• Tidak ada hasil yang ditemukan

LARUTAN ANTI-ICING DENGAN BAHAN DASAR PROPILEN GLIKOL DAN KITOSAN. Oleh : Muhammad Ubit Mitarsyah Adam C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LARUTAN ANTI-ICING DENGAN BAHAN DASAR PROPILEN GLIKOL DAN KITOSAN. Oleh : Muhammad Ubit Mitarsyah Adam C"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

LARUTAN ANTI-ICING DENGAN BAHAN DASAR

PROPILEN GLIKOL DAN KITOSAN

Oleh :

Muhammad Ubit Mitarsyah Adam

C34104052

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

Muhammad Ubit Mitarsyah Adam. C34104052. Larutan Anti-icing dengan

Bahan Dasar Propilen Glikol dan Kitosan. Dibimbing oleh WINARTI

ZAHIRUDDIN dan BAMBANG RIYANTO

Deicing didefinisikan sebagai suatu proses menghilangkan akumulasi salju, embun beku, lumpur salju dan es dari suatu permukaan lapisan, celah atau engsel yang biasa terjadi pada pesawat terbang. Deicing yang menggunakan tambahan bahan pengental dalam penggunaannya dapat disebut juga sebagai anti-icing. Anti-icing adalah suatu proses pencegahan terhadap akumulasi salju, lumpur salju, pasir dan es pada permukaan bagian kritis pesawat terbang atau tempat-tempat lainnya yang dapat mengganggu mobilitas pesawat. Kitosan adalah salah satu thickener agent yang dapat digunakan sebagai bahan pengental pada larutan anti-icing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kitosan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan bahan anti-icing dan pengaruhnya pada pembentukan bunga es.

Penelitian ini terdiri dari 2 tahap, tahap pertama yaitu penentuan penambahan konsentrasi kitosan terbaik dalam larutan anti-icing yang menghasilkan selang waktu pembentukan bunga es (holdovertime) paling lama yang berada pada rentang 30 - 80 menit. Tahap kedua yaitu menentukan efektivitas larutan anti-icing. Berat bunga es yang terbentuk pada plat aluminium dihitung untuk menentukan larutan anti-icing yang efektif.

Hasil penelitian menunjukkan holdovertime terkecil adalah perlakuan kontrol (tanpa pemberian larutan anti-icing) dengan waktu 0 menit dan holdovertime yang paling besar adalah perlakuan propilen glikol yang ditambah kitosan konsentrasi 1,5 % dengan waktu lebih dari 120 menit. Propilen glikol tanpa kitosan memiliki holdovertime 50 menit, propilen glikol dengan kitosan konsentrasi 0,5 % memiliki holdovertime 70 menit dan propilen glikol dengan kitosan konsentrasi 1 % memiliki holdovertime 90 menit. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan bunga es tercepat terjadi pada perlakuan kontrol yang kemudian diikuti dengan perlakuan propilen glikol tanpa penambahan kitosan, selanjutnya diikuti perlakuan propilen glikol dengan penambahan kitosan 0,5 %, setelah itu diikuti perlakuan propilen glikol dengan penambahan kitosan 1 % dan yang terlama dalam pembentukan bunga es adalah perlakuan propilen glikol dengan penambahan kitosan 1,5 %. Semakin sedikit bunga es yang timbul maka semakin besar efektifitas dari larutan anti-icing. Berat bunga es yang dihasilkan pada perlakuan propilen glikol dengan penambahan kitosan 0,5 % pada jam ke-8, 16 dan 24 masing-masing adalah 0,80 gram; 1,02 gram dan 2,89 gram. Perlakuan propilen glikol tanpa penambahan kitosan pada jam ke-8, 16 dan 24 masing-masing menghasilkan bunga es dengan berat 1,05 gram; 1,60 gram dan 3,12 gram. Sedangkan berat bunga es yang terbentuk pada perlakuan kontrol jam ke-8, 16 dan 24 masing-masing adalah 1,29 gram; 1,72 gram dan 3,68 gram.

(3)

LARUTAN ANTI-ICING DENGAN BAHAN DASAR

PROPILEN GLIKOL DAN KITOSAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Muhammad Ubit Mitarsyah Adam C34104052

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(4)

Nama : Muhammad Ubit Mitarsyah Adam NRP : C34104052

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Winarti Zahiruddin, MS Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si NIP. 19460414 197402 2001 NIP. 19690603 199802 1001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc

NIP. 19610410 198601 1002

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Larutan

Anti-icing dengan Bahan Dasar Propilen Glikol dan Kitosan adalah karya saya

sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2009

Muhammad Ubit Mitarsyah Adam C34104052

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan anugrah, rahmat, karunia dan izin-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Larutan Anti-icing dengan Bahan Dasar

Propilen Glikol dan Kitosan yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Perikanan, pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan

skripsi ini, terutama kepada :

1. Ir. Winarti Zahiruddin MS dan Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing atas kesabaran, bimbingan, saran dan kritik yang telah diberikan. 2. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol dan Dra. Pipih Suptijah, M.BA. selaku

dosen penguji atas saran dan kritik yang telah diberikan.

3. Ayah dan mama, terimakasih atas doa, cinta, kasih sayang, nasehat, semangat, kepercayaan dan dukungan, baik moril maupun materi yang selalu menyertai dalam perjalanan hidup ini. Abang dan aa sekeluarga (Alham Mitarsyah Adam, Reva Susanty Adam, Muhammad Taufan Mitarsyah Adam, Meidiyani Safitri Adam) dan “Teh Ati tea” atas dukungan dan doa untuk penulis.

4. Keluarga besar Aki Wira dan Tengku Adam, terimakasih untuk semangat, ledekan pembangkit semangat dan candaan “khas” keluarga.

5. Keluarga besar Yazid Hamzah atas dorongan semangat yang luar biasa dan bantuannya baik moril dan materi.

6. Ratu lebahku, Dwi Maharani Purba, every little thing you do is magic.

7. Seluruh staf Departemen THP, Bu Ema, Teh Icha, Mr. Ismail (glory, glory MU forever), Mas Ipul, Mas Zacky, Ibu Yati, Om Jimmy, Pak Ade, Mba Heni dan Ummi yang telah banyak memberi semangat dan membantu penulis selama penelitian dan kuliah di THP.

8. Dede Saputra JE S.Pi (Manusia Rancob), Taufiqurrahman S.Pi, Marglory “Mr Ngok” Siburian S.Pi, Andi Patria, S.Pi, Nicholas S.Pi, Syeni Budi Anita, S.Pi, Ranni Agnesya S.Pi, Dhias “Black” Wicaksono S.Pi, Ferry Harvey D. S.Pi,

(8)

vi

terimakasih atas kebersamaan, tawa, tangis dan dukungan kepada penulis. 9. Asisten mata kuliah Ikhtiologi (Andika, Juan, Windhyka, Hage, Weni, semua

yang telah dan masih menjadi asisten, Anda semua adalah asisten-asisten tergokil selama karir asistenku), Teknologi dan Transportasi Biota Perairan serta Penanganan Hasil Perikanan.

10. Luthfi Laba2 (sesuai dengan cover albummu kawan), Gadiez Amanda, Riani Widiarti SE, IYLEGI-ers (Mr. Happy, Afin, Mona, Hangga, Aswita, Mba Idi, Kang Efrian, Mas Djefri, Aulia, Mahyudin, Rama dan Sopian), Asla, Vasthi, Lala, Ahmad Fawzi dan Iradati Zahra, Memen, Iyek, Kayla, Azki dan semua teman yang tidak pernah berhenti memberi senyum, tawa, doa dan semangat untuk penulis

11. Keluarga Besar BEM KM IPB 2008-2009 (Gema, Fahmi, Cici, Eka, Irvan, Dani “The Danjut” dan semua agen perubahan Kabinet Totalitas Perjuangan) terimakasih atas kesempatan luar biasa yang tidak pernah diberikan kepada orang lain sebelumnya.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, September 2009 Muhammad Ubit M. Adam

(9)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 5 Maret 1986. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Muchtar Adam dan Ibu Emmy M. Adam. Penulis mengawali pendidikan di SDN Polisi 1 Bogor pada tahun 1992 dan menyelesaikannya pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Bogor (1998-2001) dan SMA Negeri 2 Bogor (2001-2004). Tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus dan

anggota Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) periode 2005/2006, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan (BEM C) periode 2006/2007 dan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) periode 2007/2008. Penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Ikhtiologi sejak 2006 hingga 2008, asisten dosen mata kuliah Penanganan Hasil Perikanan periode 2006/2007, asisten dosen mata kuliah Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan periode 2007/2008 dan 2008/2009 kurikulum Mayor-Minor. Penulis juga aktif dalam penulisan karya ilmiah dengan menjadi peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) IXX di Malang tahun 2006 dan peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) XXI di Semarang tahun 2008 sebagai tim pameran Institut Pertanian Bogor.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul Larutan Anti-icing dengan Bahan Dasar Propilen Glikol dan Kitosan dibimbing oleh Ir. Winarti Zahiruddin MS dan Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si.

