GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN MAHNUM LAILAN NASUTION
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Klien dengan Skizofrenia mempunyai gejala utama penurunan persepsi sensori : Halusinasi. Jenis halusinasi yang umum terjadi adalah halusinasi pendengaran dan penglihatan. Gangguan halusinasi ini umumnya mengarah pada perilaku yang membahayakan orang lain, klien sendiri dan lingkungan.
Terkait dengan hal tersebut di atas penulis merasa perlu untuk melakukan asuhan keperawatan pada Tuan H di ruangan Pusuk Buhit RSJ Medan, karena kasus pada klien jiwa dengan gangguan halusinasi pendengaran cukup banyak terjadi, selain keadaan klien yang cukup mendukung dalam proses perawatan yang cukup mendukung perawat.
Selain masalah halusinasi klien juga mengalami permasalahan kejiwaan, seperti : menarik diri, harga diri rendah kronis dan resiko tinggi perilaku kekerasan. Klien sudah mengalami gangguan jiwa selama lebih kurang 3 bulan yang lalu
.
B. Batasan Masalah
Dalam pembahasan masalah ini pennulis membatasi permasalahan yaitu tentang bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan sensori persepsi ; halusinasi pendengaran yang meliputi pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi .
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan proses keperawatan pada klien Tuan H dengan halusinasi pendengaran di ruang Pusuk Buhit RSJ Medan.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian analisa data, merumuskan masalah keperawatan, membuat pohon masalah, menetapkan pohon masalah, menetapkan diagnosa
keperawatan pada Tuan H dengan halusinasi pendengaran di ruang Pusuk Buhit RSJ Medan.
b. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
c. Dapat mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
d. Dapat menilai hasil (mengevaluasi) tindakan keperawatan yang telah dilakukan. e. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
©2004 Digitized by USU digital library 1 D. Metode
Metode yang dilakukan dalam pembuatan makalah ini adalah : 1. Studi kasus
Kelompok melakukan asuhan keperawatan secara langsung pada seorang klien dengan masalah perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran di ruang Pusuk Buhit RSJ Medan.
2. Observasi
Mengobservasi gejala – gejala perilaku yang dialami klien dengan halusinasi dengar dan observasi keberhasilan standard asuhan keperawatan yang diberikan.
3. Wawancara
Pengkajian dalam rangka pengumpulan data dilakukan terhadap klien keluarga serta perawat ruangan
4. Studi perpustakaan
Dengan mempelajari beberapa buku yang berhubungan dengan halusinasi termasuk bahan – bahan perkuliahan agar makalah ini mempunyai nilai ilmiah untuk
dipertahankan.
E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut : 1. Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari
- Latar belakang - Batasan masalah - Tujuan
- Metode
- Sistematika penulisan 2. Bab II : Tujuan Teoritis - Teoritis Halusinasi
• Defenisi halusinasi dan klasifikasi halusinasi • Proses terjadinya halusinasi
• Faktor – faktor yang dapat menyebabkan halusinasi • Hubungan skizofrenia dengan halusinasi
• Penatalaksanaan medis halusinasi pendengaran - Teoritis keperawatan Asuhan keperawatan : • Pengkajian • Diagnosa keperawatan • Intervensi • Implementasi • Evaluasi
3. Bab III : Tinjauan Kasus - Pengkajian - Analisa data - Pohon masalah - Diagnosa keperawatan - Intervensi - Implementasi - Evaluasi 4. Bab IV : Pembahasan
©2004 Digitized by USU digital library 2 BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. HALUSINASI
1. DEFENISI HALUSINASI
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987). 2. KLASIFIKASI HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran : karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan : karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu : karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba : karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap : karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik : karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. 3. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata – kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien
menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati. Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik.
©2004 Digitized by USU digital library 3
4. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI a. Faktor predisposisi
1. BIOLOGIS
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat
belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri. 2. PSIKOLOGIS
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah :
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien. 3. SOSIOBUDAYA
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya
4. ( EMPAT) TAHAPAN HALUSINASI, KARAKTERISTIK DAN PERILAKU YANG DITAMPILKAN
TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN Tahap I
- Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.
- Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
- Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
- Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik. - Tersenyum, tertawa sendiri
- Menggerakkan bibir tanpa suara - Pergerakkan mata yang cepat - Respon verbal yang lambat - Diam dan berkonsentrasi Tahap II
- Menyalahkan
- Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati - Pengalaman sensori menakutkan
- Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut - Mulai merasa kehilangan kontrol
- Menarik diri dari orang lain non psikotik
- Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah - Perhatian dengan lingkungan berkurang
- Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja - Kehilangan kemampuan
©2004 Digitized by USU digital library 4 membedakan halusinasi dengan realitas Tahap III
- Mengontrol
- Tingkat kecemasan berat
- Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
- Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi) - Isi halusinasi menjadi atraktif
- Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik - Perintah halusinasi ditaati
- Sulit berhubungan dengan orang lain
- Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
- Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat Tahap IV
- Klien sudah dikuasai oleh halusinasi - Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
- Perilaku panik
- Resiko tinggi mencederai - Agitasi atau kataton
- Tidak mampu berespon terhadap lingkungan
Hubungan Skhizoprenia dengan halusinasi
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan, halusinasi
menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri, atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan
tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat diamati).
6. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun
©2004 Digitized by USU digital library 5
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT) c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN
A. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Faktor perkembangan terlambat
• Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman. • Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
• Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan 2. Faktor komunikasi dalam keluarga
• Komunikasi peran ganda • Tidak ada komunikasi • Tidak ada kehangatan
• Komunikasi dengan emosi berlebihan • Komunikasi tertutup
• Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
6. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine) Flufenazine (Prolixine, Permitil) Mesoridazin (Serentil) Perfenazin (Trilafon) Proklorperazin (Compazine) Promazin (Sparine) Tioridazin (Mellaril) Trifluoperazin (Stelazine) Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg 30-800 mg
1-40 mg 30-400 mg 12-64 mg 15-150 mg 40-1200 mg 150-800mg 2-40 mg 60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan) Tiotiksen (Navane) 75-600 mg 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg
©2004 Digitized by USU digital library 6 B. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
C. FISIK 1. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil. 2. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
3. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat. 4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
5. Fungsi sistim tubuh
• Perubahan berat badan, hipertermia (demam) • Neurologikal perubahan mood, disorientasi
• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur D. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
E. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. 2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. 4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir. 5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat. III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN
Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
©2004 Digitized by USU digital library 7 Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya • Salam terapeutik
• Perkenalkan diri
• Jelaskan tujuan interaksi • Buat kontrak yang jelas • Menerima klien apa adanya • Kontak mata positif
• Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya 3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.
Rasional
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat 3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi :
1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat. 4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul. 6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi. Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri. 2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi. 3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien. 4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya. 6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal – hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya Intervensi :
1. Identifikasi tindakan klien yang positif. 2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi. 4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi. 6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
©2004 Digitized by USU digital library 8
7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih. 8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih.
Rasional :
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien. 5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan.
TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya. Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter. 3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat .
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur. 3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat – obatan yang tidak diharapkan terhadap klien. Evaluasi :
Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi. Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda – tanda dan cara merawat halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif. Rasional :
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga. 2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya. 3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga. Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan cara – cara merawat klien halusinasi.
©2004 Digitized by USU digital library 9
Diagnosa keperawatan 2 : Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya • Menyapa klien dengan ramah • Mengingatkan kontrak • Terima klien apa adanya
• Jelaskan tujuan pertemuan • Sikap terbuka dan empati Rasional :
Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien dengan perawat.
Evaluasi :
Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat.
TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri. Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri. 3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya.
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya. Rasional :
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya.
2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan sosialnya. Evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik diri. TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain. 3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain. 2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan. 3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain • Mendapat teman
• Dapat mengungkapkan perasaan • Membantu memecahkan masalah
©2004 Digitized by USU digital library 10
TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap. Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap antara lain : • Klien-perawat
• Klien-perawat-perawat lain
• Klien-perawat-perawat lain-klien lain • Klien-kelompok kecil (TAK)
• Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien. Rasional :
1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal. 4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya : • Membalas sapaan perawat
• Kontak mata positif • Mau berinteraksi
TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain. Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain. 2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan, ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien. Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga. 4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi dengan lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa diperhatikan. Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga. 2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian. Diagnosa keperawatan 3 Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
©2004 Digitized by USU digital library 11 TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri. Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya. 2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki klien. 5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien.
6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki. Rasional :
1. Mengidentifikasikan hal – hal positif yang masih dimiliki klien.
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan. 3. Menghadirkan realita pada klien.
4. Memberikan harapan pada klien.
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi. 6. Agar klien tidak merasa putus asa.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan.
TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya. Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya. 3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai. Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien. 2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif. Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya. 2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan. 4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya. 5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
©2004 Digitized by USU digital library 12
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan. TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien. 3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih. 5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien. 6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok. Rasional :
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki. 2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan. 4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya. 7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan. 2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan. TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya. Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda – tanda harga diri rendah.
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien. 4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga. Rasional :
1. Mengantisipasi masalah yang timbul. 2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses. 4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga. Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan tanda – tanda harga diri rendah. • Mengatakan diri tidak berharga
• Tidak berguna dan tidak mampu • Pesimis dan menarik diri dari realita
pertemuan.
©2004 Digitized by USU digital library 13
Diagnosa keperawatan 4 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir.
Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasinya. TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya. Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat. • Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
• Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien. Rasional :
Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa – apa.
Evaluasi :
Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya. Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang – orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional. Bicarakan kejadian – kejadian dan orang – orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam. 2. Diskusikan yang berfokus pada ide – ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi :
1. Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan.
TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya. Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapainya. 2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan 4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi 5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri 3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
©2004 Digitized by USU digital library 14
4. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x pertemuan. 2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x pertemuan. TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien. 3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya. 4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien. 6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok. Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki. 2. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan. 4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya. Diagnosa keperawatan 5 : Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
Tujuan umum : Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri. TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya 2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki. 5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal – hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan 3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x pertemuan 2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk
mencapai keberhasilan
TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya
©2004 Digitized by USU digital library 15 3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien. 2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis 3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan cita – cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 x pertemuan.
Diagnosa keperawatan 6 : Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
Tujuan umum : Klien dapat melakukan perawatan diri
TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri Intervensi :
1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan 3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien
Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar.
TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri Intervensi :
1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan perawatan diri.
Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri. 2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
penyakit, sulit mendapat teman.
TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri 2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri Rasional :
1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri.
Evaluasi :
Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari, menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.
©2004 Digitized by USU digital library 16 DAFTAR PUSTAKA
Budiana keliat (1999). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta, EGC
Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing. Addison-wesley publishing Company.
Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga. Jakarta : Fajar Interpratama
Stuart & Sudden (1988). Buku saku keperawatan jiwa
Towsend, Mary C (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika
©2004 Digitized by USU digital library 17
ASKEP HALUSINASI
Posted by arifin on 26 June, 2009 No comments yet
This item was filled under [ JIWA / PSIKIATRI ]
Posting kali ini adalah tentang bagaimana asuhan keperawatan atau askep jiwa yaitu asuhan keperawatan halusinasi pada klien dengan gangguan halusinasi dengar ok…mari kita coba bahas asuhan keperawatan halusinasi ini
HALUSINASI DENGAR
1. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar II. PROSES TERJADINYA MASALAH A. Pengertian
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensoriyang salah terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi (Beck dan Wiliam, 1980).
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 1984).
B. Tanda dan gejala
Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut
1. Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara.
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
3. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak. 4. Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara. C. Penyebab :
Isolasi sosial menarik diri 1. Pengertian
dengan isolasi diri (menarik diri) dan perawatan diri yang kurang. 2. Penyebab
a. Perkembangan
Sentuhan,perhatian,kehangatan dari keluarga yang mengakibatkan individu menyendiri, kemampuan berhubungan dengan klien tidak adekuat yang berakhir dengan menarik diri. b. Harga diri rendah
3. Tanda dan gejala
Tanda gejala menarik diri dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain a. Aspek fisik
1) Penampilan diri kurang. 2) Tidur kurang.
3) Keberanian kurang. b. Aspek emosi 1) Bicara tidak jelas. 2) Merasa malu. 3) Mudah panik. c. Aspek sosial 1) Duduk menyendiri 2) Tampak melamun 3) Tidak peduli lingkungan 4) Menghindar dari orang lain d. Aspek intelektual
1) Merasa putus asa 2) Kurang percaya diri D. Akibat
Resiko mencederai orang lain dan diri sendiri 1. Pengertian
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan keselamatan jiwanya maupun orang lain di sekitarnya (Town send, 1994) 2. Penyebab
a. Halusinasi b. Delusi
3.Tanda dan gejala
a. Adanya peningkatan aktifitas motorik b. Perilaku aktif ataupun destruktif c. Agresif
III. POHON MASALAH
IV. MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI A. Data Obyektif .
Apakah klien terdapat tanda dan gejala seperti di bawah ini
1) Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara
atau kepada benda mati seperti mebel,tembok dll
3) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara 4) Tidur kurang/terganggu
5) Penampilan diri kurang 6) Keberanian kurang 7) Bicara tidak jelas
Merasa malu 9) Mudah panik
10) Duduk menyendiri. 11) Tampak melamun. 12) Tidak peduli lingkungan. 13) Menghindar dari orang lain.
