• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanakkanak,"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya, akan mengalami banyak perubahan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, masa lansia, sampai pada kematian. Diantara masa-masa tersebut ada masa yang disebut dewasa awal. Individu dewasa awal adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan dewasa lainnya (Hurlock, 1990).

Individu pada masa dewasa awal beranjak dari masa-masa sekolah yang masih bergantung pada orang tua ke masa mencari pekerjaan dan mandiri secara financial, selain mencari pekerjaan, individu dewasa awal juga mempunyai tugas perkembangan lainnya yaitu membentuk kehidupan sosialnya. Individu dewasa awal dapat memilih untuk tetap single (tidak menikah), tinggal dengan pasangan dengan pernikahan yang sah atau pernikahan yang tidak sah (cohabitation), tinggal dan hidup dengan pasangan dari jenis kelamin yang sama (gay dan lesbian) atau berbeda, bercerai, menikah lagi setelah perceraian, menjadi orang tua tunggal, atau tinggal tanpa anak; pilihan individu mudah berubah selama periode masa dewasa (Papalia, Olds & Feldman, 2007).

Individu masa dewasa awal yang telah mendapatkan pekerjaan dan mulai merancang perekonomian juga perlu memasuki kehidupan pernikahan dan diikuti dengan rencana memiliki keturunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Havighurst bahwa tugas perkembangan yang menjadi karakteristik masa dewasa awal adalah

(2)

mulai memilih pasangan hidup dan mulai menikah (Hurlock, 1990). Hurlock (1990) juga menyatakan bahwa tugas-tugas yang berkaitan dengan pekerjaan dan kehidupan keluarga merupakan tugas yang sangat banyak, sangat penting dan sangat sulit diatasi.

Pernikahan dan keluarga memberikan motivasi serta beban bagi individu masa dewasa awal untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan agar mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Pendidikan dan perkembangan dunia pekerjaan yang semakin maju membuat pria dan wanita sama-sama mempunyai kesempatan untuk mengembangkan karir dan pekerjaan. Sejak semakin banyak wanita yang bekerja dan mempunyai pendidikan yang tinggi, secara alami juga menghasilkan pasangan dengan karir yang berbeda (dual-career couples)(Sarah Muterko, 2007). Kesempatan karir yang sama bagi wanita tampak dari wawancara yang dilakukan terhadap Ninna (bukan nama sebenarnya), 26 tahun yang bekerja di salah satu bank di kota Medan yang menyatakan bahwa:

”Zaman sekarang sudah banyak wanita yang bekerja, apalagi yang berpendidikan tinggi, sayang dong kalo pendidikannya ga digunakan.... Meskipun sudah berkeluarga, wanita sekarang juga tetap bisa bekerja, suami saya pun tidak keberatan kok kalo saya tetap bekerja...”

(Komunikasi Personal, 26 Oktober 2008)

Kesempatan bekerja dan berkarir bagi wanita memberikan kemungkinan untuk menemukan pasangan suami istri yang sama-sama menjalani kehidupan karir bersamaan dengan kehidupan keluarga. Pria dan wanita pada dewasa awal yang telah menikah mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga membuat pasangan tersebut semakin giat untuk mendapatkan pekerjaan

(3)

yang lebih baik.

Pekerjaan dan penghasilan mempengaruhi kehidupan keluarga sehingga memunculkan beberapa bentuk kehidupan keluarga dengan pasangan yang bekerja misalnya pasangan yang lebih mementingkan karir, sehingga tidak begitu memperhatikan kehidupan keluarga, akhirnya kehidupan keluarga pun menjadi terancam kemudian berakhir pada perceraian. Ada pasangan yang mementingkan kehidupan keluarga, sehingga salah satu dari pasangan itu, baik suami atau istri rela meninggalkan pekerjaan untuk mengurusi kehidupan keluarga. Ada juga pasangan yang sama-sama mementingkan kehidupan karir dan keluarganya, dimana suami dan istri sama-sama mempunyai pekerjaan, namun tetap memperhatikan keluarganya. Pasangan suami istri yang mengembangkan karir mereka pada saat yang bersamaan dalam suatu pernikahan disebut sebagai

dual-career couples.

