• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dr. Ir. TATAG WIRANTO, MURP Perencana Kota, Yang Concern Pada Masyarakat Miskin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dr. Ir. TATAG WIRANTO, MURP Perencana Kota, Yang Concern Pada Masyarakat Miskin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Dr. Ir. TATAG WIRANTO, MURP

Perencana Kota, Yang Concern Pada Masyarakat Miskin

TATAG WIRANTO, lahir tahun 1953 di Kota Malang, Jawa Timur. Masa kecil dan remajanya, hingga lulus sekolah menengah atas dilaluinya di kota teduh itu. Pendidikan S1, Teknik Planologi, diselesaikannya di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1980, dengan skripsi berjudul: “ Pola Pengembangan Kegiatan Industri di Wilayah Surabaya dan Sekitarnya (Gerbangkertasusila).

Setelah selesai kuliah, Tatag mengabdikan diri sebagai dosen di almamaternya.

Namun kemudian, sejak 1987 dia memutuskan untuk mengawali karirnya sebagai PNS di Departemen Pekerjaan Umum dengan jabatan sebagai Kepala Seksi Perencanaan Jangka Panjang, Subdit Perencanaan Perkotaan. Sejak saat inilah awal perhatiannya pada masalah perkotaan, seperti lingkungan kumuh dan kemiskinan masyarakatnya dimulai.

Pada tahun 1991, Tatag melanjutkan pendidikan Urban and Regional Planning di University of Pittsburgh, USA, dan mendapatkan gelar Master pada tahun 1993. Tesis yang ditulisnya adalah masalah penurunan angka kemiskinan dengan judul: “ Evaluation of the Presidential Instruction Program: Impact to the Poverty Reduction in Indonesia”. Setelah menyelesaikan pendidikan ini, Tatag kembali mengabdikan diri di Departemen Pekerjaan Umum dengan jabatan sebagai Kepala Seksi Pembangunan Prasarana Kota Terpadu, Subdit Perencanaan Perkotaan. Sejak saat ini, perhatiannya yang sungguh-sungguh atas masalah perkotaan semakin menemukan bentuknya yang diimplementasikan dalam program-program bantuan pemerintah untuk lingkungan masyarakat miskin yang tinggal di Perkotaan.

Dalam rangka untuk lebih mengukuhkan peran dan kontribusinya dalam meningkatkan pembangunan masyarakat miskin di Indonesia, maka sejak tahun 1995 hingga tahun 2005, Tatag memutuskan untuk melanjutkan karirnya di Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Karirnya pada institusi ini dimulai dengan jabatan sebagai Kepala Bagian Pembangunan Desa Tertinggal dan Kawasan Khusus, Biro Pembangunan Daerah Tingkat II dan Perdesaan. Tahun demi tahun tanggungjawab yang dimanahkan pada Tatag semakin meningkat, hal ini sejalan dengan peningkatan jenjang karirnya pada institusi Bappenas ini. Jabatan terakhir yang dipegangnya yaitu sebagai Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Regional.

Sejak tahun 2005 hingga sekarang, Tatag mendapat panggilan tugas di Lembaga Institusi Pemerintah yang relatif masih baru, yaitu Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT), yang dibentuk pada era pemerintahan Presiden Gusdur. Pengabdiannya pada institusi ini masih seputar lingkup tugas yang sama, yaitu mengurusi daerah khusus yang terlingkupi didalamnya Kabupaten tertinggal. Jabatannya di KPDT dimulai sebagai Deputi Menteri Bidang Pembinaan Ekonomi & Dunia Usaha selama kurang lebih 3 tahun (2005-2008). Karena “track

record” Beliau yang panjang pada “dunia” masyarakat di Kabupaten-kabupaten tertinggal maka bukan sebuah

kebetulan kalau Pemerintah Indonesia, saat ini mempercayainya sebagai “komandan” dengan jabatan Deputi Menteri Bidang Pengembangan Daerah Khusus, KPDT. Dengan jabatan barunya ini, tentu tugas dan tanggung Tatag semakin berat, mengingat Kabupaten tertinggal di Indonesia masih lebih dari 50% ( 199 Kabupaten dari total 370 Kabupaten di Indonesia). Namun di tengah-tengah kesibukannya, Beliau masih sempat menyelesaikan pendidikan doktoralnya dalam bidang Kebijakan Publik dari Universitas Gajah Mada pada tahun 2008. Judul Tesisnya sangat terkait dengan bidang tugasnya saat ini, yaitu: “Kebijakan Pengembangan Wilayah di Indonesia: Transformasi Sosial-Ekonomi dan Lingkungan di Dalam Ruang Wilayah dan Kawasan”.

