• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pompa Bensin Untuk Mengisi Tangki Pengangkut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pompa Bensin Untuk Mengisi Tangki Pengangkut"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

Pompa Bensin Untuk Mengisi Tangki Pengangkut

TUGAS AKHIR

No : 700 / TA / FT-USD / TM / September / 2006 Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh:

Suliongto Susanto Sutiono

NIM: 035214044

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

(2)

No : 700 / TA / FT-USD / TM / September / 2006 Presented as Partial Fulfillment of the Requirements

To Obtain the Sarjana Teknik Degree In Mechanical Engineering

Created by:

Suliongto Susanto Sutiono

Student Number: 035214044

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

ENGINEERING FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2007

(3)
(4)
(5)

Motto

¾

Jika kamu berpikir kamu bisa, maka kamu bisa. Jika kamu berpikir

kamu tidak bisa, maka kamu tidak bisa (Henry Ford).

¾

Ada potensi – potensi yang mengagumkan pada setiap manusia,

percayalah pada kekuatanmu dan usia mudamu.

¾

Didunia ini tak bisa ditemukan orang yang lebih kaya daripada

orang Cina (Ibnu Batutah).

¾

Dalam ilmu pengetahuan kesalahan selalu mendahului

kebenaran.(Horace Walpole).

¾

Tuhan telah memberikan potensi dalam hidupmu, bukan untuk

mengikuti sejarah, namun untuk membuat sebuah sejarah (The

History Maker).

¾

Ora et Labora (belajar / bekerja sambil berdoa)

¾

Banyak orang bertanya, mengapa saya ada didunia ini.

Jawabannya sangat sederhana, saya ada untuk menggembirakan

dan memuji Tuhan.

¾

Setiap orang sukses adalah seseorang yang pernah gagal, tetapi

tidak pernah menganggap dirinya pecundang.

¾

Sukses adalah mengetahui maksud anda dalam kehidupan,

Bertumbuh untuk meraih potensi maksimal anda dan menaburkan

benih yang menguntungkan sesama.

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 10 Maret 2007

Penulis

Suliongto Susanto Sutiono

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan bimbingannya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, dengan judul “ Pompa Bensin untuk mengisi tangki pengangkut ”.

Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu kewajiban untuk melengkapi syarat dalam mencapai gelar sarjana Teknik Mesin Program Studi Teknik Mesin di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Atas tersusunnya Tugas Akhir ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menjadi pegangan hidup saya. 2. Romo Ir. Greg. Heliarko SJ.,S.S.,B.S.T.,M.A.,M.Sc., selaku Dekan Fakultas

Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak Ir. YB. Lukiyanto, M.T., selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang

telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

5. Bapak Ir. FA. Rusdi Sambada, M.T., selaku dosen pembimbing akademik. 6. Dosen-dosen Teknik Mesin yang telah membimbing selama kuliah. 7. Mas Tri dan teman-teman yang bekerja di Sekretariat Fakultas Teknik.

8. Papa dan Mama tercinta yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam doa dan kasih sayangnya.

(8)

10. Teman dan sahabatku Lia, Meidi, Mira, Rubi, Lisa, Vina, Jatmiko, Vero, Siska, Yulianto, Elyasib, Linda yang selalu memberi support bagi penulis. 11. Anak-anak Kost Patria (Safat, Purnomo, Ade,Yosi, Broto, Mula,Yoseph, dll). 12. Teman-teman Kerja Praktek (Dani Fabian, Daniel Endro, Yohanes).

13. Fosin, Yandy, Tata, Andrian Liem yang telah membantu penulis dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

14. Teman-teman angkatan 2003, terima kasih atas kebersamaannya di waktu kuliah.

15. Dan teruntuk semua yang telah membantu dalam pengerjaan Tugas Akhir ini

sampai selesai.

Akhir kata penulis mohon maaf sebesar-besarnya apabila pada tulisan Tugas Akhir ini masih banyak memiliki kelemahan dan kekurangan, maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan oleh penulis.

Yogyakarta, 10 Maret 2007 Penulis

Suliongto Susanto Sutiono

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ………... iv

MOTO ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vi

KATA PENGANTAR ………..……. vii

DAFTAR ISI ……….…………...…... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

INTISARI ...………..……….…….……… xvii

BAB I PENDAHULUAN ..………....………...…….. 1

1.1. Tinjauan Umum Pompa ..………...……... 1

1.2. Prinsip Kerja Pompa ...………... 1

1.3. Klasifikasi Pompa ...………... 1

1.4. Spesifikasi Pompa ...………... 4

1.5. Konstruksi pompa ………... 6

1.5.1. Klasifikasi Menurut Impeler ………...….….. 6

1.5.2. Klasifikasi Menurut Bentuk Rumah ………. 9

1.5.3. Klasifikasi Menurut Jumlah Tingkat ………10

1.5.4. Klasifikasi Menurut Letak Poros ………... 11

1.5.5. Klasifikasi Menurut Belahan Rumah …………..…. 12

1.5.6. Klasifikasi Menurut Sisi Masuk Impeler ………... 14

1.5.7. Pompa Jenis Tumpuan Sumbu ………... 15

(10)

2.1. Dasar Perancangan ………... 16

2.2. Penentuan Motor Penggerak ....………... 17

2.3. Penentuan Kecepatan Spesifik Pompa ………. 18

2.4. Penentuan Efisiensi Pompa ………..…….... 19

2.5. Daya Pemompaan ……….………... 20

2.6. Daya Poros ……….………... 21

2.7. Pemilihan Diameter Pipa ……….…… 21

2.7.1. Diameter Pipa Hisap ... 21

2.7.2. Diameter Pipa Tekan ………..…….…… 22

2.8. Pemilihan Jenis Pompa ……….……... 24

2.9. Spesifikasi Pompa ... 24

BAB III PERANCANGAN IMPELER POMPA ... 26

3.1. Perhitungan Ukuran Utama Impeler ... 26

3.1.1. Diameter Poros ... 26

3.1.2. Diameter Hub ... 29

3.1.3. Diameter Mata Impeler ... 30

3.1.4. Diameter Sisi Masuk ... 31

3.1.5. Lebar Sisi Masuk ... 31

3.1.6. Diameter Sisi Keluar ... 32

3.1.7. Lebar Impeler Sisi Keluar ... 33

(11)

3.2. Segitiga Kecepatan ... 34

3.2.1. Perhitungan Kecepatan Sisi Masuk ... 35

3.2.2. Perhitungan Kecepatan Sisi Keluar ... 38

3.3. Bentuk Sudu ... 40

3.4. Menentukan Jumlah Sudu ... 42

3.5. Melukis Sudu ... 43

3.6. Menentukan Tebal Sudu ... 45

BAB IV PERANCANGAN RUMAH POMPA ... 49

4.1. Pendahuluan ... 49

4.2. Perancangan Volute Casing ... 50

4.3. Discharge Nozzle (Nosel Buang) ... 57

4.4. Bahan Rumah Pompa ... 59

BAB V PERANCANGAN POROS DAN PASAK ... 60

5.1. Poros ... 60

5.1.1. Konstruksi Poros ... 60

5.1.2. Tinjauan Poros akibat Beban ... 61

5.1.3. Tinjauan Konsentrasi Tegangan Poros pada alur pasak 65 5.1.4. Tinjauan Poros terhadap Batas Defleksi ... 67

5.1.5. Tinjauan Poros terhadap Defleksi Puntiran ... 68

5.1.6. Tinjauan Poros terhadap Putaran Kritis ... 69

(12)

6.1. Alat Pengimbang ... 74

6.1.1. Gaya Aksial ... 74

6.2. Kotak Paking ... 77

6.3. Bantalan ... 79

6.4. Kopling ... 85

BAB VII KARAKTERISTIK POMPA ... 89

7.1. Karakteristik Pompa dalam Hubungan Antara Head Euler dan Kapasitas ... 91

7.1.1. Head Euler ... 91

7.1.2. Head Teoritis ... 93

7.1.3. Head Aktual ... 93

7.2. Karakteristik Pompa Hubungan Antara Kapasitas dengan Daya dan Efisiensi ... 99

7.2.1. Daya Kuda Fluida ... 100

7.2.2. Daya Kuda untuk Mengatasi Kebocoran ... 100

7.2.3. Daya Kuda untuk Mengatasi Gesekan Impeler ... 101

7.2.4. Daya Kuda untuk Mengatasi Kerugian Hidrolis ... 102

7.2.5. Daya Kuda untuk Mengatasi Kerugian Mekanis ... 103

7.2.6. Daya Kuda Rem ... 103

7.2.7. Efisiensi Pompa ... 103

(13)

BAB VIII KESIMPULAN ... 106

8.1. Spesifikasi Pompa ... 106

8.2. Impeler ... 106

8.3. Rumah Pompa ... 107

8.4. Poros ... 107

8.5. Pasak ... 107

8.6. Kopling ... 107

8.7. Bantalan ... 107

8.8. Penutup ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109 LAMPIRAN

(14)