Ada beberapa hal yang menguntungkan dalam kehidupan pasangan

dual-career misalnya dukungan emosional dari pasangan ketika salah satu pasangan

mempunyai masalah, karir istri dan suami sama-sama membantu menguatkan keuangan keluarga. Selain menguntungkan, kehidupan keluarga dual-career juga mempunyai kerugian misalnya kurang fleksibelnya waktu bekerja sehingga mengganggu acara keluarga ataupun kadang-kadang acara keluarga mengganggu waktu kerja.

Ada juga beberapa hal yang sekaligus memberikan keuntungan dan kerugian dalam kehidupan keluarga dual-career misalnya pembagian pekerjaan

(4)

rumah dan letak geografis. Pembagian pekerjaan rumah dirasakan sebagai keuntungan ketika pembagian tugas yang sama dalam menyelesaikan pekerjaan rumah sehingga pasangan tidak merasa memiliki pekerjaan yang lebih berat dari pasangan lainnya karena harus mengurusi rumah selain pekerjaan. Pembagian tugas pekerjaan rumah dirasakan sebagai hal yang merugikan yaitu pembagian tugas rumah yang tidak merata sehingga menyebabkan salah satu pasangan umumnya istri merasa bahwa suami menghambat perkembangan karirnya dengan tidak bersedia membantu menyelesaikan pekerjaan rumah.

Letak geografis penempatan pekerjaan juga dapat mendukung atau bahkan mempersulit keadaan pasangan dual-career. Dunia pekerjaan saat ini semakin dipengaruhi oleh proses globalisasi dan berbagai aktivitas pekerjaan yang tidak dibatasi oleh letak geografis suatu wilayah (Gustafson, 2006). Beberapa pekerjaan menempatkan individu dekat dengan tempat tinggal dan keluarganya, namun ada juga pekerjaan yang menempatkan individu jauh dari tempat tinggal dan keluarga. Kesempatan karir bagi wanita yang semakin tinggi dan adanya kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan di satu daerah geografis menyebabkan munculnya konflik untuk memilih karir mana yang harus didahulukan (Anderson,1992 dalam Rhodes, 2002). Konflik karena penempatan kerja di lokasi berbeda dirasakan oleh Desi (bukan nama sebenarnya), 24 tahun seorang pegawai swasta yang tengah memasuki masa pra-nikah dengan calon suaminya yang bekerja di salah satu perusahaan swata di Pekan Baru menyatakan bahwa:

”Calon suami saya berharap setelah kami menikah nantinya saya akan ikut pindah, sedangkan Bos saya di sini berharap saya tetap bekerja. saya cukup menikmati pekerjaan saya yang sekarang ini tapi selama ini saya dan pacar

(5)

saya berpacaran jarak jauh, kami sudah bosan dengan keadaan seperti ini, jadi saya akhirnya juga setuju aja kalo sudah nikah saya akan pindah ke tempat dia....”

(Komunikasi Personal, 27 Oktober, 2008)

Bagi individu yang sedang mengejar karir, konflik untuk memilih karir atau keluarga mungkin menjadi tantangan yang berat, apakah berhenti dari pekerjaan, atau mengambil kesempatan tersebut untuk memperoleh tingkatan karir yang lebih tinggi. Idealnya, tentu saja mencari pekerjaan yang menempatkan kedua pasangan pada satu wilayah, namun kenyataannya belum tentu pasangan

dual-career dapat memilih penempatan pekerjaan jika penempatan kerja di

wilayah lain memberikan keuntungan bagi karir pasangan.

Salah satu solusi tradisional adalah salah satu pasangan, khususnya istri, atau bahkan kedua pasangan untuk memilih dan mencari pekerjaan yang kurang menarik supaya dapat tetap tinggal dalam satu rumah (Anderson & Spruill,1993 dalam Rhodes, 2002). Pada keluarga yang menganut peran yang tradisional, biasanya karir suami dianggap lebih penting daripada karir istri sehingga istri harus mengikuti suami untuk pindah ke wilayah lain. Hal ini seperti yang terungkap dalam wawancara yang dilakukan dengan Desi (bukan nama sebenarnya), 24 tahun seorang pegawai swasta yang tengah memasuki masa pra-nikah dengan calon suaminya yang bekerja di salah satu perusahaan swata di Pekan Baru menyatakan bahwa:

”Calon suami saya berharap setelah kami menikah nantinya saya akan ikut pindah. Bos saya di sini berharap saya tetap bekerja, selama ini saya dan pacar saya berpacaran jarak jauh, saya pun sudah bosan dengan keadaan seperti ini, jadi saya akhirnya juga setuju aja kalo sudah nikah saya akan

(6)

pindah ke tempat dia....”