Dari hasil bincang-bincang kami dengan Beliau di kantor KPDT yang apik, kami mendapatkan kesan yang menarik bahwa betapapun beratnya tanggung jawab yang harus dipikulnya, maka seorang TATAG WIRANTO akan melaksanakannya dengan rendah hati serta percaya diri pada amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang saat ini diletakkan di pundaknya. Dengan integritas pendidikan dan profesionalismenya serta nasibnya yang terlahir sebagai “Arema” dengan sikap sportifitas, keterbukaan, serta humornya, maka masyarakat kabupaten tertinggal secara

(2)

2 khusus dan Pemerintah Indonesia secara umum, dapat meletakkan harapan pada tokoh kita yang satu ini untuk dapat melakukan perubahan signifikan dalam kontribusinya mengentaskan sebagian Kabupaten tertinggal di Indonesia. Semoga.

Pembaca BUTARU yang budiman, itulah latar belakang tokoh kita pada edisi ini dan masih banyak hal-hal menarik dari pribadi seorang TATAG WIRANTO, seorang perencana kota humanis, yang dapat kita “gali” dari hasil wawancara kami dengan beliau pada suatu senja menjelang magrib di akhir bulan Juni 2009.

Butaru : Kami telah membaca dari tulisan-tulisan Bapak, banyak sekali topiknya yang pro kemiskinan. Jadi pertama-tama, mungkin kami diijinkan untuk mengajukan pertanyaan yang sedikit pribadi. Sebenarnya bagaimana cerita awalnya, apa memang sejak dulu sudah ingin mengabdi pada Negara untuk menjadi pembela rakyat kecil atau memang hanya atas dasar jabatan secara kebetulan?

Tatag Wiranto : Jadi pertama memang pada saat saya di Dep.PU, itukan mengurusi perkotaan. Sebetulnya perkotaan itu ditujukan untuk meningkatkan kehidupan dan kualitas masyarakatnya. Jadi, apapun, kita harus kembali pada hakikatnya. Kita harus membangun dan memberdayakan masyarakat itu. Pejabat dan Negara pun tugasnya harus seperti itu. Nah …pada waktu itu kebetulan para planner belajar bagaimana menyiapkan suatu wilayah atau kawasan yang bisa membahagiakan rakyat, Hanya itu. Jadi kalau orang tinggal di suatu tempat bisa bahagia. Lhah ….. (diucapkan dengan logat jawanya) nyatanya ndak membahagiakan, nyatanya pindah ke tempat lain juga malah menyusahkan. Ada satu aktivitas di suatu daerah ternyata tidak menimbulkan kebahagiaan, hanya menyusahkan. Apa konsep bahagia itu? Suatu tempat yang membahagiakan. Karena pada seluruh aspek kehidupan itu, at the end adalah manusianya. Jadi manusianya itu harus bahagia. Kalo mau direduksi, bahagia apa kalo pendapatannya baik, bahagia apa kalo rumahnya baik , bahagia apa kalo pagi-pagi dia bangun tidur itu ada air. Ada lho yang bangun tidur cari air aja susah bahkan mau buang air besar gak bisa.

Butaru : sampai saat ini pak, sebagian wilayah kita masih seperti itu ?

Tatag Wiranto : iya sampai saat ini. Kemudian kalo dia sudah bangun mau berangkat kerja susah, cari pekerjaan itu susah, ada pekerjaan tapi jauh. Sekarang bukan soal itu, sekarang bagaimana kita menciptakan suatu kawasan, bagaimana kita menciptakan kemudahan buat orang. Tapi ini berkaitan dengan seluruh sistem ekonomi, sosial dan lingkungan. Saya selalu mengatakan bahwa Negara ini bertugas melakukan suatu pengarahan dari proses transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan didalam ruang yang menciptakan: pertama, pertumbuhan ekonomi; kedua, keserasian lingkungan; ketiga, keseimbangan perkembangan antar wilayah; dan keempat, keserasian dari perkembangan permukiman itu sendiri. Lhah ini membutuhkan suatu penataan ruang, penatagunaan tanah, penyiapan infrastruktur. Tapi kita lihat juga daya dukung dan daya tampungnya. Nah disini dalam konstektual prosesing ini ada sumber daya yang harus dimanfaatkan, yaitu manusia, lingkungan, sumber daya alam, menejemen, teknologi. Itu pokoknya. Nah kalo ini dijabarkan pada pelaku-pelaku, baik itu institusi, dia harus mengerti konsep ini. Sayangnya (…ini diucapkan sambil terkekeh-kekeh) Indonesia itu tidak bersatu tapi satu-satu. Jadi bekerja satu-satu…ya tidak bersatu. Oleh karena itu saya selalu bilang kalau misalnya kita bisa melakukan suatu proses sinkronisasi dengan satu base yang benar ya ….itu tadi transformasi social, ekonomi dan lingkungan, nah dijabarkan dari fungsi-fungsi pemerintah pusat , provinsi dan daerah. Kemudian masyarakat, pemerintah dan dunia usaha ini semua bergerak. Dan ini semua harus ada yang mengatur. Kalau ingin bernyanyi bagus dirijennya mesti bener dan mengerti nyanyiannya apa. Untuk lebih jelasnya konsep ini, dapat lihat diagram Urbanization yang saya buat.

