• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. optimal untuk setiap variabel yang dipilih, rincian variabel hari ini, besok, dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KERANGKA PEMIKIRAN. optimal untuk setiap variabel yang dipilih, rincian variabel hari ini, besok, dan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Teoretis

3.1.1 Teori Model Optimasi Dinamik

Penyelesaian masalah optimasi dinamik akan memberikan pola waktu optimal untuk setiap variabel yang dipilih, rincian variabel hari ini, besok, dan sampai akhir periode (Chiang, 1997). Beberapa komponen optimasi dinamik meliputi (1) variabel penentu keputusan (state variable), (2) periode keputusan (decision stage), (3) variabel keputusan (decision variable), (4) penerimaan setiap tahap periode (stage return), (5) fungsi transisi atau fungsi transformasi (transformation function), dan (6) fungsi tujuan (objective function).

Penentuan state variable pada Daerah Irigasi Jatiluhur didasarkan pada hubungan antara penyaluran air dari Waduk Juanda ke sektor-sektor pengguna berdasarkan aktivitas sektor tersebut dengan kendala air yang termanfaatkan tersedia. State variable dari suatu keputusan adalah ketersediaan air di Waduk Juanda. Air yang tersedia di Waduk Juanda merupakan cadangan sumberdaya air yang akan berubah seiring dengan waktu akibat variabel keputusan yang dilakukan. Ringler et al, (2000) mengungkapkan bahwa pertumbuhan wilayah perkotaan yang di dalamnya mencakup pertambahan penduduk dan sektor industri telah mempengaruhi keputusan pengelola waduk dalam menyalurkan air ke sektor-sektor pemakai air terutama di wilayah hilir.

Komponen fungsi transisi merupakan kendala dinamis yang dimaksudkan untuk menggambarkan besarnya cadangan sumberdaya air pada tahun ke (t + 1) yang ditentukan oleh besarnya cadangan dan keputusan pada tahap ke t. Pada

(2)

penelitian ini, fungsi transisi yang menjadi kendala dinamis, yaitu alokasi air ke sektor-sektor adalah ketersediaan air di Waduk Juanda.

Tahapan keputusan (desicion stage) dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan tahapan kebutuhan air untuk sektor pertanian dan nonpertanian di Daerah Irigasi Jatiluhur. Horizon waktu (time horizon) pemecahan problem dinamik ditetapkan dengan sengaja, yaitu tahunan. Alokasi air ke sektor pengguna (user) sebagai variabel keputusan karena alokasi air ke berbagai sektor berperan dalam menghasilkan produk dari sektor-sektor tersebut yang akan mendatangkan manfaat sosial bagi sektor-sektor yang ada di Daerah Irigasi Jatiluhur.

Pemecahan masalah optimal didasarkan pada fungsi tujuan (objective

function) yang merupakan kumulatif dari masing-masing sektor pengguna, yaitu

dengan memaksimumkan manfaat bersih (net benefit) pengelola di seluruh wilayah Daerah Irigasi Jatiluhur dalam satu horison waktu.

3.1.2 Konsep Manfaat dalam Alokasi Sumberdaya Air

Manfaat yang dihasilkan akibat ekstraksi sumberdaya diukur dengan menggunakan konsep surplus. Surplus merupakan selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan pengelola untuk mengekstraksi sumberdaya alam. Green (1992) memandang bahwa menggunakan pendekatan surplus untuk mengukur manfaat sumberdaya alam merupakan pengukuran yang tepat karena pemanfaatan sumberdaya dinilai berdasarkan alternatif penggunaan terbaiknya (best alternative use).

Aspek intertemporal bagi konsumen menyangkut preferensi waktu (time

preference), atau membandingkan manfaat ekonomi dari sumberdaya alam dalam

(3)

bersifat intertemporal tersebut dilakukan melalui proses discounting atau discount

rate. Proses discounting menunjukkan perilaku masyarakat terhadap ekstraksi

sumberdaya dan menilai sumberdaya tersebut (Hanley et al. 1997).

