• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

80 BAB V

KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL KERAJINAN

Dari hasil analisis kemitraan antar stakeholders pada ketiga sentra industri di Kabupaten Gunungkidul, maka pada bab ini akan diuraikan temuan studi, kesimpulan, rekomendasi, kelemahan studi dan saran studi lanjutan.

V.1. Temuan Studi

Berdasarkan hasil pemetaan stakeholders, identifikasi pola kemitraan serta faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan dapat diuraikan temuan studi sebagai berikut :

A. Pemetaan stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan

1. Stakeholders kunci/utama dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah :

 Pemerintah dalam hal ini Dinas Perindagkop Kabupaten Gunungkidul  Pengrajin sentra industri kecil kerajinan topeng dan batik kayu bobung  Pengrajin sentra industri kecil kerajinan ornamen batu

 Pengrajin sentra industri kecil kerajinan bambu

2. Stakeholders pendukung dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah :

 Pedagang/Eksportir  Asosiasi/Yayasan  Disperindagkop DIY  UPT Balai Bisnis DIY  Dekranasda

 BUMN

 Perguruan Tinggi dan LSM

B. Pola kemitraan antar stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan adalah :

1. Pola kemitraan yang terjadi antar industri kecil kerajinan di ketiga sentra secara umum adalah dalam subkontrak barang setengah jadi.

(2)

81

Secara spesifik dalam masing-masing sentra industri, pola kemitraan yang terjadi antar industri adalah :

 Sentra Bobung : pengadaan bahan baku, pemanfaatan teknologi, akses permodalan, promosi dan pemasaran

 Sentra Ornamen Batu : pengadaan bahan baku, promosi dan pemasaran  Sentra Kerajinan Bambu : tidak ada kerjasama lainnya selain

subkontrak.

2. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan pemerintah, secara umum adalah dalam pendidikan dan pelatihan, bantuan modal dan peralatan, fasilitasi promosi produk industri kecil.

Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah :

 Sentra Bobung : penelitian dan pengembangan teknologi produksi, perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat dan buyer (pembeli), pelayanan informasi dan konsultasi.

 Sentra Ornamen Batu : perantara industri kecil kerajinan dengan bapak angkat dan buyer (pembeli)

 Sentra Kerajinan Bambu : penelitian dan pengembangan teknologi produksi.

3. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan pedagang/eksportir secara umum adalah dalam perdagangan umum antara pembeli dan produsen.

Secara spesifik masing-masing sentra, pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan eksportir adalah :

 Sentra Bobung : subkontrak barang setengah jadi

 Sentra Ornamen Batu : tidak ada kemitraan lainnya selain perdagangan umum

 Sentra Kerajinan Bambu : subkontrak barang setengah jadi

4. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan BUMN secara umum adalah pola bapak angkat dan kredit bunga lunak.

(3)

82

5. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan Asosiasi/Yayasan, secara umum adalah perdagangan umum antara pembeli dan produsen.

Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah :

 Sentra Bobung : kredit bunga lunak untuk modal usaha dan subkontrak barang setengah jadi

 Sentra Ornamen Batu : tidak terdapat pola kemitraan lainnya

 Sentra Kerajinan Bambu : kredit bunga lunak untuk modal usaha dan subkontrak barang setengah jadi

6. Pola kemitraan yang terjadi antara industri kecil kerajinan dengan perguruan tinggi dan LSM secara umum dan secara spesifik tidak terjadi kemitraan.

C. Faktor yang mempengaruhi kemitraan antar stakeholders

1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antar industri kecil kerajinan.

Secara umum adalah faktor demand masih terbatas, tidak ada komunikasi yang terbuka dan faktor kepercayaan.

Secara spesifik pada masing-masing sentra adalah :  Sentra Bobung : faktor peran kelembagaan koperasi

 Sentra Ornamen Batu : faktor belum ada mediasi dari lembaga internal sentra dan faktor motivasi dari pengrajin

 Sentra Kerajinan Bambu : faktor bahan baku yang berbeda

2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan pedagang/eksportir.

Secara umum adalah faktor belum ada keinginan/minat dari pedagang/eksportir, faktor motivasi bisnis dan demand masih terbatas. Sedangkan faktor secara spesifik pada masing-masing sentra tidak ada. 3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil

dengan BUMN dan Asosiasi/Yayasan

Secara umum adalah faktor keinginan, kelayakan usaha, demand masih terbatas.

(4)

83

4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan perguruan tinggi dan LSM

Secara umum adalah faktor belum ada keinginan/minat perguruan tinggi dan LSM menjadikan industri kecil sebagai mitra binaan.

5. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kemitraan antara industri kecil dengan pemerintah

Secara umum adalah dipengaruhi oleh motivasi program dari Dinas Perindagkop Gunungkidul.

V.2. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan studi dapat disimpulkan bahwa pola kemitraan yang ada pada kenyataannya belum semuanya terjadi pada ketiga sentra industri kecil kerajinan yang distudi. Sentra industri kecil kerajinan yang telah melaksanakan sebagian besar pola kemitraan antar stakeholders adalah sentra bobung sehingga sentra ini lebih maju dibandingkan kedua sentra lainnya.