Butaru : Dirijennya tadi mesti planner ya pak ?

Tatag Wiranto : bukan mesti planner tapi orang-orang atau institusi yang mengetahui the concept sampai ke detailnya. Katakanlah misalnya, mulai desain dari makro ekonomi, desain dari satu wilayah, desain dari suatu kawasan, desain dari suatu structure didalam kawasan termasuk DED dan construction nya, itukan mesti ada desainnya. Lhah …ini bagaimana, kadang-kadang PU sendiri bekerjanya juga sendiri-sendiri, masing-masing sesuai

(3)

3 Dirjennya. Karena institusi, terus dia punya patokan sendiri, punya kriteria sendiri, punya resources sendiri, akhirnya ya mengerjakan dengan resousces sendiri tanpa melihat yang lain. Ya ini suatu masalah. Kenapa ini semua bermuara pada manusia, lhah kita ini memang diciptakan. Semua yang diciptakan untuk membahagiakan manusia di dunia ini. Negara pun adalah memberikan hak-hak dasarnya kepada warga Negara. Kira-kira begitu. Konsep hak dasarnya tidak sama dari setiap orang. Hak dasar lho!! Hak dasar itu ada di UUD 45, sudah ada, jadi itu. Kalaupun tidak ada di UUD 45, di UUD Tuhan itu ada. Membahagiakan. TO MAKE EVERYBODY HAPPY, happiness. Butaru: Pak Tatag, tonggak ini yang mungkin mengawali bahwa Bapak committed pembangunan itu sebenarnya ujung titik dasarnya adalah bermula dari manusianya, memberdayakan manusianya ?

Tatag Wiranto : Iya. Itu suatu system. Suatu sistem yang memberikan kebahagian pada manusia. Sistem itu bisa dikerjakan oleh Pemerintah, swasta dan masyarakat itu sendiri. Tetapi kita lihat di dunia ada tiga mekanisme yang paling penting yaitu mekanisme pasar, mekanisme politik dan mekanisme swadaya. Didalam proses transformasi social, ekonomi dan lingkungan ada mekanismenya. Sekarang tinggal mem-Balance berbagai mekanisme-mekanisme ini yang menciptakan output dari bagaimana menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Masalahnya kita tidak pernah membuat system. Kelihatannya ada system tapi is not a system .

Butaru: Jadi sebenarnya dalam “kacamata” politik bapak, berkarir pertama di PU kemudian di Bappenas dan sekarang disini (KPDT) pusat perhatian Bapak tetap ya, bahwa pembangunan itu tergantung pada manusianya, dan bagaimana mengangkat harkat manusia pada nilai kemanusiannya.

Tatag Wiranto : Dan itulah, kadang-kadang kita lupa mengatakan kontekstual dari hubungan antara apa yang kita kerjakan dengan community empowerment. Ini yang paling mendasar. Saya waktu sekolah di Amerika dengan pak Iman Sudrajat jadi tahu kalau disana, nama badan perencanaan itu adalah community and local planning. Jadi bappedanya selalu mengerti tentang community. Jadi disana memang begitu. Dengan begini kita jadi tahu apakah pembangunan itu bisa merusak manusia atau membahagiakan manusia.

Butaru: Buletin Tata Ruang ini sudah masuk pada edisi 3 dan topiknya adalah daerah perbatasan, jadi pertanyaan kami adalah bagaimana keterkaitan masalah kawasan tertinggal dengan lebih fokus pada kawasan perbatasan? Tatag Wiranto : Jadi kalau dari kontekstual pengembangan wilayah, problem utama kita kan kesenjangan antar wilayah. Mengapa terjadi kesenjangan antar wilayah, karena mekanisme pasar itu kan berpihak pada tempat-tempat yang potensial sehingga dia menjadi pusat pertumbuhan. Karena distance atau jarak, mengakibatkan adanya perbedaan kesempatan antar tempat. Akibatnya ada satu spesialisasi dari kegiatan, maka semakin di pusat pertumbuhan itukan makin kompleks dan makin menjadi suatu potensi besar. Makanya terjadi aglomerasi ekonomi yang menciptakan terus bertumbuh akumulasi dari pertumbuhan itu sendiri. Sedangkan yang tertinggal semakin tertinggal. Itu karena distance. Itu alamiah. Tapi buat pemerintah yang paling penting adalah mengurangi kesenjangan. Mengurangi kesenjangan itu, kita harus melihat satu pendekatan lagi, yaitu manusianya. Manusia itu di daerah tertinggal maupun tidak tertinggal, di Pusat maupun yang jauh, dia harus punya kapasitas yang sama, kalau pun dia tidak punya kesempatan yang sama paling tidak kapasitasnya yang sama.