(10)

viii DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5 2.1. Deicing anti-icing ... 5 2.2. Propilen glikol ... 8 2.3. Kitosan ... 9 3. METODOLOGI ... 13

3.1. Waktu dan Tempat ... 13

3.2. Bahan dan Alat ... 13

3.3. Tahapan Penelitian ... 13

3.3.1. Penentuan perlakuan kitosan ... 14

3.3.2. Penentuan efektivitas campuran propilen glikol dan kitosan ... 16

3.4. Prosedur Pengujian ... 17

3.4.1. Holdovertime ... 17

3.4.2. Berat bunga es ... 18

3.5. Analisis Data ... 18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1. Penentuan Konsentrasi Kitosan Terbaik ... 21

4.1.1. Holdovertime... 21

4.1.2. Berat bunga es ... 24

4.2. Efektivitas Campuran Propilen Glikol dan Kitosan ... 25

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1. Rumus struktur propilen glikol ... 8 2. Struktur kimia (a) kitin dan (b) kitosan ... 10 3. Diagram alir penentuan konsentrasi kitosan terbaik ... 15 4. Diagram alir penentuan efektivitas propilen glikol dengan penambahan

kitosan ... 17 5. Grafik holdovertime dan berat bunga es akibat berbagai perlakuan

larutan anti-icing yang dicobakan (propilen glikol dengan penambahan kitosan, propilen glikol tanpa penambahan kitosan dan kontrol atau tanpa pemberian larutan anti-icing) ... . 22 6. Grafik perbandingan viskositas campuran propilen glikol-kitosan dan

propilen glikol-karagenan... . 23 7. Berat rata-rata bunga es yang terbentuk akibat perlakuan anti-icing

menggunakan campuran propilen glikol-kitosan dengan konsentrasi berbeda, propilen glikol tanpa kitosan dan kontrol ... . 25 8. Perbandingan rata-rata berat bunga es yang terbentuk akibat perlakuan

propilen glikol dengan kitosan, propilen glikol tanpa kitosan dan kontrol ... . 26

(12)

x

Nomor Halaman 1. Tabel holdovertime larutan anti-icing dan berat bunga es ... 34

2. Tabel analisis statistika Rancangan Acak Lengkap Faktorial ... 35 3. Uji lanjut Beda Nyata Terkecil ... 36 4. Tabel spesifikasi kitosan dan mekanisme pembuatan larutan kitosan 0,5 % ... 37

(13)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesawat terbang telah menjadi pilihan utama masyarakat dalam bertansportasi sejak awal abad 20, karena selain waktu tempuh yang singkat, juga dianggap lebih baik dalam segi kenyamanan. Penerbangan di Indonesia pada awalnya bertujuan untuk mengangkut pos dan dilakukan oleh dinas penerbangan militer. Sejak tanggal 26 Januari 1949 Indonesian Airways diresmikan sebagai maskapai penerbangan resmi di Indonesia, kemudian berganti nama menjadi “Garuda Indonesia Airways” pada tanggal 31 Maret 1950. Kehadiran Garuda Indonesia memiliki peran penting terhadap kemajuan perekonomian Indonesia, baik nasional maupun secara internasional. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah penerbangan hingga saat ini (Sumbodo 2008). Jumlah penerbangan pesawat di 10 bandara internasional Indonesia pada tahun 1999 adalah 166.476 penerbangan dan meningkat menjadi 510.570 penerbangan pada tahun 2007. Selain peningkatan pada jumlah penerbangan, terjadi juga peningkatan pada jumlah penumpang yang menggunakan pesawat untuk bepergian. Pada tahun 1999 jumlah penumpang yang bepergian dengan menggunakan pesawat terbang adalah 10.826.521 penumpang dan meningkat menjadi 44.710.002 penumpang pada tahun 2007 (Angkasa Pura II 2007). Peningkatan pengguna pesawat terbang juga terjadi di wilayah lainnya. Rata-rata jumlah penerbangan pesawat setiap hari di Eropa selama tahun 1997 adalah 20.615 penerbangan. Pada tahun 2007 rata-rata jumlah penerbangan pesawat setiap hari di Eropa telah mencapai 28.154 penerbangan atau meningkat 36,57 % (Waldinger 2008). Penerbangan di Amerika Serikat juga mengalami peningkatan jumlah penerbangan dan jumlah penumpang selama rentang waktu 1996-2006. Rata-rata peningkatan jumlah penerbangan di Amerika Serikat dalam rentang waktu 1996-2006 sebesar 6,7 %. Sedangkan rata-rata peningkatan jumlah

penumpang selama rentang waktu tersebut sebesar 3,6 % (International Civil Aviation Organization 2008).

Meningkatnya jumlah penerbangan juga diiringi dengan meningkatnya standar keamanan yang digunakan dalam dunia penerbangan. Menurut European

(14)

Aviation Safety Agency (2008), selama rentang tahun 1945-1997 terjadi penurunan probabilitas kecelakaan pesawat terbang dari 5 menjadi 0,05 kecelakaan per 100.000.000 mil penerbangan. Pada akhir tahun 2008, diestimasikan probabilitas kecelakaan pesawat terbang menurun menjadi 0,01 per 100.000.000 mil penerbangan. Meskipun probabilitas kecelakaan pesawat terbang semakin menurun, namun rata-rata kecelakaan fatal per 10.000.000 penerbangan semakin meningkat. Tiga wilayah peringkat teratas yang memiliki rata-rata kecelakaan fatal terbesar adalah Afrika (48,1); Eropa bagian utara (25,6) dan Eropa bagian tengah (20,6). Terdapat beberapa faktor yang berpotensi sebagai penyebab kecelakaan dalam pesawat terbang, seperti kasus gagal lepas landas (take off) yang bisa disebabkan kurangnya daya mesin, kesalahan manusia (human error) ataupun gangguan pada sistem kontrol pesawat. Berdasarkan catatan Air Cadets (2000) kasus-kasus penyebab kecelakaan pesawat untuk penerbangan internasional banyak disebabkan oleh sistem kontrol pesawat yang kurang berfungsi dengan baik.

Pesawat dengan rute perjalanan ke daerah subtropis memiliki potensi yang menyebabkan terganggunya kinerja pesawat. Intensitas cahaya matahari yang rendah dibandingkan daerah tropis menyebabkan adanya akumulasi salju, es dan kotoran pada bagian pesawat yang dapat menghambat kinerja dari pesawat dan mengganggu sistem aerodinamika (Lee et al. 2001). Selama tahun 1990 hingga tahun 2000 terdapat 105 kecelakaan fatal yang diakibatkan oleh akumulasi salju dan es pada pesawat (Landsberg 2008).

Umumnya maskapai penerbangan dan industri pesawat terbang sudah menggunakan beberapa bahan kimia pada badan pesawat yang berfungsi sebagai penghilang sekaligus pencegah timbulnya es dan kotoran (deicing anti icing) seperti etilen glikol dan propilen glikol (Wijk dan Karlberg 1993). Etilen glikol dan propilen glikol merupakan golongan alkohol yang mempunyai 2 gugus –OH (diol) yang biasa digunakan sebagai anti freezing di bidang automotif. Etilen glikol lebih dulu digunakan sebagai deicing dan anti- icing, karena memiliki titik beku yang rendah sehingga dapat mencegah timbulnya timbunan es pada badan pesawat (Ritter 2001). Namun bahan ini mudah larut dalam air, memiliki nilai Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) yang besar dan sangat toksik terhadap

(15)

3

makhluk hidup, oleh karena itu penggunannya dibatasi dan diganti dengan propilen glikol. Jika dilihat dari tingkat toksisitasnya, propilen glikol jauh lebih rendah dari pada etilen glikol (Lee et al. 2001).

