• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir. 2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir. 2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

I I .

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1 Rehabilitasi Sumberdaya Pesisir

Ekosistem pesisir yang berperan sebagai ternpat dan media aktifitas manusia sangat berpengaruh terhadap berbagai perubahan lingkungan. Kerusakan terhadap ekosistem yang terjadi akibat bencana pesisir yang terjadi berakibat pada tidak seimbangnya fungsi ekosistem dalarn sebagai penyangga sistern kehidupan. Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik danlatau hayati pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, danlatau kerusakan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU RI No.27 Th 2007).

Bencana pesisir yang terjadi akibat tsunami d i ..Kecarnatan Pulo Aceh menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem pesisir terutama terurnbu karang, padang lamun, ekosistem mangrove, dan ekosistem pantai. Upaya rehabilitasi ditujukan untuk mengembalikan kembali fungsi ekosistern pada kawasan Kecamatan Pulo Aceh sebagai penyangga sistem kehidupan. Rehabilitasi sumberdaya pesisir adalah proses pernulihan dan perbaikan kondisi ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula (UU RI No. 27 Th 2007).

Rehabilitasi kawasan pesisir akibat bencana pesisir tidak hanya ditujukan untuk mernulihkan dan rnemperbaiki kondisi ekosistem yang telah rusak. Sifat kawasan pesisir sebagai marine bioecoregion menyebabkan kerusakan pada satu kawasan atau satu jenis ekosistem berakibat terhadap kawasan atau ekosistem yang lain. Diposaptono dan Budiman (2005) menyebutkan bahwa kejadian bencana di wilayah pesisir sekecil apapun akan rnenimbulkan dampak budaya dan sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir. Perbaikan kondisi ekosistem dilakukan seiring dengan rehabilitasi ekonomi rnasyarakat. Penglibatan rnasyarakat dalam kegiatan rehabilitasi ekosistem hams dilakukan secara bersamaan dalam kaitan pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. 2.2 Pengelolaan Wilayah Pesisir

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistern, sumberdaya, dan kegiatan pernanfaatan (pembangunan) secara terpadu (infegrafed) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan (Dahuri etal. 1996).

(2)

Sebagai kawasan peralihan antara pengaruh daratan dan lautan, wilayah pesisir rnernbutuhkan pendekatan pernbangunan yang kornprehensif dan terpadu. Menurut Dahuri et al. (1996) guna tercapainya pernbangunan pesisir secara tepadu diperlukan inforrnasi tentang potensi pernbangunan yang dapat dikernbangkan disuatu wilayah pesisir dan lautan serta perrnasalahan yang ada, baik aktual rnaupun potensial. Secara urnurn, potensi pernbangunan yang terdapat diwilayah pesisir dan lautan secara garis besar terdiri dari tiga kelornpok: (1) surnberdaya dapat pulih (renewable resources) (2) surnberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources), (3) jasa-jasa lingkungan

(environmental services).

Ekosistern pesisir pada prinsipnya rnernpunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan rnanusia yaitu sebagai penyedia sumberdaya alarn, penerima lirnbah, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, dan penyedia jasa-jasa kenyarnanan. Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir dan laut rnenyediakan surnberdaya alarn yang produktif baik yang dapat dikonsumsi langsung rnaupun tidak langsung, seperti surnberdaya alarn hayati yang dapat pulih, diantaranya surnberdaya perikanan, mangrove, terurnbu karang dan rurnput laut; dan surnberdaya alarn nirhayati yang tidak dapat pulih, diantaranya surnberdaya mineral, rninyak burni, dan gas alarn. Sebagai penyedia sumberdaya alarn yang produktif, pernanfaatan surnberdaya wilayah pesisir dan laut yang dapat pulih harus dilakukan dengan tepat agar tidak melebihi kemarnpuannya untuk rnernulihkan diri pada periode waktu tertentu. Dernikianpula diperlukan kecermatan pemanfaatan surnberdaya wilayah pesisir dan laut yang tidak dapat pulih, sehingga efeknya tidak rnerusak lingkungan. Bengen (2000) menyebutkan sebagai ternpat penarnpung lirnbah yang dihasilkan dari kegiatan rnanusia, ekosistern ini rnemiliki kernarnpuan terbatas, yang sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang rnasuk. Apabila lirnbah yang rnasuk rnelebihi kernarnpuan asirnilasi wilayah pesisir dan laut, rnaka kerusakan ekosistem dalarn bentuk pencemaran akan te rjadi.

