9 A.Landasan Teori
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
a. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebuah organisasi baik itu organisasi yang baru ataupun yang lama
dalam menjalankan aktivitasnya perlu ditata agar dapat berjalan dengan baik
dan tujuannya dapat tercapai. Oleh karena itulah diperlukan manajemen yang
baik.
Menurut Hasibuan (2000) mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu
dan seni mengatur proses pemenfaatan sumber daya manusia dan
sumbersumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan.
Secara harfiah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
mengandung pengertian yang merupakan paduan dari pengertian Manajemen
dan Sumber Daya Manusia. Pengertian MSDM menurut Gary Dessler (2004),
mendifinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai proses
memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada
karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan keamanan,
serta masalah keadilan.
Pengertian lain mengenai MSDM dikemukakan oleh Handoko dalam
Rachmawati (2007) Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar
tercapai berbagai tujuan individu, organisasi, dan masyarakat.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Umar (2005)
yaitu Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari manajemen
keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia,
yang bertugas mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga
kerja yang puas akan pekerjaannya.
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan para ahli di atas, dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa sumber daya manusia merupakan ilmu, seni
dan proses dalam aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan,
pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan
pemisahan tenaga kerja sehingga tercapai tujuan organisasi individu, dan
tercapai kepuasan pada diri individu.
b. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sesuai dengan pengertian manajemen sumber daya manusia yang
telah dirumuskan di atas, maka kegiatan-kegiatan pengelolaan sumber daya
manusia di dalam suatu organisasi dapat diklasifikasi ke dalam beberapa
fungsi. Fungsi manajemen menurut Henry Fayol (Hasibuan, 2005):
1) Fungsi Perencanaan, meliputi tugas-tugas menyusun rencana kegiatan
kedepan dari suatu organisasi, yang meliputi rencana jangka panjang,
menengah, pendek, rencana kegiatan serta menetapkan target yang
2) Fungsi Pengorganisasian, meliputi tugas-tugas apa yang harus
dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana tugas-tugas itu
dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dimana keputusan harus
diambil.
3) Fungsi Kepemimpinan, karena suatu organisasi terdiri dari orang-orang
adalah tugas seorang manajer untuk mengarahkan dan
mengoordinasikan orang-orang ini. Saat mereka mengarahkan,
memotivasi, memilih saluran komunikasi yang efektif atau
memecahkan konflik antar anggota semuanya ini adalah fungsi
kepemimpinan seorang manajer.
4) Fungsi Pengendalian, setelah tujuan-tujuan ditentukan, rencana di
tuangkan, pengaturan struktual digambarkan, dan orang-orang
dipekerjakan, dilatih, dimotivasi masih ada kemungkinan bahwa ada
sesuatu yang keliru untuk memastikan semua urusan berjalan sebagai
mana mestinya seorang manajer harus memantau kinerja organisasi.
Selain fungsi-fungsi pokok, manajemen sumber daya manusia
memiliki beberapa fungsi-fungsi operasional. Dimana pada dasarnya fungsi
operasional dari manajemen sumber daya manusia dapat diklasifikasikan
dalam tiga fungsi operasional seperti diungkapkan oleh Wahyudi (2002)
1) Pengadaan Sumber Daya Manusia
Fungsi ini bertujuan untuk mendapatkan karyawan yang sesuai
dengan kebutuhan perusahaan. Kegiatan operasional manajemen sumber
daya manusia yang berada dalam ruang lingkup ini adalah:
a) Perencanaan Sumber Daya Manusia
Dalam perencanaan sumber daya manusia dilakukan penentuan
kebutuhan tentang kerja baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif, serta cara memenuhi kebutuhan tanaga kerja itu.
b) Penarikan Calon Tenaga Kerja
Penarikan calon tenaga kerja ini berupa usaha menarik sebanyak
mungkin calon-calon tenaga yang memenuhi persyaratan yang
dibutuhkan dari sumber-sumber tenaga kerja yang tersedia
c) Seleksi
Seleksi merupakan proses pemilihan tenaga kerja dari sejumlah
calon tenaga kerja yang dapat dikumpulkan melalui proses penarikan
tenaga kerja. Perusahaan memilih tenaga kerja yang memiliki kualitas
yang baik diantara calon-calon tenaga kerja
d) Penempatan
Penempatan tenaga kerja yang terpilih pada jabatan yang
ditetapkan oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan.
e) Pembekalan
Pembekalan atau dikenal dengan istilah indoctrination,
kepada tenaga kerja terpilih tantang diskripsi jabatan, kondisi kerja dan
peraturan organisasi.
2) Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kegiatan-kegiatan dalam fungsi pengembangan sumber daya
manusia ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki, agar tidak tertinggal oleh
perkembangan organisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang
terjadi di era globalisasi.
Fungsi operasional manajemen sumber daya manusia yang berada
dalam fungsi ini dibagi atas 2 yaitu:
a) Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dilakukan dengan
mengikutsertakan tenaga kerja tersebut dalam program pelatihan dan
program pengembangan dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan seorang tenaga kerja, sehingga mampu
menyesuaikan atau mengikuti perkembangan kebutuhan organisasi atau
perusahaan.
b) Pengembangan Karir
Pengembangan karir meliputi kegiatan-kegiatan yang
menyangkut pengembangan karir seorang tenaga kerja, baik dalam
3) Pemeliharaan Sumber Daya Manusia
Kegiatan-kegiatan dalam fungsi pemeliharaan sumber daya
manusia ini ditujukan untuk memelihara keutuhan sumber daya manusia
yang dimiliki. Wujud dari hasil pemeliharaan sumber daya manusia ini
adalah tumbuhnya rasa betah dan mempunyai kemauan untuk bekerja
dengan sebaik-baiknya pada organisasi. Fungsi operasional manajemen
sumber daya manusia yang berada dalam fungsi ini adalah sebagai berikut:
a) Kompensasi Jabatan
Kompensasi jabatan meliputi usaha pemberian balas jasa atau
kompensasi atas prestasi yang telah diberikan oleh seorang tenaga
kerja.
b) Integrasi
Integrasi meliputi usaha menciptakan kondisi integrasi atau
persamaan kepentingan antara tenaga kerja dengan organisasi, yang
telah menyangkut masalah motivasi, kepentingan, komunikasi, konflik
dan konseling.
2. Kinerja Karyawan
a. Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja kerja karyawan merupakan salah satu tuntutan manajemen
atas tugas yang diberikan dalam mencapai tujuan utama perusahaan. Dengan
kinerja kerja yang maksimal maka diharapkan perusahaan mempunyai
kemampuan bersaing dan lebih unggul dibandingkan dengan pesaing
mencapai tujuan tersebut manajemen membutuhkan karyawan sebagai salah
satu aset berharga yang dimiliki perusahaan. Dengan adanya dukungan penuh
dari karyawan dalam melaksanakan tugasnya diharapkan perusahaan dapat
memaksimalkan pencapaian tujuan untuk maju dan berkembang. Untuk dapat
mencapai tujuan tersebut, diharapkan karyawan yang diberikan tugas dapat
memberikan kinerja kerja yang maksimal bagi kepentingan perusahaan.
Peningkatan kinerja karyawan perlu ditingkatkan secara signifikan agar
kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas baru lebih baik di masa
mendatang.
Sutrisno (2011) kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang
atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika. Suhendi dan Anggara (2010) kinerja merupakan
semua tindakan atau perilaku yang dikendalikan oleh individu dan
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan-tujuan dari organisasi.
Sementara itu, menurut Suhendi dan Anggara (2010) kinerja
menunjukkan pencapaian target kerja yang berkaitan dengan kualitas,
kuantitas, dan waktu. Pencapaian kinerja tersebut dipengaruhi oleh
kecakapan dan waktu. Kinerja yang optimal akan terwujud bilamana
organisasi dapat memilih karyawan yang memiliki motivasi dan kecakapan
yang sesuai dengan pekerjaan serta memiliki kondisi yang memungkinkan
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
karyawan merupakan hasil kerja karyawan dilihat pada aspek kualitas,
kuantitas, waktu kerja, dan kerja sama dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan. Lazimnya kinerja kerja karyawan secara umum dapat dinyatakan
dalam empat dimensi, yaitu:
1) Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan,
waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas.
2) Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk
dan jasa yang dapat dihasilkan.
3) Waktu kerja, menerapkan berapa jumlah absensi, keterlambatan serta
masa kerja yang telah dijalani oleh karyawan tersebut.
4) Kerja sama, dalam hal ini menjelaskan akan bagaimana individu
membantu atau menghambat usaha dari rekan kerjanya dalam
menyelesaikan tugasnya.
