BKPH LAWU UTARA. KPH LAWU DS
Aris Sulistiono 1), Ahadiati Rohmatiah 2)1) Alumni D3 Manajemen Hutan Universitas Merdeka Madiun, 2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun
Abstract
Wood is still an important product in forest management activities, therefore the tree volume estimation, measurement of the dimensions of the tree must be done carefully in order to obtain an accurate estimate of the volume of trees that are approaching the estimated volume of the actual volume value. Quality allegations tree volume depends on several factors, including: the level of accuracy desired, tree characteristics, measurement methods, tools used, the current state of the tree dimensional measurement and volume equation used. Estimation of the volume of standing trees research is done in pine plantations (Pinus Jung et de Vriese), in plot 3 a RPH Salam, BKPH North Lawu, KPH Lawu DS, Class VIII KU Forest planting year 1971. Selection of forest class (KU) VIII in this study caused the average grade woods RPH Salam entry into VIII KU and KU logging targets became possible when the time has been unproductive in producing. sap. From the research, the calculation of total sample volume manually tree stand at 171.92 m3 or an average of 2,097 m3 / tree with a minimum volume of 0562 m3 and a maximum of 6.773 m3. Based on the criteria of R2, RSS and SE then elected volume prediction model is Model quadratic equation Y = -1.157 + 2.606 + 15.056 dbh dbh2 .. R2 = 0.996, RSS = 0.1078, SEE = 0107. In calculating the volume using quadratic models shows that the total volume of 82 samples obtained tree volume amounted to 171.87 m3 models or an average of 2,096 m3 / tree. The minimum volume of 0,550 m3 and a maximum of 6.473 m3. Based on t test. test found that t value of 0.053 while t table at 82-1 df = 81 5% (α = 0.05) of 1.615, t (<) is smaller than t table so there is no difference sigifikan / evident between calculations manual volume with the volume calculation using a quadratic models.
Keywords:
Tree volume, dbh, tree height, form factor, taper function, importance sampling, centroid sampling.
PENDAHULUAN
Salah satu cara penaksiran volume batang pohon yang dirasakan cukup praktis adalah dengan menggunakan tabel volume. Tabel volume adalah sebuah tabel yang digunakan untuk menentukan volume kayu pohon
berdiri berdasarkan dimensi-dimensi penentu volume (biasanya diameter setinggi dada, tinggi pohon, dan/atau angka bentuk), yang dibuat dengan menggunakan persamaan volume batang melalui analisis regresi. Untuk penyusunan persamaan volume
menggunakan persamaan regresi tersebut diperlukan data dimensi pohon contoh yang disebut dengan pohon model. Pohon model diambil dari populasi dengan memperhatikan keterwakilan dalam hal sebaran lokasi dan keragaman dimensi pohon dalam populasi tersebut. Loetsch, Zohrer dan Haller (1973) menyarankan bahwa jumlah pohon model berkisar 50-100 pohon atau lebih. Pohon model yang dipilih adalah pohon-pohon yang memiliki performansi bagus, sehat dan tumbuh normal. Untuk mendapatkan data pohon model (terutama tinggi pohon dan diameter perseksi) pada pohon berdiri sangatlah sulit, kecuali pengukuran dilakukan pada pohon rebah saat sedang ada penebangan. Sengaja menebang 50-100 pohon contoh dengan kondisi pohon yang baik padahal belum saatnya menebang dirasakan sayang. Kalaupun dikaitkan dengan kegiatan penjarangan, penjarangan pada umumnya dilakukan dengan menebang pohon-pohon yang performansinya kurang bagus.
Dewasa ini studi mengenai potensi hutan (Volume) menjadi penting. Salah satunya adalah studi mengenai potensi tegakan, Salah satu faktor yang menentukan dalam menganalisa potensi hutan adalah dengan metode pengukuran. Ada dua metode yang biasa digunakan untuk menduga potensi tegakan hutan yaitu pertama dengan cara pengukuran tidak langsung dengan cara konversi potensi tegakan dengan menggunakan satu parameter saja (diameter setinggi dada). Metode ini paling banyak di gunakan dengan cara mengunakan model regresi dari berbagai model pertumbuhan yang ada. Dan kedua dengan pengukuran langsung dengan cara menggunakan alat atau metode tertentu. Biasanya dilakukan dengan cara mengukur keliling pohon, tinggi dan menggunakan faktor koreksi (fp) pada batang.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Pada hutan kelas Perusahaan Pinus hasil Getah merupakan andalan utama (produk Primer) sedangkan hasil kayunya sebagai produk sekunder setelah tidak lagi produktif menghasilkan getah. Tabel Volume Lokal kayu Pinus tidak tersedia akan tetapi TVL untuk produksi Getah masuk dalam buku RPKH. Tanaman Pinus yang digunakan dalam pendugaan table volume lokal masuk Kelas Umur (KU) VIII. Pemilihan kelas hutan (KU) VIII dalam penelitian ini disebabkan rata-rata kelas hutan di RPH Salam masuk KU VIII dan di mungkinkan menjadi KU target tebangan bila nantinya sudah tidak produkstif dalam menghasilkan getah.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengukur dan menghitung volume tegakan berdiri
2. Menghasilkan prediksi volume pohon berdiri jenis Pinus Merkusii mendekati kenyataan lapangan sebagai dasar dalam perencanaan produksi hasil hutan berupa kayu secara berkelanjutan.
3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran antara pengukuran volume secara manual dengan peng-ukuran volume menggunakan model Inventore hutan merupakan prosedur untuk memperoleh informasi tentang kuantitas dan kualitas sumber daya hutan dan karakteristik areal pada pohon-pohon tumbuh. Apabila hutan yang diinventarisasi cukup luas, cara pengukuran 100% akan terlalu banyak memerlukan waktu, tenaga, dan biaya; maka diperlukan sampling. Pada umumnya sampling dalam inventore hutan hanya dianggap sebagai cara penempatan sampel untuk pengukuran volume kayu di lapangan (Simon, 2007).
Parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan, parameter pohon tersebut antara lain adalah diameter batang, tinggi pohon, tinggi batang pokok (tinggi batang bebas cabang), diameter tajuk, dan volume. Simon (2007)
Diameter pohon setinggi dada lazim digunakan dalam pelaksanaan pengukuran diameter pohon yang juga berpengaruh baik terhadap perhitungan luas bidang dasar (lbds) dan volume tegakan, pada umumnya diameter setinggi dada (dbh) diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah (Simon, 2007). Selanjutnya dikatakan tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap, secara khusus tinggi pohon dapat dihubungkan dengan umur tegakan untuk menentukan kelas kesuburan tanah (bonita).
Beberapa macam tipe tinggi pohon yang diukur dalam inventarisasi hutan, antara lain adalah tinggi total, tinggi batang bebas cabang, tinggi batang komersial, dan tinggi tunggak. Setelah diameter, tinggi pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama diamater, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap beberapa macam tinggi pohon (Simon. 2007)
Faktor bentuk (f ) diperlukan sebagai penghubung antara volume suatu silinder dengan volume batang atau pohon. Dalam perhitungan nilai faktor bentuk dapat berbeda-beda tergantung pada diameter mana yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan diameter silindrisnya. Untuk sebagian besar pohon tropis, bila belum tersedia tabel faktor bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,7 (Banyard, 1973 dalam Simon, 2007). Bentuk batang berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi pengukuran. Karena perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian ini, maka secara umum ada tiga
macam bentuk batang, yaitu pada pangkal, berbentuk neloid. pada bagian tengah, berbentuk silinder atau poraboid, dan pada ujung pohon bentuk konus.
Pengukuran Diameter
Muhdin (2012) menyatakan diameter adalah sebuah dimensi dasar dari sebuah lingkaran. Diameter batang didefinisikan sebagai panjang garis antara dua buah titik pada lingkaran di sekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu) batang. Diameter batang adalah dimensi pohon yang paling mudah diperoleh/diukur terutama pada pohon bagian bawah. Tetapi oleh karena bentuk batang yang pada umumnya semakin mengecil ke ujung atas (taper), maka dari sebuah pohon akan dapat diperoleh tak hingga banyaknya nilai diameter batang sesuai banyaknya titik dari pangkal batang hingga ke ujung batang. Oleh karena itulah perlu ditetapkan letak pengukuran diameter batang yang akan menjadi ciri karakteristik sebuah pohon. Atas dasar itu ditetapkanlah diameter setinggi dada atau dbh (diameter at breast height) sebagai standar pengukuran diameter batang. Sekurangnya ada tiga alasan mengapa diameter diukur pada ketinggian setinggi dada: (1) alasan kepraktisan dan kenyamanan saat mengukur, yaitu pengukuran mudah dilakukan tanpa harus membungkuk atau berjingkat; (2) pada kebanyakan jenis pohon ketinggian setinggi dada bebas dari pengaruh banir; (3) dbh pada umumnya memiliki hubungan yang cukup erat dengan peubah-peubah (dimensi) pohon lainnya.
Selain mudah diperoleh/diukur, dbh juga merupakan dimensi pohon yang akurasi datanya paling mudah dikontrol. Oleh karena itulah dbh lebih sering digunakan sebagai pengubah penduga dimensi-dimensi pohon lainnya.
Selain untuk keperluan pendugaan dimensi pohon lainnya, diameter setinggi dada (dbh) biasanya diukur sebagai dasar untuk keperluan perhitungan lebih lanjut, misalnya untuk menentukan luas bidang dasar, dan volume. Luas bidang dasar pohon (B = lbds) adalah luas penampang lintang batang, sehingga dapat dinyatakan sebagai : B = ¼π D² ; di mana D = dbh. Selanjutnya perkalian antara luas bidang dasar pohon dengan tinggi (T) pohonnya kemudian dikalikan lagi dengan nilai faktor bentuk (f), maka akan diperoleh volume (V) batang pohon tersebut, yang dapat diformulasikan sebagai : V = B.T.f. Dari hasil penelitian dengan menggunakan empat jenis pohon (red maple, yellow poplar, red oak dan white oak) di West Virginia, USA, Wiant (1988) menunjukkan bahwa untuk keempat jenis pohon tersebut, ternyata dbh bukanlah merupakan ukuran diameter terbaik di dalam menduga dimensi volume. Hal itu ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi tertinggi hubungan antara diameter dengan volume diperoleh pada saat diameter pada bagian batang yang lebih tinggi dibanding dbh. Hasil penelitian tersebut, tampaknya mengilhami pengembangan metode perhitungan / pendugaan volume pohon baik pohon berdiri maupun yang sudah ditebang (rebah), dari yang semula selalu tetap menggunakan dbh sebagai salah satu dimensi dasarnya menjadi diameter bagian lain yang letaknya pada batang bervariasi sesuai karakteristik dari masing-masing batang atau pohon tersebut. Hal ini akan di bahas lebih lanjut pada bagian tentang volume.
Menurut Simon (2007) pengukuran diameter pohon pada prinsipnya adalah mengasumsikan bahwa keliling pohon merupakan lingkaran dan pengukuran dapat dilakukan pada tempat-tempat tetap pada ketinggian pohon. Untuk menyatakan hal itu kemudian orang menentukan patokan tempat pengukuran diameter, yang lazim
disebut diameter setinggi dada (dbh) atau kira-kira 1,3 m dari permukaan tanah.
Lebih lanjut simon (2008) menyatakan bahwa pengukuran diameter batang setinggi dada karena di samping mudah dalam pelaksanaannya, juga berpengaruh baik terhadap perhitungan luas bidang dasar dan volume tegakan.