2.3 Potensi Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Secara urnurn, sumberdaya alarn yang terdapat dikawasan pesisir dan lautan serta pulau-pulau kecil di Nanggroe Aceh Darussalarn terdiri atas surnberdaya dapat pulih (renewable resources) dan surnberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources), dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan (environmental services). Surnberdaya dapat pulih terdiri dari berbagai jenis ikan,

(3)

udang, rurnput laut, terrnasuk berbagai kegiatan budidaya pantai dan budidaya laut (manculture). Surnberdaya tidak dapat pulih rneliputi mineral, bahan tarnbanglgalian, minyak burni, dan gas. Sedangkan yang terrnasuk jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan adalah pariwisata dan perhubungan laut (Dahuri 2000).

Suatu surnberdaya baru dapat dikatakan sebagai surnberdaya apabila tersedia teknologi untuk rnernanfaatkannya dan adanya perrnintaan terhadap surnberdaya tersebut. Pernanfaatan suatu surnberdaya yang tidak bijaksana akan dapat rnenirnbulkan kerusakan atau terkurasnya suatu surnberdaya. Kernarnpuan produksi suatu surnberdaya akan rnengalarni proses diminishing

return yang berakibat pada rnenurunnya standar hidup rnasyarakat. Dalarn jangka panjang proses penurunan produksi dan penurunan standar hidup akan

berada pada posisi steady state (Fauzi 2004).

Ketersediaan surnberdaya pesisir dan lautan serta potensi surnberdaya pulau-pulau kecil Nanggroe Aceh Darussalam selarna ini belurn tergarap secara optimal. Sejalan dengan pernberlakuan UU No. 3212000 dan UU No. 2511999, tentang Otonomi Daerah, rnernbuka peluang yang besar kepada pernerintah daerah untuk mendulang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat besar dari pernanfaatan potensi pesisir dan lautan (WALHI Aceh 2002).

Pengukuran suatu surnberdaya didasarkan pada jenis surnberdaya terperbaharui dan jenis surnberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Fauzi (2004)

rnenyebutkan pengukuran terhadap surnberdaya terperbaharui berdasarkan: 1 Surnberdaya hipotikal; konsep pengukuran deposit surnberdaya yang belurn

diketahui namun diharapkan ditemukan pada rnasa rnendatang berdasarkan survei yang dilakukan pada saat ini.

2 Surnberdaya spekulatif; konsep yang digunakan untuk rnengukur deposit yang rnungkin diternukan pada daerah yang belurn dieksplorasi, dirnana kondisi geologi rnernungkinkan diternukan deposit.

3 Cadangan kondisional; deposit yang sudah diketahui narnun dengan kondisi harga dan output pada saat ini belurn mernungkinkan secara ekonorni. 4 Cadangan terbukti; surnberdaya alarn yang telah diketahui dan secara

ekonornis dapat dirnanfaatkan pada saat ini.

Fauzi (2004) rnenjelaskan lebih lanjut bahwa surnberdaya yang dapat terperbaharui rnenggunakan pengukuran berbeda yang didasarkan kepada:

(4)

1 Potensi rnaksirnurn sumberdaya; pengukuran dengan rnernpertirnbangkan kernampuan biofisik alam untuk rnenghasilkan produksi secara berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu tanpa rnernpertimbangkan kendala sosial ekonorni yang ada.

2 Kapasitas lestari; pengukuran didasarkan pada kernarnpuan surnberdaya untuk dapat rnernpertahankan kelestariannya untuk generasi berikutnya. Pernanfaatannya didasarkan pada potensi lestari surnberdaya tersebut. 3 Kapasitas penyerapan; didasarkan pada kernarnpuan surnberdaya untuk

dapat memulihkan diri akibat pernanfaatan oleh rnanusia. Pernanfaatan tidak boleh melebihi kapasitas asirnilasi surnberdaya tersebut yang bervariasi untuk berbagai sumberdaya dan kondisi lingkungan.