Sumberdaya air permukaan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable), ditandai dengan masuknya air (inflow) ke waduk setiap saat. Konsep manfaat sumberdaya yang dapat terbarukan berbeda dengan yang tidak dapat terbarukan. Discount rate pada periode t yang disimbolkan δ merupakan pure preference time atau yang biasa dikenal sebagai interest rate. Jika discount factor biasanya digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari sumberdaya, hubungan antara discount factor dan discount rate adalah sebagai berikut ini:

(

)

1 1 r d = + (37)

Jika Yt merupakan tingkat ekstraksi sumberdaya pada periode t, Xt adalah

stok sumberdaya, maka perubahan stok sumberdaya akibat ekstraksi yang dilakukan adalah:

( )

1

t t t t

X + - X = F X - Y (38)

dimana F(Xt) adalah fungsi pertumbuhan sumberdaya atau inflow ke waduk pada

sumberdaya air permukaan, dengan asumsi bahwa fungsi pertumbuhan pada periode t ke t + 1 lebih besar. Diasumsikan juga bahwa fungsi pertumbuhan kontinyu baik pada turunan pertama maupun turunan kedua, dan stok awal (X0)

diketahui, manfaat bersih dari ekstraksi sumberdaya adalah:

(

,

)

t X Yt t

(4)

Fungsi manfaat bersih ini kontinyu baik pada turunan pertama maupun kedua. Xt

Maksimumkan

dimasukkan dalam fungsi manfaat bersih karena stok yang lebih besar akan berakibat menambah biaya penyimpanan selama menunggu ekstraksi atau karena nilai yang terkandung dalam sumberdaya tersebut. Ekstraksi terbaik dilakukan pada saat present value net benefit maksimum.

(

)

0 , T t t t t X Y p r p = = å (40) dengan kendala Xt+1- Xt = F X

( )

t - Yt (41) dimana X0 Jika λ ditentukan.

t disebut Lagrange multipliers atau shadow price merupakan nilai

marjinal setiap tambahan Xt, maka persamaan (41) dikalikan dengan ρt-1λt+1,

fungsi Lagrangian menjadi:

(

)

( )

{

1 1

}

0 , T t t t t t t t t t L r p X Y r l + X F X Y X+ = é ù = å + ë + - - û (42)

Untuk mendapatkan nilai optimal dari ekstraksi (Yt), stok (Xt) dan shadow

price, maka dicarilah turunan pertama parsial dari fungsi Lagrangian respek

terhadap ketiganya dan diperoleh:

( )

{

t 1

}

0 t Y t t L Y p r ¶ · r l + ¶ = - = ¶ (43) Maka: ( ) 1 t Y t p r l ¶ · ¶ = + (44) dimana ( ) t Y p ¶ ·

disebut marjinal manfaat bersih atau pertambahan manfaat bersih

akibat penambahan ekstraksi pada periode t, atau disebut juga opportunity cost. Sementara itu r l t+1disebut juga future cost, yaitu biaya yang akan ditanggung

(5)

pada masa mendatang karena keputusan ekstraksi hari ini atau user cost. Ektraksi optimal terjadi pada saat opportunity cost sama dengan user cost.

( )

( )

{

t 1 1

}

0 t t t t X t L X F p r ¶ r l + r l ¶ ¶ é ¢ ù = g - ë+ gû- = (45) Maka ( )

( )

{

t 1 1

}

t X t F p l = ¶ g - r l + éë+ ¢gùû (46)

Sumberdaya dikelola secara optimal ketika nilai setiap pertambahan unit sumberdaya pada periode t, l t sama dengan manfaat marjinal pada periode t,

( ) t X p ¶ ¶ g

, ditambah dengan manfaat marjinal jika tidak melakukan ekstraksi pada periode berikutnyar l t+1éë1+ F¢

( )

û.

