusan < 10-6 cm/dtk • < 10 m dengan kelulusan < 10-6 cm/dtk • ≥ 10 m dengan kelulusan 10-6 cm/dtk - 10-4 cm/dtk • < 10 m dengan kelulusan 10-6 cm/dtk - 10-6 cm/dtk 10 8 3 1
3 Sistem aliran air tanah 3
• Discharge area/local
• Recharge area dan discharge area local • Recharge area regional dan local
10 5 1 4 Kaitan dengan pemanfaatan air tanah 3
• Kemungkinan pemanfatan rendah dengan batas hidrolis • Diproyeksikan untuk dimanfaatkan dengan batas hidrolis • Diproyeksikan untuk dimanfaatkan tanpa batas hidrolis
10 5 1
5 Bahaya banjir 2
• Tidak ada bahaya banjir
• Kemungkinan banjir > 25 tahunan
10 5
• Kemungkinan banjir < 25 tahunan tolak (kecuali ada
masalah teknologi) 1
6 Tanah penutup 4
• Tanah penutup cukup
• Tanah penutup cukup sampai ½ umur pakai • Tanah penutup tidak ada
10 5 1
7 Intensitas Hujan 3
• Di bawah 500 mm per tahun
• Antara 500 min sampai 1000 min per tahun • Di atas 1000 min per tahun
10 5 1
8 Jalan menuju lokasi 5
• Datar dengan kondisi baik • Datar dengan kondisi buruk • Naik/turun
10 5 1
9 Transport Sampah (satu jalan) 5
• Kurang dari 15 menit dari centroid sampah • Antara 16 menit – 30 menit dari centroid sampah • Antara 31 menit – 60 menit dari centroid sampah • Lebih dari 60 menit dari centroid sampah
10 8 3 1
10 Jalan masuk 4
• Ttruk sampah tidak melalui daerah permukiman
• Truk sampah melalui daerah permukiman berkepadatan sedang (≤ 300 jiwa/ha)
• Truk sampah melalui daerah permukiman berkepadatan sedang (≥ 300 jiwa/ha)
10 5 1
11 Lalu lintas 3
• Terletak 500 m dari jalan umum
• Terletak < 500 m pada lalu lintas rendah • Terletak < 500 m pada lalu lintas sedang • Terletak pada lalu lintas tinggi
10 8 3 1
12 Tata guna tanah 5
• Mempunyai dampak sedikit terhadap tata guna tanah sekitar
• Mempunyai dampak sedang terhadap tata guna tanah sekitar
• Mempunyai dampak besar terhadap tata guna tanah sekitar
10
5 1
13 Pertanian 3
• Berlokasi di lahan tidak produktif
• Tidak ada dampak terhadap pertanian sekitar
• Terdapat pengaruh negatif terhadap pertanian sekitar • Berlokasi di tanah pertanian produktif
10 8 3 1
14 Daerah lindung/cagar alam 2
• Tidak ada daerah lindung/cagar alam di sekitarnya
• Terdapat daerah lindung/cagar alam di sekitarnya yang tidak terkena dampak negative
• Terdapat daerah lindung/cagar alam di sekitarnya terkena dampak negative
10 5 1
• Nilai habitat yang rendah • Nilai habitat yang tinggi • Habitat kritis
10 5 1
16 Kebisingan dan bau 2
• Terdapat zona penyangga
• Terdapat zona penyangga yang terbatas • Tidak terdapat penyangga
10 5 1
17 Estetika 3
• Operasi penimbunan tidak terlihat dari luar • Operasi penimbunan sedikit terlihat dari luar • Operasi penimbunan terlihat dari luar
10 5 1 Sumber: SNI 03-3241-1994
Catatan: lokasi dengan jumlah angka tertinggi dari perkalian antara bobot dan
nilai merupakan pilihan pertama, sedangkan lokasi dengan angka-angka
yang lebih rendah merupakan alternatif yang dipertimbangkan.
