• Tidak ada hasil yang ditemukan

Andai Dia Tahu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Andai Dia Tahu."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Andai Dia Tahu By: @avamisu

Ibu, bantu aku sekuat dirimu. Ajari aku sehalus dirimu. Aku terpuruk ibu. Aku tersesat dan aku tak tahu bagaimana caranya kembali tanpa sosokmu.

Aku mempercepat langkahku menuju ke rumah. Matahari sudah tenggelam sejak dua jam yang lalu, namun aku baru saja pulang. Aku membuka pintu, lalu menutupnya sepelan mungkin. Kuatur wajah agar tampak seperti orang kepayahan.

“Kok baru pulang, nduk?” tanya ibu saat melihatku masuk ke rumah.

“Anu bu, tadi ada kumpul dulu, ada rapat dulu di kampus,” jawabku berkelit.

“Besok lagi jangan pulang malem-malem, nduk. Gak enakan sama tetangga, anak perawan kok pulangnya malem-malem,” ujar ibu menasehati. Aku

(2)

menunduk. Diam. Aku hanya mendengarkan tanpa mencela. Kupercepat langkahku menuju kamar. Kututup pintu dan bunyinya terdengar memekik telinga. Sengaja.

Aku bukannya marah, hanya saja aku sedikit kesal. Aku sudah berumur 20 tahun, tapi pulang sedikit malam saja sudah dinasehatin macem-macem. Aku tak boleh keluar malam. Pulangpun dibatasi hanya sampai jam delapan malam dan aku selalu taat dengan semua peraturan rumah selama ini. Aku mulai merasa muak dengan keadaan ini. Menurutku, aku sudah cukup dewasa untuk mengenal dunia diatas jam delapan malam. Hanya sesekali saja, namun aku tetap saja tidak diperbolehkan. Sering aku menjadi bahan olokan teman-teman kampus karena dianggap anak cupu. Aku malu, namun aku hanya bisa tersenyum dan menunduk. Ibuku memang tak pernah mengerti apa yang aku inginkan di usia ini. Aku berhak mendapatkan sedikit kebebasanku, toh aku bisa menjaga diri sendiri. Aku sudah dewasa, bu!

(3)

Hari sabtu esok adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Band favoritku tampil di kampus. Adalah suatu kewajiban bagi fans fanatik sepertiku untuk menontonnya. Tiket juga sudah aku dapatkan sejak jauh-jauh hari. Sudah terbayang di kepalaku betapa bahagiannya aku nanti. Aku sudah menjadwalkan akan pergi ke konser itu bersama teman dekatku, seorang pria yang selalu menemani hari dan hatiku. Satu hal yang belum aku dapatkan adalah, ijin dari ibu. Aku lupakan masalah itu sejenak, karena toh kalau tak dijinkan aku akan tetap datang kesana bagaimanapun caranya.

Beberapa hari sebelum acara aku melihat ibu tampak lemah. „ah, hanya sakit biasa saja‟, pikirku. Aku mendatanginya dan memberanikan diri untuk meminta ijin.

“Bu, sabtu besok aku ada acara di kampus, mungkin aku pulangnya agak maleman ya”, ujarku dengan nada sedatar mungkin.

(4)

“Acara apa nduk? Sampe jam berapa? Ya boleh aja, tapi jangan lebih dari jam delapan ya”. Ah! Selalu saja akhirnya begini.

“Gak bisa bu. Pokoknya acara kampus. Aku ini panitia intinya, jadi pulangnya malem banget. Lebih dari jam delapan yang jelas bu, gak bisa kurang!”, ujarku sedikit ngotot. Aku melihat jelas dimata ibu kekecewaan sekaligus amarah yang mulai membangkit.

“Kalau acaranya gak jelas mending gak usah aja! Ibu gak ijinin kamu pulang malem kalau gitu!”, ujar ibu mulai marah. Aku diam. Aku tak tahan lagi dengan semua ini. Itu adalah konser band favoritku yang tak mungkin aku biarkan begitu saja. Aku melengos dan bergegas pergi ke kamar. Ya, aku wanita berumur 20 tahun yang masih saja menangis dan mengunci diri di kamar jika keinginanku tak dituruti. Dewasakah aku?