Penelitian terbaru dari larutan deicing anti-icing saat ini adalah adanya penggunaan bahan yang dapat memfungsikan larutan deicing anti-icing menjadi kental (Lee et al. 2001). Jia et al. (2007) memaparkan bahwa karaginan adalah salah satu material deicing anti-icing yang berfungsi sebagai pengental serta memiliki sifat tidak toksik. Dalam aplikasinya, propilen glikol juga memiliki beberapa kekurangan dimana salah satunya adalah sifat propilen glikol yang dapat meningkatkan kadar Biological Oxygen Demand (BOD) pada suatu wilayah perairan. Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan suatu bahan yang memiliki kemampuan pengental serta memiliki kemampuan untuk mengurangi kadar BOD. Salah satu bahan yang mampu berfungsi sebagai pengental dan dapat mengurangi toksisitas adalah kitosan.

Kitosan merupakan biopolimer yang berasal dari alam dan diperoleh setelah melalui proses deasetilasi kitin. Kitosan mempunyai dua kutub, yaitu muatan

negatif pada gugus hidroksil dan muatan positif pada gugus NH (Prashanth dan Tharanathan 2007). Karakterisasi kitosan dapat ditentukan dari

kelarutannya dalam asam lemah, seperti asam asetat. Kitosan lebih mudah larut

dalam asam asetat 1-2 % dan akan membentuk suatu kompleks ammonium asetat (Tang et al. 2007). Kitosan juga memiliki kemampuan menurunkan nilai

Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) pada wilayah perairan dengan proses penguraian ion-ion logam (Ohkawa et al. 2000). Dengan adanya dua gugus yang dimiliki (karboksilat dan amina), larutan kitosan diduga dapat menjadi bahan tambahan deicing yang lebih baik dibandingkan karaginan.

Penggunaan kitosan merupakan terobosan baru untuk industri yang menggunakan bahan anti-icing sebagai pencegah terbentuknya bunga es. Aplikasi kitosan diharapkan akan memberikan kontribusi yang besar dalam industri penerbangan Indonesia, terutama untuk penerbangan internasional.

(16)

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas kitosan sebagai bahan tambahan dalam larutan anti-icing selama proses penghambatan pembentukan bunga es.

(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deicing dan Anti-icing

Deicing didefinisikan sebagai suatu proses menghilangkan akumulasi salju, embun beku, lumpur salju dan es dari suatu permukaan lapisan, celah atau engsel yang biasa terjadi pada pesawat terbang (McDonald 2000). Saat suhu lingkungan di sekitar pesawat turun hingga 0 C, pesawat akan dilingkupi berbagai macam timbunan seperti lapisan salju atau embun beku yang mengeras. Adanya timbunan ini akan menyebabkan kerugian karena mempengaruhi aerodinamika saat pesawat akan terbang atau saat pesawat mendarat (Lee et al. 2001). Selain bagian pesawat, jalan atau lajur pesawat juga harus bebas dari deposit karena dapat mengganggu penerbangan (McDonald 2000). Deicing yang menggunakan bahan pengental dalam penggunaannya disebut juga sebagai anti-icing.

Anti-icing adalah suatu proses pencegahan terhadap akumulasi salju, lumpur salju, pasir dan es pada permukaan bagian kritis pesawat terbang atau tempat-tempat lainnya yang dapat mengganggu mobilitas pesawat (McDonald 2000). Terdapat beberapa keuntungan dengan adanya anti-icing bagi pesawat yaitu: a) Mengurangi terjadinya kecelakaan akibat banyaknya timbunan es pada badan

pesawat

b) Mengurangi biaya pembersihan salju atau es yang timbul pada musim dingin c) Mengurangi pasir atau deposit es yang ada pada celah-celah pesawat.

Larutan anti-icing mengalami perkembangan sejak awal tahun 80-an dengan digunakannya etilen glikol sebagai larutan penghancur timbunan es. Salah satu alasan digunakannya etilen glikol karena memiliki titik beku yang rendah yaitu -13 C dan dapat diturunkan hingga -50 C tergantung dari konsentrasinya (Ritter 2001). Tercetusnya larutan anti-icing pada saat itu karena banyaknya kecelakaan yang terjadi pada pesawat akibat terganggunya sistem aerodinamika pesawat (Lee et al. 2001).

Seiring perkembangan larutan anti-icing diketahui bahwa etilen glikol memiliki beberapa kelemahan, yaitu dapat meningkatkan kadar Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) pada suatu perairan dan memiliki sifat racun bagi

(18)

kehidupan di wilayah perairan. Beberapa bahan atau larutan lain yang biasanya digunakan sebagai larutan anti-icing adalah :

a) Isopropil alkohol

Isopropil alkohol memiliki titik beku yang lebih rendah dari larutan anti-icing lain yaitu sebesar -89 C. Penggunaan isopropil alkohol sangat dibatasi karena sifatnya yang mudah terbakar. Aplikasi isopropil alkohol memang pada suhu rendah namun kenaikan suhu akan meningkatkan risiko bahan terbakar sehingga tetap harus dihindari (Samuels et al. 2006).

b) Urea

Urea dapat meningkatkan kadar KOB dalam perairan, namun tidak sebesar etilen dan propilen glikol. Urea dapat didegradasi menjadi ammonia yang merupakan racun bagi organisme di dalam wilayah perairan. Pemakaian urea sebagai larutan anti-icing sebenarnya kurang optimal karena urea tidak efektif pada suhu di bawah 25 F (Beisswenger 2006).

c) Garam klorida (sodium klorida atau kalsium klorida)

Garam-garam klorida dapat dijadikan sebagai larutan anti-icing. Ion Cl pada garam klorida mampu menurunkan titik beku pada suatu bahan, namun memiliki sifat yang korosif terhadap logam sehingga tidak digunakan lagi untuk pesawat melainkan untuk landasan pesawat. Efek negatif garam-garam klorida yang lain adalah menimbulkan kontaminasi air bawah tanah dan merusak tanaman (Beisswenger 2006).

Larutan anti-icing memiliki pengaruh terhadap lingkungan khususnya wilayah perairan. Rata-rata larutan atau bahan yang digunakan sebagai larutan anti-icing akan menyerap atau menghabiskan oksigen yang ada di dalam wilayah perairan, sehingga kadar KOB meningkat. Hal tersebut dapat mengganggu stabilitas kehidupan dan rantai makanan yang ada di dalam wilayah perairan. Adanya berbagai efek samping penggunaan larutan anti-icing telah di antisipasi dengan pembangunan suatu sistem di wilayah bandara yang dapat meminimalisir bahkan menghilangkan residu dari larutan anti-icing (Nixon dan Williams 2001), yaitu dengan cara melakukan proses anti-icing pada wilayah dimana larutan atau bahan dapat langsung diserap dan ditahan serta menggunakan penyedot hampa

(19)

7

udara atau alat lain yang memiliki kemiripan untuk menyerap larutan atau bahan yang belum terserap.

Saat ini larutan-larutan berbasis glikol yang telah digunakan dapat didaur ulang atau diolah kembali sehingga tidak mencemari lingkungan dan dapat digunakan kembali. Daur ulang dapat dilakukan dengan menggunakan evaporasi atau separasi membran. Setelah itu larutan harus dimurnikan dengan melakukan proses destilasi fraksional (Nixon dan Williams 2001).

Larutan anti-icing dinilai kinerjanya dengan menggunakan holdovertime. Holdovertime adalah selang waktu dimana larutan anti-icing bekerja melindungi bagian yang telah diberi perlakuan. Holdovertime dihitung mulai dari pertama kali larutan anti-icing disemprotkan hingga timbunan bunga es mulai terbentuk. Holdovertime yang ideal untuk larutan anti-icing berkisar antara 30-80 menit. Holdovertime dengan jangka waktu yang lebih lama sebenarnya sangat diharapkan, namun dikhawatirkan larutan anti-icing yang terlalu lama menempel akan mengganggu kinerja pesawat terbang saat lepas landas (Lemma 1998). Terdapat beberapa kondisi lingkungan dalam perhitungan holdovertime, misalnya active frost yaitu kondisi dimana bunga es akan terbentuk, kondisi ini terjadi saat permukaan plat bersuhu tepat atau di bawah 0 °C. Kabut juga menjadi salah satu kondisi lingkungan yang digunakan dalam perhitungan holdovertime. Kabut terjadi pada saat suhu berada tepat atau di bawah 0 °C dan terdapat udara yang mengalir, saat terjadi kabut maka timbunan es pada plat akan terbentuk (Lemma 1998). Bunga es terbentuk pada suhu 0 °C. Bunga es terbentuk karena adanya udara yang masuk ke dalam freezer atau ruangan yang memiliki suhu maksimal 0 °C. Untuk bisa menjadi bunga es udara tersebut membutuhkan media tumbuh baik mikroskopis seperti CO2 dan N2 maupun makroskopis seperti besi

sebagai tempat pembentukannya. Seiring dengan berjalannya waktu maka jumlah udara yang kemudian berubah menjadi bunga es akan semakin banyak (Brookes 2006).

