• Tidak ada hasil yang ditemukan

7. Lilih siap jdl indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "7. Lilih siap jdl indonesia"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Derajat Ploidi dan Pengaruhnya Terhadap Variasi

Ukuran Stomata dan Spora pada Adiantum raddianum

Lilih Khotim Perwati

Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Jurusan Biologi FMIPA Undip lieh_lilih@yahoo.com

Abstract

Polyploidy is a common phenomenon in plants, especially on the species of ferns. The objectives of this research are to find out the variation of the ploidy levels, to know the effects on the stomata index and size of stomata and spore in Adiantum raddianum. The materials used to conduct this observation of chromosomes number were made from root tips or young leaf tips (croziers). The modified squash method was used in microscopic preparation. The result of the observation showed that there was a variation in ploidy levels from 2n = 2x (diploid) to 2n = 7x (septaploid). It appeared to be general trend that the higher level the ploidy causes the lower the index stomata but the bigger the stomata and the spore size.

Key word: Adiantum, poliploid, stomata, spora

PENDAHULUAN

Marga Adiantum terdiri kurang lebih 200

jenis, mempunyai bentuk daun yang beraneka

ragam serta daerah distribusi yang luas. Di pulau

Jawa menurut Backer (1939) tersebar luas dari

Jawa Barat – Jawa Timur pada ketinggian 250 –

2000 m.dpl. Kurang lebih 20 jenis telah

dibudidayakan sebagai tanaman hias.

Poliploidi merupakan gejala yang umum

dan tersebar luas dalam tumbuhan (Wang et al.,

2007). Berbagai spesies paku dan tumbuhan

berbunga terdapat sebagai sitotipe poliploid (Chen

et al., 2009). Tumbuhan poliploid pada

Pteridophyta kurang lebih 95% (Quintanilla &

Escudero, 2006). Pada marga Adiantum berkisar

56,5 % (Bidin, 1983), bahkan Perwati (2001)

mencatat tumbuhan poliploid pada Adiantum

sebanyak 96,7 % dari 61 sitotipe. Variasi derajat

ploidi yang ditemukan adalah 2x (diploid) sampai

dengan 7x (septaploid). Chen et al. (2009)

menyatakan bahwa peristiwa poliploidisasi pada

paku

dan

tumbuhan

berbunga

merupakan

mekanisme evolusioner yang penting pada taksa

tumbuhan.

Pengaruh

poliploidi

pada

berbagai

kelompok tumbuhan bervariasi, tetapi ada satu

akibat dari poliploidi yang tetap adalah adanya

penambahan

ukuran

sel

(Stebbins,

1971).

Polyploidy

berhubungan

dengan

perubahan

densitas dan ukuran stomata (Chen, 2009, &

de

Oliveira et al.,

2004). Walker (1979) menyatakan

bahwa ukuran stomata dan spora cenderung

meningkat pada tumbuhan paku poliploid.

Sejumlah penelitian telah dilakukan terhadap

penambahan ukuran sel pada beberapa tumbuhan

poliploid. Diantaranya adalah pada Diplazium

(Praptosuwiryo & Darnaedi, 1994), Betulla

papyrifera (Li et al., 1996), Euphorbia dulcis

(Murgia et al., 1987). Perwati (2002) telah

mencatat bahwa terdapat variasi derajat ploidi pada

marga Adiantum.

Adiantum raddianum merupakan salah satu

spesies tumbuhan paku yang tumbuh dari dataran

rendah sampai dengan dataran tinggi. Jenis ini juga

sudah dibudidayakan sebagai tanaman hias.

Sejumlah penelitian jenis – jenis Adiantum talah

dilakukan, tetapi baru sebatas pada kekayaan jenis.

Data yang memuat tentang variasi jumlah

kromosom

(derajat

ploidi)

dan

bagaimana

pengaruhnya terhadap ukuran sel belum banyak

ditemukan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi

jumlah kromosom (derajat ploidi) dan pengaruhnya

terhadap ukuran spora, stomata dan indeks stomata

khususnya pada spesis Adiantum raddianum.