Butaru: Maksud Bapak, sumber daya alamnya boleh tidak sama tapi kapasitas sumber daya manusianya harus sama?

Tatag Wiranto : iya dengan itu dia bisa punya suatu inovasi. Oleh karena itu kenapa tiba-tiba timbul didaerah tertentu muncul kesempatan baru, karena potensinya dan karena manusianya. Nah ini membuka suatu kesempatan dimana satu daerah semakin tumbuh seperti halnya contoh, tapi sayangnya karena tidak ditempati orang Indonesia, di TIMIKA tiba-tiba disana dipakai investasi besar, maka tumbuh dia, malah bikin kota yang bagus sekali, tapi rakyatnya tidak ikut, karena memang prosesnya dilakukan oleh orang luar. Tapi sebaiknya suatu saat nanti potensi lokal itu di manfaatkan oleh orang lokal atau oleh orang Indonesia paling tidak, tapi dengan institusi yang berkembang karena

(4)

4 kemampuan manusianya. Oleh karena itu ada tiga masalah, yang pertama mengenai institusinya, yang kedua mengenai infrastruktur dan yang ketiga investment, udah itu ngga bisa lepas. Mengapa daerah itu bisa tumbuh atau tidak, institusi, infrastruktur, investment.

Butaru: Apakah itu berurutan pak ?

Tatag Wiranto : yang pertama itu institusi, jadi dia mampu menggerakkan. Infrastruktur dan investment itu bisa menyatu. Tetapi infrasturktur dulu juga bagus baru investor masuk. Kebanyakan seperti itu. Tapi ada juga investor masuk semua di bongkar, semua baru, itu bisa. Tapi itu kalau dalam keadaan normal.

Butaru: Kasus yang terakhir banyak terjadi di Indonesia timur ya pak, seperti Timika itu ya pak ?

Tatag Wiranto : Tetapi mereka institusinya hanya berkembang pada kontekstual Freeport tidak sampai kemasyarakat. Oleh karena itu ada gap. Ada local gap, juga ada gap didalam suatu region antara timika dengan daerah lain. Nah daerah perbatasan dinegara manapun itukan pasti ada batas, batas wilayah. Kebetulan structure dari geografi kita dan structure dari sejarah pertumbuhan wilayah kita itu kan di Jawa. Diluar Jawa tidak berkembang. Karena dari dulu investment, infrastructure dan institusi itu kan mulainya di Jawa. Siapa yang melakukan itu, ya .... yang melakukan itu Belanda, penjajah. Nah sekarang bagaimana dengan daerah-daerah kita diluar jawa, karena di grafik ekonomi itu selalu menimbulkan perbedaan-perbedaan perkembangan dalam arti kata perbedaan kesejahteraan. Oleh karena itu daerah-daerah tertinggal angka kemiskinannya tinggi. Banyak orang miskin yang kesejahteraannya juga rendah meskipun didaerah majupun ada orang miskin.

Butaru: Kalau daerah perbatasan kita itu rata-rata di katagorikan daerah tertinggal ya pak ?

Tatag Wiranto : dari 26 kabupaten tertinggal di perbatasan, kecuali Batam. Tapi kalau kita ambil contoh perbatasan yang paling menarik itu di Nunukan, kalau misalnya di Papua nggak dramatis karena hampir sama, kan podo irenge (ha .. ha...ha ). Kembali lagi pada kemampuan institusi kita itu tidak menghargai tanah, ada tanah ya didiemim saja. Coba kita lihat di Singapore setiap jengkal tanah itu emas, tidak ada yang tidak ada gunanya dan jadi menarik. Saya lihat disatu spot, tumbuhnya rumputnya, komposisi dari tanamannya, komposisi dari pedestrian pada landscape disekitarnya, oleh karenanya arsitek itu penting. Tapi masalahnya kenapa kita tidak bisa melakukan itu. Ini satu tingkat dimana kemampuan dari Negara ini, tapi ada hasilnya dari para arsitek yang membuat kota-kota yang bagus, banyak sekali. Saya punya satu analisis, Negara yang pendapatan perkapitanya dibawah 3.500 USD (Indonesia 1.730 USD) kemampuan untuk melakukan pemerataan kesejahteraan dan pemerataan perkembangan wilayah masih bahaya dalam tanda kutip, negara itu belum bisa karena kemiskinan masih tinggi. Tapi kalau income perkapitanya diatas 3.500 sampai 10.000 USD, negara itu baru bisa melakukannya, seperti Malaysia dan Singapore sudah masuk kategori ini. Dan Negara yang pendapatan perkapitanya 10.000 sampai dengan 45.000 USD, sudah seperti Jerman dan Amerika, disana walaupun ada kesenjangan antar wilayah tapi tidak terlalu jauh, karena setiap orang dimana pun kapasitasnya sama, hanya berbeda komposisi dari kondisi geografisnya dan potensi-potensi lain. Tapi tetap saja namanya New York dengan Maryland dan Ohio, ditengah-tengahnya pasti ada daerah yang kurang berkembang, itu pasti, tapi rata-rata dimana-mana kapasitasnya sama. Kalau kita bertemu dengan orang Amerika yang ada di daerah itu dengan orang Amerika yang berada di London dan New York, itu kapasitasnya sama. Coba kalau disini, orang Jakarta dengan orang Wamena, itu jauh banget beda kapasitasnya.