Holdovertime dapat menjadi salah satu bagian dalam panduan prosedur pemeriksaan sebelum keberangkatan pesawat, khususnya untuk negara-negara yang memiliki 4 musim. Dengan mengetahui holdovertime maka bisa didapatkan informasi waktu yang efektif dari suatu larutan anti-icing dalam menghilangkan

(20)

sekaligus mencegah terbentuknya timbunan es dan kotoran (Nixon dan Williams 2001). Kondisi lingkungan dalam perhitungan holdovertime

memiliki suhu antara 0 °C sampai -50 °C dan kecepatan angin 500-1200 rpm (Laforte 1990).

2.2. Propilen Glikol

Propilen glikol (C3H8O2) merupakan senyawa organik yang memiliki tiga

atom karbon dan dua gugus hidroksil. Propilen glikol juga memiliki sifat tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna serta memiliki sifat larut dalam air. Propilen glikol diperoleh dengan mereaksikan propilen dengan air terklorinasi untuk menghasilkan klorohidrin. Klorohidrin kemudian diubah menjadi glikol dengan larutan sodium karbonat (Bielefeldt et al. 2001). Propilen glikol biasa digunakan sebagai larutan anti-icing pada pesawat terbang, mobil dan kapal. Propilen glikol juga dapat digunakan sebagai pelarut pada cat, tinta mesin percetakan dan tinta pulpen, pelembab kosmetik dan pelarut pada pewarna makanan. Rumus struktur dari propilen glikol dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumus struktur propilen glikol (Anonymous 2005)

Keracunan yang diakibatkan oleh propilen glikol sangat jarang terjadi. Keracunan dapat terjadi bila propilen glikol dalam konsentrasi tinggi masuk ke dalam organ pencernaan. Beberapa efek akibat keracunan propilen glikol dalam dosis tinggi adalah diare dan alergi. Efek jangka panjang dari keracunan propilen glikol adalah menurunnya kerja dari sistem saraf pusat. Propilen glikol telah diklasifikasikan sebagai bahan tambahan yang termasuk ke dalam kategori Generally Recognized as Safe untuk produk-produk makanan karena memiliki efek keracunan yang rendah (National Library of Medicine 2005). Propilen glikol pada perairan akan meningkatkan kadar Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) yang lebih besar dibandingkan etilen glikol, namun propilen glikol tidak menimbulkan racun yang mengganggu kehidupan organisme perairan atau mamalia lain dan tidak masuk dalam bahan yang dianggap berbahaya. Titik beku dari propilen

(21)

9

glikol lebih rendah dari etilen glikol yaitu sebesar -51 C dan dapat diturunkan lagi hingga suhu -60 C dengan modifikasi konsentrasi (Ritter 2001).

Propilen glikol menghalangi bergabungnya molekul-molekul air dalam proses pembekuan sehingga titik beku dari permukaan plat aluminium yang disemprot dengan propilen glikol menjadi lebih rendah. Adanya zat terlarut akan mengganggu gaya kohesif normal antar molekul air sehingga semakin sulit bagi molekul air untuk membentuk struktur kristal pada suhu pembekuan normal. Sulitnya suatu molekul air membentuk struktur kristal berakibat pada semakin rendahnya suhu yang dibutuhkan untuk penataan ulang struktur kristal pelarut dan terlarut (Puspitasari 2009). Jumlah propilen glikol yang digunakan sebagai larutan anti-icing berkisar antara 40 % - 60 % sedangkan jumlah air berkisar antara 35 % - 60 % dari keseluruhan larutan (Tye et al. 1987). Konsentrasi bahan pengental yang digunakan untuk pembuatan larutan anti-icing berkisar antara 0,05 % - 1,5 % (b/v) dan konsentrasi propilen glikol yang digunakan maksimal 97 % (Jenkins et al. 1995).

2.3. Kitosan

Kitosan merupakan biopolimer yang berasal dari alam dan diperoleh setelah melalui proses deasetilasi dari kitin. Kitin banyak ditemukan pada serangga, jenis krustase seperti udang, kepiting, rajungan dan terdapat pada dinding sel jamur. Kitin tidak larut dalam air dan pelarut organik, selain itu relatif murah, biodegradable dan tidak toksik bagi mamalia (Qin et al. 2005). Kitosan merupakan turunan kitin yang didapat melalui proses deasetilasi gugus asetil. Adapun standar mutu dari kitosan menurut PT. Araminta Sidhakarya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Kitosan bisa digunakan sebagai flocullant, thickener, serat, film, agen anti kanker, dan agen antimikrobial. Status kitosan dalam industri pangan bersifat GRAS (Generally Recognized As Safe) sehingga sangat aman bagi makanan hewan peliharaan (Rinaudo 2006). Kitosan dinilai berdasarkan derajat deasetilasinya, semakin besar derajat deasetilasinya maka semakin baik mutu kitosan tersebut. Pemakaian kitosan di bidang kosmetika dan biomedis harus memiliki derajat deasetilasi minimal 80 % - 90 %. Dalam industri pangan kitosan

(22)

yang digunakan minimal memiliki derajat deasetilasi 70 % sedangkan di bidang non-pangan (cat tinta, lem, fotografi) kitosan yang digunakan memiliki derajat deasetilasi 70 % (Rochima 2004).

Kitosan merupakan polimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer

D-glukosamin (GlcN) dalam ikatan β (1-4), tidak toksik dengan LD50 = 16 g/kg BB. Rata-rata berat molekul kitosan adalah 5 x 105 Dalton,

namun tergantung dari derajat deasetilasi yang dihasilkan pada saat pembuatan. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitosan, maka semakin

kuat interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan (Phillips dan Williams 2000). Struktur kitin dan kitosan secara garis besar dapat

dilihat pada Gambar 1. a.

b.

Gambar 2. Struktur kimia kitin (1a) dan kitosan (1b) (Knorr 1982)

Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif yang berlawanan dengan polisakarida lainnya (Tang et al. 2007). Ketahanan kimia kitosan juga cukup baik yaitu larut dalam larutan asam, tetapi tidak larut dalam larutan basa (Tang et al. 2007). Proses kationisasi mengarah kepada pembentukan grup yang fungsional (OH dan NH) dan komponen tersebut akan membuat kitosan terlihat seperti biomolekul. Kitosan yang larut dalam asam mempunyai keunikan membentuk gel yang stabil dan mempunyai dua kutub, yaitu muatan negatif pada gugus hidroksil dan muatan positif pada gugus amina. Kemampuan kitosan untuk

(23)

11

membentuk gel lebih baik dari polimer lain seperti karaginan karena kitosan memiliki gugus hidroksil dan amina sehingga gel yang terbentuk lebih stabil (Rinaudo 2006). Karakterisasi kitosan dapat ditentukan dari kelarutannya dalam asam lemah, seperti asam asetat. Kitosan lebih mudah larut dalam asam asetat 1-2 % dengan membentuk suatu kompleks ammonium asetat (Tang et al. 2007).

Kitin dan kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai keperluan industri seperti industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus makanan berupa film khusus, industri metalurgi sebagai absorban untuk ion-ion metal, industri kulit untuk perekat, fotografi, industri cat sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif dan penghasil protein sel tunggal. Umumnya mutu kitosan ditentukan oleh beberapa parameter yaitu bobot molekul, kadar air, kadar abu, kelarutan, warna dan derajat deasetilasi (Shahidi et al. 1999).

Pelapisan dengan menggunakan kitosan dapat dilakukan dengan cara imersi, penyemprotan dan penyapuan yang kemudian diikuti dengan proses pengeringan dan pendinginan (Guilbert dan Biquet 1996). Saat bahan pelapis ditempatkan pada permukaan suatu material maka akan terbentuk 2 gaya yang berbeda yaitu kohesi dan adhesi. Gaya kohesi terjadi saat molekul dari bahan pelapis berinteraksi dengan molekul lain yang ada di dalam bahan pelapis tersebut, sedangkan gaya adhesi terjadi saat molekul dari bahan pelapis berinteraksi dengan material yang dilapisinya. Besarnya gaya kohesi akan membuat daya lapis pada material semakin membesar dan mengurangi fleksibilitas dari lapisan film yang terbentuk. Sedangkan besar gaya adhesi dipengaruhi oleh afinitas elektrostatik antara pelapis dan bahan yang dilapisi (Guilbert dan Biquet 1996). Untuk meningkatkan gaya adhesi antara larutan deicing dengan permukaan suatu lapisan maka digunakanlah bahan pengental. Suatu bahan pengental dapat ditambahkan pada larutan berbasis glikol seperti propilen glikol dan etilen glikol sehingga meningkatkan gaya adhesi dari larutan tersebut. Seiring dengan meningkatnya gaya adhesi maka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya timbunan bunga es pun akan lebih lama, karena propilen glikol akan lebih lama menempel pada permukaan lapisan (Tye et al. 1987). Meningkatnya gaya adhesi terjadi karena terdapat proses pengentalan (gelasi) pada propilen glikol akibat adanya kitosan

(24)

yang dicampurkan dengan propilen glikol. Gelasi terjadi karena muatan positif (gugus amina) pada kitosan mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi (Moore dan Roberts 1980).

