• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRISTALINITAS SERAT PULP KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) DENGAN PERLAKUAN BERAGAM JENIS ALKALI DAN METODE PENGERINGAN HARDIANSYAH VASPINTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KRISTALINITAS SERAT PULP KAYU JABON (Anthocephalus cadamba Miq.) DENGAN PERLAKUAN BERAGAM JENIS ALKALI DAN METODE PENGERINGAN HARDIANSYAH VASPINTRA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KRISTALINITAS SERAT PULP KAYU JABON

(Anthocephalus cadamba Miq.) DENGAN PERLAKUAN BERAGAM

JENIS ALKALI DAN METODE PENGERINGAN

HARDIANSYAH VASPINTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Kristalinitas Serat Pulp Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dengan Perlakuan Beragam Jenis Alkali dan Metode Pengeringan” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Hardiansyah Vaspintra NIM E24090034

(4)

ABSTRAK

HARDIANSYAH VASPINTRA. Kristalinitas Serat Pulp Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dengan Perlakuan Beragam Jenis Alkali dan Metode Pengeringan. Dibimbing oleh NYOMAN JAYA WISTARA.

Bioetanol merupakan energi alternatif terbarukan untuk energi berbasis fosil yang ketersediaannya semakin menurun. Namun, kristalinitas selulosa yang tinggi menjadi kendala untuk menghasilkan bioetanol dengan harga kompetitif. Praperlakuan berperan penting untuk mempermudah hidrolisis sehingga meningkatkan rendemen bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode dan jenis perlakuan yang baik dalam mengembangkan serat selulosa (penurunan derajat kristalinitas) yang telah mengalami pengeringan. Pulp dikeringkan melalui pengeringan udara, displacement dan kering beku, kemudian dimasak menggunakan NaOH, LiOH, dan KOH pada suhu 165ºC selama 2 jam lalu dikeringkan kembali menggunakan metode yang sama. Pengukuran nilai kristalinitas menggunakan alat XRD 7000 X-Ray Diffractometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kristalinitas terendah (27.03%) diperoleh dari pengeringan udara dari selulosa yang dikembangkan dengan NaOH konsentrasi 20%. Metode ini dapat digunakan sebelum proses hidrolisis dalam produksi bioetanol. Nilai kehilangan bobot pulp terutama dipengaruhi oleh konsentrasi larutan alkali yang digunakan, dimana peningkatan konsentrasi cenderung meningkatkan degradasi komponen kimia bahan. Pengembangan dengan alkali cenderung mengubah fase kristal Iα selulosa menjadi fase kristal Iβ.

Kata kunci : perlakuan alkali, kristalinitas, pulp kayu jabon.

ABSTRACT

HARDIANSYAH VASPINTRA. The Crystallinity of the Pulp Fiber of Jabon Wood (Anthocephalus cadamba Miq.) Treated by Various Alkaline and Drying Methods. Under the supervision of NYOMAN JAYA WISTARA.

Bioethanol is renewable energy alternative for the decreasing stock of fosil based energy. However, the crystalline nature of cellulose complicates the production of cost-competitive bioethanol. Pretreatment of cellulose is then required to facilitate hydrolysis process in order to increase the yield of bioethanol. The objective of this research was to obtain an appropriate alkaline and method of treatment capable of reswelling dried pulp to the satisfying degree of cellulose crystallinity. In the present works, pulp was dried through air drying, displacement drying, and freeze drying method. Proceeding of drying, pulp was reswelled with various concentrations of NaOH, LiOH, and KOH at 165ºC for 2 hours, and then redried with the same methods. The measurement of crystallinity was done by using XRD 7000 X-Ray Diffractometer. It was found that air drying method of reswelled pulp with 20% NaOH resulted in the lowest pulp crystallinity (27.03%). This method was thought capable of increasing hydrolysis rate of cellulose in the production of cellulosic-based bioethanol. Alkaline treatment was possibly only degrading hemicelluloses component of the pulp, thus there was no consistent relationship between pulp crystallinity and material loss during alkaline reswelling processes. Alkaline treatment shifted the Iα crystalline phase of cellulose to Iβ crystalline phase.