Pola kemitraan yang seharusnya terjadi antar industri kecil kerajinan sebagai stakeholders utama adalah kemitraan dalam pemanfaatan teknologi. Hal ini disebabkan industri kecil kerajinan adalah penghasil barang kerajinan yang nilai jualnya ditentukan oleh kreatifitas dan inovasi dari pengrajin. Oleh karena itu industri kecil kerajinan ini membutuhkan kerjasama dalam pemanfaatan dan pengembangan inovasi teknologi agar menghasilkan desain-desain produk yang bernilai jual tinggi.

Pola kemitraan yang ada belum sejalan dengan kemitraan dalam PEL dimana dikatakan industri kecil dalam sentra dapat membentuk jaringan/keterkaitan dengan sesama industri kecil lainnya dalam semua jenis kegiatan yang dapat dilakukan bersama. Industri kecil dalam sentra belum sepenuhnya menjalin keterkaitan antar sesama industri sehingga sentra industri kerajinan ini kurang berkembang.

Faktor demand yang masih terbatas menyebabkan industri kecil belum saling berkomunikasi secara terbuka berbagi informasi teknologi dan pemasaran. Demand yang terbatas ini disebabkan produk yang dihasilkan kurang inovasi dan desainnya cenderung monoton kurang variatif sehingga kurang bersaing di

(5)

84

pasaran. Disamping itu peran lembaga koperasi di sentra bobung yang belum maksimal sehingga belum mampu memfasilitasi kebutuhan pengrajin dalam sentra. Industri kecil seharusnya saling mendukung untuk mengatasi kelemahan dan keterbatasan potensi yang dimiliki masing-masing dengan cara menjalin kerjasama melalui kemitraan yang dapat difasilitasi oleh lembaga internal sentra terutama kerjasama dalam pemanfaatan teknologi. Dengan kerjasama dalam menciptakan inovasi teknologi baru maka desain produk kerajinan ini akan mampu bersaing sehingga demand akan meningkat. Peningkatan demand ini akan mendorong minat pengrajin untuk bekerjasama melalui kemitraan yang saling membutuhkan, saling mendukung dan saling menguntungkan dalam berbagai aspek. Dengan kemitraan antar industri kecil ini maka akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sehingga industri kecil menjadi industri yang tangguh dan mandiri serta memiliki daya saing.

Kemitraan dengan pemerintah sebagai stakeholders kunci yang berperan sebagai critical player dalam pembinaan dan pengembangan industri kecil, pola kemitraan yang ada belum maksimal. Kemitraan dengan pemerintah melalui pelaksanaan program pengembangan teknologi produksi dan fasilitasi promosi produk industri kecil belum menyentuh seluruh pengrajin yang ada dalam sentra. Hal ini menyebabkan pengrajin skala rumah tangga yang belum tersentuh program kurang berkembang dibanding pengrajin yang selalu mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Pelaksanaan program dari pemerintah seharusnya melalui kelompok-kelompok pengrajin dan disesuaikan dengan kebutuhan dari pengrajin. Program pembinaan dan pengembangan dari pemerintah ini seharusnya dilaksanakan dengan kontinu sehingga dampak program dapat meningkatkan kapasitas dan skala usaha dari industri kecil.

Pemerintah juga seharusnya menjadi mediator dan fasilitator industri kecil dalam menjalin kemitraan dengan perusahaan besar, perguruan tinggi ataupun pihak-pihak lain yang berpengaruh dalam pengembangan industri kecil sebagaimana yang dikatakan oleh Blakely bahwa pemerintah, sektor swasta dan masyarakat adalah partner penting dalam pengembangan ekonomi lokal.

Pola kemitraan dengan pedagang/eksportir yang terjadi hanya pada perdagangan umum antara pembeli dan produsen sehingga kurang terjaminnya

(6)

85

pemasaran produk pengrajin. Hal ini menyebabkan pengrajin sangat tergantung pada order dari pedagang. Perdagangan umum dengan konsinyasi menyebabkan perputaran modal industri kecil menjadi lambat sehingga tidak dapat meningkatkan skala usaha. Subkontrak barang setengah jadi menyebabkan nilai tambah yang diperoleh pengrajin kecil. Faktor belum ada minat dari pedagang untuk menjadikan industri kecil sebagai mitra menyebabkan posisi industri kecil terbatas sebagai pengrajin sehingga posisi tawar tetap rendah. Kerjasama dengan pedagang/eksportir sebagai wujud kemitraan dalam pemasaran produk belum berada pada kesejajaran kedudukan dan belum berdasarkan prinsip saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan sehingga perkembangan usaha industri kecil ini tetap lambat.

Kemitraan dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk industri kecil kerajinan melalui pengembangan desain dan teknologi produksi belum menyentuh sentra industri di Gunungkidul sehingga produk yang dihasilkan cenderung kurang inovasi dan kurang mampu bersaing dengan produk sejenis dari daerah lain. Daya saing produk kerajinan sangat ditentukan oleh inovasi dan kreatifitas dari pengrajin. Untuk itu bantuan pembinaan dari lembaga perguruan tinggi sangat diperlukan. Keterkaitan industri dengan berbagai institusi/lembaga terkait ini menjadi kunci eksistensi industri kecil dalam mewujudkan PEL suatu wilayah.