Menurut Pambudhi (2008), Untuk mengetahui volume diperlukan pengukur-pengukur pohon yang lain, yaitu diameter, tinggi dan bentuk pohon. Dari ke tiga pengukur ini, diameter dianggap yang ter-penting, antara lain karena :
1. Mudah diukur dan sudah terbukti ber-hubungan dengan tinggi, bentuk, volume.
2. Diameter dapat digunakan untuk men-duga variabel lain, misalnya banyaknya daun untuk pakan ternak, banyaknya karet yang dihasilkan, volume tajuk dan lain-lain.
3. Disitribusi diameter; sebuah distribusi yang menggambarkan banyaknya pohon dalam kelas-kelas diameter, merupakan salah satu hasil inventarisasi yang penting, khususnya untuk hutan tanaman.
Penggunaan kata “diameter “ sebenarnya sudah mengandung pengertian bahwa lingkar batang pohon diasumsikan berbentuk lingkaran. Dalam kenyataannya, lingkar pohon bisa mempunyai berbagai bentuk dan ini akan mengakibatkan kesalahan pendugaan volume.
Diameter pohon adalah garis lurus dari sebuah titik di lingkar batang, yang melalui titik pusat batang sampai ke titik perpotongan lingkar batang yang lain. Posisi pengukuran diameter yang menjadi acuan adalah pada ketinggian 1,3 m dari atas tanah. Diameter ini disebut dengan diameter setinggi dada atau diameter acuan dan dilambangkan dengan d1.3. Ketinggian ini diambil dengan asumsi
bahwa pada tinggi 1,3 m dari tanah pengaruh perbesaran batang bagian bawah tidak lagi berpengaruh.
Banyak alat yang digunakan untuk meng-ukur diameter. Beberapa diantaranya yang terpenting untuk mengukur diameter pohon adalah: pita ukur, caliper, garpu ukur, biltmore stick, wheeler pentaprism dan relaskop. Ke empat alat ukur diameter yang pertama, digunakan untuk pengukuran diameter yang dapat dijangkau, sedang wheeler pentaprism dan relaskop digunakan untuk mengukur diameter-diameter atas. Untuk mengukur diameter anakan, biasanya digunakan orang mikrocaliper (Pambudhi, 2008).
Setelah diameter, tinggi pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama dengan diameter, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap (simon, 2007). Muhdin (2012) menjelaskan tinggi pohon adalah salah satu dimensi yang harus diketahui untuk menghitung nilai volume pohon. Selain itu, peninggi yang didefinisikan sebagai rata-rata 100 pohon tertinggi yang tersebar merata dalam areal 1 hektar, dikaitkan dengan umur tegakan jenis pohon tertentu adalah merupakan komponen informasi yang diperlukan untuk menentukan indeks tempat tumbuh atau kualitas tempat tumbuh (bonita) yang mencerminkan produktivitas lahan dalam memberikan hasil (potensi tegakan).
Pengukuran tinggi pohon pada umumnya menggunakan salah satu atau kombinasi dari dua prinsip berikut :
1. Prinsip geometri atau prinsip segitiga sebangun
2. Prinsip trigonometri atau prinsip peng-ukuran sudut.
Terdapat hubungan yang erat antara dbh dengan tinggi pohon, maka secara fungsional tinggi pohon dapat juga diduga oleh dbh. Cara
ini dirasa lebih mudah dan praktis dibanding harus mengukur langsung tinggi pohon.
volume pohon adalah besarnya massa kayu sebatang pohon hingga tinggi batang tertentu dan diameter tertentu. Volume pohon merupakan ukuran tiga dimensi(L3) dan tinggi pohon berdimensi satu (L1), serta faktor bentuk pohon. Volume pohon umumnya dinyatakan dalam bentuk satuan kubik (Muhdin, 2012).
Volume pohon dapat diduga dalam keadaan berdiri atau rebah, tentu saja pengukuran pada pohon rebah dianggap lebih teliti daripada pengukuran pada pohon berdiri. Untuk menentukan volumenya, batang pohon dibagi menjadi seksi-seksi yang pendek, kemudian seksi pendek ini dianggap mempunyai bentuk geometrik yang sempurna. Panjang seksi yang digunakan bisa absolut, bisa relatif. Untuk panjang absolut, panjang seksinya bisa sama atau berbeda. Untuk pengukuran bentuk pohon, maka panjang seksi yang digunakan harus panjang relatif (Pambudhi, 2008).
Cara penentuan volume pohon yang paling praktis adalah dengan menggunakan tabel volume pohon. Tabel volume pohon adalah suatu tabel yang berisi nilai-nilai dugaan volume pohon pada ukuran diameter atau diameter dan tinggi pohon tertentu. Berdasarkan peubah penduga yang digunakan, tabel volume pohon dibedakan menjadi : tabel volume lokal, tabel volume baku dan tabel volume dengan kelas bentuk. Tabel volume lokal atau dikenal juga dengan istilah tariff volume adalah tabel volume dengan menggunakan dbh sebagai penduganya. Tabel volume baku adalah tabel volume dengan menggunakan dbh dan tinggi pohon sebagai peubah penduganya. Tabel volume dengan kelas bentuk adalah semacam tabel volume baku yang dibuat untuk setiap kelas bentuk batang.