2.2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Analisa Penentuan Lokasi TPA Sampah
2.2.2.1 Aplikasi Sistem Informasi Geografis
2.2.2.1.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis (SIG) adalah sebuah sistem atau teknologi
berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan,
menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data atau informasi
dari suatu obyek atau fenomena yang berkaitan dengan letak atau
keberadaannya di permukaan bumi (Ekadinata, 2008). Gambar 2.2
Gambar 2.2: Ilustrasi Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu system
manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer).
Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem
Informasi manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar
transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan
laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis
secara manual dengan alat tanpa komputer. Sedangkan SIG otomatis telah
menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi.
Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto
udara yang terdigitasi.
Pengertian SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi
spasia atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer.
Dalam hubungannya dengan teknologi komputer. SIG merupakan suatu sistem
berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi
geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan
hasil akhir (output). SIG juga dapat diartikan sebagai sebagai sistem berbasis
komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengelola,
menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi
keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan
perencanaan. Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam
4 komponen utama yaitu: perangkat keras (digitizer, scanner, Central Procesing
Unit/CPU, hard-disk, dan lain-lain), perangkat lunak (ArcView, Idrisi,
ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dan lain-lain).
2.2.2.1.2 Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG)
Komponen utama yang membangun SIG adalah perangkat lunak,
perangkat keras, data, pengguna dan aplikasi (Ekadinata, 2008), komponen
tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3: Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG) (Ekadinata, 2008)
Sistem komputer untuk SIG terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak
pemodelan, dan penayangan data geospatial. Setiap data yang merujuk lokasi
di permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis.
Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan suatu kota,
data distribusi lokasi pengambilan sampel, dan sebagainya. Data SIG dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu data grafis dan data atribut atau tabular. Data
grafis adalah data yang menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di
permukaan bumi. Sedangkan data tabular adalah data deskriptif yang
menyatakan nilai dari data grafis tersebut. Berikut penjelasan mengenai
komponen SIG.
2.2.2.1.3 Data Sistem Informasi Geografis (SIG)
Data geografis (gambar 2.4) pada dasarnya tersusun oleh dua komponen
penting yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial merepresentasikan posisi
atau lokasi geografis dari suatu obyek di permukaan bumi, sedangkan data atribut
memberikan deskripsi atau penjelasan dari suatu obyek. Data atribut dapat
berupa infomasi numerik, foto, narasi dan lain sebagainya, yang diperoleh dari
data statistik, pengukuran lapangan sensus dan lain sebagainya. Data spasial
dapat diperoleh dari berbagai sumber dan dalam berbagai format, sumber data
spasial antara lain mencakup data grafis peta analog, foto udara, citra satelit,
surver lapangan, pengukuran theodolit, pengukuran menggunakan global
Gambar 2.4: Berbagai sumber data dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) (Ekadinata, 2008)
A. Perangkat Keras (Hardware)
SIG membutuhkan komputer untuk penyimpanan dan pemproresan data.
Ukuran dari sistem komputerisasi bergantung pada tipe SIG itu sendiri. SIG
dengan skala yang kecil hanya membutuhkan PC (personal computer) yang kecil
dan sebaliknya. Ketika SIG yang di buat berskala besar di perlukan spesifikasi
komputer yang besar pula serta host untuk client machine yang mendukung
penggunaan multiple user.
B. Perangkat Lunak (Software)
Dalam pembuatan SIG di perlukan software yang menyediakan fungsi
tool yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan
informasi eografis. Dengan demikian, elemen yang harus terdapat dalam
komponen software SIG adalah:
• Tool untuk melakukan input dan transformasi data geografis • Sistem Manajemen Basis Data (DBMS)
• Tool yang mendukung query geografis, analisa dan visualisasi
• Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool geografi.
Inti dari software SIG adalah software SIG itu sendiri yang mampu
menyediakan fungsi-fungsi untuk penyimpanan, pengaturan, link, query dan
analisa data geografi.
