• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN AKAN KEKUASAAN (NEED FOR POWER) DENGAN KECENDERUNGAN AGRESI PADA PREMAN DI DESA S KECAMATAN SY KABUPATEN DEMAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN AKAN KEKUASAAN (NEED FOR POWER) DENGAN KECENDERUNGAN AGRESI PADA PREMAN DI DESA S KECAMATAN SY KABUPATEN DEMAK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

57

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN AKAN KEKUASAAN (NEED FOR

POWER) DENGAN KECENDERUNGAN AGRESI PADA PREMAN DI DESA

S KECAMATAN SY KABUPATEN DEMAK

Oleh :

Dwi Margo Restyo Utomo Falasifatul Falah

Fakultas Psikologi - Universitas Islam Sultan Agung Semarang

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji hubungan antara kebutuhan akan kekuasaan (need for power) dengan kecenderungan agresi pada preman di Desa S Kecamatan S Kabupaten Demak. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah product moment. Subjek penelitian ini adalah preman di Desa S Kecamatan SY Kabupaten Demak sebanyak 40 orang. Data penelitian yang dikumpulkan menggunakan skala kecenderungan agresi dan skala kebutuhan akan kekuasaan.Hasil uji hipotesis hubungan antara kebutuhan akan kekuasaan dengan kecenderungan agresi diperoleh rxy=0,605 dengan p=0,000(<0,01). Hasil tersebut

menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kebutuhan akan kekuasaan dengan kecenderungan agresi pada preman di Desa S Kecamatan SY Kabupaten Demak. Kebutuhan akan kekuasaan memberikan sumbangan efektif sebesar 36,6 persen terhadap kecenderungan agresi pada preman, sedangkan sisanya 63,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain.

Kata kunci: kebutuhan akan kekuasaan dan kecenderungan agresi.

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang harus dan selalu hidup bersama-sama kaum sesamanya. Di dalam masyarakat yang besar dan kompleks tampak adanya berbagai golongan yang sifat dan tujuan hidupnya berbeda-beda dan yang kepentingannya tidak selalu sesuai satu sama lain. Perbedaan-perbedaan inilah yang sering menimbulkan gesekan-gesekan di masyarakat dan sering berakhir dengan kericuhan atau tindakan agresi yang menimbulkan banyak korban.

Hampir setiap hari di media massa memuat berbagai peristiwa tindakan agresi seperti pembunuhan, tawuran suporter sepak bola, penganiayaan, pelecehan seksual, demo yang anarkis, tawuran pelajar maupun tawuran antar mahasiswa. Tiada hari tanpa kekerasan dan semua sudah dianggap sebagai peristiwa biasa dan menjadi rutinitas. Manusia merupakan serigala bagi manusia lain (homo homini lupus), selalu mementingkan diri sendiri dan tidak mementingkan keperluan orang lain sehingga dengan keadaan seperti itu cenderung membuat manusia selalu saling berkelahi untuk menjaga kelangsungan hidupnya serta selalu berjaga-jaga dari serangan musuh.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kuatnya pengaruh lingkungan yang negatif dianggap sebagai biang keladi dari tingkah laku yang buruk termasuk agresi (Sarwono, 2008) dan Nashori (2008) juga meyakini agresi seringkali dipakai manusia sebagai jalan untuk “mengungkapkan perasaan” dan “menyelesaikan persoalan” hidup mereka. Perasaan agresif adalah keadaan internal yang tidak dapat diamati secara langsung yang pada akhirnya bisa

(2)

58

diamati apabila perasaan tersebut ditampilkan secara terbuka dengan melakukan tindak kekerasan atau agresi.