(5)

KRISTALINITAS SERAT PULP KAYU JABON

(Anthocephalus cadamba Miq.) DENGAN PERLAKUAN BERAGAM

JENIS ALKALI DAN METODE PENGERINGAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

HARDIANSYAH VASPINTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kristalinitas Serat Pulp Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dengan Perlakuan Beragam Jenis Alkali dan Metode Pengeringan Nama : Hardiansyah Vaspintra

NIM : E24090034

Disetujui oleh

Nyoman Jaya Wistara, Ph.D Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi yang berjudul “Kristalinitas Pulp Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dengan Perlakuan Beragam Jenis Alkali dan Metode Pengeringan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir, terutama kepada Nyoman Jaya Wistara, Ph.D selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan penuh keikhlasan telah memberikan bimbingan serta arahannya selama penelitian. Penulis sepenuhya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis terbuka atas kritik dan saran membangun untuk menyempurnakan pengetahuan yang tertuang dalam skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memenuhi tujuan penyusunan serta memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.

Bogor, Agustus 2014

Hardiansyah Vaspintra

(9)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR ii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Perlakuan Alkali 2 Pengukuran Kristalinitas 3

Pengukuran Kehilangan Bobot 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

SIMPULAN 7

DAFTAR PUSTAKA 7

(10)

ii

DAFTAR TABEL

1. Nilai kristalinitas serat selulosa hasil perlakuan 4 2. Struktur kristal serat selulosa dengan perlakuan alkali dan metode

pengeringan 5

3. Nilai kehilangan bobot sampel hasil perlakuan 6

DAFTAR GAMBAR

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persediaan energi berbasis fosil semakin menurun dengan konsumsi yang semakin meningkat menyebabkan sumber energi alternatif perlu dicari. Biomassa menjadi alternatif potensial bagi sumber energi fosil karena ketersediaannya yang melimpah dan bersifat terbarukan. Biomassa dapat dikonversi secara biologis menjadi bahan kimia seperti etanol, metanol, butanol dan lainnya (Junchen et al. 2012).

Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi energi biomassa atau bioenergi. Bioetanol merupakan energi biomassa terbarukan yang dianggap sebagai energi bersih karena penggunaannya dapat mengurangi konstribusi terhadap emisi karbon monoksida (Demirbas 2005). Biomassa dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu biomassa bergula, berpati dan berselulosa (Lin dan Tanaka 2006).

Di beberapa negara, dewasa ini sebagian besar bioetanol diproduksi dari bahan baku selulosa (Lin dan Tanaka 2006). Kurang lebih 90% bioetanol dunia berasal dari tanaman pangan, dimana 60% berasal dari gula tebu dan gula bit sedangkan sisanya dari bahan berpati terutama pati jagung (Zaldivar et al. 2001). Penggunaan bahan pangan sebagai bahan baku etanol akan menyebabkan harga makanan meningkat (Erdei et al. 2010). Produksi etanol dari biji-bijian dan tanaman pakan seperti kentang dan sorgum yang dilakukan di Cina dikhawatirkan akan menyebabkan kekurangan makanan sehingga produksi bioetanol seharusnya diutamakan berbasis limbah pertanian (Junchen et al. 2012).

Biomassa merupakan pilihan terbaik untuk bahan baku etanol karena ketersediaannya yang melimpah dengan harga relatif terjangkau. Produksi etanol menggunakan bahan berlignoselulosa dapat mengurangi biaya bahan baku dibandingkan penggunaan jagung (Sun dan Cheng 2002). Jenis biomassa berselulosa paling melimpah adalah kayu. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) merupakan salah satu jenis kayu potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku etanol karena jabon memiliki kadar selulosa relatif tinggi (37.65 – 45.52 %) dan kadar lignin relatif rendah (25.27 – 30.47 %) (Emil 2013). Menurut Sapulete dan Kapisa (1994), kayu jabon tidak cocok dijadikan bahan konstruksi karena memiliki kelas kuat IV dan kelas awet V. Oleh karena itu, salah satu alternatif pemanfaatan kayu jabon adalah untuk bahan baku bioetanol.