Beberapa contoh software SIG adalah ArcView, MapInfo, ArcInfo untuk
SIG; CAD sistem untuk entri grafik data; dan ERDAS serta ER-MAP untuk
proses remote sensing data.
C. Sumberdaya Manusia (User)
Teknologi SIG menjadi sangat terbatas kemampuanya jika tidak ada
sumberdaya yang mengelola sistem dan mengembangkan untuk aplikasi yang
sesuai. Pengguna dan pembuat system harus saling bekerja sama untuk
mengembangkan tekhnologi SIG.
2.2.2.1.4 Representasi Grafis Suatu Objek Sistem Informasi Geografis (SIG)
A Titik
Titik (gambar 2.5) adalah representasi grafis yang paling sederhana
untuk suatu objek. Tidak memiliki dimensi tetapi dapat diidentifikasikan di
atas peta dan dapat ditampilkan pada layer monitor dengan menggunakan
simbol-simbol. Contoh representasi objek titik untuk data posisi sumur stasium
Gambar 2.5: Contoh Representasi Objek Titik (Gumelar, 2007) B. Garis
Garis (gambar 2.6) adalah bentuk linier yang akan menghubungkan
paling sedikit dua titik dan digunakan untuk merepresentasikan objek-objek
satu dimensi. Contoh representasi objek garis untuk data lokasi jalan:
Gambar 2.6: Contoh Representasi Objek Garis (Gumelar, 2007) C. Poligon
Poligon (Gambar 2.7) digunakan untuk merepresentasikan objek-objek
dua dimensi, seperti danau, bataspropinsi, batas kota, batas persil tanah, dan
lain-lain. Suatu poligon paling sedikit dibatasi oleh tigagaris yang saling
terhubung diantara ketiga titik. Di dalam basis data, semua bentuk area
Gambar 2.7: Contoh Representasi Objek Poligon (Gumelar, 2007)
D. Objek Tiga Dimensi
Setiap fenomena fisik memiliki lokasi di dalam ruang. Akibatnya, model
data yang lengkap harus mencakup dimensi yang ketiga (ruang 3 dimensi). Hal
ini berlaku untuk permukaan tanah, menara, sumur, bangunan, batas-batas, dan
lain-lain. Gambar 2.8 memperlihatkan representasi objek tiga dimensi.
Gambar 2.8: Contoh Representasi Objek Tiga Dimensi (Gumelar, 2007)
2.2.2.1.5 Model Data Spasial
Perkembangan pemanfaatan data spasial dalam dekade belakangan ini
meningkat dengan sangat drastis. Hal ini berkaitan dengan meluasnya
pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan perkembangan teknologi
dalam memperoleh, merekam dan mengumpulan data yang bersifat keruangan
(spasial). Teknologi tinggi seperti GPS (Global Positioning System) dan
digital relatif lebih cepat dan mudah. Kemampuan penyimpanan yang semakin
besar, kapasitas transfer data yang semakin meningkat, dan kecepatan proses
data yang semakin cepat menjadikan data spasial merupakan bagian yang tidak
terlepaskan dari perkembangan teknologi informasi.
A. Pengertian Data Spasial
Data spasial mempunyai pengertian sebagai suatu data yang mengacu
pada posisi, obyek, dan hubungan diantaranya dalam ruang bumi. Data spasial
merupakan salah satu item dari informasi, dimana di dalamnya terdapat informasi
mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan bumi, perairan,
kelautan dan bawah atmosfir. Data spasial dan informasi turunannya digunakan
untuk menentukan posisi dari identifikasi suatu elemen di permukaan bumi.