( )

{

}

1 1 0 t t t t t L X F X Y X r l + r + é ù ê ú ë û ¶ ¶ = ¢ + - - = (47) Maka

( )

1 t t t t X + = X + F X - Y (48)

Setelah dilakukan berbagai substitusi aljabar, akhirnya diperoleh:

( )

( ) ( ) X Y F X p p d ¶ · ¶ ¶ · ¶ ¢ + = (49)

Persamaan (48) merupakan persamaan fundamental dari sumberdaya terbarukan, dimana F’(X) dapat diintepretasikan sebagai marginal net growth rate atau disebut juga marginal stock effect yang mengukur nilai marjinal stok relatif terhadap nilai marjinal ekstraksi. Nilai optimal X dan Y jika internal rate return sama dengan discount rate δ (Conrad, 1999).

(6)

3.1.3 Pendekatan Indek Permintaan dan Nilai Air 3.1.3.1 Indek Permintaan Air oleh Pengguna

Dengan mengacu kepada skenario pertumbuhan penduduk, Syaukat (2000) mengemukakan bahwa fungsi permintaan air untuk setiap pengguna sesuai dengan setiap indek pertumbuhan pengguna dan dibuat skenario (1 + ρ)t

(0) ( ) (1 )t ij ij ij n n t h ρ = + yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan, misalnya pertumbuhan penduduk dan ekonomi. Selanjutnya, dirumuskan hal itu sebagai berikut:

(50)

dimana: nij

n

= indek setiap pengguna tahun t

ij

ρ = indek pertumbuhan ekonomi.

(0) = jumlah awal pengguna air untuk setiap pengguna.

hij

3.1.3.2 Efisiensi Produksi Air di Saluran

= rata-rata jumlah keluarga di tempat pengguna.

Oleh Syaukat (2000) dikemukakan bahwa efisiensi penggunaan air adalah sebagai berikut:

( )

(

( )

)

1 V t

n t =ψ −e−γ (51)

dimana:

n(t) = koefisien efisiensi distribusi air

V(t) = ketersediaan air di saluran induk dalam tahun t, dan juta m e = bilangan natural (e = 2.71828)

3

γ = koefisien stok air, 0 < γ < 1 ψ = konstanta, lebih kecil dari satu

Volume air baku yang disampaikan pada tahun t, W(t) didefinisikan dalam persamaan:

(7)

( )

( ) ( )

i i i

W t =n t V t (52)

dimana:

W(t) = volume air dalam juta m3

Efisiensi volume air untuk waduk 99 persen dan saluran induk diasumsikan sebesar 95 persen (Nippon Koei, 2006).

yang disampaikan kepada sektor-sektor pada tahun t.

3.1.3.3 Fungsi Obyektif

Sumberdaya air sebagai input sektor pengguna akan memerlukan biaya, tetapi menjadi output pengelola yang akan menghasilkan benefit. Dengan demikian baik pengguna maupun pengelola akan mendapatkan manfaat dari sumberdaya air tersebut yang dikenal dengan manfaat sosial (social benefit). Oleh karena keterbatasan sumberdaya air, perlu dioptimasi sumberdaya tersebut dengan komponen tujuan atau fungsi obyektif yang dilengkapi dengan kendala. Komponen utama model optimasi dinamik: pertama adalah fungsi obyektif yaitu manfaat sosial bersih (net social benefit) dengan cara memaksimumkan aktivitas produksi dan konsumsi air berbagai sektor pengguna. Komponen kedua adalah kendala yaitu keterbatasan sumberdaya air. Fungsi obyektifnya adalah manfaat sosial bersih dengan cara memaksimumkan selisih antara manfaat total dan biaya total. Secara marjinal dapat terlihat seprti pada Gambar 8. Dari Gambar 8. dapat dijelaskan bahwa QL alokasi air optimum pengguna dan PL adalah nilai air

optimum pada saat biaya marjinal ditambah biaya kelestarian infrastruktur. Q* alokasi air optimum pengguna dan P* adalah nilai air optimum pada saat biaya marjinal tanpa ditambah biaya kelestarian infrastruktur. P*PL adalah biaya

(8)

marjinal yang ditanggung pengguna (marginal user cost) sebagai biaya kelestarian infrastruktur.