(25)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2008 hingga Februari 2009 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah larutan propilen glikol 90 % (v/v), aquades dan larutan kitosan 5 % (b/v) yang kemudian diencerkan hingga konsentrasi 0,5 %; 1 % dan 1,5 % (b/v). Larutan kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dibeli dari PT Araminta Sidhakarya (spesifikasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sprayer dengan volume 100 ml, erlenmeyer, pipet, sudip, gelas ukur 50 ml, termometer merk Yenaco dengan suhu terendah -20 oC dan suhu tertinggi 50 oC, pengaduk, timbangan merk Sartorius 5025 dengan ketelitian 1/100, stopwatch, botol sampel volume 100 ml, Viscometer Brookfield LV, plat alumunium (10 x 5 cm) dan freezer Goldstar GR-191 ADA (gambar bahan, alat dan spesifikasi freezer yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5.).

3.3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penentuan penambahan kitosan yang paling baik. Konsentrasi larutan kitosan yang ditambahkan meliputi 0,5 %, 1 % dan 1,5 % (b/v). Rentang konsentrasi ini berdasarkan penelitian Tye et al. (1987) yang menggunakan karaginan dengan konsentrasi 0,05 % - 1,5 %. Jumlah volume kitosan yang digunakan sebanyak 50 ml dari 100 ml larutan anti-icing.

(26)

Parameter uji yang digunakan meliputi holdovertime atau waktu mulai dari plat aluminium disemprotkan larutan anti icing hingga terbentuknya bunga es (menit) serta pengukuran berat awal dan berat akhir es yang terbentuk (gram).

Penelitian tahap kedua bertujuan untuk melihat efektivitas campuran propilen glikol dan kitosan hasil terbaik dari penelitian tahap pertama dalam menghambat terbentuknya bunga es dibandingkan dengan larutan anti-icing yang hanya berupa pemberian propilen glikol dan tanpa pemberian larutan anti-icing. Waktu pengamatan yang digunakan meliputi 8, 16 dan 24 jam. Respon pada penelitian ini adalah berat bunga es yang terbentuk. Semakin sedikit bunga es yang terbentuk maka semakin efektif larutan anti-icing tersebut dalam mencegah pembentukan bunga es. Secara lengkap tahapan penelitian yang dilakukan adalah :

3.3.1. Penentuan perlakuan kitosan

Larutan kitosan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan kitosan 5 % (b/v). Larutan kitosan konsentrasi ini selanjutnya diencerkan dengan aquades menjadi 3 larutan kitosan berbeda dimana konsentrasi masing-masing tersebut adalah 0,5 %, 1 % dan 1,5 % (b/v). Kemudian 50 ml dari larutan kitosan tersebut dicampur dengan 50 ml propilen glikol 90 % (v/v), perbandingan volume larutan kitosan dan propilen glikol adalah 1:1. Campuran tersebut kemudian diaduk hingga merata selama ± 30 detik. Setelah itu masing-masing disemprotkan dengan menggunakan sprayer pada plat aluminium hingga larutan propilen glikol dan kitosan yang ada di dalam sprayer habis. Selain itu dilakukan juga penyemprotan pada plat aluminium dengan menggunakan propilen glikol tanpa penambahan kitosan. Kode perlakuan dan jenis perlakuan yang digunakan adalah :

A1 = Kontrol (tanpa pemberian larutan anti-icing) A2 = Perlakuan propilen glikol tanpa larutan kitosan

A3 = Perlakuan propilen glikol dengan penambahan larutan kitosan 0,5 % A4 = Perlakuan propilen glikol dengan penambahan larutan kitosan 1 % A5 = Perlakuan propilen glikol dengan penambahan larutan kitosan 1,5 %

Plat aluminium selanjutnya diletakkan dalam freezer yang memiliki kecepatan blower 605 rpm dengan suhu -5 oC. Pengamatan holdovertime dilakukan setiap 10 menit selama 2 jam. Respon pertama yang diamati pada

(27)

15

penelitian ini adalah holdovertime atau waktu yang dihitung mulai dari plat aluminium diberi perlakuan hingga terbentuknya bunga es. Holdovertime

terbaik adalah waktu yang paling lama dan berada pada kisaran waktu 30-80 menit (Lemma 1998). Respon yang kedua adalah berat bunga es. Bunga es

yang terbentuk pada plat aluminium ditimbang secepat mungkin agar bunga es tidak mencair. Diagram alir penentuan holdovertime terbaik dan berat awal bunga es yang terbentuk dapat dilihat dalam Gambar 3.

Keterangan : = Mulai dan akhir prosea = Proses

Gambar 3. Diagram alir penentuan holdovertime terbaik dan berat awal bunga es yang terbentuk

Pengamatan bunga es setiap 10 menit selama 2 jam Larutan kitosan 50 ml: 0,5 %; 1 %; 1,5 % (b/v) Propilen glikol 50 ml 90% (v/v) Pencampuran dengan pengadukan selama ± 30 detik

Penyimpanan plat aluminium dalam freezer (suhu -5 °C, kecepatan blower 605 rpm)

Penyemprotan plat aluminium Campuran propilen glikol dan kitosan

Bunga es

Pencatatan waktu awal terbentuknya bunga es dan penimbangan berat bunga es pada plat aluminium

Tidak ada

(28)

Viskositas setiap perlakuan diukur dengan menggunakan Viscometer Brookfield LV (gambar alat yang digunakan ada pada Lampiran 5.). Spindle yang digunakan adalah spindle nomor 1 dengan kecepatan putaran 60 rpm. Semakin besar nomor spindle maka larutan yang diuji semakin kental. Larutan yang akan diuji viskositasnya dimasukkan ke dalam botol ukur. Kemudian spindle yang dipasang pada bagian bawah viskometer dicelupkan ke dalam larutan yang diuji. Spindle harus tercelup pada larutan hingga mencapai batas yang ditentukan agar jarum penunjuk viskometer dapat membaca viskositas larutan yang diuji. Saat viskometer dinyalakan spindle akan berputar dan jarum penunjuk pada viskometer akan bergerak menunjukkan seberapa besar viskositas dari larutan yang diuji.

3.3.2. Penentuan efektivitas campuran propilen glikol dan kitosan

Penelitian tahap kedua bertujuan untuk melihat efektivitas campuran propilen glikol dan kitosan hasil terbaik dari penelitian tahap pertama dalam menghambat terbentuknya bunga es dibandingkan dengan pemberian propilen glikol tanpa kitosan dan kontrol yaitu tanpa pemberian larutan anti-icing. Pada penelitian tahap kedua ini terdapat 2 faktor pengujian yaitu pemberian larutan anti-icing dan lama waktu penyimpanan plat aluminium dalam freezer dimana setiap faktor memiliki 3 taraf berbeda. Taraf pada faktor pertama adalah:

B1 = Campuran propilen glikol dan kitosan yang paling baik hasil penelitian tahap pertama

B2 = Propilen glikol tanpa kitosan

B3 = Kontrol (tanpa pemberian larutan anti-icing)

Faktor kedua adalah lama waktu penyimpanan dalam freezer dengan taraf sebagai berikut :

C1 = 8 (delapan) jam C2 = 16 (enam belas) jam

C3 = 24 (dua puluh empat) jam

B1 dan B2 disiapkan dalam sprayer berukuran 100 ml, kemudian dilakukan penyemprotan pada 2 plat yang berbeda masing-masing 2 kali ulangan. Plat yang telah disemprot dengan B1 dan B2 kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama 24 jam. Respon pertama yang diamati pada penelitian tahap kedua ini adalah berat

(29)

17

bunga es yang terbentuk. Penimbangan bunga es dilakukan pada jam ke-8, 16 dan 24. Penimbangan harus dilakukan secepat mungkin agar tidak ada bunga es yang mencair dalam proses penimbangan tersebut. Respon yang kedua adalah holdovertime. Diagram alir penentuan efektivitas propilen glikol dan kitosan dapat dilihat dalam Gambar 4.