(2)

BAHAN DAN METODE

Bahan penelitian berasal dari lereng selatan

gunung Merapi pada ketinggian 200 – 1000

m.dpl., Lereng selatan gunung Lawu pada

ketinggian 1000 – 2100 m.dpl. dan Dataran tinggi

Dieng 2000 – 2200 m.dpl. Contoh tumbuhan

dibungkus kertas koran dan dibasahi air untuk

menjaga kelembaban.

Tumbuhan yang diperoleh ditanam dalam

pot, untuk mendapatkan ujung akar dan pucuk

daun (crozier) baru dalam pengamatan jumlah

kromosom. Setiap pot diberi label kode koleksi.

Setiap koleksi diambil contoh spora dan daun

untuk pengamatan ukuran spora dan stomata.

a. Pengamatan jumlah kromosom

Pembuatan sediaan untuk pengamatan kromosom

menggunakan metode squash semi permanen

menurut Jahier et al. (1996) yang dimodofikasi.

Ujung akar dan pucuk daun muda (crozier)

direndam larutan kolkhisin 0,05 % pada

temperatur 5

o

C selama dua jam. Bahan difiksasi

dengan larutan farmer’s pada temperatur 5

o

C

selama

24

jam.

Kemudian

dihidrolisis

menggunakan HCl 1 N pada temperatur 60

o

C

selama 10 menit. Pewarnaan menggunakan

larutan carbolic fuchsin selama 24 jam. Bahan

diletakkan di atas gelas benda yang ditetesi

gliserin dan aseto orcein 1%. Gelas benda ditutup

dengan gelas penutup, kemudian diketuk-ketuk

menggunakan ujung kuas tumpul, lalu ditekan

menggunakan ujung ibu jari. Pengamatan dan

penghitungan

jumlah

kromosom

dilakukan

mengunakan mikroskop cahaya pada perbesaran

1000x. Menurut Wagner, 1963 penentuan derajat

ploidi pada marga Adiantum berdasarkan jumlah

kromosom dasar x = 30.

b. Pengamatan spora

Pembuatan

sediaan

mikroskopi

untuk

pengamatan spora menggunakan metode asetolisis

menurut Feagri & Iverssen (1989). Spora difiksasi

menggunakan asam asetat glacial selama 24 jam,

selanjutnya disentrifuge. Asam asetat glacial

diganti larutan campuran asam asetat glacial dan

asam sulfat pekat (9:1) dan dipanaskan dalam

waterbath.

Larutan

diganti

aquades

dan

disentrifuge. Kemudian diwarnai menggunakan

safranin

1

%.

Selanjutnya

didehidrasi

menggunakan tersier butil alkohol (TBA). TBA

diganti minyak silicon sebagai media. Diambil satu

tetes diletakkan di atas gelas benda dan ditutup

menggunakan gelas penutup. Selanjutnya spora

diamati menggunakan mikroskop cahaya, diukur

panjang

aksis

polar

dan

ekuatorialnya

menggunakan mikrometer.

c. Pengamatan stomata.

Pengamatan stomata menggunakan metode

clearing techniques, menurut Prakash (1986) yang

dimodifikasi. Potongan anak daun dimasukkan ke

dalam tabung berisi kloralhidrat. Tabung dipanasi

dalam air mendidih hingga potongan daun menjadi

transparan. Potongan anak daun diletakkan di atas

gelas benda dengan media gliserin. Selanjutnya

diamati menggunakan mikroskop cahaya. Pada saat

pengamatan diukur panjang serta lebar stomata

menggunakan micrometer dan dihitung indeks

stomatanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Klasifikasi & Deskripsi

(3)

Habitat: tanah, tanah berbatu, tumbuh alami di

ketinggian 600 – 2200 m.dpl. di lereng Merapi,

Lawu, dataran tinggi Dieng.

Poliploidi

Berdasarkan hasil pengamatan Wagner

(1963) yang menyatakan bahwa jumlah bilangan

dasar kromosom (x) pada marga Adiantum adalah

29 dan 30, dan yang paling umum terdapat dalam

marga ini adalah x = 30. Dari hasil pengamatan

(tabel 1) memperlihatkan bahwa koleksi Adiantum

raddianum mempunyai derajat ploidi 2x (diploid)

dan

poliploid.