(Komunikasi Personal, 27 Oktober, 2008)

Pasangan dual-career mungkin dapat berusaha menghindari perpisahan dengan ikut berpindah, namun kenyataannya sangat sulit bagi pasangan untuk mendapatkan posisi karir yang sama atau lebih baik dalam satu lokasi yang sama. Solusi lain yang lebih modern yaitu dengan mengadopsi pola hidup pernikahan jarak jauh dan tinggal di dua daerah yang terpisah (Taylor & Lounsbury, 1988 dalam Rhodes, 2002). Salah satu dari pasangan meninggalkan rumah, pindah ke tempat yang cukup jauh dari rumah dan bekerja. Pekerjaan mereka membuat mereka harus meninggalkan keluarga dan mencari tempat tinggal sementar di tempat lain.

Fenomena commuter marriage yang tampak di masyarakat adalah kebanyakan suami yang meninggalkan daerah asal dan berpisah dengan keluarga. Seperti yang terungkap pada wawancara dengan Mina (bukan nama sebenarnya), 30 tahun seorang pegawai swasta yang mempunyai keluarga dengan seorang putri berusia 2 tahun, Mina dan anaknya tinggal di Medan, namun suami Mina yang bekerja di suatu perusahaan IT di Singapura:

“Saya dan suami setuju jika suami pindah ke Singapura..., karena suami mendapatkan pekerjaan, gaji yang lebih baik. Kami yakin karir suami saya akan lebih baik di Singapura.”

(Komunikasi Personal, 2 November 2008)

Kehidupan pernikahan yang tinggal berjauhan merupakan salah satu alternatif pola hidup pernikahan pada pasangan profesional yang menjaga

(7)

kelangsungan hidup dengan tinggal di tempat yang berbeda ketika melakukan perjalanan dinas yang disebabkan karir masing-masing (Gerstel & Gross, 1982). Beberapa ahli yang disebutkan dalam disertasi Scoot, 2002 menyebutkan beberapa istilah dari kehidupan yang muncul akibat dari pekerjaan yang mempengaruhi kehidupan pernikahan antara lain geographically separated

married couples (Rohlfing, 1995; Stephen, 1986), separated dual-career couples

(Douvan & Pleck, 1978), dan commuter marriages (Anderson & Spruill, 1993; Farris, 1978; Gerstel & Gross, 1982, 1984; Gross, 1980, 1981; Groves & Horm-Wingerd, 1991; Guldner & Swensen, 1995; Taylor & Lounsbury, 1988; Winfield, 1985).

Banyaknya istilah untuk pasangan yang tinggal berpisah karena pekerjaan mereka, salah satu diantaranya adalah commuter marriage, dimana menurut Rhodes (2002), commuter marriage adalah pria dan wanita dalam pernikahan yang mempunyai dua karir, dimana masing-masing mempunyai keinginan untuk mempertahankan pernikahan namun secara sukarela juga memilih untuk menjaga karir sehingga pasangan tersebut merasakan adanya komitmen yang kuat. Rhodes (2002) juga menambahkan bahwa pasangan yang tinggal di rumah yang berbeda juga disebut commuter marriage. Pasangan yang memilih pola hidup seperti ini menyadari bahwa karir dan pernikahan mereka berada pada prioritas utama (Gerstel & Gross, 1983; Winfield, 1985 dalam Scoot, 2002).

