• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

9

LANDASAN TEORI

2.1. Pengendalian Internal

2.1.1. Definisi dan Komponen Pengendalian Internal

Pengendalian internal sangat penting bagi perusahaan karena dengan adanya pengendalian internal maka dapat mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu perusahaan agar menjadi lebih baik. Pengendalian internal dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya perusahaan. Selain itu dapat menyediakan informasi tentang bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.

Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia dalam bukunya “Standar Profesional Akuntan Publik” (2011:319):

“Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris manajemen, personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.”

Mengacu pada pendapat yang dinyatakan oleh Mulyadi (2008:163), pengertian Sistem pengendalian Internal adalah sebagai berikut: “Sistem pengendalian internal meliputi struktur, metode, dan ukuran-ukuran yang di koordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.”

Jadi kesimpulannya adalah pengendalian internal merupakan struktur, metode dan ukuran yang dipakai dengan tujuan dalam keakuratan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

(2)

2.1.2. Komponen Pengendalian Internal

Menurut Gondodiyoto (2007:268) menyatakan model COSO (The Committee of Sponsoring Organization) terdiri dari lima komponen yang saling berhubungan satu sama lainnya yang akan menunjang pencapaian tujuan perusahaan. Lima komponen pengendalian tersebut yaitu:

1. Control Environment (Lingkungan Pengendalian)

Lingkungan pengendalian internal terdiri dari tindakan, kebijaksanaan dan prosedur yang mencerminkan keseluruhan sikap manajemen puncak, direktur dan pemilik terhadap pengendalian. Jika manajemen puncak mengganggap pengendalian penting, maka personil lain dalam perusahaan itu akan mengerti dan menanggapi secara seksama kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Apabila anggota perusahaan menganggap bahwa pengendalian bukan masalah yang penting bagi manajemen, maka dapat dipastikan bahwa tujuan pengendalian itu tidak akan tercapai secara efektif.

Lingkungan pengendalian juga mencakup hal-hal sebagai berikut ini: a. Integritas dan nilai etika.

b. Komitmen terhadap kompetensi.

c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit. d. Struktur organisasi.

e. Pemberian wewenang dan tanggung jawab. f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

2. Risk Assesment (Penilaian Resiko)

Mekanisme yang ditetapkan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola resiko-resiko yang berkaitan dengan berbagai aktifitas dimana organisasi beroprasi.

3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian)

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur, selain yang termasuk dalam urutan empat komponen, yang membantu memastikan bahwa tindakan perlu diambil untuk mengatasi resiko dalam pencapaian objektivitas entitas itu. Ada banyak kegiatan pengendalian berpotensi seperti di setiap lembaga.

(3)

4. Information and Communication (Informasi dan Komunikasi)

Tujuan informasi akuntansi entitas dan komunikasi adalah untuk memulai merekam, memproses, dan melaporkan transaksi entitas dan untuk mempertahankan akuntabilitas atas aktiva yang bersangkutan.

5. Monitoring (Pemantauan)

Kegiatan pemantauan mengenai penilaian yang berkelanjutan atau berkala terhadap kualitas kinerja pengendalian internal oleh manajemen untuk mengetahui bahwa kontrol operasi sebagaimana dimaksud dan bahwa mereka yang diubah sesuai dengan perubahan kondisi. Informasi untuk penilaian dan modifikasi berasal dari berbagai sumber, termasuk studi kontrol internal yang telah ada, laporan auditor internal.

2.1.3. Tujuan Pengendalian Internal

Pengendalain internal yang dirumuskan pada suatu perusahaan harus mempunyai beberapa tujuan, sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Mardi (2011:59), maka dapat dirumuskan tujuan dari pengendalian internal, yaitu:

1. Menjaga keamanan harta milik perusahaan;

2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran informasi akuntansi; 3. Meningkatkan efisiensi operasional perusahaan; dan

4. Membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya syarat tertentu yang digunakan sebagai unsur pendukung agar pengendalian internal dapat diterapkan dengan baik.