14) Adanya peningkatan aktifitas motorik. 15) Perilaku aktif ataupun destruktif. B. Data Subyektif
Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa ada wujud yang tampak. V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan persepsi sensori: Halusinasi dengar.
B. Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar berhubungan dengan adanya isolasi sosial : menarik diri.
VI. FOKUS INTERVENSI .
A. Diagnosa 1 . Resiko menciderai diri sensiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan sensori : Halusinasi dengar .
TUM : Klien tidak menciderai orang lain .
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria hasil - Ekspresi wajah bersahabat.
- Menunjukan rasa senang.
- Ada kontak mata atau mau jabat tangan. - Mau mrnyrbutkan nama.
- Mau menyebut dan menjawab salam.
- Mau duduk dan berdampingan dengan perawat. - Mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik. a. Sapa klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal. b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien. d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukan sikap empati dan terima klien apa adanya.
Rasionalisasi : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.
TUK :2. Klien dapat mengenal halusinasi dengan kriteria hasil:
a. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnuya halusinasi. b. Klien dapat mengungkapkan perasaanya terhadap halusinasi.
c. Bantu klien mengenal halusinasinya.
1) Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apa yang sedang terdengar. 2) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu namun perawat sendiri tidak melihatnya.
3) Katakan bahwa klien lain juga yang seperti klien. 4) Katakan bahwa perawat siap membantu klien. d. Diskusikan dengan klien
1) Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi. 2) Waktu dan frekuensinya terjadi halusinasi.
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi. TUK : 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
- Klien dapat menyebutkan cara baru.
- Klien dapat memilih cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi. - Klin dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi. Rasional: merupakan upaya untuk memutus siklus halusinasi.
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian. Rasional: reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi. 1) Katakan “ saya tidak mau dengar kamu”
2) Menemui orang lain untuk bercakap-cakap.
3) Melihat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul. 4) Meminta perawat /teman/keluarga untuk menyapa jika klien melamun. Rasional: memberi alternative pikiran bagi klien
d. Bantu klien melatih dan memutus halusinasi secara bertahap. Rasional: Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara
pengendalian halusinasi.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
f. Anjurkan klien untuk mengikuti TAK, orientasi realita.
Rasional: Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interpretasi realita klien. TUK : 4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil:
- Klien dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat
halusinasi Intervensi:
a. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga sedang halusinasi. Rasional: untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang 1). Gejala halusinasi yang dialami klien.
2). Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarag untuk memutus halusinasi. 3). Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan jangan biarkan sendiri.
4). Beri informasi tentang kapan pasien memerluakn bantuan. Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan tentang halusinasi. TUK: 5. Klien memanfaatkan obat dengan baik. Dengan kriteria hasil : - Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping - Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat
- Klien dapat memahami akibat pemakaina obat tanpa konsultasi - Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar pengunaan obat. Intervensi:
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat. b. Anjurkan klien untuk minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya. c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat obat dan efek samping obat yang dirasakan.
Rasional ; dengan mengetahui efek samping obat klien tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
d. Diskusikan bahayanya obat tanpa konsultasi.
Rasional: Pengobatan dapat berjalan sesuai dengan rencana. e. Bantu klien menggunakan prinsip lama benar.
Rasional: dengan mengetahui prinsip maka kemandirian klien tentang pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boyd dan Nihart. 1998. Psichiatric Nursing & Contenporary Practice . I Edition . Lippincot . Philadelphia .
2. Carpenito , Lynda Juall. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan . EGC. Jakarta . 3. Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition . Lippincott. Philadelphia .
4. Keliat , Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa . EGC. Jakarta. 5. Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 3. EGC.Jakarta . 6. Townsend . 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For Care Plan Construction . Edisi 3 . EGC. Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI
BAB I
PENDAHULUAN
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling
sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Persepsimerupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal ,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian
emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.
85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis
kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.