Beberapa tokoh mendefinisikan agresi diantaranya; Davidoff (1999) menyebutkan bahwa agresi sebagai suatu tindakan makhluk yang ditujukan untuk menyerang dan menyakiti makhluk lainnya. Aronson (alam Koeswara,1988) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku yang dijalankan individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu. Berkowitz (dalam Syafrika & Suyasa, 2004) menjelaskan agresi sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik (menendang atau memukul) maupun psikis (memaki atau mengancam). Poerwodarminto (dalam Krahe, 2005) memberikan pengertian perilaku agresif sebagai suatu perbuatan menyerang. Krahe (2005) secara tipikal mendefinisikan agresi adalah suatu bentuk perilaku yang dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negatif terhadap targetnya, dan sebaliknya, menimbulkan harapan bahwa tindakan itu akan menghasilkan sesuatu. Berdasarkan uraian dari beberapa tokoh diatas tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku kecenderungan agresi adalah suatu disposisi untuk bertingkah laku atau perbuatan menyerang individu atau sekelompok orang baik secara fisik maupun lisan yang bertujuan untuk mencelakakan atau membuat cedera individu atau sekelompok orang tersebut baik secara fisik maupun psikologis.

Menurut Leonard Berkowitz (dalam Koeswara, 1988) menuturkan bahwa agresi terbagi menjadi dua jenis yaitu :

a. Instrument Aggression. Agresi yang dilakukan oleh organisme atau individu

sebagai alat atau cara untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Hostile Aggression (agresi benci) atau Impulsive Aggression (agresi

impulsif). Agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk melukai atau menyakiti, atau agresi tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek kerusakan, atau kematian pada sasaran atau obyek. Myers (dalam Syafrika, 2004) mengungkapkan bahwa pelaku agresi benci ini tidak memikirkan akibat yang ditimbulkan dan pelaku tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat.

Albin (2002) menyatakan bahwa aspek-aspek yang mendasari perilaku agresi seseorang meliputi lima hal yaiu:

a. Aspek pertahanan. Individu mempertahankan diri terhadap gangguan yang tidak diinginkan datangnya untuk memelihara perasaan aman dan melindungi harga diri.

b. Aspek ketegasan. Individu berani menentukan sikap bila dihadapkan pada permasalahan yang meminta pengambilan keputusan segera.

c. Aspek perlawanan disiplin. Individu melakukan hal-hal yang melanggar peraturan sebagai rasa ketidakpuasan pada aturan tersebut.

d. Aspek egosentris. Individu mengutamakan kepentingan individu secara berlebihan.

e. Aspek superioritas. Individu memandang rendah orang lain dan merasa lebih unggul.

Sears, Freadman dan Peplau (dalam Silvia, 2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif adalah:

a. Serangan. Serangan atau gangguan yang dilakukan oleh orang lain merupakan salah satu sumber amarah yang paling umum

(3)

59

b. Frustasi. Frustasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan.

c. Peran atribusi. Suatu kejadian akan menimbulkan amarah dan perilaku apabila korban mengamati serangan atau frustasi yang dimaksudkan sebagai tindakan yang menimbulkan bahaya.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan nama bagi seseorang yang suka menodong, merampok, dan melakukan tindakan agresi lainnya dengan sebutan preman. Melihat kondisi ekonomi para preman didesa S, umumnya mereka berasal dari keluarga berekonomi lemah dengan berbagai kesukaran hidup yang dialami. Kesulitan-kesulitan materiil, ketegangan psikis dan kesukaran-kesukaran dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sedang dialami menyebabkan Self-control mereka melemah dan mempertinggi kesempatan untuk berbuat kriminal baik kejahatan atas harta kekayaan maupun agresi. Tindakan-tindakan agresi yang dilakukan oleh para preman ini tentu saja tidak terjadi secara tiba-tiba melainkan ada penyebab atau hal yang mendasarinya.