Sedangkan tujuan pengendalian internal menurut Institut Akuntan Publik Indonesia dalam bukunya “Standar Profesional Akuntan Publik” (2011:319) adalah sebagai berikut:

1. Keandalan Laporan Keuangan Umumnya

Pengendalian yang relevean dengan suatu audit adalah berkaitan dengan tujuan entitas dalam membuat laporan keuangan bagi pihak luar yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

(4)

2. Efektivitas dan Efisiensi

Operasi pengendalian yang berkaitan dengan tujuan operasi dan kepatuhan mungkin relevan dengan suatu audit jika kedua tujuan tersebut berkaitan dengan data yang dievaluasi dan digunakan auditor dalam prosedur audit. Sebagai contoh, pengendalian yang berkaitan dengan data non keuangan yang digunakan oleh auditor dalam prosedur analitik.

3. Kepatuhan terhadap Hukum dan Peraturan yang Berlaku

Suatu entitas umumnya mempunyai pengendalian yang berkaitan dengan tujuan yang tidak relevan dengan suatu audit dan oleh karena itu tidak perlu dipertimbangkan.

2.1.4. Keterbatasan Pengendalian Internal

Seberapa baiknya sebuah rancangan dan pengoperasian dalam pengendalian internal, hanya dapat memberikan keyakinan yang memadai bagi manajemen dan dewan direksi mengenai pencapaian tujuan suatu entitas. Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan dalam pengendalian.

Menurut Boynton, dan Johnson (2010:375) mengidentifikasi keterbatasan yang melekat (inherent limitations) pada pengendalian internal, yaitu;

1. Kesalahan dalam pertimbangan (Poor Judgement)

Manajemen dan karyawan lainnya dapat melakukan pertimbangan buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak mencukupi, keterbatasan waktu, atau prosedur lainnya.

2. Gangguan (Breakdown)

Gangguan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi ketika karyawan salah memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat kecerobohan, kebingungan atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam karyawan atau dalam sistem atau prosedur juga dapat berkontribusi pada terjadinya gangguan.

3. Kolusi (Collusion)

Indvidu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain,

(5)

konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan sehingga tidak dideteksi oleh pengendalian internal.

4. Pengabaian oleh manajemen (Management Override)

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas yang dinaikkan atau status ketaatan. Praktik pengabaian (override) termasuk membuat penyajian yang salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi penjualan fiktif.

2.2. Auditing

2.2.1. Pengertian Auditing

Menurut Kohler (2010:04), auditing adalah “Auditing is an explorotary, critical review by a profesional account of the underlying internal control and accounting records of a business enterprises or other economic unit, precedent to the expression by the auditor of an opinion of the propriety (fairness) of its financial statement.”

Dalam bahasa Indonesia berarti auditing merupakan explorotary dan tinjauan kritis oleh accounting professional dari pengendalian internal perusahaan tersebut dan catatan akuntansi perusahaan tersebut yang mendasari tentang bisnis perusahaan atau unit ekonomi lainnya oleh auditor dan auditor memberikan opininya sesuai dengan kebenaran yang terjadi.

2.2.2. Jenis-Jenis Audit

Menurut Tunggal, A. W. (2008:9) Auditing umumnya digolongkan menjadi 3 (tiga golongan), yakni: Audit Laporan Keuangan, Audit Kepatuhan, dan Audit Operasional.

1. Audit Laporan Keuangan

Audit Laporan Keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam Audit Laporan Keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran Laporan Keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi umum. Hasil auditing terhadap laporan keuangan

(6)

tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit, laporan audit ini dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan seperti pemegang saham, kreditur, dan kantor pelayanan pajak.

2. Audit Kepatuhan

Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.

3. Audit Operasional

Audit Operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk:

1. Mengevaluasi kinerja

2. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan 3. Membuat rekomendasi untuk perbaikan

Pihak yang memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.