Tabel volume dibuat berdasarkan persamaan volume yang disusun dengan persamaan regresi. Persamaan regresi terbaik biasanya dipilih dari berbagai macam persamaan yang dicobakan terhadap data yang dimiliki. Dari sekian banyak persamaan regresi yang dapat dicoba, persamaan : V = aDb (di mana : V = volume pohon ; D = dbh ; a, b = konstanta), adalah persamaan regresi yang paling banyak digunakan. Selain alasan kesederhanaan model dan kepraktisan karena hanya menggunakan dbh sebagai peubah penduga, juga model tersebut adalah model yang secara matematis memiliki kerangka pemikiran (landasan teoritis) yang jelas. Persamaan V = aDb dikenal juga sebagai persamaan Berkhout (Loetsch, Zohrer dan Haller, 1973
Asumsi yang mendasari berlakunya tabel volume lokal pada sebuah areal hutan (tegakan) adalah bahwa pohon-pohon yang memiliki ukuran diameter sama maka akan memiliki tinggi dan angka bentuk batang yang sama pula sehingga dengan demikian akan memiliki volume pohon yang sama pula. Sedangkan asumsi yang melandasi berlakunya tabel volume baku adalah bahwa pohon-pohon yang memiliki dbh dan tinggi pohon yang sama maka akan memiliki angka bentuk batang yang sama pula, sehingga akan memiliki volume pohon yang sama juga (Muhdin,2012)
Motode allometri adalah metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan eksponensial atau logaritmik antara organ tanaman yang terjadi secara harmonis dengan perubahan yang proporsional (Whittaker, dkk., 1975). dalam Lukito (2010)
Persamaan allometrik berguna untuk menduga potensi biomassa atau kandungan karbon pada suatu tegakan hutan, sehingga jumlah CO2 yang terserap dapat diketahui. Dalam pelaksanaannya, pohon-pohon sampel
yang akan digunakan dalam pelaksanaan pengukuran biomassa ditebang (destructive sampling) dan dilakukan pengukuran secara intensif pada bagian-bagian organ pohon seperti akar, batang, cabang/ranting dan daun. Biomassa akar, batang, cabang/ranting dan daun atau dimensi lainnya berfungsi sebagai variabel bergantung (dependent variable) dan dapat dihubungkan dengan variabel bebas (independent variable), seperti diamater batang pohon (Whittaker, et al. 1975) dalam Lukito (2010)
Hubungan antara setiap variabel ber-gantung dengan variabel bebas tersebut akan membentuk sebuah persamaan dalam sumbu XY, dengan variabel bebas akan diletakkan pada sumbu X dan bergantung pada sumbu Y. Secara umum, bentuk persamaan allometrik dituliskan sebagai berikut (Purwanto dan Shiba, 2005): dalam Lukito (2010)
Y = aXb Dimana:
Y : Variabel bergantung (berupa volume) a,b: Konstanta
X : Variabel bebas (berupa diameter dan tinggi pohon.
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa allometri dapat digunakan untuk meng-hubungkan diameter batang dan tinggi pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penlitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan dan penga-laman tentang bagaimana menghitung volume tegakan berdiri dengan membuat model
2. Memberikan informasi mengenai volume lokal tanaman pinus merkusii di RPH Salam BKPH Lawu Utara KPH Lawu Ds khususnya untuk tanaman KU VIII
METODE PENELITIAN Pembuatan Petak Ukur
Pembuatan petak ukur di lapangan disesuaikan dengan posisi yang telah ditetap-kan berdasarditetap-kan dari observasi lapangan dengan bantuan peta lokasi, dengan luas PU 0,05 hektar berbentuk lingkaran dengan jari-jari 12,61 meter, intensitas 10 %. Penentuan lokasi petak ukur ditentukan secara stratified random sampling (acak berlapis) pada areal yang sudah ditentukan sebelumnnya dengan kondisi aksesibilitas cukup tinggi mudah dijangkau, berada pada areal dengan kondisi topografi datar sampai sedang, mewakili kondisi tegakan serta karakteristik tempat tumbuh yang relatife seragam (curah hujan dan tanah) dan letak petak ukur ditempatkan di tengah-tengah petak sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan kondisi aktual dan terhindar dari kondisi efek tepi.
Pencatatan dan Pengukuran.
Pada PU sampling, dilakukan pengukuran dan pencatatan data lapangan meliputi: Nomor dan lokasi plot sampel dalam petak, blok, dan unit
1. Tahun tanam, jarak tanam, dan sistem silvikultur lainnya
2. Diameter pohon setinggi dada (dbh 1,3 m) 3. Tinggi pohon total
Diameter
Pengukuran diameter dilakukan pada vegetasi mulai pada tingkat pancang sampai tingkat pohon. Titik pengukuran diameter adalah setinggi dada atau 1,3 cm dari permukaan tanah. Prinsip dasar pengukuran diameter adalah posisi pengukuran harus tegak lurus dengan sumbu batang. Alat ukur yang yang digunakan adalah pita ukur yang mengukur panjang keliling lingkar pohon. Nilai keliling ini kemudian dikonversikan menjadi diameter dengan membaginya dengan nilai pi (3,14).
Tinggi
Pengukuran tinggi meliputi tinggi total pohon. Alat yang digunakan dalam pengukuran ini adalah haga meter.