Dengan demikian keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan
bahwa karyawan mempunyai kinerja kerja yang baik bila dia berhasil
memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang
telah ditetapkan oleh organisasi. Perbaikan kinerja kerja karyawan saat ini
menjadi perhatian utama untuk individu dan kelompok dalam peningkatan
kinerja organisasi. Hasil penilaian kinerja merupakan bagian penting dalam
perencanaan strategis manajemen. Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat
kinerja karyawan perlu dilakukan secara sistem dan berkesinambungan dalam
mendukung percepatan pencapaian tujuan utama perusahaan.
b. Penilaian Kinerja karyawan
Penilaian kerja karyawan merupakan salah satu hal penting yang
harus dilakukan oleh pimpinan agar dapat mengetahui apakah karyawan
dalam melaksanakan tugas telah memberikan kinerja yang terbaik bagi
perusahaan. Untuk itu, sebelum melakukan penilaian kinerja karyawan
sebaiknya manajemen menetapkan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai
dari penilaian kinerja yang akan dilakukan. Penilaian kinerja karyawan
sebaiknya dilakukan dengan adanya aturan dan kaidah yang jelas serta diikuti
dengan kemampuan dari penilai yang mempunyai sifat objektif dan
independen sehingga dapat memberikan hasil yang akurat.
Menurut Suhendi dan Anggara (2010), secara teoritis tujuan penilaian
dikategorikan sebagai suatu sifat Evaluation dan Development, dalam hal ini
suatu yang bersifat Evaluation yaitu:
1) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi.
2) Hasil penilaian digunakan sebagai Staffing Decision.
3) Hasil penilaian digunakan sebagai dasar mengevaluasi sistem seleksi.
Sementara itu, adapun yang bersifat development penilai harus
menyelesaikan, yaitu:
1) Prestasi real yang dicapai individu.
2) Kelemahan-kelemahan individu yang menghambat kinerja.
Manfaat penilaian kinerja karyawan oleh Suhendi dan Anggara
(2010) yaitu:
1) Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
2) Perbaikan kinerja.
3) Kebutuhan latihan dan pengembangan.
4) Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi,
pemecatan,
5) pemberhentian, dan perencanaan tenaga kerja.
6) Untuk kepentingan penelitian pegawai.
7) Membantu organisasi terhadap kesalahan desain pegawai.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
penilaian kinerja yang dilakukan pimpinan perusahaan kepada karyawan
memberikan peranan penting bagi kedua pihak untuk jangka pendek maupun
jangka panjang. Oleh sebab itu, penilaian kinerja harus dilakukan secara adil
dan bijaksana agar tidak menimbulkan kendala atau hambatan pada saat
pelaksanaan dan memberikan kerugian pada pihak lain. Selain itu, penilai
harus mempunyai kemampuan yang dapat diandalkan seperti mampu
bersikap objektif dan independen pada saat penilaian dilakukan, sehingga
hasil yang diberikan dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi pihak
bersangkutan. Guna mengetahui perkembangan kinerja karyawan lazimnya
kegiatan – kegiatan khusus yang dapat menunjang penilaian kinerja karyawan
Berikut ini ada enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk
mengukur kinerja karyawan (Sutrisno, 2011), yaitu:
1) Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan
kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang
diharapkan.
2) Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah,
unit dan siklus kegiatan.
3) Timeliness, merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada
waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain
serta waktu yang tersedia bagi kegiatan orang lain. Dengan
memperhatikan batas waktu yang diberikan dalam menyelesaikan
pekerjaan tersebut dapat menunjukkan kinerja kerja karyawan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab.
4) Cost effectiveness, merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumber
daya organisasi mencakup manusia, keuangan, teknologi dan material
dimaksimalkan dalam mencapai hasil tertinggi dan pengurangan
kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.
5) Need for supervision, merupakan tingkat sejauh mana seorang
karyawan dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa
memerlukan pengawasan seorang supervise untuk mencegah tindakan
yang kurang diinginkan.
6) Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana pegawai
Manajemen dalam melakukan penilaian kinerja karyawan sebaiknya
mengetahui metode yang tepat agar pada saat penilaian kinerja dilakukan
dapat memberikan hasil yang maksimal bagi kepentingan kedua pihak.
Metode yang dapat digunakan oleh manajemen dalam melakukan penilaian
kinerja harus didukung dengan syarat-syarat yang handal dan akurat agar
tidak menimbulkan kendala dan hambatan pada saat dilakukan. Agar
penilaian kinerja kerja karyawan dapat dilakukan dengan baik, maka
dibutuhkan metode yang memenuhi persyaratan dibawah ini (Sutrisno, 2011),
yaitu:
1) Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan yang lain, seperti
menyangkut pribadi seseorang.
2) Menggunakan tolak ukur yang jelas yang pasti menjamin bahwa
pengukuran ini bersifat objektif.
3) Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua
anggota organisasi yang terlibat.
4) Dilaksanakan secara konsisten dan didukung sepenuhnya oleh
pimpinan puncak organisasi.