2.3. Audit Internal

Audit internal sangat diperlukan dalam mengatasi resiko-resiko yang terjadi dalam perusahaan, khususnya dalam pengendalian internal perusahaan. Pengendalian internal ini sangat penting untuk meminimalkan segala bentuk kecurangan dan penyelewengan di dalam perusahaan yang dapat merugikan pihak perusahaan, tujuan dari pengendalian internal ini dapat tercapai jika unsur-unsur dari pengendalian internal itu sendiri benar-benar terpenuhi. Sehingga dibutuhkan bagian tertentu untuk mengawasi dan mengendalikan proses pengendalian internal di dalam perusahaan tersebut, agar pengendalian tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Bagian yang mengawasi pengendalian internal tersebut adalah audit internal. Karena persediaan adalah aset terbesar yang ada di dalam perusahaan maka perusahaan harus dikelola dengan sebaik-baiknya.

(7)

2.3.1. Pengertian Audit Internal

Audit internal dapat diartikan sebagai aktifitas pemeriksaaan dan penilaian suatu perusahaan secara menyeluruh yang bertujuan membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.

Definisi audit internal menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Professional Akuntan Publik (SPAP) adalah:

“Suatu aktifitas yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi aktifitas-aktifitas organisasi sebagai pemberi bantuan bagi manajemen”.

Dari definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa audit internal merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menjamin pencapaian tujuan suatu organisasi. Kegiatan audit internal berupa kegiatan pemberian konsultasi kepada pihak manajemen berhubungan dengan masalah yang dihadapinya. Konsultasi ini diberikan sesuai dengan hasil temuan dan analisis yang dilakukan atas berbagai aktifitas operasional secara independen dan objektif dalam bentuk hasil temuan dan rekomendasi atau saran yang ditunjukkan untuk organisasi.

2.3.2. Fungsi Audit Internal

Audit internal memiliki tanggung jawab untuk menerapkan program audit internal pada perusahaan. Menurut Ardeno Kurniawan (2012:53) fungsi audit internal adalah:

“ Fungsi audit internal adalah memberikan berbagai macam jasa kepada organisasi termasuk audit kinerja dan audit operasional yang akan dapat membantu manajemen senior dan dewan komisaris di dalam memantau kinerja yang dihasilkan oleh manajemen dan para personil dalam organisasi sehingga auditor internal dapat memberikan penilaian yang independen mengenai seberapa baik kinerja organisasi”.

Sedangkan fungsi audit internal menurut Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) adalah sebagai berikut:

“Fungsi audit internal dapat terdiri dari satu atau lebih individu yang melaksanakan aktifitas audit internal dalam suatu entitas. Mereka secara teratur memberikan informasi tentang berfungsinya pengendalian,

(8)

memfokuskan sebagian besar perhatian mereka pada evaluasi terhadap desain tentang kekuatan dan kelemahan dan rekomendasi untuk memperbaiki pengendalian intern”.

Jadi secara umum fungsi internal audit adalah memberikan penilaian yang independen mengenai seberapa baik kinerja organisasi dan secara teratur memberikan informasi tentang berfungsinya pengendalian, memfokuskan sebagian besar perhatian mereka pada evaluasi terhadap desain tentang kekuatan dan kelemahan dan rekomendasi untuk memperbaiki pengendalian internal.

2.3.3. Kode Etik Audit Internal

Definisi dari etika itu menurut Arens (2008:98) adalah sebagai berikut: “Etika (ethics) secara garis besar dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral”.

Bagi profesi audit internal, kode etik merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan dalam pelaksanaan tugas professional terutama menyangkut manajemen resiko, pengendalian dan proses tata kelola.