4 Daya dukung; didasarkan pada pernikiran bahwa lingkungan memiliki ambang batas untuk dapat rnendukung pertumbuhan suatu organisme. 2.4 Tsunami

Secara alarniah posisi geografis lndonesia berada pada kawasan yang rawan bencana tsunami. Sejak tahun 1961 lndonesia telah rnengalarni setidaknya 20 kali bencana tsunami. Kawasan lndonesia merupakan daerah perternuan tiga lernpeng benua yaitu Lempeng Eurasia, Sarnudra Pasifik, dan Indo-Australia (Diposaptono & Budirnan 2005).

Secara geografis kawasan kepulauan Pulo Aceh berada dalarn kawasan rawan tsunami di lndonesia. Kepulauan Pulo Aceh berada dalarn zona A seisrnotektonik di lndonesia yang rneliputi busur sunda bagian barat yang terletak dibagian barat laut selat sunda. Tsunami terjadi oleh adanya gernpa yang berpusat di dasar laut dengan kekuatan minimal 6,s pada skala richter. Gernpa dalarn skala besar dan berada pada kedalarnan yang relatif dangkal(60 krn dari permukaan laut) menyebabkan pergerakan seluruh kolorn air dari perrnukaan sarnpai dasar laut dan bergerak rnenuju daratan dengan sangat cepat. Pergerakan air yang sangat cepat dan kuat akan menyapu seluruh daratan yang terjangkau oleh air (Munir 2003).

Penyebab gernpa setidaknya ada tiga faktor:

1 Vulkanik, gempa yang disebabkan oleh adanya aktivitas gunung berapi baik di daratan maupun yang berada didalarn lautan.

2 Tektonik, gernpa yang terjadi akibat adanya pergeseran, pergerakan dan turnbukan lernpeng burni. Aktivitas tektonik dapat rnenyebabkan patahan kerak bumi.

(5)

3 Ulah manusia, berbagai aktivitas manusia yang menimbulkan getaran dan kerusakan terhadap kulit bumi seperti percobaan nuklir bawah tanah dan longsoran rongga tanah akibah kegiatan penambangan.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami sangat bergantung pada kekuatan tsunami itu sendiri dan kondisi biofisik lingkungan lingkungan pesisir. Kawasan pesisir yang merupakan benteng utama peredam energi tsunami sangat mempengaruhi tingkat kerusakan. Kondisi pesisir yang masih rapat oleh tumbuhan terutarna hutan mangrove akan mampu meredarn energi tsunami yang dihernpaskan kedaratan. Pengelolaan kawasan rawan tsunami menjadi ha1 penting untuk rnengurangi dampak yang ditimbulkan. Mengingat saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi waktu terjadinya tsumani secara cepat dan tepat, rnaka sangat dibutuhkan perencanaan pembangunan yang ramah lingkungan. Pengelolaan kawasan pesisir secara alami seperti pelestarian hutan mangrove dan terumbu karang secara teoritis akan dapat mengurangi energi hempasan tsunami (Diposaptono & Budiman 2005)..

Sebagai kawasan yang rawan tsunami, hidup antisipatif terhadap tsunami dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan dapat meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan. Penzonasian daerah rawan tsunami skala lokal dan struktur bangunan yang tahan terhadap gernpa dan aliran air akibat tsunami akan dapat rnernperkecil kerusakan akibat bencana yang tejadi.

2.5 Pengelolaan Sumberdaya Alam d a n Tsunami

Kawasan kepulauan Pulo Aceh dengan potensi sumberdaya alam yang belum tergarap secara optimal menyediakan kesempatan usaha bagi berbagai stakeholder untuk pemanfaatannya. Keberadaan kawasan tersebut pada daerah yang rawan bencana tsunami rnengharuskan diterapkannya prinsip pembangunan secara terpadu melalui pendekatan manajemen krisis dan manajemen resiko. Diposaptono dan Budirnan (2005) menyebutkan pendekatan secara terpadu (rnanajemen resiko dan manajemen krisis) pada hakikatnya adalah menangani bencana dari sebelum, saat, hingga sesudah terjadinya bencana.