Keterangan : = Mulai dan akhir proses = Proses

Gambar 4. Diagram alir penentuan efektivitas perlakuan anti-icing propilen glikol dengan penambahan kitosan

3.4. Prosedur Pengujian

3.4.1. Holdovertime

Holdovertime dihitung mulai dari plat aluminium dimasukkan ke dalam freezer hingga terbentuknya bunga es pada lapisan permukaan plat aluminium. Plat aluminium yang telah dimasukkan ke dalam freezer diamati setiap 10 menit

Penyimpanan plat aluminium dalam

freezer (24 jam, suhu -5 °C, kecepatan blower 605 rpm)

Penimbangan berat bunga es pada jam ke-8, ke-16 dan ke-24

Penyemprotan campuran propilen glikol dan kitosan serta propilen glikol tanpa kitosan pada

plat aluminium berbeda

Berat bunga es

Campuran propilen glikol dan kitosan terbaik hasil penelitian tahap pertama

(30)

selama 2 jam. Plat aluminium yang lapisan permukaannya mulai terbentuk bunga es diangkat dan dihitung waktu pembentukannya dengan menggunakan stopwatch.

3.4.2. Berat bunga es

Bunga es terbentuk karena adanya udara yang masuk ke dalam freezer atau ruangan yang memiliki suhu maksimal 0 °C. Untuk bisa menjadi bunga es udara tersebut membutuhkan media tumbuh baik mikroskopis seperti CO2 dan N2

maupun makroskopis seperti besi sebagai tempat pembentukannya. Pengujian berat bunga es yang terbentuk pada plat aluminium di dalam freezer dilakukan bersamaan dengan pengujian holdovertime. Plat aluminium yang lapisan permukaannya mulai terbentuk bunga es dikeluarkan dari freezer. Bunga es yang terbentuk kemudian dikerik dengan menggunakan sudip dan ditimbang beratnya. Penimbangan harus dilakukan secepat mungkin untuk mencegah pencairan bunga es karena adanya kenaikan suhu lingkungan.

3.5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini menggunakan Rancangan

Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) dengan dua kali ulangan (Steel dan Torrie 1993). Data yang diperoleh dari penelitian sebelumnya dianalisis

dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dengan metode Rancangan Acak Lengkap Faktorial atau Anova Two Factor With Replication. Faktor pertama dalam rancangan ini yaitu pemberian larutan anti-icing (propilen glikol dengan kitosan, propilen glikol tanpa kitosan dan kontrol). Sedangkan faktor kedua adalah lama waktu penyimpanan dalam freezer (8, 16 dan 24 jam). Respon yang diamati adalah berat bunga es yang terbentuk serta interaksi antara waktu dan pemberian larutan anti-icing. Model matematika dari RAL Faktorial adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993):

(31)

19

Yijk =μ + αi + j + ( ij) + εijk

Keterangan:

Yijk = Hasil pengamatan pada perlakuan taraf ke-i dan taraf ke-j ulangan ke-k

μ = Rata-rata

αi = Pengaruh perlakuan larutan anti-icing taraf ke-i

j = Pengaruh perlakuan waktu penyimpanan dalam freezer taraf ke-j

( ij) = Pengaruh interaksi larutan anti-icing ke-i dan waktu ke-j

εijk = Galat dari percobaan

Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap pembentukan bunga es kemudian diuji lebih lanjut dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Software yang digunakan dalam pengolahan data adalah Microsoft Excel 2007. Rumus yang digunakan menurut Steel dan Torie (1993) adalah :

Beda Nyata Terkecil = Keterangan :

= nilai pada tabel t dengan α = 0.05 KTS = kuadrat tengah sisa

n = ulangan

Jika d > BNT α = , maka tolak Ho d < BNT α = , maka gagal tolak Ho

Hipotesis:

Pemberian larutan anti-icing tanpa kitosan dan dengan kitosan

H0 : Pemberian larutan anti-icing tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap pembentukan bunga es

H1 : Pemberian larutan anti-icing memberikan pengaruh yang nyata

(32)

Perbedaan waktu penyimpanan dalam freezer

H0 : Perbedaan waktu penyimpanan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap

pembentukan bunga es.

H1 : Perbedaan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap

pembentukan bunga es.

Interaksi antara pemberian larutan anti-icing dan perbedaan waktu penyimpanan H0 : Pemberian larutan anti-icing dan perbedaan waktu penyimpanan tidak

menyebabkan interaksi yang nyata terhadap pembentukan bunga es.

H1 : Pemberian larutan anti-icing dan perbedaan waktu penyimpanan

(33)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penentuan Perlakuan Kitosan

Kitosan mampu meningkatkan kekentalan dari propilen glikol. Meningkatnya kekentalan dari propilen glikol membuat waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya timbunan bunga es lebih lama, karena propilen glikol lebih lama bertahan pada suatu lapisan permukaan. Konsentrasi kitosan paling baik yang digunakan sebagai bahan tambahan pada larutan anti-icing (propilen glikol) diukur berdasarkan 2 parameter yaitu holdovertime dan berat bunga es.

4.1.1. Holdovertime

Holdovertime menjadi salah satu bagian dalam panduan prosedur pemeriksaan sebelum keberangkatan pesawat, khususnya untuk negara-negara yang memiliki 4 musim. Adanya holdovertime memberikan informasi waktu yang efektif dari suatu larutan anti-icing untuk menghilangkan sekaligus mencegah akumulasi es dan kotoran pada suatu lapisan permukaan akan lebih mudah didapatkan (Nixon dan Williams 2001).

Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan pada propilen glikol maka waktu untuk terbentuknya bunga es akan semakin lama. Holdovertime A1 (kontrol) memperlihatkan waktu sebesar 0 menit, holdovertime A2 (propilen glikol tanpa penambahan kitosan) 50 menit dan holdovertime perlakuan A3 (propilen glikol dengan kitosan 0,5 %) adalah 70 menit. Sedangkan holdovertime A4 (propilen glikol dengan kitosan 1 %) adalah 90 menit dan holdovertime A5 (propilen glikol dengan kitosan 1,5 %) adalah lebih dari 120 menit (>120 menit). Holdovertime masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5

(34)

Gambar 5. Grafik holdovertime dan berat bunga es akibat berbagai perlakuan larutan anti-icing yang dicobakan (propilen glikol dengan penambahan kitosan, propilen glikol tanpa penambahan kitosan dan kontrol atau tanpa pemberian larutan anti-icing).

Holdovertime menunjukkan daya tahan larutan anti-icing untuk menghambat terbentuknya bunga es pada suatu lapisan permukaan dari timbunan bunga es atau salju dalam selang waktu tertentu. Suatu larutan anti-icing dapat dikatakan ideal jika memiliki holdovertime berkisar antara 30-80 menit (Lemma 1998). Berdasarkan hasil yang didapat maka larutan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah A2 dan A3, karena memiliki holdovertime yang masuk kategori ideal. A2 memiliki holdovertime sebesar 50 menit sedangkan A3 memiliki holdovertime 70 menit. Hal tersebut dapat dilihat dari bunga es pada lapisan permukaan aluminium perlakuan A2 yang mulai terbentuk setelah pengamatan pada menit ke-60, sedangkan pada A3 bunga es mulai terbentuk pada menit ke-80. Perlakuan A3 dapat disebut sebagai perlakuan yang terbaik karena memiliki holdovertime yang lebih lama dari perlakuan A2. Selain itu, holdovertime A3 juga masuk dalam kisaran holdovertime antara 30-80 menit.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi kitosan yang dicampurkan pada propilen glikol maka holdovertime akan semakin lama. Penggunaan kitosan mampu meningkatkan kekentalan dari propilen glikol. Campuran propilen glikol dan kitosan diduga mampu

0 0,02 0,14 0,02 0,06 0,02 0,05 0,02 0,03 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 0.16 B era t es (gra m ) Waktu (menit)

Propilen + kitosan 1,5 % Kontrol

Propilen glikol Propilen + kitosan 0,5 %

propilen + kitosan 1 % 0,16 0,14 0,12 0,10 0,06 0,04 0,02 0 0,08

(35)

23

menghambat pembentukan bunga es dengan membentuk suatu lapisan pada permukaan plat aluminium sehingga uap air atau udara tidak berubah menjadi bunga es. Uap air dan udara yang menempel pada lapisan tersebut membutuhkan suhu lebih rendah untuk membentuk bunga es karena propilen glikol memiliki titik beku yang rendah. Propilen glikol dapat menurunkan titik beku pada suatu lapisan permukaan dengan cara menghalangi bergabungnya molekul-molekul air dalam proses pembekuan sehingga titik beku menjadi lebih rendah. Titik beku dari propilen glikol lebih rendah dari etilen glikol yaitu sebesar -51 C dan dapat diturunkan lagi hingga suhu -60 C dengan modifikasi konsentrasi (Ritter 2001). Kitosan juga diduga berikatan baik dengan propilen glikol sehingga gaya tarik menarik antara propilen glikol dan lapisan permukaan cukup kuat.