(5)

acara itu bagaimanapun caranya. Sejak pagi, ibu sudah mengawasiku dengan kedua matanya yang tajam ke arahku. Aku merasa sangat terimidasi.

“Ntar nggak boleh pulang malem lho nduk. Selesai kuliah langsung pulang”, ujarnya. Aku diam dan pura-pura tak mendengarkan.

“Denger kata ibu gak?!”, tanya ibu tahu akan kepura-puraanku.

“Ya”, ujarku singkat sembari bergegas berangkat ke kampus. Sebelum aku pergi, aku melihat itu lagi. Aku masih melihat wajah pucat ibu bahkan setelah semalam ia istirahat. Hatiku berdesir. Aku abaikan perasaan tak enak itu, kupikirkan segala hal yang bisa membuatku bahagia di malam harinya.

“Er, kamu jadi nonton gak ntar malem?”, tanya Linda, salah satu teman dekatku.

“Jadi donk. Ya masa! Konser band idolaku aku gak dateng? Di kampus sendiri pula, udah nyiapin tiketnya pula”

(6)

“Tapi ijin orangtua juga udah disiapin kan?”, tanya Linda kemudian. Aku terhenyak. Linda menatapku curiga.

“Udah donk. Gila aja kalau belum, bisa dimutilasi sama ibu aku nanti! Kamu tau sendiri kan gimana kolotnya doi”, ujarku berbohong.

“Ibumu emang sedikit ekstrim Er, tapi beliau gak kolot menurutku. Beliau cuma pengen jagain kamu. Gak bisa disalahin juga Er, beliau kan orangtua tunggal”, ujar Linda melanjutkan. Aku tersentak sebentar. Ya, memang ibuku orangtua tunggal, namun aku tak pernah memikirkan ada seseorang yang menasehatiku dengan membawa-bawa kisah ketiadaan ayahku, apalagi itu dari teman dekat sendiri.

“Eh, maaf Er, bukan maksudku buat...”

“Nevermind, Lin. Biasa”, ujarku datar dan aku kembali berbohong.

(7)

“Emm. Oh ya, nanti kamu jadi dateng sama Bayu?”, tanya Linda kemudian, memecah keheningan diantara kami.

“Pastinya donk, sama siapa lagi coba? Kamu ikutan kan Lin?”. Linda menggeleng pelan.

“Maaf Er, bapakku nggak ngebolehin. Konser kayak gitu kan pulangnya pasti malem banget. Aku kan gak boleh pulang lebih dari jam sepuluh”. Tiba-tiba aku tertawa keras.

“Lucu ya Lin. Kita ini sahabat dan kita sama-sama dikekang. Padahal kita udah umur 20 tahun lho. Kurang dewasa apa coba kita? Kapan bebasnya ya!”

“Kalau aku nikah nanti, Er. Kalau aku jadi nikah sama Halim nanti, pasti orangtuaku bakal ngelepasin aku. Tinggal ngitung taun aja kan? Lagian orangtuaku sama Halim udah setuju. Kitapun pacaran diketahui sama kedua pihak. Cuma mungkin orangtuaku gak mau terlalu ngebebasin aku dulu sebelum aku bener-bener jadi istrinya Halim”, ujar Linda malu-malu. Aku bergidik. Linda telah

(8)

memikirkan semuanya, sedangkan aku? Belum sama sekali. Pacaran saja tidak boleh, bagaimana bisa punya calon suami.

“Kalau kamu sih enak ya Lin. Orangtuamu setidaknya open-minded, gak terlalu kolot kayak ibuku. Udah gak boleh keluar malem, gak boleh pacaran p ulak, mau dapat calon suami kapan coba? Mau aku jadi perawan tua kali ya..,” ujarku lesu.