Menurut Institute of Internal Auditors (IIA) dan dikutip oleh Zarkasyi (2008:25) bahwa ada dua komponen penting dalam kode etik audit internal. Diantaranya yaitu:

1. Prinsip-prinsip yang relevan dengan profesi maupun praktik audit internal.

2. Rule of conduct yang mengatur norma perilaku yang diharapkan dari auditor internal.

Adapun prinsip-prinsip kode etik yang harus dijaga oleh audit internal yaitu:

1. Integritas

Integritas dari auditor internal menimbulkan kepercayaan dan memberikan basis untuk mempercayai keputusannya.

2. Objektif

Auditor internal membuat penilaian yang berimbang atas hal-hal yang relevan dan tidak terpengaruh kepentingan pribadi atau pihak lain dalam pengambilan keputusan.

(9)

Auditor internal harus menghargai nilai-nilai dan pemikiran atas informasi yang mereka terima dan tidak menyebarkan tanpa izin kecuali ada kewajiban professional.

4. Kompetensi

Auditor internal menerapkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang diperlukan untuk melaksanakan jasa audit internal.

2.3.4. Standar Profesional Audit Internal

Menurut Hery (2010:73) standar professional audit internal terbagi atas 5 macam yaitu:

1. Independensi

2. Kemampuan Profesional 3. Lingkup Pekerjaan

4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan. 5. Manajemen Bagian Audit Internal

Adapun penjelasan dari kelima standar prodesional audit internal tersebut adalah:

1. Independensi a. Mandiri

Audit internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa. Audit internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian audit internal sangat penting terutama memberikan penilaian yang tidak memihak. Hal ini hanya dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit internal. Status organisasi audit internal harus dapat memberikan keleluasaan bagi audit internal dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan secara maksimal.

b. Dukungan moral manajemen senior dan dewan

Audit internal haruslah memperoleh dukungan moral secara penuh dari segenap jajaran manajemen senior dan dewan (dewan direksi dan komite audit) agar dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain.pimpinan audit internal harus bertanggung jawab untuk mewujudkan kemandirian

(10)

pemeriksaan. Koordinasi audit internal yang teratur antara pimpinan audit internal dengan dewan direksi dan komite audit akan membantu terjaminnya kemandirian dan juga merupakan sarana bagi semua pihak untuk dapat saling memberikan informasi demi kepentingan organisasi secara keseluruhan. Kehadiran pimpinan audit internal dalam rapat dewan juga akan melengkapi pertukaran informasi berkaitan dengan rencana dan kegiatan audit internal. Pimpinan audit internal harus bertemu langsung dengan dan secara periodik, paling tidak setiap tiga bulan sekali.

2. Kemampuan Profesional

a. Pengetahuan dan kemampuan

Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh audit internal. Dalam setiap pemeriksaan, pimpinan audit internal haruslah menugaskan orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik, perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.

b. Pengawasan

Pimpinan audit internal bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap segala aktifitas pemeriksaan yang dilakukan oleh para karyawannya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pengawasan yang dimaksud mencakup:

1. Memberikan instruksi kepada para staff audit internal pada awal pemeriksaaan dan menyetujui program-program pemeriksaan.

2. Menentukan apakah kertas kerja pemeriksaan telah cukup untuk mendukung temuan pemeriksaan, kesimpulan-kesimpulan, dan laporan hasil pemeriksaan.

3. Melihat apakah program pemeriksaan yang telah disetujui dilaksanakan, kecuali bila terdapat penyimpangan yang dibenarkan atau disalahkan.

(11)

4. Meyakinkan apakah laporan pemeriksaan tersebut akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif dan tepat waktu.