Bagaimana kedua pasangan commuter marriage mempertahankan prioritas pekerjaan dan kehidupan keluarga? Dari beberapa pasangan yang diwawancarai oleh Gross dan Gerstel (1982) secara eksplisit menyatakan bahwa mereka

(8)

memilih pola hidup seperti ini karena dalam kehidupan mereka, mereka memfokuskan diri hanya semata-mata pada setiap prioritas pada waktunya masing-masing. Ketika berpisah satu sama lain, mereka berfokus pada karir mereka. Namun sepanjang reuni atau saling bertemu, mereka berfokus pada bagaimana memperkuat hubungan mereka. Diantara reuni, mereka menggunakan beberapa media seperti e-mail, dan telepon untuk menjaga hubungan mereka (Scoot, 2002).

Pasangan dengan commuter marriage tentu saja menghadapi masalah yang lebih terutama pada masalah komunikasi antar pasangan dibandingkan dengan pasangan yang tinggal serumah. Masalah pada komunikasi tampak ketika pesan nonverbal tidak dapat disampaikan melalui media komunikasi seperti telepon dan

email yang akhirnya mempengaruhi hubungan pasangan. Beberapa masalah lain

seperti kurangnya dukungan ketika membuat suatu keputusan yang besar (Groves & Horm-Wingerd, 1991 dalam ), kelelahan terhadap peran (Anderson & Spruill, 1993; Gerstel & Gross, 1982, 1983, 1984; Winfield, 1985), pekerjaan yang menggangu waktu untuk bersama (Gerstel & Gross, 1984; Winfield, 1985), durasi perpisahan ( Gerstel & Gross, 1984), kurangnya kebersamaan (Winfield, 1985), kurangnya kekuatan ego (Winfield, 1985) dan penurunan kompetensi sebagai profesional (Gerstel & Gross, 1984; Winfield, 1985).

Ada beberapa kelebihan yang dirasakan oleh pasangan commuter

marriage misalnya, wanita nampaknya lebih nyaman daripada pria ketika

berpisah, hal ini dikarenakan mereka dapat menikmati kualitas karir penuh yang tidak selalu dapat mereka peroleh ( Gross, 1980 dalam Hendrik & Hendrik, 1992),

(9)

selain itu dapat meningkatkan keinginan untuk aktualisasi diri, hidup yang berjalan dengan fleksibel, kemampuan komunikasi yang semakin meningkat dan fleksibel tanpa harus bertemu dan hanya menggunakan media komunikasi seperti telepon dan email (Winfield, 1985 dalam Hendrik & Hendrik, 1992).

Pernikahan commuter marriage dirasakan memberikan keuntungan bagi pasangan yang tidak tinggal dengan keluarga, seperti yang terungkap dalam wawancara dengan Adi (bukan nama sebenarnya), suami Mina (bukan nama sebenarnya) yang bekerja di Singapura dalam menjalani kehidupan commuter

marriage:

“Meskipun harus berpisah dari keluarga, tapi saya mempunyai waktu kerja yang lebih fleksibel... saya bisa bekerja sampai larut malam, mau pulang jam brapa pun ga ada yang nungguin di rumah...”

(Komunikasi Personal, 15 Desember 2008)

Kehidupan pasangan commuter marriage tidak hanya memiliki keuntungan dan kelemahan, kehadiran anak dalam keluarga commuter marriage menyebabkan kehidupan keluarga menjadi lebih kompleks. Pada keluarga yang memiliki anak, biasanya anak tinggal bersama dengan istri di daerah asal sedangkan suami bekerja di daerah lain.

Kehidupan istri menjadi lebih kompleks di mana di satu sisi istri harus bekerja namun di sisi lain istri harus memperhatikan dan menjaga anak. Istri pada pasangan commuter marriage sering merasa mempunyai peran orang tua tunggal dan konflik peran meskipun pasangan commuter marriage kebanyakan menganut peran egalitarian, dimana pasangan suami istri mempunyai peran dan yang sama

(10)

dalam keluarga, namun ketika salah satu pasangan meninggalkan keluarga, pasangan tersebut akan menyerahkan perannya dalam keluarga kepada pasangan yang tinggal dengan keluarga. Kompleksitas kehidupan istri pasangan commuter

marriage yang mempunyai anak tampak dalam wawancara dengan Mina (bukan

nama sebenarnya):

”Setelah mempunyai anak, saya tidak bisa bekerja senyaman dulu, kalo dulu kan mau jam brapa pulang juga bisa, kalo ini da punya anak, sudah agak susah... memang sih ada yang bantu jagain, tapi kan kadang-kadang anak lebih membutuhkan orangtuanya daripada orang lain. Kadang-kadang saya juga merasa saya harus berperan sebagai suami.”