Perlindungan terhadap sumberdaya alam dan manusia dilakukan melalui pendekatan fisik dan nonfisik. Pendekatan secara fisik dilakukan melalui upaya teknis baik alarni rnaupun buatan. Melalui upaya fisik secara alami dapat berupa kegiatan pemeliharaan hutan pantai. Pantai dengan topografi landai berpasir dapat dilakukan penanaman cemara. laut. Tanaman mangrove dipelihara pada

(6)

kawasan yang berlurnpur dan senantiasa dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasi hutan pantai ini selain berfungsi rnelindungi pantai dari hernpasan angin dan badai juga berguna bagi penyerapan dan perneliharaan air tanah, keanekaragarnan hayati, dan keseirnbangan ekosistern. Vegetasi hutan yang rapat dan subur rnernberikan keuntungan tarnbahan bagi rnasyarakat seternpat terutarna sektor perikanan. Sistern perakaran mangrove yang kokoh dan rapat rnernberikan ternpat berlindung bagi ikan untuk rnernijah (Diposaptono & Budirnan 2005).

Kawasan Hutan pantai yang rapat sangat berguna pada saat bencana tsunami rnenerjang. Hutan pantai menjadi benteng utarna yang berfungsi meredam energi tsunami yang dihernpaskan kedaratan. Sirnulasi yang dilakukan oleh peneliti tsunami asal Jepang terhadap efektifitas hutan pantai dalarn rneredarn tsunami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan pantai dengan ketebalan 200 rn, kerapatan pohon 30 batang perseratus meter persegi, dan diameter batang 15

crn

dapat rneredarn lebih dari 50% energi gelornbang tsunami dengan ketinggian 3 meter (Tabel

1).

Tabel

1

Efektivitas hutan pantai dalarn rneredarn tsunami

Tinggi Tsunami (m)

1

2 3

Hutan Pantai (Shuto, 1985) Mitigasi kerusakan,

rnenghentikan benda yang hanyut, rneredarn tsunami Jarak run-up Lebar hutan 50 rn 0,98 0,86 0,81

100 rn 0,83 0,80 0,71

200 rn 0.79 0.71 0.64

400

m

0;78 0165 0,57

Tinggi genangan Lebar hutan 50 m 0,98 0,86 0,81

100 rn 0,83 0,80 0,71

400

m

0.78 0165 0,57

Arus Lebar hutan 50 m 0,71 0.58 0.54

100 rn 0.57 0,47 0,44

200

m

0,56 0,39 0,34

400

m

-

0,31 0,24

Gaya hidrolis Lebar hutan 50 rn 0,53 0,48 0,39

100 m 0,33 0,32 0,17

200 m 0.01 0.13 0.08

400

m

-

0:02 0,Ol

Surnber: Harada-lmamura diacu dalarn Diposaptono & Budirnan 2005

Tabel 1 rnenunjukkan bahwa hutan pantai rnarnpu rneredarn energi gelornbang yang ditimbulkan oleh tsunami. Semakin tebal hutan pantai rnaka sernakin besar energi tsunami yang diredarn. Narnun dernikian, penelitian yang

(7)

dilakukan Shuto diacu dalarn Diposaptono dan Budirnan (2005) rnenyebutkan bahwa hutan pantai tidak lagi efektif untuk meredarn energi tsunami dengan ketinggian lebih dari 8 meter.

Selain perlindungan secara alami dengan pemeliharaan hutan pantai, dapat pula dilakukan perlindungan dengan pengelolaan fisik secara buatan. Perlindungan dapat dilakukan dengan membangun pemecah ombak (break wafer) dan tembok laut (sea wall) sejajar pantai, rnemperkuat desain bangunan, rnenanam hutan buatan dari beton, serta pernbangunan infrastruktur lainnya (Diposaptono & Budirnan 2005). Perlindungan secara fisik buatan rnembutuhkan biaya yang besar terutarna jika ditinjau dari penernpatannya pada sebuah pulau kecil yang saat ini merupakan daerah yang masih belurn berkembang.