Butaru: Tidak usah jauh-jauh pak, orang Jawa dengan orang Sumatra saja pak, itu sudah jauh pak. Dulu kan sekolah saya di Palembang, yang termasuk top dengan fasilitasnya yang sudah bagus, tapi kalau dibandingkan dengan sekolah lain yang bukan di kota besar di Pulau Jawa, itu ternyata sama pak?

Tatag Wiranto : Lhah yaitu masalahnya. Jadi basic neccesitynya tidak sama. Makanya Pemerintah yo harus melakukan itu. Jadi PU itu kalau orang desa diberi fasilitas orang desa, ya desa saja, dengan orang kota dibedain yaitu aja yang deket-deket contohnya, standardnya dibedaiin, ya... nggak boleh dibedain, orang desa dengan orang

(5)

5 kota ya harus sama fasilitasnya. Kalau dia buka kran ya buka kran, kan gitu. Tapi merubah ini susah, yang pertama air, tugasnya PU, yang kedua kalau bikin jalan desa, ya udah pake tanah lempung atau makadam sajalah, ya ... dibedaiin begitu, akibatnya perbedaan antara desa dan kota semakin jauh. Ini ada cara pandang yang beda, jadi ada

gap beberapa masalah, yang pertama orang desa itu kemampuannya rendah tapi kita ngga boleh nge-treat seperti

itu, ya... kalau namanya basic need itu sama, nggak perkara karena dia miskin atau kaya.

Butaru : Jadi antara kemampuan manusia dan lingkungan atau dengan pembangunan fisik itu sebenarnya bisa saling sinergi, maksudnya mungkin dia bisa membangun SDM nya dulu, kemudian lingkungannya juga mengikuti atau dia di pacu dari awalnya pembangunan fisik lingkungan dulu lalu manusianya mengikuti. Ini maksudnya agar semua aspek bisa sejalan.

Tatag Wiranto : Jadi ini makanya yang saya sebut transformasi harus di direct, hanya treatment nya saja yang beda, tapi kalau basic need nya sama , desainnya sama. Kalau di Amerika, kampung di desa dan kampung di kota sama, ya...karena apa, karena kemampuan pemerintahnya sudah bagus, income perkapitanya sudah naik, GDP perkapitanya juga tinggi, sehingga goverment expenditure nya juga bagus. Negara-negara yang sudah mampu menciptakan pemerataan, prosentase goverment spending terhadap GDP nya diatas 30%, seperti Amerika, sudah 58%, sedangkan Indonesia kira-kira baru 17%. Oleh karena itu posisi PU memang sulit, mau tarik kesana, disini kurang. That’s why Pemerintah harus meningkatkan kapasitasnya dan harus smart untuk meningkatkan income supaya Goverment spending nya bagus. Tetapi memang pertumbuhan ekonominya harus dipacu. Dipacu dengan

invesment. Nah invesment yang bagaimana yang sampai ke bawah, kalau di atas-atas saja ya repot. Apa ya bisa

kalau invesment di Jakarta saja?

Oleh karena itu didalam pengembangan wilayah, bagusnya kita punya satu perhatian, untuk mengadakan balancing perkembangan antar wilayah dan balancing perkembangan antara kota dan desa. Tapi ini memerlukan banyak hal. Kadang-kadang orang tanya mana duluan, kita masuk dari mana entry point nya. Ini suatu masalah, tapi ini hanya soal pilihan. Kita membangun dari yang lemah, jadi memampukan orang yang lemah dulu. Kalau yang kaya itu, bagaimanapun juga dia, akibat dari perkembangan apapun dia tetap bisa menikmati. Karena pertama sumberdaya ada, jadi dalam pikiran orang, kalau membangun kota ya pasti sudah lebih baik, ya begitu.