Gambar 1.1. Pompa Volut ... 2

Gambar 1.2. Pompa Diffuser ... 2

Gambar 1.3. Pompa Isapan Ganda ... 2

Gambar 1.4. Pompa Aliran Campur ... 2

Gambar 1.5. Pompa Aliran Aksial ... 3

Gambar 1.6. Pompa Sentrifugal ... 7

Gambar 1.7. Pompa Aliran Campur Mendatar ... 8

Gambar 1.8. Pompa Aliran Aksial Mendatar ... 9

Gambar 1.9. Pompa Aliran Campur Jenis Volut ... 10

Gambar 1.10. Pompa Bertingkat Banyak ... 11

Gambar 1.11. Pompa Aliran Campur Tegak ... 12

Gambar 1.12. Pompa Jenis Belah Mendatar ... 13

Gambar 1.13. Pompa Volut Jenis Isapan Ganda ... 15

Gambar 1.14. Pompa Jenis Belah Mendatar ... 15

Gambar 2.1. Grafik Efisiensi sebagai Fungsi Kecepatan Spesifik dan Kapasitas ... 19

Gambar 2.2. Grafik Penentuan Jenis Pompa ... 24

Gambar 3.1. Titik – titik Koefisien Tinggi Tekan ... 32

Gambar 3.2. Diagram Kecepatan Masuk dan Keluar Impeler ... 34

Gambar 3.3. Segitiga Kecepatan pada Sisi Masuk ... 36

Gambar 3.4. Segitiga Kecepatan pada Sisi Keluar ... 40

(15)

Gambar 3.5. Diagram Kecepatan Masuk dan Keluar suatu Impeler ... 41

Gambar 3.6. Pelukisan Sudu dengan Busur Lingkaran Tangen ... 44

Gambar 3.7. Desain Sudu dengan Menggunakan Arkus Tangen ... 45

Gambar 4.1. Rumah Spiral ... 49

Gambar 4.2. Gambar Melintang Volute Casing ... 51

Gambar 4.3. Sketsa Perencanaan Discharge Nosel ... 58

Gambar 5.1. Konstruksi Poros ... 60

Gambar 5.2. Harga Koefisien Kr ... 61

Gambar 5.3. Faktor Konsentrasi Tegangan ... 66

Gambar 6.1. Kotak Paking ... 77

Gambar 6.2. Bentuk Kopling Flens ... 85

Gambar 7.1. Hubungan Kapasitas dengan Head ... 99

Gambar 7.2. Hubungan Kapasitas dengan Daya ... 105

Gambar 7.3. Hubungan Kapasitas dengan Efisiensi ... 105

(16)

Tabel 1.1. Klasifikasi pompa turbo ... 4

Tabel 1.2. Data yang diperlukan untuk pemilihan pompa ... 5

Tabel 3.1. Diameter Poros Standar ... 29

Tabel 4.1. Harga θ dan Vaveuntuk setiap R volute ... 56

Tabel 5.1. Ukuran Pasak dan Alur Pasak ... 71

Tabel 6.1. Ukuran Bantalan Bola ... 81

Tabel 6.2. Faktor-faktor V, X, Y, dan X0, Y0 ... 84

Tabel 6.3. Harga Faktor Keandalan Bantalan ... 84

Tabel 6.4. Ukuran Kopling Flens ... 86

Tabel 6.5. Bahan untuk Flens dan Baut Kopling Tetap ... 87

Tabel 7.1. Hubungan Kapasitas dengan Head ... 98

Tabel 7.2. Hubungan Kapasitas dengan Daya dan Efisiensi ... 104

(17)

INTISARI

Pompa yang dirancang ini adalah pompa jenis radial, yaitu pompa sentrifugal yang terdiri 1 tingkat dengan kapasitas 31,98 m3/jam dan head pemompaan adalah 10 meter, dengan putaran motor penggerak 2940 rpm. Jenis impeler yang digunakan pompa adalah jenis impeler tertutup yang dibuat dari perunggu cor (brons) dan dengan jumlah sudu impelernya 10 buah. Dan rumah pompa yang digunakan adalah rumah pompa volut atau rumah keong.

(18)

PENDAHULUAN

1.1Tinjauan Umum Pompa

Pompa adalah suatu mesin kerja fluida yang berguna untuk membangkitkan tekanan agar fluida tidak mampu mampat (incompressible fluid) dapat mengalir. Hal ini disebabkan oleh sifat fluida tersebut, yang mengalir apabila terjadi perbedaan tekanan. Maka pompa dapat dikatakan sebagai mesin fluida yang digunakan untuk memindahkan fluida dari suatu tempat ketempat lain.

1.2 Prinsip Kerja Pompa

Daya dari motor listrik diberikan kepada poros pompa untuk memutarkan impeler di dalam zat cair. Maka zat cair yang ada di dalam impeler, oleh dorongan sudu-sudu ikut berputar. Karena timbul gaya sentrifugal maka zat cair mengalir dari tengah impeler ke luar melalui saluran diantara sudu-sudu. Disini head tekanan zat cair menjadi lebih tinggi. Demikian pula head kecepatannya bertambah besar karena zat cair mengalami percepatan. Zat cair yang keluar dari impeler ditampung oleh saluran yang berbentuk volut (spiral) dikeliling impeler dan di salurkan ke luar pompa melalui nosel. Di dalam nosel ini sebagian head kecepatan aliran di ubah menjadi head tekanan.

(19)

2

1.3 Klasifikasi Pompa

Jika kapasitas dinyatakan dalam m3, head total dalam m, dan putaran dalam rpm, maka harga ns pompa sentrifugal akan berkisar antara 100 sampai 700. Pompa sentrifugal dapat digolongkan lebih lanjut atas pompa volut dan pompa difuser. Sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 1.1, aliran yang keluar dari impeler pompa volut ditampung di dalam volut (atau rumah spiral), yang selanjutnya akan menyalurkan ke nosel keluar. Harga ns dari pompa volut bervarasi pada daerah yang cukup luas, yaitu antara 100 sampai 700.

Adapun pompa difuser mempunyai difuser yang dipasang mengelilingi impeler seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.2. Guna dari difuser ini adalah untuk menurunkan kecepatan aliran yang keluar dari impeler, sehingga energi kinetik aliran dapat diubah menjadi energi tekanan secara efisien. Pompa difuser dipakai untuk memperoleh head total yang tinggi. Harga ns pompa ini berkisar antara 100 sampai 300.

(20)

Gambar 1.3 Pompa isapan ganda Gambar 1.4 Pompa aliran campur

Gambar 1.5 Pompa aliran aksial

(Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 8)

Pompa sentrifugal juga dapat menggunakan dua macam impeler, yaitu jenis isapan tunggal dan isapan ganda (Gambar 1.3). Selain itu pompa sentrifugal juga dapat disusun dengan satu tingkat atau bertingkat banyak. Susunan bertingkat banyak dipakai apabila diingini head total pompa yang tinggi.

(21)

4

langsung aliran yang keluar dari impeler, maka disebut “pompa aliran campur jenis volut”.

Pompa jenis aksial dipakai untuk head yang lebih rendah lagi. Aliran didalam pompa ini mempunyai arah aksial (sejajar poros) seperti diperlihatkan didalam (Gambar 1.5). Untuk mengubah head kecepatan menjadi head tekanan, dipakai sudu antar yang berfungsi sebagai difuser.

Kadang-kadang jenis-jenis pompa tersebut diatas (pompa sentrifugal / radial, pompa aliran campur, dan pompa aksial) disebut pompa turbo. Secara skematis pompa ini diperlihatkan dalam Tabel 1.1

Pompa Turbo

Pompa Sentrifugal

Pompa Aliran campur

Pompa Aliran Aksial

Pompa volut

Pompa difuser

Pompa Aliran campur jenis volut

Pompa aliran campur jenis difu

Tabel 1.1 Klasifikasi pompa turbo

(22)

1.4 Spesifikasi Pompa

Dalam memilih suatu pompa untuk suatu maksud tertentu, terlebih dahulu harus diketahui kapasitas aliran serta head yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair yang akan dipompa.

Selain daripada itu, agar pompa dapat bekerja tanpa mengalami kavitasi, perlu ditaksir berapa tekanan minimum yang tersedia pada sisi masuk pompa yang terpasang pada instalasinya. Atas dasar tekanan isap ini maka putaran pompa dapat ditentukan.

Kapasitas aliran, head, dan putaran pompa dapat ditentukan seperti tersebut diatas. Tetapi apabila perubahan kondisi operasi sangat besar (khususnya perubahan kapasitas dan head) maka putaran dan ukuran pompa yang akan dipilih harus ditentukan dengan memperhitungkan hal tersebut.

Selanjutnya untuk menentukan penggerak mula yang akan dipakai, harus lebih dahulu dilakukan penyelidikan tentang jenis sumber tenaga yang dapat dipergunakan di tempat yang bersangkutan.

Contoh data yang umumnya diperlukan untuk memilih pompa dapat dilihat pada Tabel 1.2 (Sumber: Pompa dan Kompresor, Sularso hal. 13)

Tabel 1.2 Data yang diperlukan untuk pemilihan pompa. No. Data yang diperlukan Keterangan

(23)

6

2 Kondisi isap Tinggi isap dari permukaan air isap ke level pompa.

Tinggi fluktuasi permukaan air isap.