Luas Bidang Dasar
Yang dimaksud dengan bidang dasar pohon dalam penelitian ini adalah penampang lintang batang pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah. Luas bidang dasar individu pohon dihitung dengan rumus lingkaran yakni sebagai berikut;
4
2
d lbds=∏ Faktor Bentuk Pohon
Faktor bentuk (f ) diperlukan sebagai penghubung antara volume suatu silinder dengan volume batang atau pohon. Dalam perhitungan nilai faktor bentuk dapat ber-beda-beda tergantung pada diameter mana yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan diameter silindrisnya. Untuk sebagian besar pohon tropis, bila belum tersedia tabel faktor bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,7 (Banyard, 1973 dalam Simon, 2007). Dalam lukito (2010) Volume Pohon
Untuk menentukan volume pohon bebas cabang yang masih berdiri diperoleh melalui perkalian antara luas bidang dasar, tinggi bebas cabang dan faktor bentuk, yang dirumuskan Asman, (1970) dalam lukito (2010) sebagai berikut:
V = lbds1,3 x hx f1,3. Keterangan :
V = Volume Batang Pohon (m3) h = Tinggi pohon (m)
lbds1,3= Luas bidang dasar pada ketinggian 1,3 m
Persamaan Regresi
Data tentang diameter setinggi dada (dbh), tinggi pohon, dan volume, dicari hubungannya. Untuk menghubungkan satu data dengan data yang lainnnya digunakan metode regresi. Secara umum metode regresi mempunyai bentuk (Sulaiman, 2004). Dalam Lukito (2010)
Tabel 1. Bentuk Umum Model Regresi
Bentuk Persamaan Slope
Linear Logaritma Quadratik Kubik Sigmoid Power Growth Eksponensial Y = a + bX Y = a + b Ln X Y = a + bX + cX2 Y = a + bX + cX2 + dX3 Y = ea + b/x Y = aXb Y = ea + bx Y = a(ebx) a,b a,b a,b,c a,b,c,d a,b a,b a,b a,b Parameter yang digunakan untuk pemilihan model regresi adalah koefisien determinasi, standar error dan kesederhanaan model (Chorchan dan Snedecor, 1980). dalam Lukito (2010). Dalam penelitian ini pemilihan model/persamaan regresi yang menyatakan hubungan antara satu data dengan data yang lain didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi serta jumlah kuadrat error ( residual sum of square) yang terkecil. Menurut sadono (2007), dalam Lukito (2010) untuk memilih model yang terbaik, selain memperhatian R2, standar error juga perlu mengetahui taraf signifikansi melalui uji F dan uji T dari masing persamaan yang dihasilkan. Dalam membuat model ini data diolah dengan menggunakan program SPSS.
Nilai R2 berkisar antara 0-1. Semakin tinggi R2 maka semakin baik model regresinya (Sulaiman, 2004). Dalam Lukito (2010) Jumlah kuadrat error yang kecil menunjukkan tingkat kesalahan regresi yang terjadi juga semakin kecil (Walpole, 1995). Dalam lukito (2010). Uji signifikansi dilakukan untuk mengetahui nyata tidaknya pengaruh variavel independent terhadap variabel dependent.
Uji Variabel Berpasangan (t-test)
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara pengukuran volume pohon berdiri secara manual dengan pengukuran volume pohon dengan menggunakan model yang terbaik yang terpilih dalam persamaan allometri maka perlu dilakukan uji t-test dengan urutan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Harga rata rata perbedaan
PX1-X2 = Keterangan
X1 = Volume Manual X2= Volume Model Terpilih N = Jumlah Sampel
2. Varians = Sd2 =
3. Standar deviasi perbedaan individu
pengamatan = Sd =
Keterangan = Sd2 = Varians
4. Standar eror perbedaaan harga rata rata
= SX1-X2 = Sdm = 5. T hitung =
= harga rata-rata perbedaan
standar error perbedaan harga rata-rata (s)
= P(xi-x2)
Sxi-x2(sdm)
6. Membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05). dengan Ketentuan sebagai berikut
• Bila T hitung > T Tabel maka ada perbedaan yang sigifikan/nyata antara volume yang menggunakan perhitungan manual dengan volume yang dihasilkan dengan mengguna-kan model terpilih
• Bila T hitung < T Tabel maka tidak ada perbedaan yang signifikan/nyata antara volume yang menggunakan perhitungan manual dengan
volume yang dihasilkan dengan menggunakan model terpilih
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Hutan RPH Salam
RPH Salam masuk ke dalam BKPH Lawu Utara KPH Lawu Ds Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, Luas baku areal RPH Salam adalah 245,60 Ha yang terdiri dari 20 anak Petak. Berdasarkan RPKH Tahun 2009 areal RPH salam masuk ke dalam kelas kesuburan tanah (Bonita) 3- 5 dan sebagian besar adalah bonita 3. Terletak antara 710 – 1.050 meter di atas permukaan laut. Dengan jumlah pohon sebanyak 56.404 pohon. Dilihat dari rencana sadapan tahun berjalan untuk RPH Salam mendapat target sadapan seluas 189,60 Hektar dengan jumlah pohon sebanyak 56.404 pohon, mengacu pada Tabel Volume getah (TVL) getah di dapatkan rata-rata sadapan per hektar sebesar 837,713 kg atau secara kumulatif sebesar 165.655,947 kg
Sampai dengan RPKH 2009 – 2014 belum ada rencana kegiatan penebangan sehubungan dengan kelas perusahaan pinus. Akan tetapi biasanya tebangan di lakukan bila terjadi kondisi khusus (Tebangan D2), seperti kondisi pohon mati, dan bencana alam (angin ribut, petir dsb).