Butaru : Pak kalau kita melihat kondisi Indonesia sekarang ini, kira-kira perbandingan wilayah kab/kota yang tertinggal dengan yang tidak tertinggal itu ada berapa pak ?

Tatag Wiranto : dari total 370 Kabupaten, 199 Kabupaten tertinggal. Kemudian dari total 6.131 Kecamatan, yang tertinggal itu 2.400, dan dari total 73.405 desa dan kelurahan, yang 32.000 desa tertinggal.

Butaru : Tadi bapak mengatakan miskin dan tertinggal itu ada perbedaannya. Bedanya apa pak?

Tatag Wiranto : kalau tertinggal itu dilihat dari konteks wilayahnya sedangkan kalau miskin itu lebih kepada manusianya, jumlah jiwanya. Memang kalau tertinggal dan miskin itu punya perspektif yang beda. Kadang daerah tertinggal orangnya tidak terlalu miskin, tetapi pada umumnya daerah yang tertinggal banyak orang miskin.

Butaru : Termasuk daerah perbatasannya pak?

Tatag Wiranto : iya, tapi ada lho orang yang hidup di daerah tertinggal tapi bisa makan enak, karena dia sudah menyatu dengan daerah itu, dia menikmati apa yang ada disitu. Cari ikan gampang mau makan ikan, tinggal bakar. Malam juga nggak ada yang mengganggu. Tidak bisa berkembang ini. Lhah ini apakah mereka bahagia. Orang Jakarta itu kadang-kadang kita lihat kaya tapi nggak bahagia.

Butaru : mungkin orang kaya banyak yang dipikirin pak. (ha ha ha ha...kami dan pak Tatag pun tertawa bersama sebagai bukti kalau kami adalah orang-orang yang bahagia)

(6)

6 Butaru : kemudian pak kita bahas kawasan perbatasan, peran penting apa yang bisa dimainkan daerah hinterland nya?

Tatag Wiranto : perbatasan itu kita lihat secara menyeluruh di skala kabupaten. Kan ada 25 kabupaten tapi juga kita lihat kecamatan-kecamatan yang berhadapan langsung dengan perbatasan. Kita harus lihat dari pendekatan security dan prosperity. Kalau kita lihat dari pendekatan security ya tentu pengamanan batas dan paling penting sekarang itu mengenai patok. Perjanjian-perjanjian mengenai kesepakatan batas, ini untuk menjaga teritori, ini aspek security. Kelemahan sekarang adalah mengenai kapasitas, pemerintah dan masyarakat juga, sehingga kita disogok, oleh karena itu rakyat di ikut sertakan, ini pendekatan prosperity. Kalau prosperity bagus, mereka menjadi berdaya. Tapi masalahnya bukan hanya itu saja, karena yang namanya negara yang ingin mencaplok kemungkinan besar ada. Seperti contohnya Malaysia. Kalau memang kecamatan-kecamatan itu mau dibangun, pertama, saya melihat secara sistemik, jadi mereka mendapat income yang bagus kalau sistem ekonomi lokal bagus, infrastruktur bagus, institusi bagus, invesment cukup, rata-rata orang nggak mau invest disana. Jadi ya nggak ada apa apanya. Persoalan itulah yang harus diatasi, disana harus ada pemenuhan hak hidup yang layak, yang kedua dibantu pelayanan sosial dasarnya dengan pelayanan khusus karena di perbatasan. Karena kita image nya jelek kalau Indonesia masyarakatnya yang di perbatasan terlantar, kalau yang terlantar di Jakarta nggak apa-apa (ha...ha...ha). Karena kalau terlantar di perbatasan itu suaranya keras.

Butaru : Kemudian begini pak, kalau kita lihat kewenangan untuk pembangunan kawasan perbatasan sebagai KSN kan ada pada Pemerintah, jadi siapakah yang harus banyak berperan disini?

Tatag Wiranto : dulu kan tidak ada yg menangani kawasan perbatasan secara terkoordinasi . Oleh karena itu kami (KPDT), dengan pendekatan daerah itu sebagai kawasan tertinggal, akhirnya kami maju kedepan. Nah ini mengelola dan mengkoordinasikan pembangunan daerah perbatasan dari prespektif ketertinggalan. Karena itu posisi yang penting. Sementara itu Departemen Hankam atau Polhukam mengkoordinasikan soal security termasuk perjanjian lintas batas dan lain-lain. Itu sudah normal. Yang jadi masalah itu perhatian untuk mengangkat masyarakat ini dari segi prosperity nya tidak terkoordinasi. Dari satu sisi Pemdanya tidak mampu, karena daerah tertinggal semua ya memang begitu. Nah kita kan menggunakan pendekatan, mengapa membangun daerah tertinggal. Ya karena dia memberikan capacity kepada Pemerintah daerah tertinggal. Pertama meningkatkan capacity supaya dia bisa membangun masyarakatnya, kedua membangun ekonominya dan ketiga membangun kawasannya, jadi ada tiga masalah. Nah ini approach kawasan menjadi penting. Nah daerah tertinggal dan daerah perbatasan sama bu. Kami bisa membangun sekolah-sekolah, tapi tidak membangun kawasan dan infrastruktur karena tidak sustain dan tidak menimbulkan impact kepada ekonomi. Nah ini kan tugasnya PU, pertanian, perkebunan. KPDT hanya mengkoordinasikan saja karena kebetulan yang mengkoordinasi ngerti. Kalau yang mengkoordinasi nggak ngerti ya tidak jalan.