Kinerja karyawan merupakan prestasi yang diperoleh seseorang
dalam melakukan tugasnya. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja
para pelaku organisasi bersangkutan. Oleh sebab itu, setiap unit kerja dalam
suatu organisasi harus di nilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya manusia
yang terdapat dalam unit-unit organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif.
konsisten dan berkesinambungan sehingga dapat diketahui secara handal
perkembangan kinerja karyawan yang mendukung pencapaian tujuan utama
perusahaan. Karyawan yang mempunyai kinerja kerja yang tinggi menjadi
salah satu alat pendukung yang kuat dalam mempercepat pencapaian tujuan
organisasi. Bila terjadi penurunan kinerja kerja, maka manajemen harus
segera mengantisipasi hal tersebut agar tidak berkepanjangan yang dapat
memperlambat pencapaian tujuan utama perusahaan.
c. Dimensi Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan cenderung menjadi salah satu tolak ukur atas
keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan sesuai
dengan jabatan yang diberikan. Kinerja kerja karyawan lazimnya dapat
berubah baik mengalami kenaikan maupun penurunan yang dapat disebabkan
oleh beberapa sistem baik internal maupun eksternal. Oleh sebab itu,
manajemen secara sistem dan konsisten perlu melakukan penilaian kinerja
kerja karyawan dengan terlebih dahulu mengetahui sistem dominan yang
menyebabkan perubahan kinerja kerja karyawan. Faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dalam
pelaksanaan tugas diperusahaan. Menurut Suhendi dan Anggara (2010),
faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu:
1) Kemampuan
2) Motivasi
3) Dukungan yang diterima
5) Hubungan mereka dengan organisasi
Sementara itu, menurut Mangkunegara (Suhendi dan Anggara, 2010),
ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu:
1) Faktor kemampuan, secara psikologis kemampuan pegawai terdiri atas
kemampuan potensi (IQ) serta kemampuan realitas (pendidikan). Oleh
sebab itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan pekerjaan dan juga
keahliannya.
2) Faktor motivasi, faktor ini terbentuk dari sikap seseorang pegawai
dalam menghadapi situasi kerja diperusahaan. Motivasi adalah sebuah
kondisi yang menggerakkan pegawai kearah pencapaian tujuan kerja.
3) Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang
untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal.
Sutrisno (2011) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan sebagai berikut:
1) Efektivitas dan efisiensi
Dalam hal ini, hubungannya dengan kinerja organisasi maka
ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi.
Dikatakan efektif, bila mencapai tujuan yang hendak dicapai dan
dikatakan efisien apabila hal ini memuaskan sebagai pendorong dalam
mencapai tujuan. Guna tercapai tujuan yang diinginkan organisasi, salah
satu yang perlu mendapat perhatian adalah hal yang berkaitan dengan
wewenang dan tanggung jawab para karyawan yang mendukung
2) Otoritas tanggung jawab
Dalam hal ini, organisasi yang baik berwewenang dan tanggung
jawab telah didelegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang tindih dalam
melaksanakan tugas. Selain itu, kejelasan wewenang dan tanggung jawab
setiap orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan
tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai
komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang
tinggi.
3) Disiplin
Lazimnya disiplin menunjukkan kondisi atau sikap hormat yang
terdapat dalam diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan
perusahaan. Selain itu, masalah disiplin karyawan yang ada dalam
perusahaan baik atasan maupun bawahan terhadap kinerja organisasi.
Kinerja organisasi akan tercapai bila kinerja individu maupun kinerja
kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para
karyawannya dalam melaksanakan tugas.
4) Inisiatif
Dalam hal ini inisiatif seorang karyawan berkaitan dengan daya
pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang
berkaitan dengan tujuan organisasi. Selain itu, inisiatif karyawan yang ada
dalam organisasi merupakan daya pendorong kemajuan dan akhirnya akan
mempengaruhi kinerja kerja karyawan. Atasan yang baik sebaiknya
dalam melaksanakan tugasnya, hal ini ditujukan agar karyawan memiliki
energi yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja kerja bagi kepentingan
karyawan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak
system yang dapat mempengaruhi perubahan kinerja kerja karyawan selama
melaksanakan tugasnya. Faktor tersebut dapat berkaitan langsung maupun
tidak langsung dengan karyawan dan perusahaan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab masing-masing. Dengan mengetahui system yang
mendominasi kinerja karyawan, maka pimpinan perusahaan dapat
mengambil langkah antisipasi untuk meminimalkan kesalahan yang dapat
dilakukan karyawan dan merugikan perusahaan baik dari segi materi maupun
non materi.