Kondisi Petak Ukur
Pengambilan Petak ukur dalam rangka penelitian dilakukan pada tanaman pinus dengan kelas umur (KU) VIII dengan alasan sebagian besar kelas umur di RPH Salam masuk ke dalam KU VIII, termasuk di dalamnya petak 3A dengan luasan 17,3 Ha.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Perhitungan Volume Pohon Berdiri Diameter
Hasil pengukuran diameter setinggi dada (dbh) terhadap pohon sampel di sajikan pada Tabel 2
Tabel 2.Kelliling dan Diameter setinggi dada (cm) Pohon Sampel Petak 3 a RPH
Salam BKPH Lawu Utara
No Pohon Keliling Diameter
1 116 36.94 2 120 38.22 3 121 38.54 4 125 39.81 5 123 39.17 6 124 39.49 7 125 39.81 8 119 37.90 9 120 38.22 10 123 39.17 11 118 37.58 12 124 39.49 13 121 38.54 14 120 38.22 15 122 38.85 16 119 37.90 17 122 38.85 18 117 37.26 19 197 62.74 20 195 62.10 21 198 63.06 22 196 62.42 23 194 61.78 24 196 62.42 25 193 61.46 26 198 63.06 27 193 61.46 28 197 62.74 29 107 34.08 30 87 27.71 31 85 27.07 32 83 26.43 33 86 27.39 34 85 27.07 35 86 27.39 36 88 28.03 37 86 27.39 38 87 27.71 39 83 26.43 40 87 27.71 41 83 26.43
No Pohon Keliling Diameter 42 86 27.39 43 87 27.71 44 86 27.39 45 86 27.39 46 84 26.75 47 87 27.71 48 86 27.39 49 84 26.75 50 86 27.39 51 85 27.07 52 82 26.11 53 89 28.34 54 89 28.34 55 87 27.71 56 85 27.07 57 86 27.39 58 85 27.07 59 83 26.43 60 84 26.75 61 83 26.43 62 86 27.39 63 82 26.11 64 87 27.71 65 84 26.75 66 137 43.63 67 133 42.36 68 139 44.27 69 135 42.99 70 137 43.63 71 130 41.40 72 134 42.68 73 138 43.95 74 130 41.40 75 127 40.45 76 132 42.04 77 134 42.68 78 136 43.31 79 133 42.36 80 135 42.99 81 130 41.40 82 134 42.68
Berdasarkan Tabel 2 di atas rata rata keliling dan diameter setinggi dada pada Pohon sampel untuk keliling adalah sebesar 117 cm
minimum 82 cm dan keliling maksimum 198 cm atau dengan diameter rata-rata sebesar 37,3 cm dengan diameter minimal 26,1 cm dan maksimal 63,1 cm
Tinggi Pohon
Tinggi pohon sampel pada petak 3 a terhadap pohon sampel disajikan pada table 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Tinggi Pohon (mtr) Sampel Petak 3 a RPH Salam BKPH Lawu Utara
No Pohon Tinggi No Pohon Tinggi
1 28 42 17 2 25 43 16 3 28 44 16 4 27 45 16 5 28 46 15 6 26 47 16 7 28 48 16 8 24 49 15 9 24 50 17 10 26 51 16 11 28 52 15 12 25 53 18 13 26 54 18 14 25 55 16 15 27 56 17 16 26 57 16 17 24 58 17 18 26 59 15 19 30 60 17 20 29 61 15 21 31 62 16 22 30 63 15 23 28 64 16 24 30 65 16 25 29 66 27 26 30 67 27 27 29 68 28 28 30 69 27 29 30 70 27 30 16 71 24 31 16 72 26 32 15 73 26 33 17 74 27 34 16 75 28
No Pohon Tinggi No Pohon Tinggi 35 16 76 25 36 17 77 24 37 17 78 26 38 16 79 28 39 15 80 26 40 16 81 25 41 15 82 27 Faktor Bentuk
Dalam penelitian ini faktor bentuk pohon tidak dilakukan pengukuran akan tetapi besarnya faktor bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,7 (Banyard, 1973 dalam Simon, 2007) dalam lukito (2010)
Volume Pohon
Berdasarkan hasil pada table 2, tabel 3 dan penentuan factor bentuk maka Perhitungan volume pohon berdiri didekati dengn rumus V= ¼ π d2 h. fk dimana d : diameter setinggi data, h = tinggi pohon dan fk = faktor bentuk pohon dalam hal ini ditentukan sebesr 0,7.
Berdasarkan rumus di atas maka besarnya perhitungan volume pohon sampel dapat dilihat pada Tabel 4 Sebagai berikut :
Tabel 4. Rekapitulasi Perhitungan Volume Pohon (m3) Pohon Sampel Petak 3a RPH
Salam BKPH Lawu Utara
No Pohon Keliling Dbh Dbh Dbh2 tinggi fk 1/4 Phi Volume Cm cm mtr mtr-2 mtr M3 Total 30.55 12.43 1,824.00 171.925 Rerata 0.37 0.15 22.24 2.097 Min 0.26 0.07 15.00 0.562 Max 0.63 0.40 31.00 6.773 Std Dev 0.11 0.10 5.69 1.792 Convi-dance 0.24 0.10 15.28 1.529
Pemilihan Model Perhitungan Volume Analisis hubungan volume dengan diameter setinggi dada dibuat model persamaan allometrik. Pemilihan model persamaan didasarkan pada kombinasi antara nilai R2 terbesar dan jumlah kuadrat eror (residualsum of square) yang paling kecil serta signifikasi berdasarkan analisis varian. Sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5.Model Persamaan Allometrik Diameter Setinggi Dada (dbh) Volume Pohon Pinus KU VIII RPH Salam BKPH
Lawu Utara KPH Lawu Ds
No. Model Persamaan R2 JKE Std Error
1. Linier Y = -3.716 + 15.602 dbh 0,982 4,592 0,240
2. Power Y = 28.565 dbh 2,859 0,981 1,115 0,123
3. Growth Y = e -2,155 + 6,891 dbh 0,929 3,807 0,218 4. Logaritma Y = 8,403 + 6,131 ln dbh 0,931 18.013 0,475 6. Quadratik Y = -1,157 + 2,606 dbh + 15,056 dbh2 0,996 1,078 0,107 Volume Model Terpilih
Berdasarkan persamaan model di atas maka model terpilih adalah model quadratic dengan persaman volume Y = -1,157 + 2,606 dbh + 15,056 dbh2. Dari Model terpilih di atas maka besarnya volume disajikan pada Tabel V-6. Sebagai berikut :
Tabel 6. Perhitungan Volume Dengan Model Quadratik
No
Kon-stantaCoef-b Coef-c dbh dbh^2 Vol-Model a b c mtr mtr M3
1 2 3 4 5 6 7
No