5. Menentukan apakah tujuan pemeriksaan telah dicapai. c. Kecakapan berkomunikasi

Audit internal harus memiliki kemampuan berkomunikasi untuk menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara efektif. Audit internal dituntut untuk dapat memahami hubungan antar manusia dan mengembangkan hubungan yang baik dengan audit. Audit internal juga harus memiliki kecakapan dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Sehingga audit internal dapat dengan jelas dan efektif menyampaikan berbagai hal, seperti tujuan pemeriksaan, evaluasi, kesimpulan, dan juga dalam hal memberikan rekomendasi.

d. Pendidikan berkelanjutan

Audit internal harus meningkatkan kemampuan tekniknya melalui pendidikan berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keahliannya. Audit internal harus berusaha memperoleh informasi mengenai kemajuan dan pengembangan baru dalam standar, prosedur dan teknik-teknik audit.

e. Mewaspadai kemungkinan terjadinya pelanggaran

Audit internal harus dapat bekerja secara teliti dalam melaksanakan pemeriksaan. Audit internal harus mewaspadai beberapa kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan, pemborosan dan konflik kepentingan.

f. Merekomendasikan perbaikan

Audit internal harus dapat mengidentifikasi pengendalian intern yang lemah dan merekomendasikan perbaikan terhadap pengendalian internal yang lemah tersebut untuk menciptakan kesesuaian dengan berbagai prosedur dan praktek yang sehat guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

3. Lingkup Pekerjaan

(12)

Lingkup pekerjaan audit internal meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan suatu sistem pengendalian internal ini adalah untuk menentukan apakah sistem yang ditetapkan dapat memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan dan sasaran organisasi dapat tercapai secara efisien, ekonomis, serta untuk memastikan apakah sistem tersebut telah berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

b. Keandalan informasi

Auditor internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan menentukan apakah berbagai catatan laporan financial dan laporan operasional perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna. c. Kesesuaian dengan kebijakan, rancana, prosedur, dan ketentuan

perundang-undangan, manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan. Seperti kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-undangan. Audit internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan.

d. Perlindungan aktiva

Audit internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang digunakan untuk melindungi aktiva perusahaan terhadap pencurian, kerugian dan kegiatan yang illegal. Pada saat memverifikasi keberadaan suatu aktiva, audit internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai dan tepat.

e. Penggunan sumber daya

Audit internal harus dapat memastikan keekonomisan dan keefesienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Audit internal bertanggung jawab untuk:

1. Telah menetapkan suatu standar operasional untuk mengukur keekonomisan dan efisiensi.

(13)

3. Berbagai penyimpangan dari standar operasional telah diidentifikasi, dianalisis, dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindakan perbaikan.

4. Tindakan perbaikan telah dilakukan. f. Pencapaian tujuan

Audit internal harus dapat memberikan kepastian bahwa semua pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan

Audit internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan pemeriksaan dengan meliputi:

1. Penetapan tujuan pemeriksaan dan lingkup pekerjaan.

2. Memperoleh informasi dasar tentang objek yang akan diperiksa.

3. Penentuan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan.

4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. 5. Melakukan survei secara tepat untuk lebih mengenali bidang

atau area yang diperiksa.

6. Perencanaan program pemeriksaan.

7. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil pemeriksaan disampaikan.

8. Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan. b. Rapat manajemen

Audit internal haruslah melakukan rapat dengan manajemen yang bertanggung jawab terhadap bidang yang akan diperiksa. Hal-hal yang didiskusikan antara lain mencakup berbagai tujuan dan lingkup kerja pemeriksaan yang direncanakan, waktu pelaksanaan pemeriksaan, staf audit yang ditugaskan, hal-hal yang menjadi perhatian audit internal.

(14)

Audit internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari informasi tersebut yang nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan. Berbagai informasi tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan pemeriksaan dan lingkup kerja haruslah kompeten, mencukupi, relevan, dan berguna untuk membuat dasar yang logis bagi temuan pemeriksaan dan rekomendasi.

d. Pelaporan hasil pemeriksaan

Audit internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu.

e. Tindak lanjut pemeriksaan

Audit internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak lanjut audit internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap temuan yang dilaporkan.