Pimpinan perusahaan perlu mengetahui setiap perubahan kinerja kerja
karyawan yang menyangkut pencapaian tujuan utama sehingga hal ini
menunjukkan kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas dan
tanggunng jawab yang diberikan sesuai dengan jabatan karyawan tersebut.
Bila kinerja karyawan mengalami penurunan, maka sudah seharusnya
pimpinan mempunyai langkah antisipasi untuk menaikan kembali kinerja
karyawan dengan menyiapkan berbagai kebijakan yang dapat menunjang
perbaikan dan peningkatan kinerja karyawan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan haruslah
diikuti dengan kebijakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan
cenderung stabil dan tujuan yang ingin dicapai dapat dimaksimalkan
sedemikian rupa baik jangka pendek maupun jangka panjang agar perusahaan
mempunyai kemampuan dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin
kompetitif.
3. Budaya Organisasi
a. Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Wibowo (2010), budaya Organisasi adalah filosofi dasar
organisasi yang memuat keyakinan, norma-norma, dan nilai-nilai bersama
yang menjadi karakteristik inti tentang bagaimana cara melakukan sesuatu
dalam organisasi. Keyakinan, norma-norma, dan nilai-nilai tersebut menjadi
pegangan semua sumber daya manusia dalam organisasi dalam melaksanakan
kinerjanya. Kinerja sumber daya manusia sangat ditentukan oleh kondisi
lingkungan internal maupun eksternal organisasi, termasuk budaya
organisasi.
Sutrisno (2011), budaya organisasi didefinisikan sebagai perangkat
sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-asumsi
(assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan
diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan
pemecahan masalah-masalah organisasi.
Selain pengertian di atas Robbins dalam Sembiring, (2012)
selanjutnya, memberikan pengertian bahwa Budaya Organisasi mengacu ke
sistem makna bersama yang dianut oleh anggota anggota yang membedakan
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi merupakan suatu kekuatan sistem yang tidak tampak, yang
dapat menggerakkan orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas
kerja. Selain itu, secara tidak sadar setiap orang di dalam suatu organisasi
mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Budaya organisasi
yang kuat cenderung mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya yang
lemah dan sistem dapat menghambat atau bertentangan dengan tujuan
perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang mempunyai budaya organisasi
sangat kuat, nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam, dianut dan
diperjuangkan oleh sebagian besar para anggota organisasinya untuk
kepentingan bersama di masa mendatang.
Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh besar terhadap
perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan karena menimbulkan (Sutrisno,
2011), antara lain:
1) Nilai-nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan,
menginternalisasi, menjiwai pada para anggota, dan merupakan
kekuatan yang tidak tampak.
2) Perilaku karyawan secara tidak disadari terkendali dan terkoordinasi
oleh kekuatan yang informal atau tidak tampak.
3) Para anggota merasa komitmen dan loyal pada organisasi.
4) Adanya musyawarah dan kebersamaan dan atau kesertaan dalam hal
yang berarti sebagai bentuk partisipasi, pengakuan, penghormatan
5) Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi dan atau tujuan
organisasi.
6) Para karyawan merasa senang, karena di akui dan dihargai martabat dan
kontribusinya yang sangat bermanfaat.
7) Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabiilkan
kegiatan perusahaan.
8) Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek, pengarahan
perilaku dan kinerja organisasi, penyebarannya pada para anggota
organisasi, dan kekuatannya yaitu menekan para anggota untuk
melaksanakan nilai budaya.
9) Budaya berpengaruh terhadap perilaku individu maupun kelompok.
b. Fungsi Budaya Organisasi
Fungsi Budaya Organisasi menurut Robbins dalam Sembiring,
(2012):
1) Menetapkan tapal batas.
2) Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi.
3) Budaya mempermudah komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri pribadi seseorang.
4) Budaya meninggkatkan kemantapan sistem sosial (perekat /
5) Budaya organisasi berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan
mekanisme pengendali yang memandu dan membentuk sikap dan
perilaku para anggota organisasi.
Menurut Greenberg dan Baron (2003) fungsi Budaya Organisasi di
antaranya:
1) Budaya memberikan rasa identitas
Semakin jelas persepsi dan nilai-nilai bersama organisasi
didefinisikan, semakin kuat orang dapat disatukan dengan misi organisasi
dan merasa menjadi bagian penting darinya.
2) Budaya membangkitkan komitmen pada misi organisasi
Bagi orang terkadang sulit untuk berpikir di luar kepentingannya
sendiri, seberapa besar akan mengetahui dirinya. Apabila terdapat strong
culture, orang merasa bahwa mereka menjadi bagian dari yang besar
dalam organisasi tersebut dan terlibat dalam keseluruhan kerja organisasi.