Kon-stantaCoef-b Coef-c dbh dbh^2 Vol-Model a b c mtr mtr M3 1 2 3 4 5 6 7 2 -1.157 2.606 15.056 0.382 0.146 2.038 3 -1.157 2.606 15.056 0.385 0.148 2.083 4 -1.157 2.606 15.056 0.398 0.158 2.266 5 -1.157 2.606 15.056 0.392 0.153 2.174 6 -1.157 2.606 15.056 0.395 0.156 2.220 7 -1.157 2.606 15.056 0.398 0.158 2.266 8 -1.157 2.606 15.056 0.379 0.144 1.993 9 -1.157 2.606 15.056 0.382 0.146 2.038 10 -1.157 2.606 15.056 0.392 0.153 2.174 11 -1.157 2.606 15.056 0.376 0.141 1.949 12 -1.157 2.606 15.056 0.395 0.156 2.220 13 -1.157 2.606 15.056 0.385 0.148 2.083 14 -1.157 2.606 15.056 0.382 0.146 2.038 15 -1.157 2.606 15.056 0.389 0.151 2.128 16 -1.157 2.606 15.056 0.379 0.144 1.993 17 -1.157 2.606 15.056 0.389 0.151 2.128 18 -1.157 2.606 15.056 0.373 0.139 1.904 19 -1.157 2.606 15.056 0.627 0.394 6.404 20 -1.157 2.606 15.056 0.621 0.386 6.268 21 -1.157 2.606 15.056 0.631 0.398 6.473 22 -1.157 2.606 15.056 0.624 0.390 6.336 23 -1.157 2.606 15.056 0.618 0.382 6.200 24 -1.157 2.606 15.056 0.624 0.390 6.336 25 -1.157 2.606 15.056 0.615 0.378 6.133 26 -1.157 2.606 15.056 0.631 0.398 6.473 27 -1.157 2.606 15.056 0.615 0.378 6.133 28 -1.157 2.606 15.056 0.627 0.394 6.404 29 -1.157 2.606 15.056 0.341 0.116 1.479 30 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 31 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 32 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 33 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 34 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 35 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 36 -1.157 2.606 15.056 0.280 0.079 0.756 37 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 38 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 39 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 40 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 41 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 42 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 43 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 No
Kon-stantaCoef-b Coef-c dbh dbh^2 Vol-Model a b c mtr mtr M3 1 2 3 4 5 6 7 44 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 45 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 46 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 47 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 48 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 49 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 50 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 51 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 52 -1.157 2.606 15.056 0.261 0.068 0.550 53 -1.157 2.606 15.056 0.283 0.080 0.791 54 -1.157 2.606 15.056 0.283 0.080 0.791 55 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 56 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 57 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 58 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 59 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 60 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 61 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 62 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 63 -1.157 2.606 15.056 0.261 0.068 0.550 64 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 65 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 66 -1.157 2.606 15.056 0.436 0.190 2.846 67 -1.157 2.606 15.056 0.424 0.179 2.648 68 -1.157 2.606 15.056 0.443 0.196 2.947 69 -1.157 2.606 15.056 0.430 0.185 2.746 70 -1.157 2.606 15.056 0.436 0.190 2.846 71 -1.157 2.606 15.056 0.414 0.171 2.503 72 -1.157 2.606 15.056 0.427 0.182 2.697 73 -1.157 2.606 15.056 0.439 0.193 2.896 74 -1.157 2.606 15.056 0.414 0.171 2.503 75 -1.157 2.606 15.056 0.404 0.164 2.360 76 -1.157 2.606 15.056 0.420 0.177 2.599 77 -1.157 2.606 15.056 0.427 0.182 2.697 78 -1.157 2.606 15.056 0.433 0.188 2.796 79 -1.157 2.606 15.056 0.424 0.179 2.648 80 -1.157 2.606 15.056 0.430 0.185 2.746 81 -1.157 2.606 15.056 0.414 0.171 2.503 82 -1.157 2.606 15.056 0.427 0.182 2.697
Uji Volume Manual dengan Model terpilih Untuk dapat mengetahui apakan terjadi perbedaan antara perhitungan volume
tegakan pohon berdiri dengan perhitungan volume model Quadratik di lakuan uji t-test dengan hasil disajikan pada tabel 8 sebagai berikut :
Tabel 7. Uji T Test Antara Volume Manual dan Volume Model
No Keliling Dbh Manual Qadratik dbh Vol (X1) Vol-(X2) (X1-X2) (X1-X2)^2 cm cm mtr mtr3 mtr3 1 2 3 4 5 6 7 8 Total 30.55 171.92 171.87 1.078 Rerata 117.0 37.3 0.4 2.097 2.096 0.013 Min 82.0 26.1 0.3 0.562 0.550 0.000012 Max 198.0 63.1 0.6 6.773 6.473 0.189 Std Dev 35.7 11.4 0.1 1.792 1.788 0.029
1. Harga rata rata perbedaan PX1-X2 = = 0.00067 2. Varians = Sd2 =
= 0.013305 3. Sd =
= 0.11535
4. Standar eror perbedaaan harga rata rata = SX1-X2 = Sdm =
= 0.01274 5. T hitung =
harga rata-rata perbedaan
= 0,00067 = 0,053
standar eror perbedaan harga
rata-rata 0,01274
6. Nilai t menurut tabel untuk tingkat signifikasi 95 % atau dengan α (0,05) pada db 81 = ± 1,650 yang artinya ;
7. t hitung < t tabel atau 0,053 < 1,650 PEMBAHASAN
Perhitungan Volume Manual Pohon Berdiri Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa berdasarkan perhitungan volume pohon berdiri secara manual di dapatkan dari total volume sampel sebanyak 82 pohon sebesar 171,92 M3 atau rata-rata sebesar 2,097 m3/
pohon dengan volume minimum 0.562 m3 dan maksimum 6,773 m3
Pemilihan model allometrik
Analisis hubungan dbh dengan volume pohon, dibuat model persamaan allometrik, pengolahan data dilakukan dengan SPSS 16. Pemilihan model persamaan didasarkan pada kombinasi antara nilai R2 terbesar dan jumlah kuadrat eror (residualsum of square) yang paling kecil serta signifikan berdasarkan analisis varian. Sebagaimana disajikan pada Tabel 6 di atas.