5. Manajemen Bagian Audit Internal a. Struktur Organisasi Audit Internal

Dalam rangka menetapkan organisasi audit internal, maka diperlukan dukungan surat keputusan direksi tentang struktur organisasi dan uraian tugas audit internal. Sebaiknya kepala audit internal bertanggung jawab langsung kepada kepala pimpinan di suatu organisasi. Kedudukan ini diharapkan dapat menjamin adanya implementasi dalam pemeriksaan. Struktur organisasi audit internal hendaknya merupakan fungsi staff. Dengan demikian audit internal memperoleh akses yang lebih besar terhadap semua unsur yang lainnya dalam sistem pengendalian manajemen dan lebih luas dalam melaksanakan tugasnya.

(15)

Audit internal harus dapat mengetahui posisinya yang telah ditetapkan dan sampai dimana tingkat independensinya dapat menjamin objektifitas tugasnya. Perincian wewenang dan tanggung jawab internal audit hendaknya dibuat secara seksama dan mencakup semua wewenang yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya serta tidak mencantumkan tanggung jawab yang tidak akan dipikulnya.

c. Buku Pendoman Pemeriksaan

Buku pendoman pemeriksaan menjelaskan apa yang perlu dilakukan oleh internal audit. Buku tersebut memuat tentang perlunya kepatuhan pada standar pemeriksaan dan perlu adanya kontinuitas, stabilitas dan koordinasi diantara karyawan atau unit-unit dalam audit internal. Pendoman yang dibuat harus membuat tahap-tahap kegiatan audit internal, mulai dari perencanaan sampai dengan penentuan tindak lanjut.

d. Pengendalian Tugas Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilaksanakan dan dikendalikan dengan baik kemungkinan lebih besar untuk mencapai sasaran dan tujuan audit internal oleh karena itu setiap audit internal harus direncanakan dengan baik. Agar setiap audit internal dilaksanakan dan diselesaikan secara efisien dan efektif perlu adanya peningkatan pengendalian tugas internal audit antara lain:

1. Perencanaan audit internal 2. Pelaksanaan audit internal

3. Penerbitan laporan hasil internal audit 4. Pelaporan hasil pemeriksaan

5. Pemantauan tindak lanjut 6. Penataan kertas kerja

2.3.5. Efisiensi dan Efektifitas

Audit internal dikenal sebagai audit yang fokus kepada efektivitas dan efisiensi organisasi. Efektifitas mengukur seberapa berhasil suatu organisasi mencapai tujuan dan sasarannya sedangkan Efisiensi mengukur seberapa baik suatu entitas menggunakan sumber dayanya dalam mecapai tujuannya.

(16)

Menurut (Bayangkara,2008) Berikut adalah penjelasan mengenai efisiensi dan efektifitas:

a. Efisiensi

Berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Efisiensi berhubungan dengan metode kerja (operasi). Dalam hubungannya dengan konsep input-proses-output, efisiensi adalah rasio antara input dan output. Seberapa besar output yang di hasilkan dengan menggunakan sejumlah tertentu input yang dimiliki perusahaan. Metode kerja yang baik akan dapat memandu proses operasi berjalan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Jadi efisiensi merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam operasional perusahaan. b. Efektifitas

Dibandingkan dengan efisiensi, yang ditentukan oleh hubungan antara input dan output, efektifitas ditentukan oleh hubungan antara output yang di hasilkan oleh suatu pusat tanggung jawab dengan tujuannya. “Semakin besar output yang di kontribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektiflah unit tersebut. Efektifitas cenderung dinyatakan dalam istilah-istilah yang subjektif dan nonanalitis, seperti kinerja kampus A adalah yang terbaik, tetapi kampus B telah menurun dalam tahun- tahun terakhir.