Produksi bioetanol berbasis biomassa menggunakan beberapa tahapan yaitu praperlakuan, hidrolisis dan fermentasi. Praperlakuan merupakan langkah penting untuk meningkatkan pembentukan gula, menghindari degradasi karbohidrat, menghindari pembentukan produk samping yang menghambat proses hidrolisis dan fermentasi, dan efesiensi biaya (Sun dan Cheng 2002). Praperlakuan berbasis fisik, kimia dan biologi adalah yang umum diterapkan (Zheng et al. 2009). Praperlakuan bertujuan untuk menghilangkan lignin, mengurangi derajat kristalinitas selulosa, dan meningkatkan luas permukaan dari biomassa, yang mengakibatkan substrat lignoselulosa lebih mudah dicerna (Mishima et al. 2006).

Proses hidrolisis enzimatik banyak dipergunakan untuk hidrolisis bahan berlignoselulosa karena efektif dioperasikan pada kondisi dengan pH dan suhu moderat, dan tanpa hasil samping (Caroline 1998). Proses ini dilakukan untuk memutuskan ikatan struktur kristalin pada selulosa sehingga membuka molekul hemiselulosa dan selulosa yang dapat difermentasi menjadi etanol (Demirbas 2005).

Di dalam dinding sel, selulosa membentuk lapisan dengan daerah kristalin dan amorf. Tingkat kristalinitas selulosa dapat mencapai 50 - 90% (Foyle et al. 2007).

(12)

2

Kristalinitas berperan penting dalam menentukan laju hidrolisis selulosa (Hall et al. 2010). Bahan pengembang yang bersifat basa seperti LiOH, NaOH dan KOH terbukti mampu mengembangkan selulosa kertas daur ulang secara signifikan (Wistara dan Young 1999). Selain itu bahan alkali mampu mengurangi kehilangan gula yang dihasilkan dibandingkan menggunakan bahan asam (González et al. 1986).

Peningkatan kristalinitas pulp akibat pengeringan menyulitkan hidrolisis selulosa menjadi gula sederhana dan menurunkan rendemen bioetanol. Oleh karena itu, metode penurunan kristalinitas pulp untuk produksi bioetanol sangat penting untuk dicari dan dikembangkan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode yang efektif untuk menurunkan kristalinitas selulosa dari pulp yang telah mengalami pengeringan.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai metode pengembangan kembali serat pulp yang mengalami pengeringan. Metode yang ditemukan diharapkan dapat menghemat waktu proses produksi bioetanol.

METODE

Perlakuan Alkali

Sampel pulp kraft kayu jabon diperoleh dari hasil penelitian Pulungan (2013). Kadar air pulp ditentukan mengacu pada SNI 08-7070 2005. Pulp dikeringkan melalui metode pengeringan udara, pengeringan displacement dan pengeringan beku. Pengeringan udara dilakukan dalam sebuah nampan dimana sampel pulp ditutup dengan kertas tisu untuk menghindari kotoran dan dibiarkan selama 2 – 3 hari hingga kering udara. Pengeringan displacement dilakukan dengan merendam pulp 3 kali dalam alkohol masing-masing selama 3 jam, selanjutnya pulp direndam 3 kali dalam benzena masing-masing selama 3 jam. Setelah perendaman dengan benzena, pulp dihampakan selama 2x24 jam hingga kering udara. Dalam pengeringan beku, pulp basah dibekukan terlebih dahulu kemudian disublimasi menggunakan alat Freeze Dry FDU-1100 selama 2x24 jam hingga kering.

Pulp yang telah dikeringkan kemudian dikembangkan kembali melalui pemasakan menggunakan LiOH, NaOH, dan KOH dengan konsentrasi 15, 20, dan 25% pada suhu 165ºC selama 2 jam. Setelah itu, pulp dikeringkan dengan metode pengeringan udara, pengeringan displacement dan pengeringan beku sebelum pengukuran kristalinitasnya. Urutan proses penelitian disajikan pada Gambar 1.