“Hush! Gak boleh gitu, Er! Maksud ibumu gimanapun baik. Dia pengen kamu mateng dulu. Mungkin aja ada cowok ganteng yang dicalonin sama kamu,” ujar Linda sembari mengedip genit. Aku hanya bisa tertawa pelan mendengarnya. Apapun yang telah atau belum disiapkan oleh ibuku, aku tak pernah peduli. Aku yang akan menyusun hidupku sendiri, tahu atau tanpa sepengetahuan ibuku. Untuk itulah, aku diam-diam mulai menjalani hubungan rahasia dengan Bayu. Jika ibuku tahu soal ini, maka habislah riwayatku.

(9)

Siang harinya aku menyempatkan diri untuk pulang sebentar. Menyiapkan segala sesuatu untuk misi „kabur‟ku malam ini. Aku berniat untuk tidak pulang malam ini. Persetan dengan apa yang akan dipikirkan orang, dengan apa yang terjadi esok hari, dengan ceramahan ibu, aku tak peduli. Keinginanku sudah terlalu membutakanku.

Aku melihat ibu di tokonya. Sibuk menjual makanan kepada ibu-ibu kompleks. Aku tunggu sebentar. Sejahat apapun diriku, aku tak pernah sanggup untuk meninggalkan rumah tanpa ijin dari ibu, sebohong apapun janji itu.

“Bu, aku ijin ya,” ujarku kalem.

“Kemana tho nduk siang-siang gini?”, ujar ibu tampak kelelahan.

“Mau main sebentar, bu” ujarku kembali berbolong. Ibu menimang-nimang kalimatk kemudian mengehmpaskan nafas berat.

(10)

“Nduk, tau gak kenapa ibu ngelarang kamu pulang malem? Ngelarang kamu main sama sembarang orang? Ngelarang kamu pacaran?”. Oh tidak! Ceramahan ini lagi. Aku sudah mendengarkan lebih dari ratusan kali. Aku diam dan hanya bisa mendengarkan pasrah.

“Nduk, kamu tau kan bapakmu udah gak ada? Ibu cuma punya uang dari pensiunan bapakmu, ditambah sama sedikit uang dari penjualan toko. Adikmu ada 2 dan semuanya masih sekolah, kamu juga lagi proses jadi sarjana.

“Jujur ibu gak tau berapa lama bakal bertahan dalam keadaan seperti ini. Bapak kamu udah mewanti-wanti ibu buat menjaga kamu sama kedua adik kamu sebaik-baiknya. Kamu anak pertama nduk,

masih perawan lagi. Ibu merasa salah gak bisa ngasi pendalaman agama buat kamu dari kecil dan sekarang seenaknya maksa kamu untuk nggak ngelakuin ini itu. mungkin kamu ngerasa tertekan, kamu merasa gak gaul, tapi semua buat njaga kamu

Referensi

Dokumen terkait

Zat-zat lain yang bereaksi dengan air secara hebat, seperti asam sulfat pekat, logam halide anhidrat, oksida non logam halide harus dijauhkan dari air atau disimpan

Namun jika dilihat dari data laporan keuangan bank umum syariah pada saat periode 2016-2018 nilai BOPO sangat tinggi yang salah satu akibatnya nilai ROA turun hingga

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)  RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) .. ##-- ##D DE

Namun pada perhitungan kuantitatif ini diperhitungkan bagaimana pengaruh terhadap segi ekonomi apabila terjadi suatu kegagalan pada sebuah pipeline, yang mana pada

Jaringan mereka inilah nanti (termasuk pabrik-pabrik penggilingan beras) yang akan menjadi anggota KBI, sekaligus menjadi anggota pasar fisik komoditi.Kalau BUMN

Salah satu cara untuk menraik perhatian orang tua calon siswa yaitu dengan cara memberikan citra yang bermutu dan juga memberikan fasilitas yang bagus agar orang tua calon siswa

Penambahan asam sulfat secara perlahan ini bertujuan agar dapat mengendalikan pH dengan mengecek pH setiap beberapa tetes sekali, sehingga larutan tidak akan terlalu asam dan

CSR sendiri di Indonesia telah tercantum dalam undang-undang, di mana dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas (UUPT) ditegaskan