Tekanan yang bekerja pada permukaan air isap. Kondisi pipa isap.

3 Kondisi keluar Tinggi permukaan air keluar ke level pompa. Tinggi fluktuasi permukaan air keluar. Besarnya tekanan pada permukaan air keluar. Kondisi pipa keluar.

4 Head total pompa Harus ditentukan berdasarkan kondisi-kondisi diatas.

5 Jenis zat cair Air tawar, air laut, minyak, zat cair khusus (zat kimia), temperatur, berat jenis, viskositas, kandungan zat padat, dll.

6 Jumlah pompa

7 Kondisi kerja Kerja terus-menerus, terputus-putus, jumlah jam kerja seluruhnya dalm setahun.

8 Penggerak Motor listrik, motor bakar torak, turbin uap. 9 Poros tegak atau

mendatar

Hal ini kadang-kadang ditentukan oleh pabrik pompa yang bersangkutan berdasarkan instalasinya.

10 Tempat instalasi Pembatasan-pembatasan pada ruang instalasi, ketinggian diatas permukaan laut, diluar atau didalam gedung, fluktuasi temperatur.

(24)

1.5 Konstruksi Pompa

1.5.1 Klasifikasi Menurut Jenis Impeler 1. Pompa sentrifugal

Pompa ini mempunyai konstruksi sedemikian rupa hingga aliran zat cair yang keluar dari impeller akan melalui sebuah bidang tegak lurus poros pompa. Hal ini secara diagramatik diperlihatkan dalam Gambar 1.1. Namun konstruksi yang sebenarnya dari pompa-pompa yang banyak dipakai adalah seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.6.

Impeler dipasang pada satu ujung poros, dan pada ujung yang lain dipasang kopling untuk meneruskan daya dari penggerak. Poros ditumpu oleh dua buah bantalan. Sebuah paking atau perapat dipasang pada bagian rumah yang ditembus poros, untuk mencegah air membocor keluar atau udara masuk kedalam pompa. Dalam Gambar. 1.6 diperlihatkan paking sebagai perapat poros. Namun selain paking juga dapat digunakan perapat mekanis.

Gambar 1.6 Pompa Sentrifugal

(25)

8

2. Pompa Aliran Campur

Seperti diperlihatkan dalam Gambar.1.4 secara diagramatik aliran yang meninggalkan impeler akan bergerak sepanjang permukaan kerucut didalam pompa aliran campur ini. Adapun konstruksi yang sesungguhnya diperlihatkan dalam Gambar 1.7.

Gambar 1.7 Pompa Aliran Campur Mendatar (Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 76)

Salah satu ujung poros dimana impeler dipasang, ditumpu oleh bantalan dalam. Pada ujung yang lain dipasang kopling dengan sebuah bantalan luar didekatnya. Bantalan luar terdiri dari sebuah bantalan aksial dan sebuah bantalan radial, yang pada umumnya berupa bantalan gelinding. Untuk bantalan dalam dipakai jenis bantalan luncur yang dilumasi gemuk.

3. Pompa Aliran Aksial

(26)

Konstruksi pompa ini mirip pompa aliran campur, kecuali bentuk impeler dan difuser keluarnya.

Gambar 1.8 Pompa Aliran Aksial Mendatar (Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 76)

1.5.2 Klasifikasi Menurut Bentuk Rumah 1. Pompa volut

Sebuah pompa sentrifugal dimana zat cair dari impeler secara langsung dibawa ke rumah volut, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.1 atau Gambar 1.6, disebut pompa volut.

2. Pompa diffuser

Seperti terlihat dalam Gambar 1.2, pompa ini adalah sebuah pompa sentrifugal yang dilengkapi dengan sudu difuser dikeliling luar impelernya. Konstruksi bagian-bagian lain pompa ini adalah sama dengan pompa volut.

(27)

10

sebagai pompa bertingkat banyak karena aliran dari satu tingkat ketingkat berikutnya dapat dilakukan tanpa menggunakan rumah volut.

3. Pompa aliran campur jenis volut

Pompa ini mempunyai impeler jenis aliran campur dan sebuah rumah volut seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.9. Disini tidak dipakai sudu-sudu difuser melainkan dipakai saluran yang lebar untuk mengalirkan zat cair. Dengan demikian pompa sulit tersumbat oleh benda yang terisap seperti pompa air limbah.

Gambar 1.9 Pompa Aliran Campur Jenis Volut (Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 77)

1.5.3 Klasifikasi Menurut Jumlah Tingkat 1. Pompa Satu Tingkat

Pompa ini hanya mempunyai satu impeler. Head total yang ditimbulkan hanya berasal dari satu impeler, relatip rendah.

2. Pompa Bertingkat Banyak

(28)

dimasukkan ke impeler berikutnya dan seterusnya hingga impeler yang terakhir. Head total pompa ini merupakan jumlahan dari head yang ditimbulkan oleh masing-masing impeler sehingga relatif tinggi.

Pada umumnya impeler-impeler tersebut dipasang menghadap ke satu arah pada poros seperti Gambar 1.10.

Gambar 1.10 Pompa Bertingkat Banyak (Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 78)

1.5.4 Klasifikasi Menurut Letak Poros 1. Pompa Jenis Poros Mendatar

Pompa ini mempunyai poros dengan posisi mendatar. 2. Pompa Jenis Poros Tegak

(29)

12

Gambar 1.11 Pompa Aliran Campur Tegak (Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 78)

1.5.5 Klasifikasi Menurut Belahan Rumah 1. Pompa Jenis Belahan Mendatar

(30)

Gambar 1.12 Pompa Jenis Belah Mendatar (Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 79)

2. Pompa Jenis Belahan Radial

Rumah pompa jenis ini terbagi oleh sebuah bidang yang tegak lurus poros, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.6. Pompa ini mempunyai konstruksi yang relatip sederhana serta menguntungkan sebagai bejana bertekanan karena bidang belahan tidak mudah bocor. Sebab itu konstruksi seperti ini sering dipakai untuk pompa-pompa kecil dengan poros mendatar.

3. Pompa Jenis Berderet

Jenis ini terdapat pada pompa bertingkat banyak yang dimana rumah pompa terbagi oleh bidang-bidang tegak lurus poros sesuai dengan jumlah tingkat yang ada. Tiap bagian rumah ini berbentuk cincin seperti terlihat dalam Gambar 1.10

(31)

14

dapat disusun dalam jumlah yang sesuai untuk mendapatkan head total pompa yang dikehendaki.

1.5.6 Klasifikasi Menurut Sisi Masuk Impeler 1. Pompa Isapan Tunggal

Pada pompa ini zat cair masuk dari satu sisi impeler seperti pada Gambar.1.6. Konstruksinya sangat sederhana sehingga banyak dipakai. Namun, tekanan yang bekerja pada masing-masing sisi impeler tidak sama sehingga akan timbul gaya aksial kearah sisi isap. Gaya ini dapat ditahan oleh bantalan aksial jika ukuran pompa kecil. Namun untuk pompa besar harus dicari cara untuk mengurangi gaya aksial ini agar tidak perlu dipakai bantalan aksial yang terlalu besar.

2. Pompa Isapan Ganda

Pompa ini memasukkan air melalui kedua sisi impeler. Adapun bentuk sesungguhnya diperlihatkan dalam Gambar 1.13. Disini poros yang menggerakkan impeler dipasang menembus kedua sisi rumah dan impeler, dan ditumpu oleh bantalan diluar rumah. Karena itu poros menjadi lebih panjang dari pada pompa jenis lain.

(32)

Gambar 1.13 Pompa Volut Jenis Isapan Ganda (Sumber : Sularso, Pompa dan Kompresor, 2004, halaman 80)

1.5.7 Pompa Jenis Tumpuan Sumbu

Pompa jenis ini mempunyai kaki yang diperpanjang sampai setinggi sumbu poros untuk menumpu rumah. Maksudnya adalah apabila terjadi pemuaian pada rumah karena kenaikkan temperatur, tinggi sumbu poros tidak berubah. Dengan demikian sumbu poros pompa akan tetap segaris dengan sumbu poros motor penggerak, atau dengan perkataan lain, tidak terjadi misalignment.

(33)

BAB II

PERANCANGAN POMPA

2.1 Dasar Perancangan

Untuk merancang pompa di perlukan beberapa data awal antara lain: kapasitas (Q), kondisi isap, kondisi keluar, head total (H), jenis zat cair yang dipompa, penggerak dll.

Data perancangan :

a. Head (H) = 10 m = 32,8 ft

b. Kapasitas (Q) = 16000 liter/30 menit

= 533,33 liter/menit = 31,98 m3 /jam = 0,533 m3/menit = 0,0088 m3/detik = 0,3105 ft3/detik =139,05 GPM c. Fluida yang dialirkan adalah bensin.

d. Putaran Pompa : disesuaikan dengan putaran motor listrik (dipilih sendiri). e. Motor penggerak : motor listrik.