(13)

3

Gambar 1 Alur Proses Perlakuan hingga Pengukuran Kristalinitas Pengukuran Kristalinitas

Dalam penelitian ini alat XRD 7000 X-Ray Diffractometer digunakan untuk menentukan struktur kristal, perubahan fasa dan derajat kristalinitas sampel pulp. Sebanyak ± 2 gram sampel pulp dimasukan ke dalam pemegang sampel berukuran 2x2cm yang kemudian dikait pada diffraktometer. Pemindaian sampel dilakukan dengan sudut awal 10º, sudut akhir 60º, dan kecepatan analisa 2º per menit. Kemudian intensitas difraksi dari wilayah kristal dan bukan kristal dipisahkan menggunakan metode komputerisasi (Vonk 1973). Jenis fase kristal didapat dari penghitungan struktur kristal pulp menggunakan rumus sebagai berikut (Wada dan Okano 2001):

Keterangan:

Z = struktur kristal

d1 = nilai peak antara 0.59 – 0.62 nm d2 = nilai peak antara 0.52 – 0.55 nm

Nilai struktur kristal lebih dari nol menunjukkan struktur Iα (triclinic) dan jika

kurang dari nol menunjukkan struktur Iβ(monoclinic).

Pengukuran Kehilangan Bobot

Persentase kehilangan bobot ditentukan untuk mengetahui tingkat degradasi serat pulp oleh larutan alkali. Persentase kehilangan bobot akibat perlakuan alkali dihitung menggunakan rumus berikut:

Kehilangan bobot (%) = -

× 100%

Analisis Data

Data struktur kristal, nilai kristalinitas pulp dan kehilangan bobot pulp dibahas secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel.

Pengembangan kembali dengan perlakuan: LiOH 15%, 20%, 25% NaOH 15%, 20%, 25% KOH 15%, 20%, 25% Kontrol (tanpa larutan)

Pengeringan:

- Kering udara - Displacement

- Kering beku

Pengukuran kristalinitas untuk sampel kontrol sebelum pengembangan dengan basa Sampel Pulp Pengeringan: - Kering Udara - Displacement - Freeze Dry Pengukuran kristalinitas

(14)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan berlignoselulosa tersusun atas selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat-zat ekstraktif. Secara umum, dinding sel terdiri dari 40 - 55% selulosa, 24 - 40% hemiselulosa dan 18 - 25% lignin (Sun dan Cheng 2002). Selulosa merupakan polimer polisakarida berantai lurus yang tersusun atas unit-unit glukosa. Selulosa perlu dihidrolisis menjadi gula sederhana sebelum difermentasi menjadi etanol.

Kristalinitas serat selulosa yang mengalami pengeringan cenderung meningkat, sehingga untuk meningkatkan laju hidrolisisnya serat perlu dikembangkan terlebih dahulu. LiOH, NaOH dan KOH terbukti mampu mengembangkan selulosa kertas daur ulang secara signifikan (Wistara dan Young 1999). Praperlakuan merupakan salah satu tahap penting dalam proses konversi karena dapat mengubah karakteristik lignoselulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim (Kristensen 2008).

Kristalinitas pulp menunjukkan persentase daerah kristalin dalam serat pulp. Nilai kristalinitas pulp hasil penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Nilai kristalinitas serat selulosa hasil perlakuan

Pelakuan

Alkali Konsentrasi (%)

Metode Pengeringan

Solvent

displacement Pengeringan Udara Pengeringan beku

Kristalinitas (%)

Kontrol Sebelum pemasakan 38.92 35.69 39.08

Setelah pemasakan 42.64 40.81 39.2 LiOH 15 37.87 37.18 40.58 20 30.08 41.34 39.42 25 31.63 41.91 37.81 NaOH 15 37.4 34.27 39.78 20 38.15 27.03 40.61 25 38.97 30.41 36.7 KOH 15 34.8 34.56 38.23 20 38.85 36.59 39.62 25 35.15 43.01 38.48