Mc Clelland (dalam As’ad, 1998) mengungkapkan bahwa manusia berperilaku karena adanya pengaruh oleh kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri manusia itu sendiri. Selanjutnya Mc Clelland menjelaskan, dalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong timbulnya sebuah tingkah laku, salah satu kebutuhan pokok tersebut adalah kebutuhan akan kekuasaan (need

for power). Henry Murray (dalam Friedman & Schustack, 2008), penggagas studi

kepribadian yang didasarkan pada motif, menggunakan istilah “kebutuhan

(need)” yang merujuk pada kesiapan untuk merespon dengan cara tertentu

dalam kondisi tertentu. Murray juga mengidentifikasikan kebutuhan akan dominansi (n dominance) disebut sebagai kebutuhan akan kekuasaan (need for

power). Lebih lanjut Murray menjelaskan kebutuhan akan dominansi atau

kebutuhan akan kekuasaan tersebut sebagai suatu bentuk tingkah laku memiliki kendali atas lingkungan manusiawi, mempengaruhi atau mengarahkan tingkah laku orang lain dengan saran, bujukan, imbauan, atau perintah. Mc Clelland (dalam As’ad,1998) sendiri menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain. Berdasarkan teori tersebut maka kebutuhan akan kekuasaan (need for power) dapat diartikan sebagai suatu keinginan untuk menguasai, mengendalikan, mempengaruhi, dan mengarahkan tingkah laku orang lain dengan saran, bujukan, atau perintah tanpa mempedulikan perasaan orang lain. As’ad (1998) menjelaskan bahwa kebutuhan ini dapat menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang mempedulikan perasaan orang lain.

Gary Yukl (dalam Luthans, 2006) mengemukakan beberapa aspek tentang kebutuhan akan kekuasaan, yaitu:

a. Memengaruhi orang untuk mengubah sikap atau perilaku. Adanya upaya individu untuk mengadakan persuasi (membujuk, meyakinkan, mempengaruhi) dengan orang lain untuk mengubah sikap dan perilaku.

b. Mengontrol orang dan aktivitas. Yaitu upaya dari individu untuk mengendalikan, memerintah dan mengarahkan orang lain sesuai dengan keinginannya.

c. Berada pada posisi berkuasa melebihi orang lain. Individu berkuasa atas orang lain tanpa mempedulikan perasaan orang lain

d. Memperoleh kontrol informasi dan sumber daya. Adanya upaya individu untuk mendapatkan, mengendalikan dan menggunakan segala informasi dan sumber daya (hasil) dari wilayah yang dikuasainya.

(4)

60

e. Mengalahkan lawan atau musuh. Sikap individu untuk menyerang seseorang atau sekelompok orang yang dianggap musuh/lawan dengan lisan ataupun instrumen.

Friedman dan Schustack (dalam Friedman & Schustack, 2008) menyatakan apabila seseorang memiliki kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi maka seseorang tersebut cenderung untuk mendapatkan pekerjaan atau jabatan yang dapat menyatakan kuasa dirinya atas orang lain. Adanya kuasa tersebut seseorang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mempengaruhi dan mengendalikan tingkah laku orang lain menurut kehendak orang yang berkuasa tersebut. Kekuasaan tersebut akan menghasilkan superiority-feeling sehingga dalam pelaksanaannya penguasa akan berupaya untuk memaksa, mengancam, memeras dan bahkan melakukan tindakan agresi lainnya kepada pihak lain. Hal ini diperkuat dengan penyataan Worang (1983) bahwa kekuasaan dapat dijalankan dengan tindakan-tindakan kongkrit, misalnya dengan cara paksaan, tekanan, ancaman-ancaman bahkan pemerasan.

HIPOTESIS

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kebutuhan akan kekuasaan dengan kecenderungan agresi pada preman di Desa S, Kecamatan SY, Kabupaten Demak. Semakin tinggi kebutuhan akan kekuasaan maka semakin tinggi kecenderungan agresi pada preman di Desa S. Sebaliknya, semakin rendah kebutuhan akan kekuasaan maka semakin rendah pula kecenderungan agresi pada preman di Desa S.