Butaru : Lalu pak, untuk kebijakan program pembangunan kawasan perbatasan itu penggagas pertamanya siapa pak ?

Tatag Wiranto : sekarang KPDT. Koordinasi kebijakannya ada di KPDT sekarang. Nanti akan dipindahkan menjadi Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan. Sekarang sedang dalam proses pembentukannya. Nanti disana unsur-unsur yang penting akan lebih dikelola seperti soal tata ruang. Tata ruang kawasan perbatasan itu penting, karena

base nya ada disana. Tapi tata ruang yg seperti apa, nah ini harus dilihat konsep ekonomi dibalik tata ruangnya apa

dan konsep security nya. Tapi kalau menurut saya kembali lagi ke konsep penataan ruang for the people.

Butaru : Kemudian pak, penanganan kawasan perbatasan pada era sebelum otonomi dengan era sesudah otonomi apakah ada perbedaannya ?

Tatag Wiranto : kalau menurut saya ada potensi peningkatan capacity dari pemda karena otonomi, tapi tidak cukup, karena begitu beratnya masalah perbatasan dari segi tugas pokok dan fungsi dari pemda itu sendiri kalau dari segi

(7)

7

security. Tapi kalau dari segi sosial ekonomi sebenarnya dia bisa tapi tidak cukup juga. Jadi ini masih ada masalah,

oleh karena itu dalam penanganan darurat kami adakan Inpres khusus mengenai bantuan kepada Pemerintah Kabupaten yang menangani perbatasan. DAK itu uang tambahan untuk pemda yang akan digunakan untuk mengelola perbatasan.

Butaru : Programnya harus dari pemda itu sendiri pak ?

Tatag Wiranto : iya harus dari mereka. Kami hanya men-direct. Mereka harus koordinasi dengan pusat dan daerah. Yang paling penting DAK adalah untuk infrastruktur.

Butaru : Pak, sebenarnya kalau perbatasan ingin dijadikan beranda depan negara, itu bagaimana konsepnya ? Tatag Wiranto : karena konsep itu harus ditangani melalui pendekatan kawasan maka kita harus mampu merekayasa approach jangka panjang antar kawasan. Ini yang paling penting. Contohnya perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan itu wajahnya beda. Mereka punya imajinasi berbeda. Mereka punya image. Nah ini butuh desain. Jadi kita tidak bisa approach nya seperti membangun rusunawa yang kemudian tidak dihuni, kosong. Membangun kawasan itu harus punya jiwa, harus hidup. Hidup karena apa, karena ada produksi dan produksi itu dijual. Jadi ada

economic activities, jadi dia sustain, itu nyawanya. Itulah yang namanya economic perspektif dalam spasial, jadi

bukan hanya dalam gambar. Tapi intinya satu, membangun economic activities ini yang harus diatur lebih dulu. Butaru : Bapak sebagai pendiri Komite Kemiskinan, bagaimana awal ceritanya keterlibatan disana?

Tatag Wiranto : Iya, saya yang membidani. Pertama memang pemerintah waktu itu meyiapkan suatu kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan karena, kan semua tidak muncul tiba-tiba ada sebabnya karena bahwa tingkat kesejahtraan antara masyarakat semakin senjang pada jamannya pa harto, meskipun sebetulnya membaik tapi senjang. Lalu timbul protes kenapa masih banyak masyarakat yang miskin, akhirnya kita bentuk IDT, bukan desa miskin, tapi INPRES DESA TERTINGGAL, fokus pada desa yang miskin-miskin. Nah dari situ langsung tembak, apa sih yang kongkrit. Ya udah setiap desa dapat 20 juta karena konsep pada waktu itu begitu, ini konsepnya Pak Mubiyarto. Lalu kita menambahkan infrastruktur, lalu ditambahkan juga community empowerment nya, pemberdayaan masyarakatnya. Sekarang jadi PNPM mandiri.