Penge!olaan fisik buatan yang sangat rnungkin dilakukan adalah dengan penguatan bangunan terutarna perumahan dengan model rurnah tradisonal Aceh yang terbuat dari kayu pilihan dan berupa rurnah panggung. Rumah tradisiona! yang terbuat dari kayu terbukti mampu bertahan terhadap goyangan gernpa karena sifat fleksibilitasnya terhadap goyangan. Kontruksi rumah yang berupa panggung mampu melewatkan air pada saat tsunami rnenerjang kawasan pemukirnan.

Upaya nonfisik dalarn pengelolaan sumberdaya alarn terhadap bahaya tsunami dilakukan dengan rnengatur kegiatan pernanfaatan kawasan. Kawasan dengan skala kerawanan tsunami tinggi diupayakan sedapat mungkin dihindari untuk kegiatan pernbangunan. Kawasan rawan bencana tsunami ditetapkan dengan pernbuatan peta rawan tsunami dalam skala lokal. Dengan adanya peta rawan tsunami dapat dipisahkan kegiatan-kegiatan yang bersinergis dan tidak sinergis dalam suatu kawasan. Upaya nonfisik lainnya dilakukan dengan kegiatan penyuluhan rnasyarakat terhadap sifat-sifat dan bahaya yang ditimbulkan oleh tsunami.

Kegiatan pengelolaan sumberdaya alam dan rnanusia terhadap bencana hanya dapat dilakukan rnelalui perencanaan dan pengelolaan kawasan secara terpadu. Diposaptono dan Budiman (2005) menyebutkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir terpadu setidaknya memiliki 3 tujuan utarna, yaitu:

1 Melindungi integritas ekologi dari ekosistern pesisir

2 Mencegah kelebihan material yang sifatnya merusak dan mencegah hilangnya surnberdaya akibat bencana alam

(8)

3 Mernbantu rnenentukan kelayakan kegiatan pembangunan dan pernanfaatan wilayah dan surnberdaya pesisir dan laut bagi kepentingan rnanusia.

Pencapaian tujuan utarna pengelolaan secara terpadu tersebut hanya dapat terjadi jika keterpaduan pernbangunan secara vertikal dan horizontal dilakukan secara sinergis. Pulau-pulau kecil sebagai suatu kawasan yang relatif kecil sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Kerusakan terhadap satu ekosistern akan rnernberikan pengaruh yang cukup besar bagi ekosistem yang lainnya. Aktivitas rnanusia yang tidak rarnah lingkungan akan rnernberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan masyarakat seternpat. Pernbangunan sekecil apapun pada dasamya akan mernberikan pengaruh terhadap lingkungan. Kesesuaian kegiatan pada suatu kawasan harus rnenjadi kajian utarna salarn perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Kegiatan yang rnernberikan nilai tarnbah dan sejalan dengan fungsi ekosistern perlu rnendapat rangsangan dan rnernperoleh berbagai kernudahan oleh pernerintah dalarn pengumsan dan pelaksanaannya, sedangkan terhadap kegiatan yang rnemberikan tekanan lingkungan bagi keberadaan ekosistem perlu rnendapat pengawasan yang ketat dalarn pelaksanaannya. Melalui keterpaduan pelaksanaan pernbangunan dan pengawasan yang ketat akan rnernberikan darnpak positif bagi lingkungan, stakeholder, dan rnasyarakat seternpat secara langsung dan untuk jangka panjang.

2.6 Pengembangan

Sektor

Unggulan

Perurnusan visi dan misi spesifik, unik, tepat, dan akurat akan rnendorong suatu wilayah rneraih keunggulan daya saing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage), perturnbuhan wilayah, serta rneningkatkan nilai tarnbah (value added) rnelalui pengembangan produk-produk unggulan (Djajadiningrat & Melia 2004). Kecarnatan Pulo Aceh yang berada diantara perternuan Selat Malaka dan Sarnudera Hindia serta berada pada jalur pelayaran internasional rnernpunyai berbagai keunggulan kornpetitif.