Perlakuan dengan alkali diharapkan mampu menurunkan derajat kristalinitas pulp yang telah mengalami pengeringan. Pengeringan displacement pada perlakuan dengan LiOH dan KOH memberikan hasil yang diharapkan, yaitu terjadi penurunan nilai kristalinitas setelah perlakuan dengan alkali pada setiap konsentrasinya. Perlakuan dengan larutan NaOH pada konsentrasi 15% dan 20% memberikan hasil yang diharapkan sedangkan pada konsentrasi 25% meningkatkan kristalinitas pulp ketika dikeringkan dengan metode pengeringan displacement. Pengeringan udara pada perlakuan NaOH untuk setiap konsentrasinya dan perlakuan KOH untuk konsentrasi 15% memberikan hasil yang diharapkan. Sedangkan perlakuan dengan LiOH pada setiap konsentrasinya dan perlakuan dengan KOH pada konsentrasi 20% dan 25% meningkatkan kristalinitas pulp ketika dikeringkan dengan metode pengeringan udara. Pengeringan beku pada perlakuan LiOH untuk konsentrasi 25%, perlakuan NaOH untuk konsentrasi 25%, perlakuan KOH untuk konsentrasi 15% dan 25% memberikan hasil yang diharapkan. Sedangkan perlakuan dengan LiOH dan NaOH pada konsentrasi 15%

(15)

5

dan 20% serta perlakuan dengan KOH pada konsentrasi 20% meningkatkan kristalinitas pulp ketika dikeringkan dengan metode pengeringan beku. Hal ini dipengaruhi oleh jenis alkali dan metode pengeringan yang digunakan. Hall et al. (2010) menyatakan bahwa memang metode pengeringan berpengaruh terhadap variasi kristalinitas, hal ini dikarenakan kadar air dan konsentrasi yang menyebabkan perubahan struktur sampel.

Nilai kristalinitas untuk sampel kontrol menunjukkan peningkatan setelah pemasakan. Hal ini disebabkan karena pulp mengalami pengeringan berulang sehingga kristalinitas meningkat. Larutan alkali dapat memberikan pengaruh pada nilai kristalinitasnya, hal ini dilihat dari nilai kristalinitas yang berbeda-beda pada sampel perlakuan. Nilai kristalinitas paling rendah dari pengeringan displacement sebesar 30.08% pada perlakuan LiOH dengan konsentrasi 20%, pengeringan udara sebesar 27.03% pada perlakuan NaOH dengan konsentrasi 20%, dan pengeringan beku sebesar 36.7% pada perlakuan NaOH dengan konsentrasi 25%. Nilai kristalinitas paling rendah dari ketiga nilai tersebut yaitu perlakuan dengan NaOH pada konsentrasi 20% dengan metode pengeringan udara. Sehingga perlakuan menggunakan larutan NaOH berkonsentrasi 20% dengan pengeringan kering udara merupakan perlakuan paling baik yang dapat digunakan sebelum proses hidrolisis dibandingkan perlakuan menggunakan pengeringan discplacement dan pengeringan beku.

NaOH diduga dapat merusak beberapa ikatan internal hidrogen di dalam selulosa sehingga memungkinkan air dapat masuk ke dalam serat dan meningkatkan daya kembang seratnya. NaOH menyebabkan pengaturan ulang struktur rantai dan merusak kristal selulosa sehingga derajat kristalinitasnya menurun (Maryana et al. 2014). Selain bersifat mengembangkan serat, NaOH mendegradasi lignin dan hemiselulosa sehingga molekul bergerak lebih bebas yang menyebabkan meningkatnya laju hidrolisis dan rendemen gula (Carrillo et al. 2005).