V.3. Arahan peningkatan kemitraan antar stakeholders

Sebagai upaya dalam meningkatkan hubungan kemitraan yang ada sekarang, diusulkan beberapa rekomendasi sebagai berikut :

1. Peningkatan kualitas produk kerajinan melalui pengembangan inovasi teknologi sehingga permintaan akan produk kerajinan ini akan meningkat. Hal ini diharapkan dapat mengurangi persaingan usaha antar pengrajin dalam merebut pangsa pasar.

2. Penguatan lembaga koperasi yang ada sebagai wadah dalam memediasi dan memfasilitasi kerjasama antar industri kecil dalam sentra.

3. Pemerintah sebagai regulator diharapkan dapat membantu industri kecil dengan kebijakan yang mendukung pengembangan industri kecil kerajinan

(7)

86

melalui program pemberdayaan dalam pengembangan teknologi produksi, manajemen, permodalan dan pemasaran.

4. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan antara industri kecil dengan pedagang/eksportir melalui pertemuan-pertemuan bisnis yang mempertemukan pengrajin dengan pedagang/eksportir maupun perusahaan besar lainnya. Hal ini untuk menumbuhkan motivasi/minat pedagang/eksportir dalam menjalin kemitraan yang sejajar dan saling menguntungkan dengan pengrajin sehingga dapat menjamin pemasaran produk kerajinan dan memperkuat posisi tawar pengrajin.

5. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan dengan BUMN melalui sosialisasi untuk memperkuat permodalan industri kecil dan meningkatkan kepercayaan BUMN dalam pemberian fasilitas kredit bagi usaha kecil.

6. Peningkatan peran pemerintah dalam memediasi kemitraan antar industri kecil kerajinan dengan perguruan tinggi melalui sosialisasi dan melibatkan perguruan tinggi dalam pembentukan forum-forum kemitraan bagi pengembangan industri kecil kerajinan.

7. Pengembangan kluster industri sebagai wujud keterkaitan usaha antar industri kecil dalam sentra, antara industri kecil dengan penghasil faktor produksi dan penerima faktor produksi, antara industri kecil dengan lembaga terkait untuk meningkatkan daya saing industri kecil kerajinan sehingga dapat menjadi basis pengembangan ekonomi lokal Gunungkidul.

V.4. Keterbatasan Studi

Studi ini belum memberikan hasil yang sempurna. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi pada saat penyusunannya.

Pada studi ini terdapat beberapa kelemahan antara lain :

- Studi yang dilakukan terbatas pada kemitraan yang terjadi pada sentra indusrti kerajinan topeng bobung di Patuk, sentra ornamen batu dan sentra kerajinan bambu di Semanu sehingga dirasakan kurang mewakili seluruh industri kecil kerajinan di Gunungkidul

(8)

87

- Lingkup pembahasan pola kemitraan hanya mengkaji pola kemitraan yang terjadi antar stakeholders berdasarkan hasil wawancara dengan pihak industri kecil. Wawancara dengan pedagang/eksportir terbatas pada pedagang yang ada di DIY.

- Wawancara dengan perguruan tinggi tidak dilakukan karena tidak ada informasi dari pihak industri kecil kerajinan tentang hubungan kerjasama dengan perguruan tinggi dan LSM.

V.5. Saran Studi Lanjutan

Berdasarkan keterbatasan studi yang dihadapi maka untuk melengkapi dan menyempurnakan kajian pola kemitraan antar stakeholders dalam pengembangan industri kecil kerajinan dapat dilakukan studi lanjutan sebagai berikut :

1. Memperluas kajian terhadap pola-pola kemitraan dalam pengembangan industri kecil kerajinan yang meliputi seluruh stakeholders yang berperan dalam pengembangan industri

2. Kajian tentang keterkaitan industri kecil dalam input output untuk mendukung pengembangan kluster industri.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu penulis membuat suatu Website yang dapat membantu masyarakat atau pelanggan dalam melakukan pemesanan barang dengan mudah, cepat, menghemat biaya

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

Tetapi layanan-layanan ini ternyata tidak hanya digunakan di ruang lingkup yang luas seperti internet saja, layanan ini juga dapat diterapkan pada suatu organisasi dengan ruang

Kegiatan yang diusulkan ini merupakan kegiatan evaluasi/tes kebugaran jantung paru bagi Karyawan Dinas Kesehatan Provindi DIY yang bertujuan untuk menilai derajat

Tujuan Penulisan untuk menggambarkan upaya apa saja yang harus dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan motivasi guru dalam mengajar di sekolah.. Agar motivasi dapat

Hasil penelitian ini sudah sesuai berdasarkan penelitian University Of California San Diego Experience mengatakan bahwa dari 294 pasien terdiri dari 148 wanita

Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu

Kenyamanan didalam ruangan dicapai dengan pengendalian udara yang baik dari pembukaan pintu jendela, celah dinding, suhu ruangan rendah akibat dipakainya teritisan lebar