Kemampuan kitosan untuk membentuk gel lebih baik dari polimer lain seperti karaginan karena kitosan memiliki gugus karboksilat dan amina sehingga gel yang terbentuk lebih stabil (Rinaudo 2006). Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perbandingan viskositas antara campuran propilen glikol dan kitosan dengan campuran propilen glikol dan karagenan hasil penelitian Tye et al. (1987) pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik perbandingan viskositas campuran propilen glikol-kitosan dan propilen glikol-karagenan. 14,5 16,5 24,5 154,5 180 225 0 50 100 150 200 250 0,5 1,0 1,5 V is ko si ta s (c P ) Konsentrasi (%) Kitosan Karagenan

(36)

Hasil perbandingan memperlihatkan bahwa viskositas campuran propilen glikol dan kitosan 0,5 %; 1 % dan 1,5 % adalah 14,5 cP; 16,4 cP dan 24,5 cP. Sedangkan propilen glikol dan karagenan 0,5 %; 1 % dan 1,5 % adalah 154,5 cP; 180 cP dan 225 cP. Kitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya. Hal ini menyebabkan kitosan bermuatan positif yang berlawanan dengan polisakarida lainnya (Tang et al. 2007). Kitosan yang larut dalam asam mempunyai keunikan membentuk gel yang stabil dan mempunyai dua kutub, yaitu muatan negatif pada gugus hidroksil dan muatan positif pada gugus amina.

4.1.2. Berat bunga es

Berdasarkan Gambar 4 dapat juga dilihat bahwa berat awal bunga es yang terbentuk pada perlakuan A1 adalah 0,02 gram. Seiring dengan bertambahnya waktu maka berat bunga es yang terbentuk juga terus meningkat. Pada menit 120 yang merupakan akhir penelitian, berat bunga es yang terbentuk sebesar 0,14 gram. Pada perlakuan A2, berat awal bunga es yang terbentuk adalah 0,02 gram dan meningkat menjadi 0,06 gram setelah 120 menit. Pada perlakuan A3, berat awal bunga es yang terbentuk adalah 0,02 gram dan meningkat menjadi 0,05 gram setelah 120 menit. Pada perlakuan A4 berat awal bunga es yang terbentuk sebesar 0,02 gram dan meningkat menjadi 0,03 gram setelah 2 jam. Sedangkan untuk perlakuan A5 berat awal bunga es awal yang terbentuk tidak diketahui karena hingga 120 menit yang merupakan akhir dari penelitian tidak terjadi pembentukan bunga es pada lapisan permukaan plat aluminium. Semakin lama waktu penyimpanan maka berat bunga es yang terbentuk semakin besar.

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan yang ditambahkan ke dalam propilen glikol maka semakin sedikit jumlah bunga es yang terbentuk pada akhir penelitian. Adanya modifikasi kekentalan propilen glikol dengan menggunakan kitosan mampu menghambat pembentukan bunga es. Suatu bahan pengental dapat ditambahkan pada larutan berbasis glikol sehingga meningkatkan daya adhesi dari larutan tersebut (Tye et al. 1987).

Munculnya timbunan bunga es dapat terjadi bila holdovertime dari larutan anti-icing telah terlewati sehingga kemampuan dalam mencegah pembentukan

(37)

25

bunga es hilang (Beisswenger 2006). Timbunan bunga es mulai terbentuk pada suhu 0°C dan semakin lama akan semakin terakumulasi. Bunga es terbentuk karena adanya udara yang masuk ke dalam freezer atau ruangan yang memiliki suhu maksimal 0 °C. Untuk bisa menjadi bunga es udara tersebut membutuhkan media tumbuh baik mikroskopis seperti CO2 dan N2 maupun makroskopis seperti

besi sebagai tempat pembentukannya. Seiring dengan berjalannya waktu maka jumlah udara yang kemudian berubah menjadi bunga es akan semakin banyak (Brookes 2006). Rata-rata berat bunga es yang terbentuk selama 2 jam dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Berat rata-rata bunga es yang terbentuk akibat perlakuan anti-icing menggunakan campuran propilen glikol-kitosan dengan konsentrasi berbeda, propilen glikol tanpa kitosan dan kontrol.

4.2. Efektivitas Campuran Propilen Glikol dan Kitosan

Campuran propilen glikol dan kitosan dapat dikatakan efektif bila mampu menghambat pembentukan bunga es pada lapisan permukaan plat aluminium yang telah dilapisi. Parameter yang diamati adalah berat bunga es dan lama waktu penyimpanan dalam freezer. Diagram batang berat pembentukan bunga es pada plat aluminium dapat dilihat pada Gambar 8.

0,072 0,021 0,012 0,006 0 0.000 0.010 0.020 0.030 0.040 0.050 0.060 0.070 0.080

Kontrol Propilen glikol Propilen + kitosan 0,5 % propilen + kitosan 1 % Propilen + kitosan 1,5 % B e ra t ra ta -ra ta (gra m ) Larutan anti-icing 0,080 0,070 0,060 0,050 0,030 0,040 0,020 0,010 0 Propilen +

(38)

Gambar 8. Perbandingan rata-rata berat bunga es yang terbentuk akibat perlakuan propilen glikol dengan kitosan, propilen glikol tanpa kitosan dan kontrol.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa berat bunga es perlakuan B1 (propilen glikol dengan kitosan), B2 (propilen glikol tanpa kitosan) dan B3 (kontrol) yang terbentuk pada jam ke-8 adalah 0,80 gram; 1,05 gram dan 1,29 gram. Berat bunga es perlakuan B1, B2 dan B3 pada jam ke-16 adalah 1,02 gram; 1,60 gram dan 1,72 gram. Sedangkan untuk jam k-24 berat bunga es yang terbentuk pada perlakuan B1, B2 dan B3 adalah 2,89 gram; 3,12 gram dan 3,68 gram. Rendahnya berat es pada perlakuan B1 terjadi karena propilen glikol menurunkan titik beku pada lapisan permukaan plat aluminium. Mekanisme kerja propilen glikol adalah dengan cara menurunkan titik beku atau freezing point (Samuels et al. 2006). Propilen glikol menghalangi bergabungnya molekul-molekul air dalam proses pembekuan sehingga titik beku dari permukaan

plat aluminium yang disemprot dengan propilen glikol menjadi lebih rendah (Puspitasari 2009). Propilen glikol memiliki titik beku yang rendah yaitu -51 C dan dapat diturunkan lagi hingga suhu -60 C dengan modifikasi pengenceran (Ritter 2001). Selain itu penggunaan kitosan diduga mampu memperbaiki kekentalan dari propilen glikol sehingga menunda pembentukan bunga es. Adanya partikel terlarut dalam air akan menurunkan titik beku larutan tersebut, karena

0,80 1,02 2,89 1,05 1,60 3,12 1,29 1,72 3,68 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00

8 jam 16 jam 24 jam

B era t ra ta -ra ta (gra m ) Waktu (jam)

Propilen glikol + kitosan Propilen glikol Kontrol 3,00 2,50 2,00 1,5 0 1,0 0 0,05 0 4,00 3,50

(39)

27

pada peristiwa pembekuan molekul-molekul air yang akan bergabung terhalang oleh partikel terlarut.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian propilen glikol baik yang dicampur kitosan maupun yang tidak dicampur kitosan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 2). Hasil dari uji lanjut Beda Nyata Terkecil menunjukkan bahwa perlakuan B1 memberikan respon yang paling baik karena jumlah bunga es yang dihasilkan paling sedikit dan berbeda nyata dengan perlakuan B2 dan B3. Dengan uji BNT juga dapat diketahui bahwa perlakuan B2 berbeda nyata dengan B3 karena selisih nilai tengah perlakuan B2 dan B3 lebih besar dari nilai BNT sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan B2 dan B3 berbeda nyata terhadap pembentukan bunga es (Lampiran 3).