2.4. Persediaan

2.4.1. Pengertian Persediaan

Persediaan merupakan aset perusahaan yang mempunyai pengaruh yang sangat sensitif bagi perkembangan financial perusahaan. Dalam akuntansi, persediaan adalah harta lancar yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang digunakan untuk kegiatan bisnis untuk dijual tanpa perubahan bentuk atau untuk diproses lebih lanjut dalam perusahaan manufaktur sehingga mempunyai nilai dan bentuk baru kemudian dipasarkan. Pengertian persediaan menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut:

Menurut Drs. Amin Widjaja (2012:302), “Persediaan adalah pos-pos aset yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal,

(17)

atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual”.

Menurut Sulistyo Heripracoyo (2009:93), menerangkan bahwa: “Persediaan adalah aktiva perusahaan yang meliputi barang jadi yang tersedia untuk dijual kembali, barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi, dan bahan serta perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi”.

2.4.2. Jenis-jenis Persediaan

Persediaan barang dagang yaitu barang yang dimiliki oleh perusahaan yang didapatkan dengan cara membeli dari pemasok atau membuatnya sendiri kemudian disimpan sementara yang akan dijual. Dan digolongkan menjadi dua yaitu;

1. Persediaan Barang dalam Perusahaan Dagang. Seluruh barang yang dibeli dari pemasok, disimpan dalam gudang dan dijual kepada konsumen.

2. Persediaan Barang dalam Perusahaan Manufaktur. Persediaan barang dagang mengalami proses produksi atau pengolahan barang sampai barang tersebut menjadi barang jadi yang siap dijual persediaan barang dalam perusahaan manufaktur terdiri dari 5 jenis yaitu sebagai berikut:

a. Persediaan bahan baku adalah bahan yang dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang jadi atau produk akhir dari perusahaan.

b. Persediaan komponen-komponen rakitan adalah persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi produk.

c. Persediaan barang dalam proses adalah persediaan barang yang berwujud bahan yang telah mengalami pengolahan atau telah diproses tetapi belum menjadi produk jadi.

d. Persediaan bahan pembantu atau penolong adalah persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.

(18)

e. Persediaan barang jadi adalah persediaan barang yang berwujud produk jadi dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.

Persediaan memiliki berbagai fungsi karena jika perusahaan mengalami kekurangan barang persediaan, maka akan berakibat pada hal-hal seperti tertundanya proses produksi, penjualan sehingga akan menghambat dalam perolehan laba atau pendapatan. Kehilangan penjualan berarti kehilangan pelanggan. Sedangkan pelanggan merupakan aset penting agar usaha yang dijalankan dapat berjalan lancar. Tidak memiliki pelanggan atau kehilangan pelanggan maka kehilangan pula kesempatan untuk mendapatkan pendapatan laba (Beauty.A.G, 2013).

2.4.3. Pengendalian Internal Persediaan

Pelaksanaan pengendalian persediaan akan berhubungan dengan seluruh bagian yang bertujuan agat usaha penjualan dapat intensif serta produk dan penggunaan sumber daya dapat maksimal.

Istilah pengendalian merupakan penggabungan dari dua pengertian sangat erat hubungannya tetapi dari masing-masing pengertian tersebut dapat diartikan sendiri-sendiri yaitu perencanaan dan pengawasan. Pengawasan tanpa adanya perencanaan terlebih dahulu tidak ada artinya, demikian pula sebaliknya perencanaan tidak akan menghasilkan sesuatu tanpa adanya pengawasan.

Pengendalian persediaan adalah semua metode dan tindakan yang digunakan untuk mengamankan persediaan sejak kedatangan, menerima, menyimpan dan mengeluarkannya. Baik fisik maupun kualitas dan pencapaiannya terutama pengaturan dan penentuan jumlah persediaan.

Perencanaan adalah proses untuk memutuskan tindakan apa yang akan diambil dimasa depan. Perencanaan kebutuhan bahan adalah suatu sistem perencanaan yang pertama-tama berfokus pada jumlah dan pada saat barang jadi yang diminta yang kemudian menentukan permintaan turunan untuk bahan baku, komponen dan sub perakitan pada saat tahapan produksi terdahulu.