3) Budaya memperjelas dan memperkuat standar perilaku
Budaya membimbing kata dan perbuatan pekerjaan, membuat jelas
apa yang harus dilakukan dan kata-kata dalam situasi tertentu terutama
berguna bagi pendatang baru. Budaya mengusahakan stabilitas bagi
perilaku, keduanya dengan harapan apa yang harus dilakukan individu
yang berbeda di saat yang sama. Suatu perusahaan dengan kebudayaan
yang kuat mendukung kepuasan pelanggan, pekerja mempunyai pedoman
c. Indikator Budaya Organisasi
Terdapat karateristik penting yang dipakai sebagai acuan dalam
memahami serta mengukur keberadaan Budaya Organisasi yang
dikembangkan oleh Hofstede (1990) dalam Trisnaningsih (2007):
1) Berorientasi pada hasil pekerjaan, yaitu sejauh mana manajemen
memusatkan perhatian pada hasil pekerjaan dibandingkan perhatian
terhadap teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.
2) Berorientasi pada orang, yaitu sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang- orang di dalam
organisasi.
Menurut Robbins (2008), menyimpulkan indikator budaya organisasi
menjadi 6 yaitu:
1) Inovatif memperhitungkan risiko
Norma yang dibentuk berdasarkan kesepakatan menyatakan bahwa
setiap karyawan akan memberikan perhatian yang sensitif terhadap segala
permasalahan yang mungkin dapat membuat resiko kerugian bagi
kelompok dan oragnisasi secara keseluruhan. Perilaku karyawan yang
demikian dibentuk apabila berdasarkan kesepakatan bersama sehingga
secara tidak langsung membuat rasa tanggung jawab bagi karyawan untuk
melakukan tindakan mencegah terjadi kerugian secara konsisten. Kerugian
ini lebih pada waktu, dari rasa sensitifnya karyawan dapat mengantisipasi
risiko yang mengakibatkan kerugian lain, seperti merusak nama baik
2) Memberi perhatian pada setiap masalah secara detail
Memberikan perhatian pada setiap masalah secara detail di dalam
melakukan pekerjaan akan mengambarkan ketelitian dan kecermatan
karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Sikap yang demikian akan
menggambarkan tingkat kualitas pekerjaan yang sangat tinggi. Apabila
semua karyawan memberikan perhatian secara detail terhadap semua
permasalahan yang ada dalam pekerjaaan, maka tingkat penyelesaian
masalah dapat digambarkan menjadi suatu pekerjaan yang berkualitas
tinggi dengan demikian kepuasan konsumen akan terpenuhi.
3) Berorientasi terhadap hasil yang akan dicapai
Supervisi seorang manejer terhadap bawahannya merupakan salah
satu cara manajer untuk mengarahkan dan memberdayakan staf. Melalui
supervisi dapat diuraikan tujuan organisasi dan kelompok serta
anggotanya, dimana tujuan dan hasil yang hendak dicapai. Apabila
persepsi bawahan dapat dibentuk dan menjadi satu kesatuan didalam
melakukan tugas untuk mencapai hasil. Dengan demikian semua karyawan
berorientasi pada pencapaian tujuan/hasil.
4) Berorientasi kepada semua kepentingan karyawan
Keberhasilan atau kinerja organisasi salah satunya ditentukan ke
kompakan tim kerja (team work), di mana kerjasama tim dapat dibentuk
jika manajer dapat melakukan supervisi dengan baik. Kerjasama tim yang
dimaksud adalah setiap karyawan bekerjasama dalam persepsi dan sikap
sesama karyawan akan selalu memerhatikan permasalahan yang dihadapi
masing-masing.
5) Agresif dalam bekerja
Produktivitas yang tinggi dapat dihasilkan apabila performa
karyawan dapat memenuhi standar yang dibutuhkan untuk melakukan
tugasnya. Performa yang baik dimaksudkan antara lain: kualifikasi
keahlian (ability and skill) yang dapat memenuhi persyaratan produktivitas
serta harus diikuti dengan disiplin dan kerajinan yang tinggi. Apabila
kualifikasi ini telah di penuhi, maka masih dibutuhkan ketahanan fisik dan
keagresifan karyawan untuk menghasilkan kinerja yang baik.
6) Mempertahankan dan menjaga stabilitas kerja.