Jika pompa dipakai untuk memompa zat cair yang mempunyai kekentalan kinematik lebih tinggi daripada air maka unjuk kerja pompa akan menurun.

(34)

Bensin mempunyai kekentalan kinematik (0,745x10-6 stokes) yang lebih

rendah dibandingkan dengan air (1,550x10-6 stokes), sehingga tidak diperlukan

koreksi performansi untuk zat cair kental. (sumber : Schaum, Tabel dan Diagram, hal 257)

Maka spesifikasi pompa untuk fluida air :

- Kapasitas Pompa (Q) = 0,553 m3/menit

- Head Pompa (H) = 10 m

2.2 Penentuan Motor Penggerak

Motor penggerak dapat berupa motor listrik, motor bakar atau turbin.

Untuk motor listrik putaran motor dapat dipilih putaran motor asinkron atau

sinkron. Pada perancangan ini penggerak mula direncanakan menggunakan motor

sinkron. Putaran motor sinkron ditentukan menggunakan persamaan :

p f p

f nsyc

120 60

2 ×

= × ×

=

dengan :

nsyc = putaran standar motor syncron (rpm)

f = frekuensi listrik, 50 Hz (sumber PLN)

p = jumlah kutub, diambil 2 pole

maka:

2 120 50 120 ×

= × =

p f nsyc

= 3000 rpm

Karena adanya slip, maka putaran motor listrik diambil sebesar 1 sampai 2

(35)

18

Sehingga putaran motor asinkron menjadi :

np = nsyc – ( kerugian slip x n )

= 3000 – (2% x 3000)

= 2940 rpm

Maka dalam perancangan ini digunakan motor listrik asinkron dengan

putaran 2940 rpm.

2.3 Penentuan Kecepatan Spesifik Pompa

Kecepatan spesifik didefinisikan sebagai kecepatan putaran per menit.

Kecepatan spesifik yang didefinisikan dalam persamaan dibawah ini adalah sama

untuk pompa-pompa yang sebangun (atau sama bentuk impelernya), meskipun

ukuran dan putarannya berbeda. Dengan perkataan lain, harga Ns dapat dipakai

sebagai parameter untuk menyatakan jenis pompa. Jadi jika Ns suatu pompa

sudah ditentukan maka bentuk impeler pompa tersebut dapat ditentukan pula.

Untuk menentukan kecepatan putaran spesifik dari pompa, dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan :

75 , 0

H Q n

Ns= ×

dengan :

Ns = kecepatan spesifik (rpm)

N = putaran poros pompa (2940 rpm)

Q = Kapasitas pemompaan single suction (SI: 0,0088 m3/detik)

(36)

Ns minimal adalah 10 rpm karena bila Ns di bawah 10 rpm efisiensinya sangat

rendah.

maka :

Untuk pompa satu tingkat :

75 , 0

H Q n

Ns= ×

= 0,75

10

0,0088 2940×

= 49,04 rpm

2.4 Penentuan Efisiensi Pompa

Gambar 2.1 Grafik Efisiensi sebagai Fungsi Kecepatan Spesifik dan Kapasitas

(37)

20

Dalam perancangan ini diperoleh efisiensi pompa (ηp) adalah :

Untuk pompa satu tingkat maka : ηp = 72 %

Efisiensi pompa satu tingkat sudah tinggi sehingga cukup digunakan pompa satu

tingkat.

2.5 Daya Pemompaan

Daya adalah energi yang secara efektif diterima oleh bensin dari pompa

persatuan waktu. Daya ini ditulis dengan persamaan :

g H Q

PW =γ × × ×

dengan :

= daya bensin (watt) W

P

γ = kerapatan fluida (kg/m3) = (879 kg/m3) ; (Schaum, Tabel dan Diagram, hal

257)

Q = kapasitas aliran pompa (0,0088 m3/detik)

H = head total pompa (10 m)

G = percepatan gravitasi (9,81m/s2 )

maka :

g H Q

PW =γ × × ×

= 897×0,0088×10×9,81

= 774,36 watt

= 0,774 kW

(38)

2.6 Daya Poros

72 , 0

774 , 0 = =

P W

P P

η

= 1,075 kW dengan :

P = daya poros sebuah pompa (kW)

η = efisiensi pompa

Motor listrik yang digunakan dapat dipilih dari katalog motor listrik dengan daya

minimal 1,075 kW

2.7 Pemilihan Diameter Pipa

Dalam perancangan pompa, untuk menghindari masalah-masalah akibat

terjadinya kavitasi, maka diameter pipa suction biasa dibuat lebih besar ukurannya

disbanding dengan flens suction pompa, dan keduanya dibuat lebih besar daripada

diameter flens dan pipa buang pompa. Diameter-diameter dalam flens dan pipa

yang standar adalah :1; 1,25; 1,5; 2; 2,5; 3; 4; 5; 6; 8; 10; 12; 14; 18; 30; dan 36

inchi.

2.7.1 Diameter Pipa Hisap

Berdasarkan diameter standar pipa diatas, maka diameter suction diambil :

- Diameter = 2,5 inch

= 6,35 cm

(39)

22

Kemudian untuk kecepatan aliran fluida pada saluran suction, menurut

persamaan:

A Q VS =

Dengan :

= Kecepatan aliran (m/detik) S

V

Q = Kapasitas (0,0088 m3/detik)

A = Luas penampang pipa hisap (m2)

= 2

4 1

d × ×π

= 0,0031 m2

maka :

A Q VS =

0031 , 0

0088 , 0

=

= 2,838 m/detik

= 9,3 ft/detik

Syarat yang harus dipenuhi untuk kecepatan pada saluran hisap (suction) adalah 4

sampai 18 ft/detik. (Austin H. Church,1990,hal:90).

2.7.2 Diameter Pipa Tekan

Diameter pipa tekan biasanya dibuat lebih kecil dari diameter pipa hisap, untuk

menghindari kesukaran-kesukaran akibat kavitasi, maka pada perancangan sesuai

(40)

- Diameter = 2 inch

= 5,08 cm

= 0,0508 m

Maka besarnya kecepatan aliran pada sisi tekan pipa adalah

A Q Vd =

dengan :

= Kecepatan aliran fluida (m/detik)

Vd

Q = Kapasitas (0,0088 m3/detik)

A = Luas penampang pipa hisap (m2)

= 2

4 1

d × ×π

= 0,002 m2

maka :

A Q Vd =

002 , 0

0088 , 0

=

= 4,4 m/detik

= 14,43 ft/detik

Syarat kecepatan aliran pada pipa tekan adalah 12 sampai 40 ft/detik (Austin H.

Church,1990,hal:90).sehingga kecepatan aliran dalam perencanaan pompa ini

(41)

24

2.8 Pemilihan Jenis Pompa

Untuk mengetahui jenis pompa yang digunakan sesuai dengan kebutuhan,

maka dapat digunakan grafik penentuan jenis pompa dibawah ini, dengan

pertimbangan :

- Kapasitas 139,05 GPM

- Head 32,8 ft

Gambar 2.1 Grafik Penentuan Jenis Pompa (sumber : Austin. H. Church, 1997, hal 56)

Jadi sesuai dengan grafik yang ditunjukkan, pompa yang digunakan dipilih pompa

radial.

2.9 Spesifikasi Pompa

Dari hasil perancangan diatas, maka dapat diambil spesifikasi pompa yang

(42)

- Kapasitas Pompa : 0,553 m3/menit

- Head: 10 m

- Motor Penggerak : motor listrik asinkron dengan putaran 2940 rpm.

- Daya Pemompaan : 0,774 kW

- Daya Poros : 1,075 kW

- Diameter Pipa Hisap : 2,5 inch

- Diameter Pipa Tekan : 2 inch

- Jenis Pompa radial

(43)

BAB III

PERANCANGAN IMPELER

Karena fluida yang akan dipompakan adalah bensin (dianggap zat cair bersih), maka digunakan impeler jenis tertutup.

(sumber : Sularso & K. Suga, 1987, hal 9)

D0 : Diameter mata impeler Dh :Diameter hub

Ds : Diameter poros D1 : Diameter sisi masuk D2 : Diameter sisi keluar

3.1 Perhitungan Ukuran Utama Impeler : 3.1.1 Diameter poros

Diameter poros dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan : 33

, 0 1

, 5

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛

× × ×

= Kt Cb T

ds

a

τ (Sularso, K. Suga, 2004, hal :8)

dengan :

ds = diameter poros (mm)

Kt = faktor koreksi tumbukan (1,0-1,5) ; diambil 1,5

(44)

Cb = faktor koreksi beban lentur (1,2-2,3) ; diambil 2

T = torsi (kg.mm)

a

τ = tegangan geser yang diijinkan (kg/mm2)

Untuk mendapatkan diameter poros, maka terlebih dahulu dicari :

- Momen Torsi (T)

- Tegangan Geser (τa)

Besarnya momen puntir dapat dihitung dengan persamaan :

n P

T = × d

974000 (Sularso, K. Suga, 2004, hal :7)

dengan :

T = momen puntir (kg.mm)

n = putaran pompa (2940 rpm)

Pd = daya rencana (1,075 kW)

maka :

n P T =974000× d

2940 075 , 1

974000×

=

= 356,14 kg.mm

Tegangan geser yang diijinkan dapat dihitung dengan persamaan :

2

1 f

f b a

S

S ×

= σ

(45)

28

dengan :

- Bahan Poros yang direncanakan, baja karbon (S 45 C) dengan

kekuatan tarik σb= 58 kg/mm2

- SfSf2 = faktor keamanan (Sf1 = 6 ; Sf2= 2)

2 6 58 × = a τ

= 4,83 kg/mm2

maka diameter poros adalah :

33 , 0 1 , 5 ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ × × ×

= Kt Cb T

ds a τ 33 , 0 14 , 356 2 5 , 1 83 , 4 1 , 5 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ × × × =

= 10,16 mm

Besarnya diameter poros merupakan besar diameter hasil hitungan

ditambah dengan kedalaman alur pasak, dan harus dipilih dari diameter poros

standar.