Pengawasan bahan adalah suatu fungsi terkoordinasi di dalam organisasi yang terus-menerus disempurnakan untuk meletakkan

(19)

pertanggungjawaban atas pengelolaan bahan baku dan persediaan pada umumnya, serta menyelenggarakan suatu pengendalian internal yang menjamin adanya dokumen dasar pembukuan yang mendukung sahnya suatu transaksi yang berhubungan dengan bahan, pengawasan bahan meliputi pengawasan fisik dan pengawasan nilai atau rupiah bahan.

Pengendalian adalah proses manajemen yang memastikan dirinya sendiri sejauh hal itu memungkinkan, bahwa kegiatan yang dijalankan oleh anggota dari suatu organisasi sesuai dengan rencana dan kebijaksanaannya. Pengendalian berkisar pada kegiatan memberikan pengamatan, pemantauan, penyelidikan dan pengevaluasian keseluruh bagian manajemen agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.

Menurut William K. Carter dan Mitton F.Usry (2009:6): “Pengendalian adalah usaha sistematis manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Aktivitas-aktivitas dimonitor terus-menerus untuk memastikan bahwa hasilnya berada pada batasan yang diinginkan.”

Dari beberapa pengertian mengenai pengendalian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengendalian persediaan adalah tindakan pencegahan atau pengaturan kekayaan perusahaan yang digunakan dalam rangkaian proses produksi untuk diolah menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi, yang dalam hal ini dapat berupa barang maupun jasa sehingga pelaksanaan berjalan sesuai rencana yaitu sesuai standar (Beauty.A.G, 2013).

2.4.4. Metode Pencatatan Persediaan

Menurut Donald E. Kieso, Jerry J. Weygandt dan Terry D. Waterfield (2008), “Terdapat dua metode pencatatan atas Persediaan, yaitu:

1. Sistem Perpetual

Suatu metode pencatatan persediaan yang memberikan ikhtisar barang yang ada dan menghendaki agar setiap perubahan yang berkaitan dengan persediaan, baik pembelian maupun pengeluaran barang, langsung dicatat kedalam perkiraan Persediaan.

(20)

2. Sistem Periodik

Merupakan metode pencatatan persediaan yang dilakukan secara Periodik dengan mengadakan perhitungan fisik atas persediaan yang terdapat dalam gudang pada akhir periode akuntansi.”

Standar Akuntansi Keuangan Keuangan yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (2012) mengatakan bahwa pengukuran persediaan, “Persediaan diukur berdasarkan biaya perolehan atau nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah”.

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Regresi Sederhana Kecerdasan Spiritual Terhadap Hasil Belajar Untuk Melihat Perubahan Dan Uji T.

 Peran aktif para pihak diperlukan (pemerintah, swasta, masyarakat) demi menjaga keberlanjutan kegiatan.  Pengelolaan biogas menjadi salah satu alternatif solusi

Simbol Satuan Satuan Keterangan (Besaran Pokok). m meter

Hasil kajian menunjukan bahwa potensi pemanfaatan pembangkit listrik sistem hibrid sesuai untuk di aplikasikan di Desa Lubuk Besar, Kabupaten Indragiri Hilir dimana pada wilayah

Jenis penelitian korelasional dipilih karena disesuaikan dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan, dilanjutkan menghitung (varians) pengaruh variabel bebas

(1) Pengembangan e-modul sistem komputer berbasis model pembelajaran discovery learning ini menggunakan model pengembangan ADDIE, dimana tahapan pertama yang

Pada bahasan kali ini, akan penulis paparkan tentang proses pembuatan bio oil dan arang dengan cara pirolisis, serta pemaparan tentang proses torefaksi dan pembuatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa genus Solanum, Capsicum dan Physalis yang termasuk familia Solanaceae memiliki 2 bentuk yaitu subspheroidal pada genus Solanum dan Capsicum