METODE

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu satu variabel bebas dan satu variabel tergantung, dengan rincian:

1. Variabel tergantung : kecenderungan agresi

2. Variabel bebas : kebutuhan akan kekuasaan (need for power) Populasi pada penelitian ini adalah preman yang ada di Desa S, Kecamatan S, Kabupaten Demak yang memiliki atau sesuai dengan ciri-ciri sebagai berikut; bertempat tinggal Desa S dan beroperasi di wilayah Desa S dan sekitarnya, meminta uang secara paksa dengan dalih keamanan atau parkir. Hasil wawancara dengan ST yaitu salah satu preman Desa S menyebutkan bahwa preman di Desa S, Kecamatan S, Kabupaten Demak yang meminta uang keamanan atau parkir secara paksa pada saat penelitian ini dilakukan berjumlah 40 orang dan semuanya diteliti.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah studi populasi atau sampel total (sensus), yaitu suatu cara dalam penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya sebagai subyek penelitian (Usman, 2000, h. 131). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala psikologi karena skala psikologi memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari bentuk alat pengumpul data yang lain seperti angket (quisionare), daftar isian, inventori dan lain-lain, yakni subyek diminta memilih salah satu jawaban atau isian yang telah ditentukan sehingga subyek penelitian tidak dapat memberikan respon secara bebas. Penelitian ini menggunakan dua skala psikologi yaitu skala kecenderungan agresi dan skala kebutuhan akan kekuasaan (need for power). Skala kecenderungan agresi menggunakan aspek-aspek agresi yang telah dikemukakan oleh Albin (2002) yaitu; aspek-aspek pertahanan,

(5)

61

aspek ketegasan, aspek perlawanan disiplin, aspek egosentris dan aspek superioritas, sedangkan skala kebutuhan akan kekuasaan menggunakan aspek-aspek need for power seperti yang dikemukakan oleh Gary Yukl yaitu; aspek-aspek memengaruhi orang untuk mengubah sikap atau perilaku, mengontrol orang dan aktivitas, berada pada posisi berkuasa melebihi orang lain, memperoleh kontrol informasi dan sumber daya, mengalahkan lawan atau musuh.

Kedua skala tersebut disusun dengan jenis aitem, aitem yang searah dengan pernyataan (favorable) dan tidak searah dengan pernyataan (unfavorable). Pemberian skor pada skala ini bergerak antara 1 sampai dengan 4. Aitem yang bersifat favorable, subjek akan memperoleh nilai 4 jika menjawab SS (sangat sesuai), jika menjawab S (sesuai) diberi nilai 3, nilai 2 untuk jawaban TS (tidak sesuai) dan nilai 1 jika subjek menjawab STS (sangat tidak setuju). Aitem yang bersifat unfavorable, jawaban STS (sangat tidak setuju) diberi nilai 4, nilai 3 jika menjawab TS (tidak sesuai), nilai 2 untuk jawaban S (sesuai) dan jika menjawab SS (sangat sesuai) diberi nilai 1.

Penelitian ini dimulai dengan mengajukan surat permohonan untuk penelitian pada tanggal 06 Oktober 2010 dengan nomor surat 496/C.1/Psi-SA/X/2010, kemudian penelitian dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 20 Oktober 2010 di Desa S, Kecamatan SY, Kabupaten Demak. Peneliti menyebarkan skala penelitian yang dikenakan pada 40 subjek yang seluruhnya adalah preman yang berdomisili dan beroperasi di Desa S, Kecamatan SY, Kabupaten Demak. Semua skala yang telah disebar dapat kembali semuanya dan dapat diskor. Data penelitian yang terkumpul kembali dilanjutkan dengan menganalisisnya. Adapun metode analisis data yang dipakai dalam metode penelitian ini adalah metode statistik. Analisis statistik menuntut adanya perhitungan yang tepat dan teliti sehingga memerlukan alat ukur yang tepat dan teliti, yang mampu memberikan informasi sejauh mungkin sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk itu sebelum digunakan, alat ukur harus bersifat valid dan reliabel.