Dari tabel diameter poros standar, maka diameter poros standar yang

(46)

Tabel 3.1 Diameter poros standar

(sumber : Sularso & K. Suga,1987, hal 9)

3.1.2 Diameter hub

Diameter hub ini dibuat lebih besar daripada diameter poros, dengan

ketentuan :

Dh = (1,3 sampai 1,4) Ds (Lazarkewicz, hal : 132)

= 1,3 x 18

= 23,4 mm

(47)

30

3.1.3 Diameter mata impeler

2 144

4

h tz

O D

Vo Q

D = × × +

π

(Austin. H. Church, 1990, hal : 93)

dengan :

Do = diameter mata impeler (inch)

Q = kapasitas pemompaan (0,3105 ft3/detik)

tz

Q = kapasitas teoritis

tz

Q = Q + (2-10% x Q), memperhitungkan kebocoran

= 0,3105 + (2% x 0,3105)

= 0,3167 ft3/detik

Vo = kecepatan fluida masuk melalui mata impeler yang berkisar antara

10-15 ft/detik (Austin H. Church,1990,hal:93), Vo harus lebih besar

dari Vs (kecepatan masuk sisi hisap). Untuk perancangan ini : Vo =

12 ft/detik.

Dh = diameter hub (0,9 inch)

maka :

2 144

4

h tz

O D

Vo Q

D = × × +

π

0,92 12

3167 , 0 144 4

+ ×

× =

π

(48)

3.1.4 Diameter Sisi Masuk (D1)

Diameter sisi masuk impeler (diameter inlet vanes elge), biasanya diambil

sama dengan diameter mata impeler (Do) gunanya untuk menjaga aliran tetap

masuk tanpa terjadi turbulensi (Austin. H. Church, 1990, hal : 94). (D1 = Do = 2,31

inch).

3.1.5 Lebar pada Sisi Masuk (b1)

Lebar impeler pada sisi masuk ditentukan oleh persamaan :

1 1 1 144 1

∈ × × ×

× =

r

V D

Q b

π (Austin. H. Church, 1990, hal : 94)

dengan :

Q = kapasitas pemompaan (0,3105 ft3/detik)

D1 = diameter sisi masuk (2,31 inch)

Vr1 = kecepatan radial pada sisi masuk, biasanya dibuat lebih besar

5-10% dari kecepatan sisi masuk melalui impeller (V0), (Austin H.

Church, hal : 94).

Vr1 = V0 + (5% x V0)

= 12 + 0,6 = 12,6 ft/detik

ε

1 = faktor kontraksi sisi masuk (0,8-0,9) (Austin H. Church, 1990, hal: 90).

ε

1 = 0,8

maka :

1 1 1 144 1

∈ × × ×

× =

r

V D

Q b

(49)

32

8 , 0 6 , 12 31 , 2

0,3105 144

× × ×

× =

π

= 0,61 inch

3.1.6 Diameter Sisi Keluar (D2)

n H

D2 =1840φ (Austin H. Church, 1990, hal: 34)

dengan :

φ = koefisien tinggi tekan (1,2)

H = head pertingkat (32,8 ft)

n = putaran pompa (2940 rpm)

Gambar 3.1 Titik-titik koefisien tinggi-tekan φ

(50)

maka :

n H D2 =1840φ

2940 8 , 32 2 , 1

1840× ×

=

= 4,3 inch

3.1.7 Lebar Impeler pada Sisi Keluar (b2)

Lebar impeler pada sisi keluar ditentukan oleh persamaan :

2 2 2 144 2 ∈ × × × × = r V D Q b

π (inch) (Austin H. Church, 1990, hal: 98) dengan :

Q = kapasitas pemompaan (0,3105 ft3/detik)

D2 = diameter sisi masuk (4,3 inch)

Vr2 = kecepatan radial pada sisi keluar, diambil sama atau sampai 15 %

lebih kecil dari Vr1

Vr2 = Vr1= 12,6 ft/detik

ε2 = faktor kontraksi sisi keluar (0,9-0,95)

ε2 = 0,9

maka : 2 2 2 144 2 ∈ × × × × = r V D Q b π 9 , 0 6 , 12 3 , 4 3105 , 0 144 × × × × = π

(51)

34

3.2 Segitiga Kecepatan.

Kecepatan fluida melalui impeler dapat digambarkan dengan segitiga

kecepatan, seperti gambar berikut ini :

Gambar 3.2 Diagram kecepatan masuk dan keluar suatu impeler

(Austin H. Church, 1990, hal : 108)

3.2.1 Perhitungan Kecepatan Sisi Masuk

Kecepatan tangensial sisi masuk dihitung dengan persamaan :

60 12

1

1 ×

× ×

= D n

U π (Austin H. Church, 1990, hal:108)

dengan :

U1 = kecepatan tangensial pada sisi masuk (ft/detik)

D1 = diameter masuk impeler (2,31 inch)

(52)

maka : 60 12 1 1 × × ×

= D n

U π 60 12 2940 31 , 2 × × × =π

= 29,61 ft/detik

Fluida memasuki sudu impeler selalu dianggap secara radial agar

mengurangi tumbukan dari fluida, jadi sudut α1 = 900 (Austin H. Church 1990, hal: 94)

Sudut antara kecepatan relative dengan kecepatan keliling dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan :

1 1 1 tan U Vr =

β (Austin H. Church, 1990, hal : 94)

dengan :

1

β = sudut tangensial pada sisi masuk. Batasan untuk β1 adalah 100 – 250

(Austin. H. Church, 1990, hal : 94)

= kecepatan radial pada sisi masuk (12,6 ft/detik) 1

r

V

1

U = kecepatan tangensial pada sisi masuk (29,61 ft/detik)

maka :

0,42 61 , 29 6 , 12 = = 1 1 1 tan U Vr = β

(53)

36

Untuk menghitung kecepatan relatif pada sisi masuk digunakan :

1 1 r

V W1 =

sinβ

78 , 22 sin

6 , 12 =

= 32,54 ft/detik

Dengan diperolehnya harga-harga Vr1, W1, β1, dan α1, maka dapat digambar

segitiga kecepatan pada sisi masuk sebagai berikut :

Gambar 3.3 Segitiga kecepatan pada sisi masuk

.2.2 Perhitungan Kecepatan Sisi Keluar

ung dengan persamaan : 3

Kecepatan tangensial sisi masuk dihit

60 12

2× ×

= D n

U2 π ×

60 12

2 3 , 4

× × ×

=π 940

(54)

1

β <β2 dan β2

Sudut tangensial pada sisi keluar dipilih dengan ketentuan = 150

0

0, hal : 98) yaitu untuk mendapatkan laluan yang mulus s/d 40 (Austin. H. Church, 199

dan kontinu. (Diambil β2 = 400)

- Kecepatan relatif pada sisi keluar (W2) dihitung dengan persamaan :

2 r V 2 sinβ 2 W = dengan :

= kecepatan relatif pada sisi keluar (ft/detik)

= kecepatan radial pada sisi keluar (12,6 ft/detik) 2 W 2 r V 2

β = sudut tangensial pada sisi keluar (400) sin maka : 2 2 r V = 2 sinβ W 40 sin 6 , 12 =

= 19,6 ft/detik

n tange sial dari kecepatan absolut sebenarnya (VU2) ditentukan

engan

- Kompone n

d :

2 2 r V U

V 2 = 2

tanβ U

dengan :

= komponen tangensial pada sisi keluar (ft/detik)

= kecepatan tangensial pada sisi keluar (55,13 ft/detik) 2

U

V

(55)

38

2 r

V = kecepatan radial pada sisi keluar (12,6 ft/detik)

= sudut tangensial pada sisi keluar (400) 2 β maka : 2 2 2 2 r V U − = tanβ U V 40 tan 6 , 12 13 , 55 − =

= 40,11 ft/detik

- Untu ensial dari kecepatan absolut, sebenarnya dengan

emperhatikan circulatory flow ( )

η = circulatory flow coeficient, berkisar antara 0,65 - 0,75

(Khetagurov,hal:231)

(diambil: 0,75)

maka :

= 26,07 ft/detik

atan pada sisi keluar maka dapat dihitung :

ute sebenarnya : k kemampuan tang

m VU2

2 U

V ’ = VU2x η

dengan :