Nilai kristalinitas digunakan untuk menentukan jenis struktur kristal pada sampel pulp. Hasil perhitungan struktur kristal disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Struktur kristal serat selulosa dengan perlakuan alkali dan metode pengeringan. Perlakuan Alkali Konsentrasi (%) Metode Pengeringan Solvent displacement Pengeringan Udara Pengeringan beku Z Struktur Z Struktur Z Struktur

Kontrol Sebelum pemasakan 57.784 Iα 15.292 Iα -33.858 Iβ Setelah pemasakan 52.598 Iα 1.332 Iα -48.266 Iβ LiOH 15 -24.728 Iβ -40.002 Iβ -55.654 Iβ 20 -38.582 Iβ 27.431 Iα -13.279 Iβ 25 -32.093 Iβ -12.757 Iβ -37.530 Iβ NaOH 15 -14.489 Iβ -43.768 Iβ -57.235 Iβ 20 -52.664 Iβ -7.717 Iβ -22.185 Iβ 25 26.788 Iα -59.893 Iβ -19.531 Iβ KOH 15 -22.507 Iβ -41.138 Iβ -25.872 Iβ 20 -34.370 Iβ -44.116 Iβ -49.108 Iβ 25 -36.459 Iβ -46.464 Iβ -58.647 Iβ Iα = triclinic, Iβ = monoclinic

(16)

6

Tabel 2 menunjukkan bahwa pulp kontrol memiliki fase kristal Iα dan semua sampel yang mendapatkan perlakuan alkali memiliki fase kristal Iβ. Dari hasil sampel perlakuan alkali diduga bahwa fase kristal Iβ lebih stabil secara termodinamika dibanding fase kristal Iα sedangkan fase kristal Iα mengalami konversi menjadi kristal Iβ selama pemanasan (Kontturi 2005). Fase kristal Iα umumnya terdapat dipermukaan

mikrokristal sehingga lebih mudah terdegradasi daripada struktur kristal Iβ (Wada dan

Okano 2001).

Nilai kehilangan bobot dari sampel pulp dihitung untuk mengetahui hubungan nilai kehilangan bobot dengan nilai kristalinitas. Hasil perhitungan kehilangan bobot setelah pemasakan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai kehilangan bobot sampel hasil perlakuan.

Perlakuan

Alkali Konsentrasi (%)

Metode Pengeringan

Solvent

displacement Pengeringan Udara Pengeringan Beku

Kehilangan Bobot (%) Kontrol - 15.07 3.09 7.27 LiOH 15 16.60 25.17 20.02 20 22.06 21.05 20.87 25 32.78 24.70 23.26 NaOH 15 9.89 19.09 20.41 20 24.14 18.39 22.03 25 21.84 22.47 27.34 KOH 15 18.49 16.48 20.38 20 18.55 19.05 24.75 25 31.11 23.26 36.31

Tabel 3 menunjukkan bahwa untuk pulp kontrol pengeringan udara menyebabkan kehilangan bobot terendah (3.1%) dan pengeringan displacement menyebabkan kehilangan bobot tertinggi (15.1%). Peningkatan konsentrasi alkali pada perlakuan pengembangan pulp meningkatkan kehilangan bobot, yang kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya degradasi hemiselulosa sebagaimana dilaporkan terjadi pada pulping kraft kayu melinjo (Laksono 2008). Hemiselulosa bersifat non-kristalin dan mudah mengembang, lebih mudah larut dalam pelarut alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam (Pasaribu dkk. 2007). Nampaknya penurunan kristalinitas pulp tidak berhubungan dengan kehilangan bobot. Hal ini kemungkinan menjadi indikasi bahwa kehilangan bobot tidak disebabkan oleh degradasi komponen kristalin atau pun komponen amorf selulosa, melainkan terutama karena degradasi hemiselulosa dalam sampel pulp.

Metode pengembangan serat pulp yang baik dapat menurunkan kristalinitas pulp secara efektif. Metode dan jenis alkali yang dapat mengembangkan selulosa dengan baik akan mempermudah proses hidrolisis dan diharapkan membuat keseluruhan proses lebih ekonomis karena mengurangi waktu proses pembuatan bioetanol (Hall et al. 2010).