©2003 Digitized by USU digital library 2 BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI 1. PENGERTIAN
a. Persepsi
Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. Jadi gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalap menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal. Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akan perasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi
melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama. (Harber, Judith, 1987, hal 725)
b. Halusinasi
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah
gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
2. E T I O L O G I
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi
juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,
sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat
©2003 Digitized by USU digital library 3
keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.
3. PSIKOPATOLOGI
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain.Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari
dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
4. MANIFESTASI KLINIK Tahap I
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara Gerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
Penyempitan kemampuan konsenstrasi
Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Tahap III
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
©2003 Digitized by USU digital library 4
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
Tahap IV
Prilaku menyerang teror seperti panik
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri atau katatonik
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang
B. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Untuk itu perawat harus mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat menggunakan dirinya secara terapeutik dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien halusinasi perawat harus bersikap jujur, empati, terbuka dan selalu memberi penghargaan namun tidak boleh tenggelam juga menyangkal halusinasi yang klien alami. Asuhan
keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi.
1. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu : a. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
©2003 Digitized by USU digital library 5
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
c. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi
rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
©2003 Digitized by USU digital library 6 4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
yang klien perlihatkan sampai dengan adanya halusinasi dan perubahan yang penting dari respon klien terhadap halusinasi.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pad aklien dengan halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri : Mandi/kebersihan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam merawat diri
e. Perubahan proses pikir : Waham berhubungan dengan harga diri rendah kronis
f. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan koping keluarga tak efektif
©2003 Digitized by USU digital library 7
g. Kerusakan komunikasi verbal
h. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi i. Koping individu tidak efektif
3. PERENCANAAN TINDAKAN
a. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi
Tujuan Umum : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Tujuan khusus :
2. Klien dapat mengenal halusinasinya 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya 5. Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
Kriteria Evaluasi : Klien dapat :
1. Mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal 2. Menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi klien untuk digunakan
3. Menggunakan keluarga untuk mengontrol halusinasi dengan cara sering berinteraksi dengan keluarga
4. Menggunakan obat dengan benar
Intervensi :
1.1. Bina Hubungan saling percaya 1.1.1. Salam terapeutik
1.1.2. Perkenalkan diri
1.1.3. Jelaskan tujuan interaksi
1.1.4. Ciptakan lingkungan yang tenang 1.1.5. Buat kontrak yang jelas
1.2. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya 1.3. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
1.4. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu disesuaikan dengan kondisi klien)
dengan halusinasi
1.6. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah laku halusinasi
1.7. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi, isi, waktu, frekuensi
1.8. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami halusinasi.
2.1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami halusinasi.
3.1. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
3.2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan halusinasi yang sesuai dengan klien
3.3. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
©2003 Digitized by USU digital library 8
4.1. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami halusinasi
4.2. Lakukan kunjungan rumah : Diskusikan dengan keluarga tentang : 4.2.1 Halusinasi klien
4.2.2 Cara memutuskan kelompok
4.2.3 Cara merawat anggota keluarga halusinasi
4.2.4 Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan kejadian halusinasi
4.2.5 Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat mengalami halusinasi
halusinasi
5.2. Bantu klien menggunakan obat secara benar
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol halusinasinya Tujuan Khusus :
1. Klien mampu membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengenal prilaku menarik dirinya, misalnya menyebutkan perilaku menarik diri
3. Klien mampu mengadakan hubungan/sosialisasi dengan orang lain : perawat atau klien lain secara bertahap
4. Klien dapat menggunakan keluarga dalam mengembangkan kemampuan berhubungan dengan orang lain
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat dan mau berjabat tangan. Dengan perawat mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama
2. Klien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri 3. Klien mau berhubungan dengan orang lain
4. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan keluarga
Intervensi :
1.1. Bina hubungan saling percaya 1.1.1 Buat kontrak dengan klien 1.1.2 Lakukan perkenalan 1.1.3 Panggil nama kesukaan
1.1.4 Ajak klien bercakap-cakap dengan ramah
2.1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya serta beri kesempatan pada klien mengungkapkan
perasaan penyebab klien tidak mau bergaul/menarik diri
2.2. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang mungkin jadi penyebab
2.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan 3.1. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan
3.2. Perlahan-lahan serta klien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap yang ditentukan
3.3. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai
3.4. Anjurkan klien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan
©2003 Digitized by USU digital library 9
3.5. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan klien mengisi waktunya
3.6. Motivasi klien dalam mengikuti aktivitas ruangan 3.7. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan
4.1 Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan keluarga
4.2 Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan cara keluarga menghadapi
4.3 Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi
4.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin menengok klien minimal sekali seminggu
c. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara
bertahap
Tujuan Khusus : Klien dapat :
1. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
2. Menilai kemampuan diri yang dapat dipergunakan 3. Klien mampu mengevaluasi diri
4. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik untuk dirinya 5. Klien mampu bertanggung jawab dalam tindakan
Kriteria Evaluasi :
1. Klien dapat menyebut minimal 2 aspek positip dari segi fisik 2. Klien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
3. Klien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan 4. Klien mampu memulai mengevaluasi diri
5. Klien mampu membuat perencanaan yang realistik sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya
6. Klien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencanan
Intervensi :
1.1. Dorong klien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari segi fisik
1.2. Diskusikan dengan klien tentang harapan-harapannya
1.3. Diskusikan dengan klien keterampilannya yang menonjol selama di rumah dan di rumah sakit
1.4. Berikan pujian
2.1. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh klien 2.2. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh klien
2.3. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi klien
3.1. Bersama klien identifikasi stressor dan bagaimana penialian klien terhadap stressor
3.2. Jelaskan bahwa keyakinan klien terhadap stressor mempengaruhi pikiran dan perilakunya
3.3. Bersama klien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak realistik
3.4. Bersama klien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki 3.5. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok 3.6. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif
3.7. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptif
©2003 Digitized by USU digital library 10
4.1. Bantu klien untuk mengerti bahwa hanya klien yang dapat merubah dirinya bukan orang lain
4.2. Dorong klien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan perawat)
4.3. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan/tujuannya 4.4. Bantu klien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan
4.5. Dorong klien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai potensi yang ada pada dirinya
5.2. Bantu klien mendapatkan bantuan yang diperlukan 5.3. Libatkan klien dalam kegiatan kelompok
5.4. Tingkatkan perbedaan diri pada klien didalam keluarga sebagai individu yang unik
5.5. Beri waktu yang cukup untuk proses berubah
5.6. Beri dukungan dan reinforcement positip untuk membantu mempertahankan kemajuan yang sudah dimiliki klien
d. Defisit perawatan diri : Mandi / kebersihan diri berhubungan dengan ketidak mampuan dalam merawat diri
Tujuan Umum : Klien mampu melaksanakan perawatan diri dengan baik
sehingga penampilan diri adekuat
Tujuan Khusus : Klien mampu :
1. Menjelaskan arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri 2. Mengidentifikasi kebersihan dirinya
3. Menjelasakan cara-cara membersihkan dirinya 4. Melakukan perawatan diri dengan bantuan perawat 5. Melakukan perawatan diri secara mandiri
6. Memberdayakan sistem pendukung untuk meningkatkan perawatan diri
Kriteria Evaluasi : Klien mampu :
1. Menyebutkan arti kebersihan diri
2. Menyebutkan tujuan kebersihan diri (untuk memelihara kesehatan tubuh dan badan terasa segar/nyaman)
tidak berbau, rambut tidak ada ketombe, kutu, tidak ada bau dan tersisir rapi, kuku pendek dan bersih, mulut/gigi tidak bau, genitalia tidak gatal dan mata tidak ada kotoran
4. Menilai keadaan kebersihan dirinya
5. Menyebutkan cara-cara membersihkan diri dari rambut sampai kaki 6. Mendemonstrasikan cara membersihkan diri secara benar dengan bantuan perawat
7. Melakukan perawatan diri secara mandiri dengan benar dan tersusun jadwal kegiatan untuk kebersihan diri
8. Keluarga mampu menyebutkan cara meningkatkan kebersihan diri klien dan keluarga dapat membantu/terlibat aktif dalam memelihara
kebersihan diri
Intervensi :
1.1. Dorong klien untuk menyebutkan arti, tujuan dan tanda-tanda kebersihan diri
©2003 Digitized by USU digital library 11
1.2. Diskusikan tentang arti, tujuan, tanda-tanda kebersihan diri 1.3. Dengarkan keluahan klien dengan penuh perhatian dan empati 1.4. Berikan pujian apabila klien menyebutkan secara benar
2.1. Bantu klien menilai kebersihan dirinya
2.2. Berikan pujian atas kemampuan klien menilai dirinya
3.1. Dorong klien menyebutkan alat-alat dan cara membersihkan diri 3.2. Diskusikan tentang alat-alat dan cara membersihkan diri
3.3. Menjelasakan cara-cara membersihkan diri