Butaru : Bapak juga sebagai Chairman of Board dari Indonesia Institute for Disaster Preparedness (IIDP)

Tatag Wiranto : Itu kebetulan bu, itu kan soal disaster. Jadi pada waktu itu memang kemiskinan, ketertinggalan dan keterpurukan biasanya terkena pada masyarakat yang terkena bencana. Jadi pertama yang kemiskinan memang tugas Pemerintah, harus menghapus kemiskinan, melindungi UU. Lalu kita membentuk Komite penanggulangan kemiskinan, kenapa?, kembali lagi pada kasus daerah perbatasan tadi. Semuanya ngomong kemiskinan tapi nggak nyampe-nyampe ke orang miskin.

Butaru : Sebenarnya apa hubungan antara Komite Kemiskinan dengan IIDP?

Tatag Wiranto : Itu beda. Kalau Komite Kemiskinan ini struktural, menangani kemiskinan secara struktural. Kalau IIDP itu menangani miskin karena bencana. Itu temporer, tapi bencana jangan terus-terusan bencana bu, jadi kalau ada bencana kita sudah siap, institusinya siap, masyarakatnya siap, dan dulu belum dibentuk Badan Koordinasi Bencana Nasional.

Butaru : jadi sekarang dengan adanya bakornas pak?

Tatag Wiranto : ya saingan... (ha...ha...ha), iya nggak lah, ini swasta/yayasan kok. Dulu itu kita kumpulkan

(8)

8 diketahui manusia dan pengetahuan manusia itu dikumpulin, kalau di pengembangan wilayah itu seperti URDI. Jadi pada saat dia jadi pejabat datanya masih ada. Saya pernah mengalami, kalau orangnya pergi ya datanya hilang, mudah-mudahan di PU ada di perpustakaan Tata Ruang. Kalau dibidang ilmu lain bagus, seperti geologi itu gedungnya besar dan bagus sekali. Sekarang saya tanya kalau buku-buku tata ruang mudah nggak dapetnya? Butaru : iya kalau sekarang kan kawasan perbatasan dijadikan beranda belakang bagi Kabupatennya, mengapa tidak bisa dijadikan beranda depan ?

Tatag Wiranto : Tentu bisa. Dari 25 perbatasan, kita buat saja entry tiga kali 25, kita membangun 75 entry. Makanya saya bilang ke PU mbok mbanguno (yang ini asli logat jawanya) 75 entry sing apik, dibikinnya harus bagus. Tempat-tempat atau spot-spotnya itu terus di teliti sama tata ruang. Kalau ini di fungsikan sebagai ruang tamu ya buatlah menurut standar ruang tamu seperti apa, jangan buat standard gudang (yang ini dikatakan sambil tertawa lepas). Ini perlu inovasi. Fungsi-fungsi di dalam daerah-daerah itu apa, kemudian kalau mau di tata, kira-kira kayak apa nyulapnya, ya kalau kita perhatikan sekarang tidak ada perencanaan yang benar, ada aja satu bikin pendopo, satu bikin itu, tapi nggak punya image, itu pakai desain mestinya. Saya pernah bilang sama pak Iman buatkan 1 model lalu buat sebanyak 78, paling banter cuma 4 miliar, kalau kita bangun 5 tahun, selesai. Perbatasan Indonesia kelihatan bagus... itu yang penting...dan harus diisi jiwanya. Kawasan itu harus ada jiwa dan nyawanya, yaitu dengan fungsinya kawasan itu. Kadang-kadang kita tahu fungsinya, tapi nggak diisi jiwa dan nyawanya.

Butaru : Dari hasil jalan-jalan bapak ke Negara lain, sebenarnya perbatasan di Negara kita yang Bapak impikan seperti apa?

Tatag Wiranto: yang pertama kan kita lihat tempatnya di posisi strategis yang dia bisa memandang bahwa kita itu punya tempat yang sesuai dengan fungsinya. Pertama itu, fungsinya dulu. Kalau misalnya volume transaksi ekonominya itu besar, bikinkan pasar yang baik. Semua fungsi harus di wadahi dengan baik. Kita itu lepas dari permasalahan disini. Kalau perencana itu harus membuat gedung yang baik, kemudian merancang. Ini yang harus dilakukan day to day . Kemudian waktu proses membangunnya juga harus dilihat dari keadaan dinamika yang ada. Mendesain yang seperti inilah yang penting.

Butaru : Ini yang terakhir pak, setelah dari KPDT, masih ada kemungkinan ditugaskan ke tempat lain atau mau kembali ke PU pak?

Tatag Wiranto : Ha..ha..ha, yang penting kalau dari background saya adalah menata institusi. Kedua, dari segi pengerahan sumber dana dan infrastruktur. Kita ini ngomong begini kalau tidak ada duit, omong kosong. Terserah tempatnya dimana saja, monggo, gak masalah.

(9)

9

THE DIRIGENT IN ACTION

(10)

Referensi

Dokumen terkait