Penelitian ini menggunakan analisis statistik teknik korelasi product

moment dari Pearson. Product moment digunakan untuk mengetahui hubungan

antara kebutuhan akan kekuasaan (need for power) dengan kecenderungan agresi.

HASIL

Uji daya beda aitem dan estimasi reliabilitas kedua skala tersebut dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS (Statistical Product and

Service Solution) for Windows Release versi 16.0. Berdasarkan hasil analisis

data tersebut diperoleh hasil rxy=0,605 dengan p= 0,000 (p< 0,01). Hasil tersebut

menunjukkan ada hubungan yang positif yang sangat signifikan antara kebutuhan akan kekuasaan dengan kecenderungan agresi pada preman di Desa S, Kecamatan S, Kabupaten Demak yang artinya makin tinggi kebutuhan akan kekuasaan maka makin tinggi kecenderungan agresi pada preman di Desa S, dengan sumbangan efektif sebesar 36,6 persen

Berdasarkan norma kategorisasi dengan distribusi normal kelompok subjek dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa rerata empiris skor subyek pada skala kecenderungan agresi yaitu 39,5750 (berdasarkan mean empirik), sedangkan rerata hipotetik skor subyek dalam penelitian ini yaitu 30 (berdasarkan mean hipotetik). Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan agresi

(6)

62

pada preman di Desa S dalam penelitian ini berkategori tinggi karena mean empirik lebih besar dari mean hipotetik (yaitu 39,5750 >30).

Berdasarkan norma kategorisasi dengan distribusi normal kelompok subjek dalam penelitian ini, dapat dilihat bahwa rerata empiris skor subyek pada skala kebutuhan akan kekuasaan yaitu 86,0250 (berdasarkan mean empirik), sedangkan rerata hipotetik skor subyek dalam penelitian ini yaitu 65 (berdasarkan mean hipotetik). Hal ini menunjukkan kebutuhan akan kekuasaan dalam penelitian ini berkategori tinggi karena mean empirik lebih besar dari mean hipotetik (yaitu 86,0250 >65).

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dari uji korelasi menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima, yaitu ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kebutuhan akan kekuasaan (need for power) dengan kecenderungan agresi pada preman di Desa S Kecamatan SY Kabupaten Demak artinya semakin tinggi kebutuhan akan kekuasaan maka makin tinggi kecenderungan agresi pada preman di Desa S, begitu pula sebaliknya makin rendah kebutuhan akan kekuasaan maka makin rendah kecenderungan agresi pada preman di Desa S. Hasil tersebut diperoleh rxy= 0,605 dengan p= 0,000 (p< 0,01). Besarnya

kontribusi kebutuhan akan kekuasaan terhadap kecenderungan agresi pada preman tampak pada sumbangan efektifnya sebesar 36,6 persen sedangkan sisanya 63,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain.

Perasaan agresif pada seseorang merupakan keadaan internal yang tidak dapat diamati secara langsung hingga terjadinya sebuah tindakan. Perilaku agresi digambarkan sebagai perilaku yang mengekspresikan perasaan, pikiran, dan kepercayaannya secara berlebihan. Perilaku agresi juga ditujukan untuk menyakiti makhluk hidup lain secara fisik maupun verbal.

Perilaku agresi muncul karena adanya respon seseorang terhadap stimulus-stimulus yang ada baik internal maupun eksternal. Santoso dan Zulfa (2004) mengurai dasar pemikiran dari aliran naturalisme klasik menyebutkan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas

(free will), dimana dalam bertingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk

memperhitungkan segala tindakan berdasarkan keinginannya, dengan kata lain manusia berperilaku dipandu oleh kebutuhan-kebutuhan dan kesenangannya. Kehendak bebas yang didalamnya berisi kebutuhan dan kesenangan tersebut sangat mempengaruhi dinamika emosional seseorang. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bandura (Atkinson, 1999, hal. 62-63), bahwa perilaku agresi dapat muncul disebabkan karena sifat dasar manusia, keadaan lingkungan yang menyebabkan belajar agresi dan adanya kebutuhan-kebutuhan atau dorongan-dorongan yang jika dalam usaha mencapai pemenuhan kebutuhan dan dorongan-dorongan tersebut terhalangi maka akan timbul agresi.