2 U

V ’ = VU2x η

= 40,11 x 0,65

Dengan acuan segitiga kecep

- Sudut keluar absol

(56)

= 07 , 26 6 , 12 tan . arc

= 25,790

- Sudut keluar absolute teoritis :

2 α = 2 2 tan . Vu Vr arc = 11 , 40 6 , 12 tan . arc

= 17,430

- Kecepatan keluar absolute, sebenarnya :

2 ' 2 2

2) ( )

(Vr VU

V2' = +

2 2 ) 07 , 26 ( ) 6 , 12 ( + =

= 28,95 ft/detik

absolute, teoritis :

- Kecepatan keluar

2 2 2 2

2 (Vr ) (VU )

V = +

2 2

= (12,6) +(40,11)

= 42,04 ft/detik

(57)

40

Gambar 3.4 Segitiga kecepatan pada sisi keluar

3.3 Sudu Bentuk sudu

Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan sudu adalah sudut keluar,

2). BerdBerdasarkan besarnya sudut keluar, maka sudu dapat diklasifikasikan atas

a.

asarkan besarnya sudut keluar, maka sudu dapat diklasifikasikan atas

a.

tiga macam : tiga macam :

Bacward Curve Vanes ( 2

Bacward Curve Vanes (β2<900)

Sudut tipe ini mempunyai kecepatan absolute yang paling kecil tapi dapat

memberikan distribusi aliran yang merata ke impeler. Bentuk sudu ini

y bil antara head dan kapasitas yang mempunyai hubungan ang sta

(58)

Radial Vanes ( 2 b. β =900)

entuk sudu ini menimbulkan kecepatan absolut cukup besar, tetapi

fisiensinya lebih tinggi daripada foward curved vanes. Pada tipe ini

diri dari 50% energi kinetik dan 50%

c.

endek dan kelengkungan sudut terlalu besar, sehingga tipe B

e

terdapat head total teoritis yang ter

energi potensial. Alirannya terlalu pendek serta bentuk kelengkungan sudu

terlalu besar.

Bentuk sudu ini melengkung ke depan serta mempunyai kecepatan absolut

yang paling besar. Energi kecepatan diubah menjadi energi potensial, jalan

aliran terlalu p

ini pada umumnya tidak sesuai untuk pompa sentrifugal.

Sudu-sudu yang Sudu-sudu radial Sudu-sudu yang

membengkok ke β = 900 membengkok ke

belakangβ<900 depanβ> 900

Gambar 3.5 Diagram kecepatan masuk dan keluar suatu impeler

. C

(59)

42

Pertim boleh

dibuat terlalu panjang karena ini akan me perbesar rugi-rugi gesek. Seting pada

umlah sudu ditentukan dengan persamaan :

bangan lain dalam perencanaan bentuk sudu laluan adalah tidak

m

setiap perubahan luas penampang haruslah dibuat sedikit demi sedikit untuk

menghindari rugi-rugi turbulensi.

3.4. Menentukan Jumlah Sudu J

m

D D21

D

D2 + 1 β

× =

Z 6,5 sin (Austin H. Church, 1990, hal : 105)

dengan :

Z = jumlah sudu

= diameter sisi keluar impeler (3,58 inch)

asuk impeler (2,34 inch)

D2

D1 = diameter sisi m

= sudu rerata m β = 2 2 1 β β + 0 39 , 31 2 40 78 , 22 = + = maka : m D D D D

Z 6,5 sinβ

1 2 1 2 − + × = 39 , 26 sin 31 , 2 3 , 4 31 , 2 3 , 4 5 , 6 − + × = Z

(60)

Jumlah adalah berkisar 5 sampai 12 buah. (Austin

kiskan sudu dapat digunakan 2 macam metode yaitu metode

suk dan keluar impeler. sudu impeler yang biasa dipakai

H. Church, 1990, hal : 106). Maka perencanaan dengan Z = 10 buah telah memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan.

3.5 Melukis Sudu Untuk melu

busur tangen dan metode koordinat polar. Dari dua metode tersebut dipilih metode

busur tangen yang pada prinsipnya sebagai berikut :

1. Gambarkan lingkaran dengan diameter sisi ma

2. Hitung jari-jari busur sudu

) cos cos

( 2

2 2

a b R

R

ρ = −

a a b

B R

R β − β

(Austin H. Church,1990,hal 111)

dengan :

ρ = jari-jari lingkaran sudu

Ra r bagian dalam

3.

= jari-jari lingkaran impele

Rb = jari-jari lingkaran impeler bagian luar

Gambarkan jari-jari Ra

4. Gambarkan sudut β1

5. Cari titik pusat bus dur engan mengukur sebesar ρ dari titik N (titik M)

(61)

44

Gambar 3.6 Pelukisan sudu dengan busur lingkaran tangen

(Austin H. Church, 1990, hal: 104)

Agar sudu lebih smooth maka proses penggambaran sudu dilakukan dengan cara

seperti di atas tetapi dibagi menjadi beberapa lingkaran yang konsentris antara

jari-jari R1 dan R2

Dalam pelukisan sudu perlu diketahui sudut-sudut pada diameter impeler :

1

β = 22,780 dan β2=400

Sedangkan diameter impeler adalah :

D1 = 2,31 inch ; R1 = 1,15 inch

D2 = 4,3 inch ; R2 = 2,15 inch

Maka harga-harga ρ dapat dihitung dalam bentuk tabel, seperti berikut ini : Lingkaran R R2 β cosβ Rcosβ Rbcosβb

-Racosβa

Rb2-Ra2 ρ

1 1,15 1,32 22,780 0,92 1,058

b 1,4 1,96 27,080 0,89 1,246 0,188 0,64 3,404

c 1,65 2,72 31,390 0,85 1,402 0,156 0,76 4,871

d 1,9 3,61 35,690 0,81 1,539 0,137 0,89 6,496

(62)

Berdasarkan tabel diatas maka desain sudu dapat dilukis :

Gambar 3.7 Desain sudu dengan mengunakan arkus tangen

3.6 Menentukan Tebal Sudu

Untuk menentukan tebal sudu pada sisi masuk dapat ditentukan dengan

persamaan berikut ini :

1 1 1 1

1

) sin (

D t Z D

× × − × =

π

β π

ε

dengan :

1

ε = faktor kontraksi sisi masuk (0,8)

1

D = diameter sisi masuk (2,31 inch)

Z = jumlah sudu (10 buah)

1

t = tebal sudu pada sisi masuk (inch)

1

(63)

46 maka : 31 , 2 ) 78 , 22 sin 10 31 , 2 ( 1 1 × × − × = π π ε t 056 , 0 10 78 , 22 sin ) 31 , 2 ( ) 31 , 2 8 , 0 ( 0 1 = − 〉 × − × × 〈 = π π t

Jadi tebal sudu pada sisi masuk = 0,056 inch = 0,14 cm t1

Selanjutnya tebal sudu pada sisi keluar dapat ditentukan dengan persamaan :

2 2 2 2 2 ) sin ( D t Z D × × − × = π β π ε dengan : 2

ε = faktor kontraksi sisi keluar (0,9)

2

D = diameter sisi keluar (4,3 inch)

Z = jumlah sudu (10 buah)

2

t = tebal sudu pada sisi keluar (inch)

2

β = sudut tangensial pada sisi keluar (400)

maka : 086 , 0 10 40 sin ) 3 , 4 ( ) 3 , 4 9 , 0 ( 0 2 = − 〉 × − × × 〈 = π π t 3 , 4 ) 40 sin 10 3 , 4

( 20

2 × × − × = π π ε t

(64)

Bentuk lebar laluan impeler harus mengikuti besar dan kecil diameter

impeler, dengan faktor kontraksi (ε) untuk berbagai lebar sudu diperhitungkan

dengan menggunakan persamaan :

d t Z d

× × − × =

π

β π

ε

) sin (

1

dengan :

ε= faktor kontraksi

d = diameter sudu yang direncanakan (cm)

Z = jumlah sudu (10 buah)

t= tebal sudu yang direncanakan (1,4mm = 0,14 cm)

β = sudut sudu impeler yang ditinjau (o)

Untuk menghitung lebar laluan (b) dicari dengan :

r

V d

Q b

× × × =

ε π

dengan :

b = lebar laluan (cm)

Q = kapasitas teoritis (0,0088 m3/detik)

r

(65)

48

Untuk mendapatkan lebar laluan untuk berbagai diameter sudu dapat

ditabelkan seperti dibawah ini :

No d

(cm)

d

.

π T

(cm)

β (o) sin β

sinβ

zt

β π

sin

zt

d − ε Vr

(cm/s) b

(cm)

1 5,86 18,4 0,14 22,78 0,38 3,68 14,72 0,8 384 1,56

a 7,11 22,33 0,16 27,08 0,45 3,56 18,67 0,84 384 1,22

b 8,38 26,32 0,18 31,39 0,52 3,46 22,86 0,87 384 1,00

c 9,65 30,3 0,20 35,69 0,58 3,45 26,85 0,89 384 0,85

(66)

PERANCANGAN RUMAH POMPA

4.1 Pendahuluan

Volute casing atau rumah pompa adalah bagian dari pompa yang mengelilingi impeler. Berfungsi untuk menampung aliran fluida, baik fluida yang masuk ataupun fluida yang keluar impeler. Kemudian mengalir kesaluran tekan, dan meninggalkan impeler seefisien mungkin.