Adanya zat terlarut akan mengganggu gaya kohesif normal antar molekul air sehingga semakin sulit bagi molekul air untuk membentuk struktur kristal pada suhu pembekuan normal. Sulitnya suatu molekul air membentuk struktur kristal berakibat pada semakin rendahnya suhu yang dibutuhkan untuk penataan ulang struktur kristal pelarut dan terlarut (Puspitasari 2009). Kekentalan dari propilen glikol juga meningkat dengan penggunaan kitosan sehingga propilen glikol lebih lama bertahan pada permukaan yang disempotkan. Perlakuan propilen glikol dan kitosan menghasilkan bunga es dengan jumlah yang paling sedikit karena kitosan dapat memberikan pelapisan terhadap permukaan plat aluminium sehingga pembentukan bunga es dapat dihambat. Suatu bahan pengental dapat ditambahkan pada larutan berbasis glikol sehingga meningkatkan daya adhesi dari larutan tersebut (Tye et al. 1987).

Saat bahan pelapis ditempatkan pada permukaan suatu material maka akan terbentuk 2 gaya yang berbeda yaitu kohesi dan adhesi. Kohesi terjadi saat molekul dari bahan pelapis berinteraksi dengan molekul lain yang ada di dalam bahan pelapis tersebut, sedangkan adhesi terjadi saat molekul dari bahan pelapis berinteraksi dengan material yang dilapisinya. Besarnya gaya kohesi akan membuat daya lapis pada material semakin membesar dan mengurangi fleksibilitas dari lapisan film yang terbentuk. Sedangkan besar gaya adhesi dipengaruhi oleh afinitas elektrostatik antara pelapis dan bahan yang dilapisi (Guilbert dan Biquet 1996).

(40)

Berdasarkan hasil dari analisis ragam dapat diketahui bahwa lama waktu penyimpanan dalam freezer memberikan pengaruh yang nyata terhadap pembentukan bunga es (Lampiran 2). Hasil uji BNT untuk faktor lama waktu penyimpanan dalam freezer menunjukkan bahwa perlakuan C1 memiliki perbedaan yang nyata dengan perlakuan C2 dan perlakuan C3. Selisih nilai tengah perlakuan C1 dan C2 serta selisih nilai tengah perlakuan C1 dan C3 lebih besar dari nilai BNT. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan C1 memiliki perbedaan yang nyata dengan perlakuan C2 dan juga memiliki perbedaan yang nyata dengan perlakuan C3. Untuk perlakuan C2 dan C3, selisih nilai tengah perlakuan C2 dan C3 juga lebih besar dari nilai BNT sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan C2 dan C3 berbeda nyata terhadap pembentukan bunga es (Lampiran 3). Udara yang masuk ke dalam freezer membutuhkan suatu partikel yang berfungsi sebagai tempat pembentukan bunga es. Partikel tersebut dapat berukuran mikroskopis maupun makroskopis. Semakin lama udara tertahan di dalam freezer maka semakin banyak jumlah udara yang terbentuk menjadi bunga es dalam partikel tersebut (Brookes 2006).

Untuk interaksi antara pemberian larutan anti-icing dengan perbedaan waktu penyimpanan memperlihatkan bahwa interaksi pemberian propilen glikol dan kitosan dengan waktu penyimpanan dalam freezer tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pembentukan bunga es. Hal tersebut dapat terjadi diduga karena kemampuan propilen glikol dan kitosan hanya dalam menghambat pembentukan bunga es terbatas hingga 70 menit. Setelah melewati 70 menit bunga es akan terbentuk. Seiring dengan berjalannya waktu maka jumlah udara yang kemudian berubah menjadi bunga es akan semakin banyak (Brookes 2006).

(41)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Holdovertime perlakuan anti-icing menggunakan larutan propilen glikol dengan penambahan kitosan 0,5 %; 1 % dan 1,5 % adalah 70 menit, 90 menit dan lebih dari 120 menit. Holdovertime perlakuan propilen glikol tanpa kitosan adalah 50 menit dan holdovertime perlakuan tanpa pemberian larutan anti-icing adalah 0 menit. Perlakuan propilen glikol dengan penambahan larutan kitosan 0,5 % merupakan perlakuan yang terbaik dan perlu diuji efektivitasnya karena memiliki holdovertime paling lama dibandingkan perlakuan lain yang masuk dalam kisaran waktu 30-80 menit.

Efektivitas propilen glikol dan kitosan diukur berdasarkan berat bunga es yang terbentuk. Semakin sedikit bunga es maka semakin efektif penggunaan larutan propilen glikol dan kitosan untuk mencegah pembentukan bunga es. Berat bunga es yang dihasilkan dari perlakuan propilen glikol dengan penambahan kitosan 0,5 % pada jam ke-8, 16 dan 24 adalah 0,80 gram; 1,02 gram dan 2,89 gram. Perlakuan propilen glikol tanpa penambahan kitosan pada jam ke-8, 16 dan 24 menghasilkan bunga es dengan berat 1,05 gram; 1,60 gram dan 3,12 gram. Sedangkan berat bunga es yang terbentuk pada perlakuan kontrol (tanpa pemberian larutan anti-icing) jam ke-8, 16 dan 24 adalah 1,29 gram; 1,72 gram dan 3,68 gram. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa penambahan kitosan pada propilen glikol efektif mencegah pembentukan bunga es pada suatu lapisan permukaan.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya uji kekuatan penempelan larutan anti-icing pada lapisan plat aluminium dengan menggunakan blower kecepatan tinggi dengan putaran kipas lebih dari 2400 rpm. Tujuan penelitian tersebut untuk mengetahui batas kemampuan penempelan larutan anti-icing pada suatu lapisan permukaan. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian kadar BOD pada lingkungan perairan yang terpapar larutan anti-icing.

(42)

Angkasa Pura II. 2007. Laporan Tahunan 2007:Together We Build a Better Future. Jakarta : PT. Angkasa Pura II.

Anonymous. 2000. Air Cadets The Next Generation. Air Cadets Publication volume 1: History of Flight. Air Training Corps.

Anonymous. 2005. Propylene Glycol – Antifreeze Grade. Technical Bulletin 2021-1105. Huntsman Corporation.

Beisswenger A. 2006. Aircraft Deicing and Anti-icing Fluid Testing. Aircraft and Airfield Deicing and Stormwater Conference. Anti-icing Materials International Laboratory.

Bielefeldt AR, Illangasekare T, Uttecht M, LaPlante R. 2001. Biodegradation of propylene glycol and associated hydrodynamic effects in sand. Water Research 36 : 1707–1714.

Brooks M. 1999. Get a Grip on Genetics. London : The Ivy Press Limited.

European Aviation Safety Agency. 2008. Annual Safety Review 2008. Cologne : Safety Analysis and Research Department of European Aviation Safety Agency.

Guilbert S, Biquet B. 1996. Edible films and coatings. Dalam: G. Bureau and J. L. Multon (Ed). Food Packaging Technology. New York:VCH Publishers, Inc.

Internatioanal Civil Aviation Organization. 2008. Regional Report:APAC Reinforcing The Principles of Efficiency and Safety in An Unprecedented Era of Growth. Montreal : ICAO Kanada.

Jenkins R, Bassett DR, Lightfoot RH, Boluk MY. 1995. Aircraft anti-icing fluids. US Patent Issued on October 24, 1995

Jia YT, Gong J, Gu Xy, Kim HY, Dong J, Shen XY. 2007. Fabrication and characterization of polyvinyl alcohol/chitosan blend nanofibers produced by electrospinning method. Carbohydrate Polymers 67 : 403-409

Keyes, Daniel C. 2005. Toxicity, Ethylene Glycol. eMedicine. Retrieved on 2007-02-13.

Knorr D. 1982. Fungtional properties of chitin and chitosan. Journal of Food Science 48:36-41.

Gambar

Gambar 2. Struktur kimia kitin (1a) dan kitosan (1b) (Knorr 1982)
Gambar 3. Diagram alir penentuan holdovertime terbaik dan berat awal bunga es  yang terbentuk
Gambar 4. Diagram alir penentuan efektivitas perlakuan anti-icing propilen glikol  dengan penambahan kitosan
Gambar  5.  Grafik  holdovertime  dan  berat  bunga  es  akibat  berbagai  perlakuan  larutan  anti-icing  yang  dicobakan  (propilen  glikol  dengan  penambahan  kitosan,  propilen  glikol  tanpa  penambahan  kitosan  dan  kontrol atau tanpa pemberian lar
+6

Referensi

Dokumen terkait