Karakteristik utama dari data spasial adalah bagaimana cara
mengumpulkannya dan memeliharanya untuk berbagai kepentingan. Selain itu
juga ditujukan sebagai salah satu elemen yang kritis dalam melaksanakan
pembangunan sosial ekonomi secara berkelanjutan dan untuk pengelolaan
lingkungan. Berdasarkan perkiraan hampir lebih dari 80% informasi mengenai
bumi berhubungan dengan informasi spasial. Perkembangan teknologi yang
cepat dalam pengambilan data spasial telah membuat perekaman terhadap data
berubah menjadi bentuk digital, selain itu relatif cepat dalam melakukan
prosesnya. Salah satunya perkembangan teknologi yang berpengaruh terhadap
perekeman data pada saat ini adalah teknologi penginderaan jauh (remote
sensing) dan Global Positioning System (GPS).
Tujuannya adalah membantu pengambilan keputusan berdasarkan
aspek keruangan. Oleh karena itu data spasial yang telah dibangun, sedang
dibangun dan yang akan dibangun perlu diketahui keberadaanya.
B. Sumber Data Spasial
Data spasial dapat dihasilkan dari berbagai sumber, diantaranya adalah:
citra satelit; peta analog; foto udara (Aerial Photographs); data tabular; data
survei (Pengamatan atau pengukuran di lapangan); dan lain-lain
C. Model Data Spasial
Pada pemanfaatannya data spasial yang diolah dengan menggunakan
komputer (data spasial digital) menggunakan model sebagai pendekatannya.
model data bisa dikatakan sebagai suatu set logika atau aturan dan
karakteristik dari suatu data spasial. Model data merupakan representasi
hubungan antara dunia nyata dengan data spasial. Terdapat dua model dalam
data spasial, yaitu model data raster dan model data vektor.
1. Data Raster
Model data raster (Gambar 2.9) mempunyai struktur data yang tersusun
dalam bentuk matriks atau piksel dan membentuk grid. Setiap piksel memiliki
nilai tertentu dan memiliki atribut tersendiri, termasuk nilai koordinat yang unik.
Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada ukuran piksel atau biasa
disebut dengan resolusi.
Model data ini biasanya digunakan dalam penginderaan jauh (remote
sensing) yang berbasiskan citra satelit maupun airborne (pesawat terbang).
Selain itu model ini digunakan pula dalam membangun model ketinggian digital
(DEM-Digital Elevatin Model) dan model permukaan digital (DTM-Digital
Model raster memberikan informasi spasial terhadap permukaan di bumi
dalam bentuk gambaran yang di generalisasi.Representasi dunia nyata disajikan
sebagai elemen matriks atau piksel yang membentuk grid yang homogen. Pada
setiap piksel mewakili setiap obyek yang terekam dan ditandai dengan
nilai-nilai tertentu. Secara konseptual, model data raster merupakan model data
spasial yang paling sederhana.
Gambar 2.9: Struktur Model Data Raster (Gumelar, 2007)
Karakteristik yang utama data raster adalah bahwa dalam setiap
sel/piksel mempunyai nilai. Nilai sel/piksel merepresentasikan fenomena atau
gambaran dari suatu kategori. Nilai sel/piksel dapat meiliki nilai positif atau
negatif, integer, dan floating point untuk dapat merepresentasikan nilai
continuous. Data raster disimpan dalam suatu urutan nilai sel/piksel.
Dimensi dari setiap sel/piksel (Gambar 2.10) dapat ditentukan ukurannya
sesuai dengan kebutuhan. Ukuran sel/piksel menentukan bagaimana kasar atau
halusnya pola atau obyek yang akan direpresentasikan. Semakin kecil ukuran
besar jumlah sel/piksel yang digunakan maka akan berpengaruh terhadap
penyimpanan dan kecepatan proses. Gambar berikut memperlihatkan bagaimana
obyek poligon direpresentasikan dalam raster dengan berbagai macama ukuran
sel/piksel.
Gambar 2.10: Poligon yang direpresentasikan dalam berbagai ukuran sel/piksel (Gumelar, 2007)
Pemanfaatan model data raster banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi, akan tetapi ESRI (Environmental Systems Research Institute), Inc.