Bagian ini juga berfungsi untuk merubah energi kinetik menjadi energi tekanan sebelum fluida meninggalkan pompa.

Gambar 4.1 Rumah Spiral (Sumber : Fritz Dietzel, 1993, hal 274)

(67)

50

4.2 Perancangan Volute Casing

Dalam merencanakan volute casing, komponen-komponen kecepatan

dalam volute casing berbanding terbalik dengan radiusnya.

R C VU =

dengan :

U

V = komponen kecepatan keliling dalam volute casing

R = radius volute casing

C = konstanta

Dari persamaan diatas terlihat bahwa dengan bertambahnya harga R, maka

kecepatan akan menurun dan tekanan fluida akan naik. Jadi dalam volute

casing berlangsung proses perubahan energi kinetik menjadi energi tekanan. U

V

Untuk memudahkan perhitungan, maka penampang melintang volute

casing dianggap berbentuk trapesium. Setelah perluasan yang diperkirakan

diperoleh, kemudian ujung-ujung trapesium dibulatkan dengan mengganti luasan

yang hilang dengan luasan yang sebanding dengannya. Besarnya sudut maksimal

yang dibentuk oleh dua sisi trapesium adalah θ = 600

(68)

Gambar 4.2 Gambar melintang volute casing

Dari gambar diatas, kita luasan segmen sebesar A pada R, sehingga :

2 R R Rave

Δ + =

2 tan ) (

2 ave t θ

t

ave b R R

b = + −

dengan :

ave

R = jari-jari lingkaran rata-rata yang diambil (cm)

Rt = jari-jari lidah/tongue (cm)

ave

b = lebar rata-rata dari luasan yang diambil (cm)

bt = lebar rata-rata dari volut (cm)

θ = sudut yang dibentuk oleh kedua sisi trapezium (diambil 600)

sedangkan :

2 2 0,025R

b

bt = +

dengan :

2

(69)

52

2

R = jari-jari impeler (2,15 inch = 5,461 cm)

sehingga : 872 , 0 ) 461 , 5 025 , 0 ( 736 ,

0 + × =

= t

b cm

Jari-jari dasar Rt dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

2 2 2 %) 10 5

( R R R

Rt = − + >

Dalam perencanaan ini diambil :

734Rt =(5%×5,46)+5,461=5, cm

maka : 0 30 tan ) 733 , 5 ( 2 872 ,

0 + −

= ave

ave R

b

= 0,872+1,15×Rave−6,621

= 1,15×Rave−5,749

Luasan segmen :

R b

A= ave×Δ Δ

Besarnya sudut dari titik tertentu pada volute casing dapat dihitung dengan

persamaan : ave R R ave R R b C Q t Δ × × =

Δθ0 360

θ

dengan :

θ = sudut dari titik tertentu pada volute yang diukur dari lidah

(tongue) teoritis(0)

Q = kapasitas pompa yang direncanakan

(70)

C = konstanta

= R x VU

= R2 x VU2’

VU2’ = komponen tangensial dari kecepatan absolute = CU2’

= 26,07 ft/detik = 795 cm/detik

R2 = jari-jari luar impeler (5,46 cm)

maka :

C = 5,461 x 795 = 4341,49 cm2/detik

sehingga :

ave R

R ave

R R b

C

t

Δ × ×

× × =

Δθ0 0 6

θ

10 0088 , 0

49 , 4341 360

Dari perencanaan ini, perkalian antara 177,606 dengan

ave ave

R R

b × Δ adalah

merupakan harga, sedangkan harga sudut Q0 dari R untuk setiap harga R adalah

penjumlahan Q0 dari R sebelumnya dengan ΔQ0. luas penampang segmen A pada sepanjang penampang ΔR adalah ΔA = bave×ΔR

Untuk kapasitas aliran pada setiap penampang melintang volute, dapat

dianggap bertambah sebanding dengan sudut θ0 penampang tersebut. Jadi kapasitas dari penampang tersebut adalah

360 0

0 θ

θ =Q×

Q

dengan :

(71)

54

Kecepatan aliran penampang adalah :

θ θ × × = A Q

Vave (m/detik)

dengan :

θ

×

A = luas penampang melintang volute pada setiap harga R tertentu,

harga ini merupakan penjumlahan dari harga Aθ sebelumnya dengan A. Dalam perencanaan ini untuk menghitung harga besaran-besaran diatas

diambil contoh pada jari-jari luar lingkaran volute R2 = 5,461 cm dan 6,096 cm.

Sehingga dapat dihitung :

ΔR = 6,096 – 5,461 = 0,635 cm

= ave

R 5,778

2 461 , 5 096 ,

6 + =

cm

= (1,15 x 5,778) - 5,749 = 0,89 cm ave b = 0 θ Δ 778 , 5 635 , 0 89 , 0 606 ,

177 × × = 17,370

Untuk R = 5,461 cm, harga θ0 = 00, jadi untuk R = 6,096 cm harga θ0 adalah : θ0

= 00 + 17,390 = 17,370

ΔA = x bave ΔR

= 0,89 x 0,635

= 0,565 cm2 = 0,565 x 10-4 m2

Untuk R = 5,461 cm, harga A = 0, jadi untuk R = 6,096 cm harga A adalah :

Aθ = 0 + ΔA

= 0 + 0,565 x 10-4 m2

(72)

Qθ = 0,0088 0,42 10 3 360

37 ,

17 × = ×

m3/detik

ave

V =

θ θ × × A Q m/detik

= 7,42

10 566 , 0 10 42 , 0 4 3 = × × − − m/detik

Dengan cara yang sama dapat dihitung harga besaran-besaran diatas untuk harga

R yang lain dan hasilnya ditabelkan pada tabel 4.1, sedangkan untuk menghitung

sudut tongue dapat digunakan persamaan :

0 2 0 79 , 25 tan 10 log 132 R R Q t t = dengan :

Rt = jari-jari tongue/lidah (5,734 cm)

R2 = jari-jari luar impeler (5,461 cm)

= sudut keluar absolute (25,79 ' 2 α 0 ) sehingga : 0 0 79 , 25 tan 461 , 5 733 , 5 10 log 132 = t

(73)

56

Table 4.1 Harga θ dan Vaveuntuk setiap R volute

R (cm) ΔR (cm) ave R (cm) ave b (cm) 0 θ

Δ θ0 ΔA

(cm2) Aθ (cm2)

Qθ (m3/det)

ave

V

(m/det) 5,461

0.635 5,778 0,89 17,37

0 0,565

0 0 7,42 6,096

0,635 6,413 1,626 28,59

17,37 1,033

0,565 0,00042 4,317 6,731

0,635 7,048 2,356 37,69

45,96 1,496

1,598 0,00069 3,637 7,366

0,635 7,683 3,086 45,29

83,65 1,959

2,529 0,00092 3,183 8,001

0,635 51,75

128,94 2,423

3,455 0,0011 2,143 8,636

0,635 8,953 4,547 57,28

180,69 2,887

5,878 0,00126 1,597 9,271

0,635 9,588 5,277 62,07

237,97 3,351

8,675 0,0014 1,238 9,906

0,635 10,223 6,007 66,27

300,04 3,814

(74)

4.3 Discharge Nozzle (Nosel Buang)

Discharge Nozzel adalah bagian dari volute casing yang dihubungkan

langsung dengan saluran pipa tekan. Diameter nosel buang pada bagian inlet dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan ;

π

× × =

id id

V Q

D 4

dengan :

Did = diameter tekan pada bagian inlet

Q = kapasitas pompa (0,0088 m3/detik)

Vid = kecepatan fluida melalui nosel buang (keluar volute casing)

= 7,42 m/detik (diambil dari tabel 4.1)

maka :

π

× × =

id id

V

D 4 0,0088

= 0,0388 m = 3,88 cm

Untuk discharge nosel pada bagian outlet (dcd) direncanakan sama dengan

diameter pipa tekan yaitu 2 inch (5,08 cm). Karena nosel buang nantinya

dihubungkan dengan pipa tekan, sehingga pipa nosel buang tersebut disesuaikan

(75)

58

Gambar 4.3 Sketsa perencanaan discharge nosel

Berdasarkan Gambar 4.3 panjang discharge nosel (L) dapat dihitung dengan

persamaan :

L D

Ded id

× − =

2 2 tanθ

dengan :

θ = sudut divergensi nosel (0), untuk menghindari turbulensi harga θ

tidakboleh lebih dari 100. dalam perencanaan ini harga θ diambil 100

L = panjang discharge nosel

sehingga :

L

× − =

2 88 , 3 08 , 5 2 10 tan

0

805 , 6 10

tan 88 , 3 08 , 5

0 =

− =

(76)

4.2 Bahan Rumah Pompa

Sesuai dengan bentuk dan fungsinya, maka dalam pemilihan bahan rumah

pompa, perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

- Tahan terhadap korosi

- Mempunyai koefisien gesek rendah

- Bahan rumah pompa dibuat dari bahan yang mudah dibentuk

Selain itu yang harus diusahakan, rumah pompa dibuat dari bahan yang

mudah diperoleh dengan harga relatif murah. Sesuai dengan penggunaannya dan

pertimbangan diatas, maka dalam perencanaan ini rumah pompa dibuat dari bahan

(77)

BAB V

PERANCANGAN POROS DAN PASAK

5.1 Poros

Poros pompa berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik yang dibangkitkan oleh penggerak mula ke impeler pompa yang dipasang pada poros. Maka poros ini disebut poros transmisi yang akan menerima beban puntir dan beban lengkung.