Performa yang baik dari karyawan harus didukung oleh kesehatan
yang prima. Performa yang baik tidak akan dapat tercipta secara kontinu
apabila karyawan tidak dalam kondisi kesehatan yang prima. Kesehatan
yang prima akan membentuk stamina yang prima, dengan stamina yang
prima akan terbentuk ketahanan fisik yang akurat (endurance) dan stabil,
serta dengan ketahanan fisik yang prima, maka karyawan akan dapat
mengendalikan (drive) semua pekerjaan dengan baik. Dengan tingkat
pengendalian yang prima, menggambarkan.
d. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja
Budaya organisasi mengacu kepada sistem makna bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari
sistem nilai budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi
kearah perkembangan yang lebih baik. Rivai (2003) dalam Waridin dan
Masrukhin (2006) menyatakan bahwa semakin baik budaya kerja maka
kinerja akan semakin tinggi begitu juga sebaliknya. Hal ini berarti bahwa
setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih kondusif akan memberikan
sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja pegawai, demikian
juga sebaliknya. Hasil penelitian Waridin dan Masrukhin (2006) menunjukan
bahwa budaya organisasi yang diindikasikan dengan budaya dituntutnya
pegawai mencari cara-cara yang lebih efektif dan berani menanggung
resikonya, cermat dalam melaksanakan pekerjaan, perhatian pada
kesejahteraan pegawai, tuntutan konsentrasi yang dicapai, semangat yang
tinggi dalam bekerja, serta kewajiban dalam merealisasikan target dan tugas
instansi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Denison
(1990) menyimpulkan bahwa budaya organisasi ternyata merupakan strategi
penting yang efektif bagi manjemen dalam mendorong kinerja karyawan.
Kottler dan Hesket dalam Waridin dan Masrukhin (2006) mengatakan budaya
perusahaan dapat memberikan dampak yang berarti terhadap kinerja.
Ekonomi jangka panjang. Dan Budaya perusahaan akan menjadi faktor yang
bahkan lebih penting lagi dalam menentukan keberhasilan organisasi.
Robbins (2006), mengatakan bahwa kinerja organisasi mensyaratkan strategi,
lingkungan teknologi dan budaya organisasi bersatu. Peter dalam Yuwalliatin
(2006) mengatakan organisasi atau perusahaaan yang berhasil atau kinerja
4. Lingkungan Kerja
a. Definisi Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para
pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
tugas-tugas yang dibebankan, misalnya kebersihan, musik, penerangan dan lain-lain
(Sunyoto, 2013). Sutrisno (2010) menyatakan bahwa lingkungan kerja adalah
keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang
sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
pekerjaan, lingkungan kerja ini meliputi tempat bekerja, fasilitas, dan alat
bantu pekerjaan, kebersihan, pencayahaan, ketenangan, termasuk juga
hubungan kerja antar karyawan. Menurut Sedarmayanti (2007), lingkungan
kerja secara garis besar dapat dibagi dua jenis antara lain lingkungan kerja
fisik dan non fisik.
Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan
yang memengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas- tugas yang dibebankan
(Nitisemito, 2001). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
lingkungan kerja merupakan lingkungan yang ada pada perusahaan yang
menunjukkan tempat dan aktivitas karyawan dalam bekerja, baik sarana
maupun prasarana dalam bekerja.
b. Indikator Lingkungan Kerja
Nitisemito (2001) mengemukakan indikator lingkungan kerja sebagai
1) Suasana kerja
Suasana kerja adalah kondisi yang ada disekitar karyawan yang
sedang melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan
pekerjaan itu sendiri. Suasana kerja ini akan meliputi tempat kerja, fasilitas
dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan termasuk
juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut.
2) Hubungan dengan rekan kerja
Hubungan dengan rekan kerja yaitu hubungan dengan rekan kerja
harmonis dan tanpa ada saling intrik diantara sesama rekan sekerja. Salah
satu faktor yang dapat memengaruhi karyawan tetap tinggal dalam satu
organisasi adalah adanya hubungan yang harmonis diantara rekan kerja.
3) Hubungan antara bawahan dengan pimpinan
Hubungan antara karyawan dengan pimpinan yaitu hubungan
dengan karyawan yang baik dan harmonis dengan pimpinan tempat kerja.
Hubungan yang baik dan harmonis dengan pimpinan tempat kerja
merupakan faktor penting yang dapat memengaruhi kinerja karyawan.
4) Tersedianya fasilitas kerja
Hal ini dimaksudkan bahwa peralatan yang digunakan untuk
mendukung kelancaran kerja lengkap/mutakhir. Tersedianya fasilitas kerja
yang lengkap, walaupun tidak baru merupakan salah satu penunjang
c. Faktor yang Dipengaruhi oleh Lingkungan Kerja
Menurut Soetjipto (2004) beberapa pengaruh atau dampak dari
lingkungan kerja antara lain:
1) Kenyamanan karyawan
Kenyamanan dalam bekerja biasanya akan berdampak pada
kualitas kerja seseorang. Oleh karena itu, kenyamanan karyawan diterima
dengan baik dalam artian lingkungan kerja mendukung, maka karyawan
akan maksimal dalam bekerja.