Gambar 8. Manfaat Marjinal, Biaya Marjinal dan Biaya Marjinal Pengguna

Memaksimumkan manfaat sosial bersih berarti memaksimumkan surplus konsumen ditambah surplus produsen. Dengan demikian alokasi dan nilai air optimum menghasilkan manfaat sosial bersih optimum. Kendala diidentifikasi dengan keterbatasan sumberdaya yaitu ketersediaan air di waduk dan kebutuhan air di sektor pengguna.

3.1.3.4 Nilai Air Baku

Perihal pengertian tarif satuan atau tariff biasanya ditetapkan sepihak oleh produsen, harga satuan atau rate atau price adalah pengertian umum yaitu hasil kesepakatan antara permintaan dan penawaran di pasar. Dalam permasalahan publik yang cukup dikenal seperti yang disampaikan oleh Brown (1986) dan Syaukat (2000), ada dua macam tarif yaitu tarif berjenjang turun

(decreasing-block rates) dan tarif berjenjang naik (increasing-(decreasing-block rates). Pada kasus

Rp/m3 Surplus konsumen

Surplus produsen

ditambah biaya kelestarian

Biaya PL

marjinal Biaya marjinal

pengguna P* tanpa ditambah biaya

kelestarian infrastruktur

Manfaat marjinal

0 QL Q* Kuantitas

Biaya marjinal

(9)

pengelolaan barang publik, misalnya tarif air minum di DKI Jakarta yang tarif air per m3 ditetapkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Tarif air baku berjenjang turun tergantung kepada jarak atau radius dan volume air yang diminta pelanggan. Menurut hukum permintaan dan penawaran bahwa bila harga suatu barang naik, kuantitas barang yang diminta akan berkurang dan bila harga barang turun, kuantitas barang akan bertambah. Jadi, bila harga awal tertinggi p1 dan jumlah

awal barangsebanyak x1, maka selang waktu tertentu harga turun yaitu p1 > p2 >

p3 .... akan dibarengi dengan permintaan barang yang bertambah banyak, yaitu

x1 < x2 < x3

r(x

.... Total penerimaan perlu diperhitungkan dengan harga awal sebagai harga minimal. Jadi:

i(t)) = a+ pixi

dimana r(x

(t) (53)

i(t)) adalah biaya total, a adalah biaya administrasi dan pixi

3.1.3.5 Tarif Berganda

(t) adalah total biaya air.

Multipart tariff didefinisikan sebagai suatu harga (price) yang tidak

seragam (uniform) setiap waktu untuk n ≥ 2 yang terdiri dari biaya administrasi Ei dan harga satuan (marginal price) pi untuk setiap waktu dapat dirumuskan sebagai berikut:

P(Q) = P1, 0≤Q≤Q1,

= P2, Q1≤Q≤Q2

= Pn….Qn-1≤Q (54)

(10)

1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 ( ) .( ), .( ), n i i n n n i R Q E PQ Q Q E PQ P Q Q Q Q Q E PQ P Q Q Q Q − − − = = + < = + + − ≤ < = +

+ − ≥ (55) Ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 12 mengenai Decreasing-block Tariff (Brown and Sibley, 1986).

3.1.3.6 Teori Harga Ramsey

Bentuk dasar perilaku teori produsen adalah: Profit = R – C

dimana R adalah pendapatan dan C adalah biaya. Selanjutnya persamaan diatas dijabarkan lebih lanjut menjadi:

Profit = R –VC – F (56)

dimana VC adalah variable cost dan F adalah fixed cost.