(Komunikasi Personal, 15 Desember 2008)

Bagi kebanyakan individu dewasa, kebahagiaan hidup lebih banyak dipengaruhi oleh kepuasan pernikahan daripada hal lain dalam kehidupan dewasa, seperti pekerjaan, persahabatan, hobi, dan aktivitas komunikasi (Newman & Newman, 2006). Kehidupan pada pasangan commuter marriage memberikan kepuasan pernikahan tersendiri dengan banyaknya keuntungan dan kerugian serta masalah-masalah yang muncul.

Kepuasan pernikahan adalah penilaian subjektif dan bersifat dinamis oleh pasangan suami istri mengenai kehidupan pernikahan mereka. Kepuasan pernikahan pasangan suami istri dapat digali dengan mengunakan aspek-aspek kepuasan pernikahan oleh Fowers & Olson (1993). Adapun kesepuluh aspek yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah communication, religious orientation,

conflict resolution, financial management, sexual orientation, family and friends, children and parenting, personality issue, equalitarian role.

(11)

Kehidupan pernikahan commuter marriage yang muncul di masyarakat modern saat ini dan kepuasan pernikahan yang bersifat subjektif dan dinamis membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran mengenai kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter marriage.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage dengan merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. apa alasan yang menyebabkan pasangan suami istri memilih pernikahan

commuter marriage?

2. bagaimana gambaran kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter

marriage berdasarkan aspek-aspek kepuasan pernikahan menurut Fowers

dan Olson?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter marriage.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang psikologi khususnya psikologi perkembangan, terutama yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage.

(12)

2. Manfaat Praktis

a. Memberi informasi kepada masyarakat dan individu dewasa awal yang mempunyai karir dan belum menikah, mengenai gambaran kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage, sehingga penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mereka dalam menentukan pola hidup pernikahan mereka nantinya.

b. Memberi informasi kepada pasangan commuter marriage mengenai aspek-aspek apa saja yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan pada pasangan commuter marriage.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Latar Belakang

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain mengenai definisi kepuasan pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, kriteria kepuasan pernikahan, definisi individu masa

(13)

dewasa awal, tugas perkembangan dan karakteristik individu pada masa dewasa awal, definisi commuter marriage, karakteristik pasangan, pernikahan dan keluarga dengan pola hidup commuter

marriage serta kelebihan dan kelemahan yang dialami oleh

pasangan commuter marriage. Bab III Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai metode penelitian yang berisi tentang pendekatan kualitatif, responden penelitian, teknik pengambilan responden, teknik pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data serta prosedur penelitian.

Bab IV Analisa dan Pembahasan

Bab ini berisi deskripsi data responden, analisa dan pembahasan data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan. Bab V Kesimpulan, Saran dan Diskusi

Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai kepuasan pernikahan istri pada pasangan commuter

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu diperlukan perencanaan dan perancangan sebuah fasilitas olahraga yang berupa Gedung Olahraga dan Wisma Atlet di kawasan sport center Kabupaten Merangin dengan

Dalam pengadministrasian digunakan istilah barang untuk menyatakan benda yang merupakan fasilitas umum laboratorium dan istilah zat untuk menyatakan bahan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan..

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk untuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan dan corporate social responsibility (CSR) terhadap

Melihat latar belakang politik yang begitu rumit, yang turut mengiringi perjalanan Lekra sebagai sebuah lembaga, dimulai dari kedekatannya dengan PKI, para pendirinya yang

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B8, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague, Czech

Serta dari banyaknya fasilitas yang ada pada salah satu software komputer yaitu aplikasi eclipse, maka penulis ingin menggunakan aplikasi tersebut untuk membuat Aplikasi Informasi

Menurut Johnson & Scholes dalam bukunya Exploring Corporate Strategy (Johnson & Scholes, 1993) proses manajemen strategi dapat digambarkan dalam suatu model yang