Hasil pengukuran diameter setinggi dada (dbh) dan Volume Tanaman Pinus KU VIII diperoleh model yang paling tepat adalah model Quadratik dengan nilai R2 0,996 dan JKE (RSS) 1,078. Nilai R2 0,996 yang berarti 99.6 % variabel Volume pohon dapat dijelaskan oleh variabel diameter setinggi dada, sisanya (0,004 %) oleh variabel lain. Hubungan variabel dimeter setinggi dada dengan Variabel Volume termasuk sangat kuat karena nilainya lebih dari 0,5, di mana R2 berkisar 0-1, semakin kecil R2 maka semakin lemah hubungan antar variabel tersebut dan sebaliknya. Sedangkan nilai jumlah kuadrat eror (residual sum of square) adalah 1,078 dan standar eror estimate 0,107. Berdasarkan hasil analisis varian untuk menguji signifikansi hubungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
dbh dan Volume pohon memiliki korelasi yang signifikan. Uji ANOVA didapat F hitung sebesar 0.0001 dengan tingkat signifikansi 0,001 (<0,05), sehingga model regresi dapat dipakai untuk memprediksi tinggi pohon .
Persamaan yang terbentuk dapat digunakan untuk menduga tinggi pohon
Gambar V-1. Hubungan antara diameter setinggi dada (dbh) dengan Volume Pohon berdiri KU VIII RPH Salam BKPH Lawu Utara
Perhitungan Volume Model Pohon Berdiri Berdasarkan model terpilih yaitu model quadratic maka perhitungan volume dengan variable bebas diameter setinggi dada diperoleh hasil perhitungan 82 pohon sampel disajikan pada Tabel 7 di atas. Pada tabel tersbut terlihat bahwa total volume model 82 sampel pohon didapatkan volume sebesar 171,87 m3 atau rata rata sebesar 2.096 m3/pohon . Volume minimum 0,550 m3 dan maksimum 6,473 m3
Perbandingan Volume manual dan Volume Model Pohon Berdiri
Berdasarkan perhitungan volume pohon antara manual dan dengan menggunakan
model quadrati maka dilakukan uji t untuk melihat apakah ada perbedaan / tidak terhadap penggunaan dua model tersebut seperti disajikan pada Tabel 8 di atas.
Berdasarkan uji t. test didapatkan bahwa nilai t hitung sebesar 0,053 sedangkan t tabel pada df 82-1=81 5 % ( α = 0,05) sebesar 1,615 yang artinya t hitung (<) lebih kecil dart t tabel sehingga perhitungan volume dengan menggunakan model manual dibandingkan dengan menggunakan model quadratic tidak signifikan atau tidak ada perbedaan yang sigifikan/nyata antara perhitungan volume manual dengan perhitungan volume menggunakan model quadratic
berdiri dengan menggunakan diameter setinggi dada sebagai variabel bebas adalah Quadratik dengan Rumus . Y = -1,157 + 2,606 dbh + 15,056 dbh2
Adapun grafik model persamaan terpilih disajikan pada Gambar V-1. sebagai berikut :
KESIMPULAN Kesimpulan
1. Perhitungan Total sampel volume pohon berdiri secara manual sebesar 171,92 m3 atau rata-rata sebesar 2,097 m3/pohon dengan volume minimum 0.562 m3 dan maksimum 6,773 m3
2. Berdasarkan kriteria R2, RSS dan SE maka model pendugaan volume terpilih adalah Model Quadratik dengan persamaan
Y = -1,157 + 2,606
dbh
+ 15,056
dbh
2. Dimana R2 = 0,996, RSS = 0,1078, SEE =0.1073. Perhitungan volume dengan menggunakan model quadratic terlihat bahwa total volume 82 sampel pohon didapatkan volume model sebesar 171,87 m3 atau rata rata sebesar 2.096 m3/ pohon . Volume minimum 0,550 m3 dan maksimum 6,473 m3
4. Berdasarkan uji t. test didapatkan bahwa nilai t hitung sebesar 0,053 sedangkan t tabel pada df 82-1=81 5 % ( α = 0,05) sebesar 1,615 sehingga perhitungan volume dengan menggunakan model manual dibandingkan dengan menggunakan model quadratic tidak signifikan atau tidak ada perbedaan yang sigifikan/nyata antara perhitungan volume manual dengan perhitungan volume menggunakan model quadratic
DAFTAR PUSTAKA
Loetsch, F. dan K. Haller, 1973 Forest Inventory, Volume II. BLV. Verlagsgeeselschaft Mbh. Munchen.
Lukito. Martin. 2010. Studi Inventarisasi Hutan tanaman Kayu Putih Dalam Menghasilkan Biomassa dan karbon hutan. Tesis Fakultas Kehutanan UGM. Tidak Di publikasikan
Muhdin. 2012. Dimensi pohon dan pendugaan Volume Pohon. Universitas Sumatera Utara Pambudhi, F. 2008. Variabel-variabel Pohon
dan Tegakan Dalam Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala. Makalah. Disampaikan dalam Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Tegakan Hutan Berdasarkan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala. Jakarta.
Philip, M.S. 1994. Measuring Trees and Forests. Second Edition. CAB International.
Simon, H. 2007. Motede Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
S Chapman, H.H. and W.H. Meyer. 1949. Forest Mensuration. McGraw-Hill Book Company Inc. New York.imon, H. 2007. Motede Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Wiant, Jr. 1988. Where is the Optimum Height for Measuring Tree Diameter ?. North J. Appl. For. 5 : 184-185.