Mc Clelland (As’ad, 1998, hal. 52) menyebutkan kebutuhan dasar manusia ada tiga, yaitu kebutuhan akan pencapaian (Need for achievement), kebutuhan akan afiliasi (Need for Affiliation), dan kebutuhan akan kekuasaan (Need for

Power). Penelitian ini fokus pada kebutuhan akan kekuasaan. Orang dengan

kebutuhan akan kekuasaan yang tinggi akan duduk lebih tinggi, berbicara lebih keras dan mereka cenderung menginvasi ruang orang lain karena menginginkan pengaruh, kuasa serta mengatur daerah kekuasaannya dengan begitu ia mampu

(7)

63

menjalankan kekuasaannya dengan paksaan, tekanan, dan ancaman yang termasuk agresi di dalamnya. Artinya, bahwa adanya tendensi manusia untuk menggunakan agresi dalam mencapai dan memelihara kekuasaan. Hal ini sesuai dengan Friedman dan Schustack (2008, hal. 322) yang menyatakan bahwa seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan (need for power) yang tinggi biasanya mencari dan berupaya mendapatkan pekerjaan dan jabatan yang membuat mereka bisa menyatakan kuasa atas orang lain dan kebutuhan akan kekuasaan adalah sebuah reflek keinginan untuk mengendalikan orang lain ataupun dalam sebuah pekerjaan.

Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, bahwa terdapat hubungan positif antara kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power) dengan kecenderungan agresi pada preman di Desa S, Kecamatan S, Kabupaten Demak. Makin tinggi tingkat kebutuhan akan kekuasaan para preman di Desa S maka makin tinggi pula kecenderungan agresi para preman di Desa S, dan sebaliknya, makin rendah tingkat kebutuhan akan kekuasaan para preman di Desa S maka makin rendah pula kecenderungan agresi preman di Desa S. Kebutuhan akan kekuasaan memang sangat menentukan kemunculan sebuah agresi, namun tidak berarti bahwa kebutuhan akan kekuasaan selalu menimbulkan agresi. Kebutuhan akan kekuasaan akan menjadi sangat efektif jika didukung oleh faktor-faktor pendukung lainnya yang dapat memunculkan agresi.

KESIMPULAN

Berdasarkan uji korelasi antara kebutuhan akan kekuasaan dengan kecenderungan agresi pada preman di Desa S, Kecamatan SY, Kabupaten Demak diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan, artinya makin tinggi tingkat kebutuhan akan kekuasaan para preman di Desa S maka makin tinggi pula kecenderungan agresi para preman di Desa S. Sebaliknya, makin rendah tingkat kebutuhan akan kekuasaan para preman di Desa S maka makin rendah pula kecenderungan agresi preman di Desa S. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan sehingga hipotesis tersebut diterima.

Hasil dari pengujian statistik menunjukan bahwa sumbangan efektif variabel kebutuhan akan kekuasaan terhadap kecenderungan agresi pada preman di Desa D, Kecamatan S, Kabupaten Demak sebesar 36,6 persen. Nilai tersebut mempunyai arti bahwa kebutuhan akan kekuasaan memberi kontribusi 36,6 persen terhadap kecenderungan agresi pada preman di Desa S dan sisanya 63,4 persen dipengaruhi oleh variabel-variabel lain seperti frustasi, stres, deindividuasi, kepatuhan, efek senjata, provokasi dan suhu udara.