(17)

7

SIMPULAN

Pengeringan udara dari pulp yang dikembangkan dengan larutan NaOH konsentrasi 20% menghasilkan pulp dengan kristalinitas terendah (27.03%) sehingga dapat dianggap sebagai metode pengembangan selulosa paling baik. Metode ini dapat dipertimbangkan sebagai cara untuk mengembangkan serat selulosa yang telah mengalami pengeringan berulang dalam produksi bioetanol. Peningkatan konsentrasi alkali diduga hanya efektif dalam mendegradasi hemiselulosa sehingga tidak berpengaruh terhadap penurunan kristalinitas serat selulosa. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya hubungan konsisten antara nilai kehilangan bobot dan nilai kristalinitas serat selulosa. Perlakuan alkali mengubah fase kristal selulosa Iα menjadi fase kristal Iβ. Hal ini dapat menurunkan reaktifitas selulosa dalam proses hidrolisis. Efektifitas setiap metode pengembangan selulosa dalam penelitian ini dapat dipastikan dengan melakukan hidrolisis dan menentukan tingkat gula pereduksi yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Caroline Z, Debeire P. 1998. Hydrolysis of wheat straw by thermostable endoxylanase: absorption and kinetics studies. Enzyme Microb Technol. 22:58-63 doi:10.1016/S0141-0229(97)00105-1.

Carrillo F, Lis MJ, Colom X, LÓpez-Mesas M, Valldeperas J. 2005. Effect of alkali pretreatment on cellulose hydrolysis of wheat straw: Kinetic study. Process Biochem. 40:3360-3364.

Demirbas A. 2005. Bioethanol from cellulosic material: a renewable motor fuel from biomass. Energy Sources. 27:327-337.

Erdei B, Barta Z, Sipos B, Reczey K, Galbe M, Zacchi G. 2010. Ethanol production from mixtures of wheat straw and wheat meal. Biotechnol Biofuels. 3(16):1-9.

Emil N. 2013. Analisis komponen kimia dan dimensi serat kayu jabon [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Foyle T, Jennings L, Mulcahy P. 2007. Compositional analysis of lignocellulosic materials: evaluation of methods used for sugar analysis of waste paper and straw. Bioresour

Technol. 98:3026-3036.

González G, López-Santín J, Caminal G, Solá C. 1986. Dilute acid hydrolysis of wheat straw hemicellulose at moderate temperature: a simplified kinetic model. Biotechnol

Bioeng. 28:288-293.

Hall M, Bansal P, Lee JH, Realff MJ, Bommarius AS. 2010. Cellulose crystallinity – a key predictor of the enzymatic hydrolysis rate. Chem Biomol Eng. 277:1571-1582.

Junchen L, Irfan M, Lin F. 2012. Bioconversion of agricultural waste to ethanol: a potential source of energy. Archives Des Sciences. 65:12.

Kontturi EJ. 2005. Surface Chemistry of Cellulose: from Natural Fibers to Model Surfaces. Eindhoven (FI): Universiteitsdrukkerij, Eindhoven University of Technology p:4.

Kristensen JB. 2008. Enzymatic Hydrolysis of Lignocellulose, Substrate Interactions and High Solids Loadnings. Frederiksberg (DK): Prinfo Aalborg. Forest & Landscape Research No.42 p:15.

Laksono R. 2008. Kelarutan komponen kimia kayu reaksi Melinjo (Gnetum gnemon L.) selama proses pulping kraft [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lin Y, Tanaka S. 2006. Ethanol fermentation from biomass resources: current state and prospects. Appl Microbiol Biotechnol. 69:627-642.

(18)

8

M y R, M ’ f u D, Wheni AI, Satriyo KW, Rizal WA. 2014. Alkaline pretreatment on sugarcane bagasse for bioethanol production. Energy Procedia. 47:250-254.

Mishima D, Tateda M, Ike M, Fujita M. 2006. Comparative study on chemical pretreatment to accelerate enzymatic hydrolysis of aquatic macrophyte biomass used in water purification processes. Bioresour Technol. 97:2166-2172.

Pasaribu G, Sipayung B, Pari G. 2007. Analisis komponen kimia empat jenis kayu asal Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 25(4):1-11.