E1+P1Q1 TOTAL E2+P2Q2 BIAYA E3+P3Q3 M3 E4 M2 E3 M1 E2 E1 Q1 Q2 Q3 MARGINAL PRICE P1 P1 P2 P2 P2 P3 P3 P3 P4 P4 VOLUME AIR VOLUME AIR

(11)

Untuk membuat profit maksimum perusahaan bahwa marginal revenue (MR) adalah revenue per unit meningkat sampai dengan marginal cost (MC). Pada teori Ramsey Pricing dikemukakan bahwa harga seragam (uniform price) yang efisien dinyatakan sebagai berikut:

Maksimasi [CS + PS] {P1,P2…,Pm}

dengan kendala PS=F (57)

dimana CS + PS adalah total surplus, CS adalah consumer surplus dan PS adalah

production surplus dan F adalah fixed cost perusahaan.

Secara umum dinyatakan sebagai berikut: CS adalah consumer surplus dinyatakan

M i 1, 2, 3, , i=1 M 1 2 3 i i i=1 CS = Q ( ... ... ) ( , , ... ( )) P Q i M P M P P P P P dP U Q Q Q Q ∞ = −

 (58) PS adalah producer surplus yang dinyatakan

M i i 1, 2, 3, , i=1 1, 2 3, PS(P) = P Q ( ... ... ) ( ( ), ( ), ( )... ( )) i M M P P P P P C Q Q Q Q

    (59) dimana fungsi C adalah fungsi seluruh biaya. Jadi total surplus CS+PS dapat dinyatakan sebagai: M i 1, 2, 3, , i=1 M i i 1, 2, 3, , i=1 1, 2 3, CS+PS = Q ( ... ... ) P Q ( ... ... ) ( ( ), ( ), ( )... ( )) i M i P i M M P P P P P dP P P P P P C Q Q Q Q ∞ + + −

    (60)

(12)

Agar menjadi efisien dan maksimum total surplus CS+PS, dengan kendala fungsi harga

1, 2, 3, ,

P =(P P P ... ...Pi PM). (61) Ramsey mengemukakan untuk memaksimumkan harga P1,P2,P3,……Pm

m m i i i i=1 i=1 L = Q i ( 1) P Q ( ) P dP λ VC FC + + − −  

 dengan Lagrangian, bentuknya adalah sebagai berikut:

. (62)

Penerapan untuk water pricing dapat dinyatakan sebagai berikut:

1 2 Makx 1 2 1 2 , .. 1 1 NB = B( , .. ) ( , .. ) m m m m i i i i m x x x i i x x x P x P x C x x x = =     − + −     

 

(63) dengan kendala: 1 2 1 ( , .. ) 0 m i i m i P x C x x x FC =   − − =   

(64) dimana: 1 2 1 B( , .. ) m m i i i x x x P x dx =

=

∑∫

adalah fungsi total benefit

Pi = f(x1,x2,… xm

x

) adalah fungsi marginal benefit

i

NB = manfaat bersih (net benefit)

= jumlah air terkonsumsi oleh pelanggan

FC = fixed cost

Untuk mencari maksimum dengan menggunakan fungsi Lagrange dari persamaan di atas adalah:

1 2 1 2 1 2 1 L =B( , .. ) ( , .. ) ( , .. ) ) m m m i i m i x x x C x x x λ P x C x x x FC =   − + − −

(65)

(13)

dimana λ adalah koefisien pengganda untuk kendala full cost recovery dan FC adalah fixed cost perusahaan. Simbol λ adalah pengganda Lagrange untuk mengubah harga menjadi lebih baik agar terjadi break event perusahaan. Maksimasi L diderevatifkan ke xi

[

]

i i i L B C = 0 x x x λ MRi MCi ∂ ∂ + = ∂ ∂ ∂ , maka: (66) dimana: m i i i=1 i i C x ; x x x i i i i B MR = ∂  P dan MC = ∂ ∂ =P

∂ ∂ (67) Jadi = i i i i P MC MC MR λ ∂ − − (68)

Bila Pi adalah price output ke pelanggan i, MCi

= i i i P MC P λ ε −

adalah marginal cost dan λ adalah pengganda, maka persamaan diatas dinyatakan sebagai berikut:

(69)

Untuk pasar yang berbeda, dapat dinyatakan:

, j j i i i j i j P MC P MC i j P P λ= − ε = − ε ≠     (70) 3.2 Kerangka Pemodelan

Kerangka pemodelan dapat dilihat pada Gambar. 8. Penyaluran air dari Waduk Juanda dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan di hilir bagi penggunanya, tetapi sebelumnya disalurkan melalui pembangkit listrik tenaga air (PLTA) agar menghasilkan listrik baru didistribusikan ke pengguna di Bendung Curug.

Beberapa catatan dapat disampaikan di sini bahwa air untuk sektor-sektor secara proporsi tidak diatur berapa persen untuk irigasi, air minum, dan industri seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang

(14)

Sumberdaya Air. Selanjutnya, sistem prioritas pemanfaatan air dalam Undang-Undang tersebut tidak diatur secara jelas antara air untuk air minum dan air untuk irigasi. Hanya tersirat bahwa kata ‘air minum’ ditulis lebih dahulu daripada kata ‘irigasi’, sehingga diintepretasikan bahwa air minum lebih diprioritaskan daripada irigasi.

Catatan: Penyaluran air dari Waduk Juanda disesuaikan dengan keperluan kelompok konsumtif

Gambar 10. Kerangka Pemodelan Penyaluran Sumberdaya Air di Daerah Irigasi Jatiluhur

Perusahaan Umum Jasa Tirta II menghadapi dua peraturan yang kontradiktif, yaitu peraturan tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan menghasilkan profit serta dapat mengatasi pembiayaan yang dibutuhkan selama pengelolaan sumberdaya air di Daerah Irigasi Jatiluhur.

Benefit penyaluran air irigasi Profit penyaluran air untuk PLTA Profit penyaluran air baku industri

Penyaluran air dari Waduk Juanda

Manfaat Bersih

Keterangan : kelompok konsumtif kelompok non konsumtif

PLTA PLN Profit penyaluran air baku domestik PERTANIAN IRIGASI PAM AIR BAKU INDUSTRI AIR BAKU Biaya penyaluran air irigasi Biaya penyaluran air baku domestik Biaya penyaluran air baku industri Biaya operasional PLTA

(15)

Dipihak lain, pengelolaan air irigasi merupakan pengelolaan yang bersifat sosial sebagai layanan publik sehingga Perusahaan Umum Jasa Tirta II tidak mendapatkan return dari pengusahaan air untuk sektor pertanian. Padahal sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar sehingga biaya operasional pengelolaan sumberdaya air hanya diatasi dengan penerimaan dari biaya jasa pengelolaan sumberdaya air (BJPSDA) dari perusahaan daerah air minum (PDAM) dan industri, serta penjualan daya listrik. Tarifnya ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya, pemeliharaan saluran tidak dapat dilakukan secara optimal. Kondisi saluran yang bocor dan penuh sedimentasi serta pintu-pintu air yang rusak menyebabkan tidak tercapainya pengelolaan sumberdaya air yang efisien. Dalam pengelolaan air di Daerah Irigasi Jatiluhur terdapat dua komponen penting, yaitu pengelolaan hidrologis dan manfaat sosial ekonomi yang dihasilkan dari pengoperasian sumberdaya air tersebut.

Wilayah penyaluran air di Daerah Irigasi Jatiluhur terdiri dari dua kelompok besar, yaitu ke wilayah instream dan off stream. Penyaluran air ke

instream diperuntukkan bagi pembangkit listrik tenaga air (PLTA), yang

pengoperasiannya sangat ditentukan oleh ketersediaan air di waduk yang ditandai dengan elevasi air dan kebutuhan air di wilayah off stream. Air dari waduk disalurkan berdasarkan kebutuhan wilayah off stream melalui turbin dan menghasilkan tenaga listrik. Air keluar dari pembangkit listrik tenaga air volumenya tetap tidak mengurangi besaran kebutuhan volume air di hilir untuk memenuhi kebutuhan irigasi, perusahaan daerah air minum, dan industri. Pemakaian air di kedua wilayah tersebut menghasilkan manfaat baik bagi pengelola dalam hal ini Perusahaan Umum Jasa Tirta II maupun pengguna seperti

(16)

sektor pertanian, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, industri, serta Perusahaan Air Minum DKI Jakarta (PAM DKI).

Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui kewajaran tarif air yang ditetapkan pemerintah bagi pengelola dan pengguna sehingga biaya operasi dan pemeliharaan dapat dilaksanakan dengan baik. Kendala yang dihadapi adalah seperti, daya tampung dan ketersediaan air di waduk serta keperluan air di pengguna.

Penelitian ini dibatasi pada wilayah kerja Perusahaan Umum Jasa Tirta II yaitu Daerah Irigasi Jatiluhur dari waduk Juanda ke Bendung Curug, kemudian ke bagian hilir yang dilayani oleh tiga wilayah saluran induk yaitu Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat, pengguna airnya untuk sektor pertanian, perusahaan daerah air minum, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.

Air yang dikelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II (diberi simbol Xij

X

) di Waduk Juanda dikeluarkan dari waduk melalui pembangkit listrik tenaga air yang menghasilkan listrik dan akan didistribusikan melalui Sungai Citarum di Bendung Curug. Selanjutnya, dari Bendung Curug didistribusikan melalui Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat untuk memenuhi kebutuhan di masing-masing sektor, yaitu: irigasi, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, dan industri di tiap-tiap wilayah, seperti DKI Jakarta, Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu. Di sini hubungan air yang keluar dari waduk Juanda dan pengguna di wilayah dinyatakan sebagai berikut:

JUANDA ≥ XTARUM TIMUR+XTARUM UTARA+XTARUM BARAT

dimana:

(71)

(17)

Air dari waduk yang keluar melalui pembangkit listrik tenaga air kembali ke Sungai Citarum, kemudian di Bendung Curug yang jaraknya kurang lebih 12 km dari Waduk Juanda dibagi ke tiap-tiap saluran induk dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, dan industri. Untuk air ke Tarum Barat diteruskan oleh saluran Kali Malang untuk menjadi air baku di Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Jadi, hubungan antara air dari pembangkit listrik tenaga air di waduk dan pengguna di tiap-tiap saluran adalah sebagai berikut:

XJUANDA(LT) ≥ XTT(IR,AM,IN)+XTU(IR,AM,IN)+XTB

dimana:

(IR,AM,IN,AD) (72)

LT = sektor pembangkit listrik tenaga air IR = sektor irigasi

AM = sektor air minum perusahaan daerah air minum kabupaten/kota IN = sektor industri

AD = sektor air minum Perusahaan Air Minum DKI Jakarta TT = wilayah saluran induk Tarum Timur

TU = wilayah saluran induk Tarum Utara TB = wilayah saluran induk Tarum Barat

Rumus diatas menunjukkan hubungan antara pembangkit listrik tenaga air dan pihak pengguna untuk irigasi, perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, dan industri, setelah menghasilkan listrik melalui pembangkit listrik tenaga air:

XLT ≥ (XIR+XAM+XIN)TT +(XIR+XAM+XIN)TU + (XIR+XAM+XIN+XAD)TB

Untuk air dari sumber setempat diasumsikan semuanya diperuntukkan bagi keperluan membantu irigasi. Inflow waduk diasumsikan sama dengan outflow

(73)

(18)

waduk dan efisiensi untuk pembangkit diasumsikan 99 persen dari outflow waduk.

Gambar

Gambar 9. Ilustrasi Multipart Tarif Decreasing-block Tariff
Gambar 10.  Kerangka Pemodelan Penyaluran Sumberdaya  Air di  Daerah   Irigasi Jatiluhur

Referensi

Dokumen terkait