Pada perencanaan poros serta pemilihan bahan harus memenuhi persyaratan dan ketentuan-ketentuan mengenai poros yaitu kekuatan terhadap tegangan yang terjadi, putaran kritis, lendutan atau defleksi dan dibuat sudut puntirnya. Mengenai bentuk poros biasanya dibuat bertingkat dengan diameter terbesar berada pada pertengahan poros tersebut. Konstruksi seperti ini akan membantu dalam perakitan pompa.

5.1.1 Konstruksi Poros

Konstruksi poros yang direncanakan adalah bertingkat, seperti gambar di bawah ini :

Gambar 5.1 Konstruksi poros per satuan mm

(78)

5.1.2 Tinjauan Poros Akibat Beban

Besarnya tegangan geser yang diijinkan telah dibahas dalam Bab III sebesar

= 4,83 kg/mm2 a

τ . Momen puntir yang terjadi sebesar T = 356,14 kg.mm. Poros

pada pompa akan menerima beban lentur, dimana disebabkan oleh berat impeler dan akibat adanya gaya radial terjadi pada impeler. Besarnya gaya radial pada impeler dapat ditentukan dengan persamaan :

(Karassik, 1976, hal : 2.175) 2

2 433

,

0 K S H D b

Fr = × r × g × × ×

dengan :

= koefisien berdasarkan putaran spesifik (0,02) r

K

3 = spesifik gravity fluida (55,99 lb/ft ) g

S

= head actual (10 m = 32,8 ft)

H

D2 = diameter luar impeler (4,3 inch = 0,358 ft)

= lebar impeler pada sisi keluar (0,29 inch = 0,024 ft) 2

b

(79)

62 sehingga : 024 , 0 358 , 0 8 , 32 99 , 55 02 , 0 433 ,

0 × × × × ×

= r

F

= 0,137 lb = 0,304 kg

Impeler yang direncanakan adalah dari brons dengan berat jenis (γ ) γ = 8,5254 x 10-6 kg/mm3

Untuk berat impeler ditentukan dengan persamaan :

γ π

× × −

= D d b

Wi ( )2

4

dengan :

= diameter luar impeler (109,22 mm)

D

= diameter poros (18 mm)

d

= lebar impeler pada sisi keluar (7,366 mm)

b maka : 6 2 10 5254 , 8 366 , 7 ) 18 22 , 109 ( 4 − × × × − =π Wi

= 0,41 kg

Maka besarnya gaya lengkung yang membebani poros adalah :

Wi Fr

F = +

= 0,304 kg + 0,41 kg = 0,714 kg

(80)

Reaksi tumpuan pada bantalan titik B adalah :

)

(b a

b F

RB = +

(

80 141

80 714 ,

0 +

=

)

( )

= 1,97 kg

Reaksi tumpuan pada bantalan titik B adalah :

b a F RA =− ×

80 141 714 ,

0 ×

= = - 1,25 kg

( )

(81)

64

Dengan diketahui reaksi pada masing-masing tumpuan, maka dapat ditentukan momen lengkung yang terjadi pada poros.

¾ Momen lengkung pada batang AB adalah :

b x a F

MAB =− × × ; bila 0≤xb

80 0 141 714 ,

0 × ×

− =

A

M

x = 0, maka : = 0 kg.mm

80 80 141 714 ,

0 × ×

− =

B

M

x = 80, maka : = - 100,67 kg.mm

¾ Momen lengkung pada batang BC adalah :

BA = F(x – b – a) ; bila : b x (a+b) ≤ ≤ x = b = 80 mm, maka :

M = 0,714 (80 – 80 –141) = - 105,891 kg.mm B x = (a+b) = (141+80) = 221, maka :

M = 0,714 (221 – 80 – 141) = 0 kg.mm C

(82)

2 2

3

max ( ) ( )

1 , 5 T K M K

ds m t

× + × =

τ (Sularso, K.Suga, hal:18)

dengan :

= diameter poros ( 18 mm) s

d

= momen lengkung (100,67 kg.mm)

M

= factor koreksi momen lengkung, diambil 1,5 m

K

= momen puntir (356,14 kg.mm)

T

= factor koreksi momen puntir, diambil 1,0 t K sehingga : 2 2 3

max (1,5 105,891) (1 356,14) 18 1 , 5 × + × = τ

= 0,34 kg/mm2

Syarat yang harus dipenuhi adalah :

Tegangan geser yang diijinkan > Tegangan geser yang terjadi

> τa τmax

4,83 kg/mm2 > 0,34 kg/mm2

Tegangan geser yang diijinkan lebih besar daripada tegangan yang terjadi pada poros, maka poros yang digunakan memenuhi syarat yang digunakan.

5.1.3 Tinjauan Konsentrasi Tegangan Poros pada Alur Pasak

(83)

66

Gambar 5.3 Faktor Konsentrasi Tegangan (Sularso, K.Suga, hal:11)

Direncanakan diameter bertingkat diambil 25 mm

2

d D

r = −

2

18 25−

= = 3,5 mm

Maka perbandingan

d r

sebesar

d r

= 18

5 , 3

= 0,19, sedangakan

perbandingan diameter untuk poros bertingkat adalah :

d D

= 18 25

= 1,38

Sesuai pada gambar, maka diperoleh factor konsentrasi tegangan β = 1,24,

(84)

t m a ×Sf >τ×β×K ×K

τ 2

dengan :

= faktor konsentrasi permukaan, diambil 2 dari batasan 1,3 sampai 3,0 2

Sf

Sehingga :

t m a×Sf >τ×β×K ×K

τ 2 1 5 , 1 24 , 1 34 , 0 2 83 ,

4 × > × × ×

9,66 kg/mm2 > 0,63 kg/mm2

Berarti poros yang direncanakan bertingkat memenuhi syarat yang telah ditentukan.

5.1.4 Tinjauan Poros Terhadap Batas Defleksi

Besarnya defleksi maksimum yang terjadi pada poros dengan persamaan :

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + − + × = b x x maks I b a I x a I x F Y 3 3 3 3 3 ε dengan :

= gaya lengkung (0,714 kg)

F

ε = modulus elastisitas bahan (21500 kg/mm2)

(85)

68

x = 21,1 mm dx = 18 mm a = 141 mm da = 25 mm b = 80 mm db = 29 mm

Besarnya momen inersia dapat dihitung dengan persamaan :

64 4

d I =π×

maka :

Gambar

Gambar 1.5 Pompa aliran aksial
Gambar 1.7 Pompa Aliran Campur Mendatar
Gambar 1.8 Pompa Aliran Aksial Mendatar
Gambar 1.9 Pompa Aliran Campur Jenis Volut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prediksi curah hujan bulanan dengan Metode ANFIS maupun Jaringan Neural dilakukan dengan menggunakan 1 Prediktor (curah hujan) dan 2 Prediktor (kombinasi antara sinar kosmik

&#34;Cintailah bahasa Arab karena tiga hal, yaltu bahwa saya (Muhammad) adalah orang Arab, bahwa ai-QuI' 'an adalah bahqsa Arab, dan bahwa penghuni surge.. didalam surga adalah

Jika kuda-kuda tersebut menerima beban transversal maka komponen-komponennya akan menerima gaya aksial desak dan tarik, hal ini ditunjukkan pada tanda (+) untuk gaya tank dan (-)

Yang mengatur hubungan antara hak dan kewajiban warga negara Indonesia bidang hukum terdapat dalam Undang-Undang Nomor … A.. tertulis dan tidak tertulis

Dengan kemampuan geotekstil yang tembus air dan mempunyai kemampuan menyaring maka bahan ini sangat tepat untuk berfungsi sebagai filter, yaitu menahan butiran tanah yang terbawa

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa itik alabio jantan dari HSU memiliki warna bulu putih keabuan pada bagian leher (56%) dan coklat ke- abuan di sekitar dada (72%), hijau kebiruan

Walaupun demikian, semua instrumen yang dimiliki guru dari keempat sekolah untuk setiap ranah penilaian (pengetahuan, sikap dan keterampilan) telah dapat

Jika tuturan Hilmi berbunyi “Tidak!” maka Hilmi tidak melanggar submaksim kedua maksim kuantitas karena informasi yang tidak berlebihan dan sesuai dengan pertanyaan Mbah