Pulungan WSA. 2013. Pengaruh umur dan alkali aktif terhadap sifat-sifat pulp kraft kayu jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sapulete E, Kapisa N. 1994. Informasi teknis tanaman jabon (Anthocephalus cadamba Miq). Buletin Penelitian Kehutanan. 10(3):183-195.

Sun Y, Cheng J. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production: a review. Bioresour Tehchnol. 83:1-11

Vonk CG. 1973. Computerization of rulands X-ray method for determination of the crystallinity in polymers. Appl Crystallogr. 6:148-152 doi:10.1107/S0021889873008162.

Wada M, Okano T. 2001. Localization of Iα and Iβ phases in algal cellulose revealed by acid treatments. Cellulose. 8:183-188.

Wistara N, Young RA. 1999. Properties and treatments of pulps from recycled paper. Part I. Physical and chemical properties of pulps. Cellulose. 6:291-324.

Zaldivar J, Neilsen J, Olsson L. 2001. Fuel ethanol production from lignocellulose: a challenge for metabolic engineering and process integration. Appl Microbiol Biotechnol. 56:17-34.

Zheng Y, Pan Z, Zhang R. 2009. Overview of biomass pretreatment for cellulosic ethanol production. Int J Agric Biol Eng. 2(3):51-68.

(19)

9

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Pagar Alam pada tanggal 02 Mei 1990 dari pasangan M. Idris dan Astia Yulizah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Prabumulih dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Tahun 2012 penulis memilih bagian Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai pengurus divisi eksternal pada periode 2010-2011 dan 2011-2012, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan sebagai pengurus divisi eksternal pada periode 2010-2011, dan organisasi Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) sebagai sekretaris umum pada periode 2010-2011, serta aktif dalam berbagai kepanitiaan lainnya. Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur-Papandayan Jawa Barat, melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi pada tahun 2012, serta praktik kerja lapang (PKL) di PT Pura Barutama Kudus pada tahun 2013. Penulis juga mendapatkan beasiswa Coca Cola Foundation Indonesia pada tahun 2012.

Dalam penyelesaian studi di IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul Kristalinitas Serat Pulp Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) dengan Perlakuan Beragam Jenis Alkali dan Metode Pengeringan di bawah bimbingan Nyoman Jaya Wistara, Ph.D.

Gambar

Gambar 1  Alur Proses Perlakuan hingga Pengukuran Kristalinitas  Pengukuran Kristalinitas
Tabel 1  Nilai kristalinitas serat selulosa hasil perlakuan  Pelakuan
Tabel 2  Struktur kristal serat selulosa dengan perlakuan alkali dan metode pengeringan
Tabel  2  menunjukkan  bahwa  pulp  kontrol  memiliki  fase  kristal  I α   dan  semua  sampel  yang  mendapatkan  perlakuan  alkali  memiliki  fase  kristal  I β

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan prinsip, tujuan, dan nilai-nilai yang dikembangkan dalam sistem keuangan syariah tersebut maka artikel ini akan mengkaji tentang penerapan prinsip

Jadi untuk mengatasi masalah globalisasi yang yang terus menerus menggerogoti nilai Pancasila maka diperlukan filter dalam diri kita sendiri unuk menentukan mana hal-hal yang

Berkenaan dengan kondisi sosial budaya dan kemungkinan pengaruh dari dua dialek tersebut tidak mustahil berimplikasi terhadap pemakaian bahasa Jawa masyarakat Kabupaten

strategis Pura Samuantiga, serta faktor pelestarian budaya; 2) Penggunaan Pura Samuantiga sebagai media komunikasi Hindu, mencakup : penggunaan palinggih- palinggih ,

Kegiatan visualisasi Peta Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) di wilayah Kelurahan Lowokwaru berbasiskan mobile SIG dilakukan menggunakan data spasial berupa

Organisasi yang memiliki budaya yang kuat Organisasi yang memiliki budaya yang kuat ditandai dengan adanya kecenderungan. ditandai dengan

[r]

Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme desinfeksi dapat