(2006) membagi menjadi empat kategori utama, yaitu:
a. Raster sebagai peta dasar
Raster biasanya digunakan sebagai tampilan latar belakang (background)
untuk suatu layer dari obyek yang lain (vektor). Sebagai contoh foto udara
ortho ditampilkan sebagai latar dari obyek jalan (Gambar 2.11). Tiga sumber
Gambar 2.11: Foto Udara (Raster) Sebagai Latar dari Layer Jalan (Vektor) (Gumelar, 2007)
b. Raster sebagai peta model permukaan
Data sangat cocok untuk merepresentasikan data permukaan bumi. Data
dapat menyediakan metode yang efektif dalam menyimpan informasi nilai
ketinggian yang diukur dari permukaan bumi. Selain dapat merepresentasikan
permukaan bumi, data raster dapat juga merepresentasikan curah hujan,
temperatur, konsentrasi, dan kepadatan populasi.
Gambar 2.12: Data raster memodelkan permukaan bumi (Gumelar, 2007)
Pada gambar 2.12 sebelumnya memperlihatkan nilai ketinggian suatu
permukaan bumi. Warna hijau memperlihatkan permukaan yang rendah, dan
c. Raster sebagai peta tematik
Data raster yang merpresentasikan peta tematik dapat diturunkan dari
hasil analisis data lain. Aplikasi analisis yang sering digunakan adalah dalam
melakukan klasifikasi citra satelit untuk menghasilkan kategori tutupan lahan
(land cover). Pada dasarnya aktifitas yang dilakukan adalah mengelompokan
nilai dari data multispektral kedalam kelas tertentu (seperti tipe vegetasi) dan
memberikan nilai terhadap kategori tersebut. Peta tematik juga dapat dihasilkan
dari operasi geoprocessing yang dikombinasikan dari berbagai macam sumber,
seperti vektor, raster, dan data permukaan. Sebagai contoh dalam menghaslkan
peta kesesuaian lahan dihasilkan melalui operasi dengan menggunakan data
raster sebagai masukannya. Gambar 2.13 di bawah ini memperlihatkan
penggunaan data raster dalam menentukan perbedaa tutupan lahan.
Gambar 2.13: Data Raster dalam Mengklasifikasi Data Tutupan Lahan (Gumelar, 2007)
2. Data Vektor
Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan,
model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x,y) untuk
bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon). Tabel 2.3
memperlihatkan vontoh representasi data vektor dan atributnya.
Tabel 2.3 Contoh Representasi Data Vektor dan Atributnya
Jenis Contoh Representasi Contoh Atribut
Titik Garis Poligon Sumber: Gumelar (2007) 2.2.2.2 Pengenalan ArcView 2.2.2.2.1 Mengenai ArcView
Perangkat lunak sistem informasi geografi saat ini telah banyak dijumpai
di pasaran dan digunakan secara umum oleh masyarakat. Masing-masing
perangkat lunak ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam menunjang
analisis informasi geografi. Salah satu yang sering digunakan saat ini adalah
ArcView. ArcView yang merupakan salah satu perangkat lunak sistem
Research Institute). ArcView dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi
matematik, menampilkan informasi spasial maupun atribut secara bersamaan,
membuat peta tematik, menyediakan bahasa pemograman (script) serta
melakukan fungsi-fungsi khusus lainnya dengan bantuan extensions (ESRI,
1996). Saat ini ESRI telah mengeluarkan ArcView yang terakhir adalah seri 3.3
dimana setiap pengeluaran seri terbaru secara terus-menerus dilakukan
penyempurnaan-penyempurnaan di dalamnya.
Sebelum menjalankan program ArcView terlebih dahulu user harus
menginstal program ArcView ini. Setelah program ArcView terinstal, langkah
selanjutnya adalah menjalankan program ArcView ini. Klik “ Start Programs”
ESRI ArcView atau bila di desktop telah ada shortcutnya, klik shortcut (ikon)
tersebut.