SARAN

Beradasarkan hasil pengamatan terhadap hasil penelitian yang telah diperoleh, penulis mencoba mengajukan beberapa saran yaitu;

1. Saran bagi para preman diharapkan untuk lebih meningkatkan kontrol diri dan bisa mencari pekerjaan yang lebih layak serta jauh dari resiko yang berbahaya.

2. Saran bagi institusi perangkat pemerintah Desa S hendaknya mampu mengakomodir para preman tersebut untuk dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan entrepreneurship agar mereka mampu berwirausaha dan menjadi wirausahawan yang sukses sehingga tidak meresahkan bagi masyarakat. 3. Saran bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti penelitian yang serupa

(8)

64

dapat memperoleh informasi atau data dari para preman tanpa merasa ada paksaan, disamping itu perlu juga diperhatikan banyaknya jumlah dan kualitas aitem pada alat ukur skala yang digunakan dalam pengambilan data agar dapat memperoleh hasil yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Albin, R, S. 2002. Emosi Bagaimana Mengenai Menerima Dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius.

As’ad, Moh, Drs. 1998. Seri Ilmu Sumber Daya Manusia Psikologi Industri. Edisi keempat. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Smith, E. E., Bem, D. J. 1999. Pengantar

Psikologi Edisi 11 Jilid 1. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Jakarta:

Interaksara.

Davidoff, L.L. 1999. Psikologi Suatu Pengantar. Jilid 1. Alih Bahasa : Jumiati, Jakarta : Erlangga

Friedman, H, S., Schustack, M, W. 2008. Kepribadian Teori Klasik dan Riset

Modern. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga.

Koeswara, E.1988. Agresi Manusia. Bandung: Eresco

Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi - Edisi sepuluh. Yogyakarta: Andi Santoso, T. Zulfa, E, A. 2004. Kriminologi. Jakarta: RajaGrafindo

Sarwono, S. W., 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Silvia dan F. Iriani. 2003. Pengaruh Tayangan Kekerasan dalam Film Terhadap Perilaku Agresi pada Remaja Awal Laki-laki. Jurnal Phronesis vol 5, no 10. Suryaningsih, W., Anggraini, R. 2006. Hubungan Kekerasan Orang tua Terhadap Anak Dengan Perilaku Agresif pada siswa SMP Negeri 2 Ungaran. Jurnal

Psikologi Proyeksi, Vol. 1, No 1. Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan

Agung Semarang.

Syafrika, I., Suyasa, T, Y, S. 2004. Persepsi Terhadap Lingkungan Fisik Kerja dan Dorongan Berperilaku Agresif pada Polisi Lalu Lintas. Jurnal Insan, vol. 6, no 3. Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara.

Usman, H. 2000. Pengantar Statistik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Worang, B, L. 1983. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta. Universitas Atma Jaya Yogyakarta Press.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut sangat dirasakan oleh pemohon yang baru mendaftar pembuatan paspor, karena mereka belum mengalami dan bahkan tidak mengetahui prosedur dalam

Nilai-nilai karakter bangsa itu berkaitan erat dengan hajat hidup dan kehidupan manusia Indonesia yang tidak hanya mengejar kepentingan diri sendiri, tetapi juga berkaitan

Deviden merupakan salah satu cash outflow dimana yang sangat berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan maka semakin kuat posisi likuiditas perusahaan semakin

Penyebab jenis cacat missing label berdasarkan faktor lingkungan, operator, metode dan pealatan adalah tatanan stasiun kerja yang tidak teratur, kesalahan dalam peletakan, tidak

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Representasi

Nilai Koefisien Analisis Linear Berganda pada PT Socfin Indonesia Kebun Lima Puluh pada Tanaman Berumur 13, 16 dan 19 Tahun Selama 3 Tahun (2010-2012).. Nilai Koefisien pada umur

TDNdiket: Jumlah TDN yang terdapat dalam tabel kebutuhan nutrisi kambing PropCamp2: Hasil pengurangan antara Pro dengan TDNCamp2 dan hasilnya harus selalu