Hasil

penghitungan

jumlah

kromosom dari 29 koleksi tumbuhan yang diamati

menunjukkan variasi jumlah kromosom yaitu 2n =

60, 94, 96, 114, 116, 120, 146, 183, 210.

Berdasarkan jumlah bilangan dasarnya maka

derajat

ploidinya

berturut-turut

adalah

2x

(diploid), 3x (triploid), 4x (tetraploid), 5x

(pentaploid), 6x (heksaploid) dan 7x (septaploid).

Tabel 1. Variasi jumlah kromosom (derajat ploidi)

Adiantum raddianum

Tabel 1. Variasi jumlah kromosom (derajat ploidi) Adiantum raddianum

Keterangan: M = lereng selatan Merapi, L = lereng selatan Lawu & D = dataran tinggi Dieng

Sebagian besar individu memperlihatkan

pengurangan

ataupun

penambahan

jumlah

kromosom (aneuploidi/ euploidi). Berdasarkan

bilangan dasar kromosomnya x = 30, seharusnya

individu triploid mempunyai jumlah kromosom

2n = 90, 4x (tetraploid) 2n = 120, 5x (pentaploid)

2n = 150 dan 6x (heksaploid) 2n = 180.

Banyaknya individu aneuploidi yang ditemukan

mendukung penelitian Bidin (1983) yang juga

menemukan frekuensi yang melimpah pada marga

Adiantum. Menurut Jacas (1996) terdapatnya seri

aneuploidi menunjukkan adanya kecenderungan

evolusi pada tumbuhan.

Selama

penggandaan

genom

peristiwa

aneuploidi lebih sering terjadi pada jenis poliploid.

Jenis poliploid lebih toleran dalam kehilangan

kromosom. Kehilangan kromosom tidak merugikan

pertumbuhan sel, sebab keseluruhan set dari gen

tetap terdapat dalam genome (Briggs & Walters,

1997; Lerner, 1999).

Jika dilihat dari distribusinya menunjukkan

bahwa tumbuhan poliploid mempunyai distribusi

yang lebih luas dari pada yang diploid dan sangat

terkait dengan faktor ketinggian tempat. Tumbuhan

diploid hanya ditemukan di lereng Selatan Merapi

pada ketinggian 800 – 1000 m.dpl., sedangkan

tumbuhan poliploid ditemukan di ketiga lokasi

penelitian pada ketinggian 600 – 2200 m.dpl.

Tumbuhan poliploid juga lebih banyak ditemukan

daripada tumbuhan diploid. Briggs & Walters,

1997 menyatakan bahwa tumbuhan poliploid lebih

mampu berkoloni di daerah baru dan tahan

terhadap habitat yang berbeda dengan tumbuhan

diploidnya.

Meningkatnya

peristiwa

poliploidi

dan

teradaptasinya tumbuhan berderajat ploidi tinggi

pada daerah yang berelevasi tinggi diduga karena

turunnya temperatur. Sesuai dengan hipotesis Love

& Love (dalam Stuessy, 1990) yang menyatakan

bahwa temperatur dan faktor lingkungan lain yang

terkait dengan ketinggian tempat berperan dalam

poliploidisasi tumbuhan.

Ukuran Spora dan Stomata

Pengamatan panjang sumbu polar dan

equatorial spora, indeks stomata, panjang dan lebar

stomata pada seri derajat ploidi dari diploid (2x)

sampai

dengan

septaploid

(7x)

Adiantum

raddianum yang terdapat di lereng Merapi, Lawu,

dataran tinggi Dieng; hasilnya ditabulasikan dalam

tabel 2.

(4)

Tabel 2. Ukuran Spora dan Stomata pada berbagai derajat ploidi Adiantum raddianum

Persamaan regresi kecenderungan ukuran spora

dan stomata terhadap derajat ploidi berturut-turut

disajikan dalam gambar 1 & 2.

Gambar.1.Kecenderungan ukuran spora terhadap

derajat ploidi

Gambar.2.Kecenderungan ukuran dan indeks stomata terhadap derajat ploidi.