Tampilan pertama saat membuka ArcView adalah seperti terlihat pada
gambar 2.22, dimana pada kotak dialog tersebut, user dipersilahkan membuka
ArcView dengan langsung membuka view baru, dan pada gambar 2.23
ditunjukkan tampilan ruang kerja baru (new view) padad ArcView.
2.2.2.2.2 Data Atribut
Selanjutnya adalah memasukkan data atribut di dalam peta-peta tersebut.
Ada dua cara proses pemasukkan data atribut:
1. Mengetikkan langsung didalam tabel yang terdapat di ArcView.
2. Join dengan tabel external (*.dbf, *.txt dll)
Gambar 2.15: Tampilan data atribut
Apabila user ingin menambahkan informasi pada sebuah data tabular ini,
apakah data baru atau data turunan yang berasal dari kalkulasi data yang ada, kita
dapat menggunakan langkah-langkah berikut:
1. Buatlah tabel menjadi Editable agar tabel tersebut bisa dimanipulasi,
dengan mengklik menu Table, Start Editing. Memang tidak ada
perubahan apa-apa. Akan tetapi apabila anda perhatikan dengan
seksama, maka judul tabel sekarang akan menjadi tegak dari yang
semula miring. Posisi huruf pada judul tabel dalam posisi tegak
2. Sekarang kita akan menambahkan 1 field atau kolom, dengan tipe String
dan lebar 30. Untuk itu, pilih menu Edit, Add Field, kotak dialog berikut
ini akan muncul.
3. Isikan nama kolom, misalkan ‘Jumlah Penduduk’ pada Name, “Number”
pada Type, 30 pada Width sehingga tampilan kotak dialog tersebut
akan tampak seperti pada gambar di bawah ini. Klik OK, tampilan
tabel akan berubah seperti gambar berikut:
Gambar 2.16: Tampilan penambahan informasi jumlah penduduk
4. Bila anda telah selesai melakukan penambahan dan editing data, pilih
menu Table Stop Editing, kotak dialog konfirasi penyimpanan akan
tampil. Klik Yes, untuk menyimpan hasil penambahan data yang telah
dilakukan, No untuk tidak menyimpan, dan Cancel untuk melanjutkan
editing.
2.2.2.2.3 Geoprocessing
Operasi tumpang tindih (overlay) dalam SIG umumnya dilakukan
a. Pemanfaatan fungsi logika seperti gabungan (union), irisan
(intersection), pilihan (and dan or), perbedaan (difference) dan
pernyataan bersyarat (if, then dan else).
b. Pemanfaatan fungsi relasional seperti ukuran lebih-besar, lebih-kecil,
sama besar dan kombinasinya.
c. Pemanfaatan fungsi aritmatika seperti penambahan, pengurangan,
pengalian dan pembagian.
d. Menyilangkan dua peta langsung berbagai manipulasi teknik
tumpang-tindih ini umumnya bervariasi yang ditentukan pengetahuan operator
dan tingkat kemampuan perangkat lunak. Selain itu salah satu faktor
utama adalah struktur data yang sedang dipakai.
Gambar 2.17: Contoh analisis overlay
Analisis ini lebih sering disebut Query, sedangkan overlaynya
menggunakan suatu program pendukung yang di dalam ArcView disebut dengan
Extensions. Extensions yang digunakan adalah extensions Geoprocessing.
Untuk memunculkan kotak dialoggeoprocessing sehingga bisa digunakan.
Ada 4 operasi dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Dissolve: merupakan analisis yang menghasilkan sebuah peta (theme) baru dari penggabungan data baris (record) yang sama dari sebuah
kolom (field).
2. Marge: merupakan analisis penggabungan dua buah theme menjadi
sebuah theme.
3. Clip One Theme: merupakan analisis pemotongan sebuah theme dengan
memanfaatkan theme lain sebagai batas pemotongan.