2) Perilaku karyawan
Perilaku kerja adalah dimana orang-orang di tempat kerja dapat
mengaktualisasikan dirinya melalui sikap dalam bekerja. Sikap yang
diambil oleh karyawan untuk menentukan apa yang akan mereka lakukan
di lingkungan tempat kerja mereka. Lingkungan kerja yang aman, nyaman,
bersih, dan memiliki tingkat gangguan yang minimum sangat disukai oleh
karyawan. Ketika karyawan mendapati tempat kerja yang kurang
mendukung, perilaku karyawan saat di tempat kerja juga cenderung
berubah. Misalnya dengan menurunnya kedisiplinan, tanggungjawab yang
rendah, dan meningkatnya absensi.
3) Kinerja karyawan
Jika kondisi tempat kerja terjamin maka akan berdampak pada
naiknya kinerja karyawan secara berkelanjutan. Kinerja karyawan
karyawannya dalam bekerja. Ketersediaan fasilitas dapat menyokong
kinerja karyawan agar lebih baik.
4) Tingkat stres karyawan
Lingkungan kerja yang tidak kondusif akan berpengaruh terhadap
tingkat stres kerja karyawan. Ketika karyawan tidak dapat mengatasi
stresnya dengan baik, bisa berakibat pada buruknya pelayanan karyawan.
d. Hubungan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai diungkapkan
oleh Winardi (2007) lingkungan kerja merupakan suatu alat ukur yang akan
berpengaruh terhadap kinerja pegawai jika lingkungan kerja yang ada pada
instansi itu baik. Lingkungan kerja yang menyenangkan bagi pegawai melalui
peningkatan hubungan yang harmonis dengan atasan, rekan kerja, maupun
bawahan, serta didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai yang ada
di tempat kerja akan membawa dampak yang positif bagi pegawai, sehingga
kinerja pegawai dapat meningkat.
Lingkungan kerja yang baik diciptakan oleh instansi akan sangat
bermanfaat bagi kelangsungan hidup dari instansi karena tidak jarang terjadi
suatu instansi gulung tikar karena adanya lingkungan kerja yang tidak
konduktif. Lingkungan kerja yang konduktif yang diciptakan oleh pegawai
dan instansi akan mendorong efektivitas dari instansi tersebut didalam
menjalankan roda organisasinya. Serta akan menimbulkan semangat dan
gairah kerja yang tinggi karena adanya lingkungan kerja yang biak dan
B.Penelitian Yang Relevan
Tabel II.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Variabel
Penelitian Hasil Penelitian 1. Max Saleleng (2015). “Pengaruh
Lingkungan Kerja, Motivasi, Pelatihan Dan Kompensasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pertanian Kabupaten Sorong Selatan”. Variabel Independen: Lingkungan Kerja, Motivasi, Pelatihan dan Kompensasi Variabel Dependen: Kinerja Pegawai Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lingkungan Kerja, Motivasi, Pelatihan, dan Kompensasi baik secara bersama maupun parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pada Dinas Pertanian Kabupaten Sorong Selatan.
2. Ade Crisna (2013). ”Pengaruh Budaya Perusahaan dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Garuda Indonesia Cabang Makassar”. Variabel Independen: Budaya Perusahaan dan Motivasi Kerja Variabel Dependen: Kinerja Karyawan Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan budaya perusaahaan dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Garuda Indonesia Cabang Makassar. Secara parsial motivasi yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Garuda Indonesia Cabang Makassar.
Sumber: diolah peneliti, 2018.
C.Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian diatas maka penulis membuat kerangka konseptual yang
akan dijadikan sebagai pegangan didalam penelitian ini yang terlihat seperti
dibawah ini:
Gambar II.1 Kerangka Pikir 4. Dwi Agung Nugroho (2008).
“Pengaruh Motivasi, Budaya Organisasi, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Nyonya Meneer Semarang”
D.Hipotesa Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah:
1. H1: Diduga ada pengaruh variabel lingkungan kerja secara parsial terhadap
kinerja karyawan pada kantor perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa
Yogyakarta.
2. H2: Diduga ada pengaruh variabel budaya organisasi secara parsial terhadap
kinerja karyawan pada kantor perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa
Yogyakarta.
3. H3: Diduga ada pengaruh antara variabel lingkungan kerja dan budaya
organisasi secara simultan terhadap kinerja karyawan pada kantor perwakilan