Berdasarkan hasil pengamatan ukuran spora

terlihat bahwa panjang sumbu polar & equatorial

mempunyai

kecenderungan

yang

meningkat

seiring dengan peningkatan derajat ploidi. Adanya

peningkatan derajat ploidi akan diikuti pula ukuran

sporanya. Pada pandangan polar mempunyai

persamaan regresi Y = 2,24x + 25,78 dengan R

2

=

0,90 dan pada pandangan equatorial persamaan

regresinya adalah: Y = 3,32 x + 30,80 dengan R

2

=

0,95. Perbandingan sumbu polar dan equatorial

(bentuk) spora relatif tetap seiring dengan

meningkatnya derajat ploidi.

Demikian

juga

pengaruhnya

terhadap

panjang dan lebar stomata, ada kecenderungan

penambahan ukuran stomata seiring dengan

peningkatan derajat ploidi. Pengaruh derajat plodi

terhadap panjang stomata dapat dinyatakan dalam

persamaan regresi linier Y = 2,28x + 22,82 dengan

R

2

= 0,96. Pada pengamatan lebar stomata juga

menunjukkan hal yang sama. Pengaruh derajat

ploidi terhadap lebar stomata adalah Y=1,48x+

22,02 dengan R

2

= 0,97. Sedangkan pengaruhnya

terhadap indeks stomata memperlihatkan bahwa

indeks

stomata

semakin

menurun

dengan

meningkatnya

derajat

ploidi.

Kecenderungan

tersebut dinyatakan dengan persamaan regresi Y =

-1,71x + 28,94 dengan R

2

= 0,71.

Dari

semua

parameter

yang

diamati

menunjukkan bahwa poliploidi menyebabkan

penambahan ukuran sel. Bertambahnya ukuran sel

merupakan refleksi dari bertambahnya ukuran

vakuola dan kandungan air yang semakin banyak.

Keanekaragaman genetik yang tinggi dari

tumbuhan poliploid berkontribusi terhadap kisaran

distribusi dan variasi morfologi serta perbedaan

habitat. Tumbuhan poliploid cenderung berhasil

menginvasi suatu wilayah. Kemampuan poliploid

dalam menginvasi habitat baru tergantung pada

sifat baru dari morfologi dan fisiologi yang

menyertai proses poliploidi tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Perwati (2002)

memperlihatkan

bahwa

Adiantum

poliploid

mempunyai distribusi yang lebih luas dari

tumbuhan diploid, dan di tempat yang berelevasi

lebih tinggi tumbuhan poliploid lebih banyak

ditemukan.

Menurut Li et al, 1996 perubahan

morfologi dan mekanisme fisiologi pada tumbuhan

poliploid merupakan bentuk adaptasi terhadap

lingkungan di tempat yang berelevasi tinggi.

Spora Stomata

(5)

Adanya sifat morfologi dan fisiologi yang

khas dari tumbuhan poliploid sangat menunjang

kelangsungan

hidup

di

habitatnya.

Secara

morfologi Adiantum radianum yang poliploid

mempunyai indeks stomata yang lebih sedikit

tetapi mempunyai ukuran stomata yang lebih

besar dari pada tumbuhan yang diploid. Stomata

adalah

salah

satu

faktor

penentu

yang

mempengaruhi efisiensi penggunaan air. Stomata

yang lebar lebih lambat merespon terhadap

dehidrasi. Hal tersebut merupakan struktur dasar

dalam mengurangi kehilangan air dari daun.

Pengaturan turgor merupakan adaptasi penting

dari tumbuhan untuk menanggulangi kekurangan

air.

KESIMPULAN

Tedapat variasi derajat ploidi dari diploid

2n = 2x (diploid) sampai dengan 2n = 7x

(septaploid) pada Adiantum raddianum yang

tumbuh di lereng selatan gunung Merapi dan

Lawu serta dataran tinggi Dieng. Secara umun

terdapat kecenderungan penambahan ukuran

stomata dan spora seiring dengan peningkatan

derajat ploidi, tetapi semakin menurun indeks

stomatanya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu penyelesaian penelitian sampai

dengan dipublikasikannya hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Backer, C.A. & O. Posthumus. 1939. Varenflora

Voor

Java.