4.
Intersect: merupakan analisis penggabungan sekaligus pemotongan duabuah theme. Theme pertama mrupakan theme yang akan dipotong
sedangkan theme yang kedua merupakan batas pemotongan.
2.2.2.2.4 Output
Hasil akhir dari suatu pekerjaan adalah output. Bisa dalam bentuk peta
hard copy ataupun soft copy, bias dalam bentuk tabel dan dalam bentuk
grafik. Proses pembuatan hasil akhir ini sering disebut dengan pembuatan
layout. Umumnya dalam bentuk peta. Adapun proses dalam pembuatan layout
ini adalah sebagai berikut:
1. pilih menu view, layout
2. maka akan uncul kotak dialog bentuk-bentuk layout yang akan user hasilkan. Misalkan kita memilih landscape
Gambar 2.18: Kotak dialog view layout
Gambar 2.19: Contoh hasil layout standar
Gambar di atas merupakan contoh hasil layout standar peta tersebut
merupakan hasil standar dari ArcView. User bisa mengeditnya sesuai dengan
keinginan user sendiri. Misalkan user ungin menambah garis-garis koordianat,
maka user melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Aktifkan extensions graticules and measured grid dari menu File, extensions.
2. Maka akan muncul tool graticules and grids. Klik tool tersebut sehingga
muncul kotak dialog graicule and grid wizard.
3. Pilih view yang akan ditampilkan grid koordinatnya, klik next
4. pada kotak dialog berikutnya pilih interval grid, bentuk grid (titik atau
garis), warna grid maupun bentuk tulisannya. Klik next atau preview.
5. Setalah klik next, maka akan muncul kotak dialog yang menuntun user
untuk memilih bentuk garis luarnya. Klik preview kemudian klik finish.
Gambar 2.21: Contoh hasil layout edit
2.3 Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian yang sebelumnya pernah dilakukan
mengenai penentuan TPA sampah diperoleh gambaran mengenai faktor yang
mempengaruhi penentuan lokasi TPA sampah. Penelitian yang pernah dilakukan
oleh Oktasari Dyah Anggraini dan Benno Rahardyan (2009) tentang ”Pemilihan
Calon Lokasi TPA dengan Metode GIS di Kabupaten Bandung Barat” bahwa
kriteria penentuan lokasi suatu TPA sampah tersebut adalah faktor:
a. Geologi:
Dari peta geologi nantinya dapat diketahui jenis batuan di daerah
penelitian. Daerah TPA sampah yang cocok adalah daerah yang tidak
memilik tanah dasar berupa tanah dengan jenis batu pasir, batu gamping
b. Hidrogeologi:
Informasi hidrogeologi dibutuhkan untuk mengetahui keberadaan muka air
tanah, mendeteksi impermeabilitas tanah, lokasi sungai atau waduk atau
air permukaan dan sumber air minum yang digunakan oleh penduduk
sekitar. Tanah dengan permeabilitas cepat dinilai memiliki nilai yang
rendah untuk menjadi lokasi TPA sampah karena karena akan berdampak
besar pada air tanah dan membutuhkan teknologi tambahan yang lebih
khusus.
c. Hidrologi:
Wilayah yang menjadi sumber air penduduk sekitar dinilai tidak cocok
untuk menjadi daerah TPA sampah.
d. Topografi:
Tempat pengurukan limbah tidak boleh berada pada suatu bukit dengan
lereng yang tidak stabil. Suatu daerah dinilai lebih baik jika berada di
daerah yang lebih landai.
e. Tataguna Lahan:
Tataguna lahan sangat penting untuk diperhatikan karena lokasi TPA
sampah tidak boleh berada pada wilayah yang diperuntukkan bagi daerah
lindung perikanan, satwa liar dan pelestarian tanaman. Jenis penggunaan
tanah lain yang biasanya dipertimbangkan tidak cocok adalah wilayah