Uitgave

Van`s

Lands

Plantentuin Buitenzorg, Java. p. 164-170.

Bidin, A. 1983. Penelitian Sitologi pada Genus

Adiantum

L.

(Adiantaceae).

Sains

Malaysiana 12 (4): 275-286.

Briggs, D. & S.M. Walters. 1997. Plant Variation

and

Evolution.

3rd.

ed.

Cambridge

University Press.

Chen, G; W.B. Sun & H. Sun, 2009.

Morphological

characteristics

of

leaf

epidermis and size variation of leaf, flower

and fruit in different ploidy levels in

Buddeleja macrostacya (Buddlejaceae).

Journal of Systematics and Evolution 47 (3):

231 – 236 (2009)

de Oliveira V. M., E R. Forni-Martins, P. M.

Magalhães

and

M.N.

Alves,

2004.

Chromosomal and morphological studies of

diploid and polyploid cytotypes of Stevia

rebaudiana (Bertoni) Bertoni (Eupatorieae,

Asteraceae).

Genetics

and

Molecular

Biology, 27, 2, 215-222 (2004).

Feagri, K. & J. Iversen. 1989. Textbook of Pollen

Analysis. Hafner Press. New York.

Gifford,

E.M.

&

A.S.

Foster.

1989.

Morphology and Evolution of Vascular

Plants. third ed. W.H.Freeman and

Company, New York.

Jahier, J; A.M. Cherve; R. Delourme; F. Eber &

A.M. Tangui. 1996. Techniques of Plant

Cytogenetics. Science Pub Inc. USA. p. 156.

Jacas, N.G; A.R. Susanna, & Ilarslan, 1996.

Aneuploidy

in

the

Centaureinae

(Compositae). American Journal of Botany

83 (10): 1356-1364.

Lerner,

H.R.

1999.

Plant

Responses

to

Environmrntal

stresses:

From

Phytohormones to Genome Reorganization.

Marcel Dekker, Inc.New York.

Li, W.L; G.P. Berlyn & P.M.S. Ashton, 1996.

Polyploids

and

Their

Structural

and

Physiological Characteristics relative to

Water

Deficit

in

Betula

papyrifera

(Betulaceae). American Journal of Botany.

83 (1) : 15-20.

Murgia, M; H.J.Wilms & M. Cresti, 1987.

Ultrastructural Comparison of Pollen Grains

from 2n, 3n and 4n Plants of Euphorbia

dulcis. American Journal of Botany. 74 (11):

1665-1671.

Perwati,

L.K.,Santosa,

Purnomo

2002.

Sitotaksonomi Marga Adiatum di Gunung

Merapi, Lawu dan Dataran Tinggi Dieng.

Teknosains, Vol. 15, No. 2, Mei 2002: 379 –

390.

Perwati, L.K., 2002. Sitogeografi Marga Adiantum

L. di Gunung Merapi dan Lawu. Biosfera,

Vol 19 (3) September 2002. 65 – 69.

(6)

Praptosuwiryo, N. & D. Darnaedi. 1994.

Cytological Study of the Fern Genus

Diplazium in Gunung Gede-Pangrango

National Park, Java. Floribunda 1 (15):

57-60.

Quintanilla, L. & A. Escudero, 2006. Spore

Fitness Components Do Not Differ Between

Diploid and Allotetraploid Species of

Dryopteris (Dryopteridaceae). Annals of

Botany 2006 98(3):609-618.

Stebbins, G.L. 1971. Chromosomal Evolution in

Higher Plants. Adison Wesley Publishing

Company.

Stuessy , T.F. 1990. Plant Taxonomy, The

Systematic Evaluation of Comparative

Data. Columbia Univ. Press, New York. p.

291-311.

Wagner, Jr.W.H. 1963. A Biosystematic Survey of

United States Ferns. American Fern Journal

53 (1): 1-16.

Walker, T.G. 1979. The Cytogenetics of Ferns.

dalam A.F.Dyer (ed.). The Experimental

Biology of Ferns. Academic Press, London.

p. 87-123.

Gambar

Gambar.1.Kecenderungan derajat ploidi

Referensi

Dokumen terkait