Sejalan dengan rencana pengernbangan Pulo Aceh serta berpedornan kepada Rencana lnduk Pengernbangan Sektor Unggulan KAPET Sabang, rnaka prioritas pengernbangan Pulo Aceh adalah berdasarkan potensi keunggulan yang dirniliki oleh Pulo Aceh seperti pariwisata, perikanan, perdagangan, dan jasa.

(9)

2.6.1 Sektor Pariwisata

Pariwisata rnerupakan segala kegiatan dalarn rnasyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Sukadijo, 1997). Kegiatan pariwisata berhubungan dengan berbagai sektor yang bertujuan untuk rnenjual suatu potensi wilayah dengan segala upaya untuk rnendatangkan orang-orang untuk berkunjung ke wilayah tersebut. Suatu kegiatan pariwisata dapat dikatakan berhasil apabila telah mampu rnendatangkan wisatawan sebanyak mungkin untuk rnengunjungi potensi yang dikernbangkan tersebut. Yang dimaksud dengan wisatawan adalah orang yang rnengadakan perjalanan dari ternpat kediarnannya tanpa rnenetap diternpat yang didatanginya atau hanya sernentara waktu rnenetap diternpat yang didatanginya.

Pada urnurnnya pulau kecil rnerniliki panorama alarn dan lingkungan yang indah, disamping itu kebudayaan rnasyarakat suatu pulau kecil bersifat unik dan khas. Kondisi alarn dan budaya rnerupakan karakteristik khas pulau kecil. Sukadijo (1997) rnenyebutkan bahwa suatu daerah atau ternpat hanya dapat dijadikan rnenjadi tujuan wisata kalau kondisinya sedemikian rupa, sehingga ada yang dapat dikernbangkan rnenjadi atraksi wisata. Modal atraksi wisata yang dapat rnenarik kedatangan wisatawan itu ada 3 (tiga), yaitu:

1 alarn 2 budaya 3 rnanusia

Dari segi ekonorni, kunjungan wisatawan pada suatu daerah rnernberikan darnpak positif terhadap masyarakat disekitarnya dan bagi pandapatan daerah. Objek wisata yang rnenjadi daya tank bagi wisatawan rnerupakan surnber parnasukan bagi penduduk sekitar. Pengeluaran yang dibelanjakan oleh wisatawan secara langsung rnernberikan rnanfaat bagi penduduk setempat dari berbagai' sektor baik perdagangan rnaupun transportasi dan jasa. Kegiatan ekowisata yang rnenjual keindahan alarn seperti panorama pulau kecil dapat dirnanfaatkan sebagai upaya untuk rnenjaga keiridahan alarn dari kerusakan akibat carnpur tangan manusia. Pariwisata yang berorientasi ekologi sangat rnendukung kegiatan konservasi dan dapat dilakukan secara bersamaan dan saling rnenguntungkan.

Mclntosh diacu dalarn Sukaduo (1997) rnengklasifikasikan motif wisata rnanjadi ernpat kelompok:

(10)

1 Motif fisik, berhubungan dengan kegiatan badaniah seperti olahraga, istirahat, kesehatan, dan sebagainya.

2 Motif budaya, wisatawan bertujuan untuk rnenikrnati atraksi budaya baik alam rnaupun rnanusia. Wisatawan dapat juga bertujuan untuk rnernpelajari atau rnernaharni tatacara dan kebudayaan bangsa atau daerah lain.

3 Motif interpersonal, berhubungan dengan keinginan untuk berternu keluarga, ternan, tetangga, atau berkenalan dengan orang-orang tertentu. 4 Motif status atau motif prestise, kunjungan kesuatu daerah atau kawasan

dianggap dapat rnernberikan prestise bagi orang yang pernah dikunjunginya terutarna wisata ke daerah yang jauh, rnahal, dan juga keluar negeri.

Motif-motif wisata yang diklasifikasikan oleh Mclntosh serta subklasifikasi- subklasifikasi yang dikernbangkan berdasarkan potensi suatu wilayah dapat dirnanfaatkan untuk rneningkatkan pandapatan daerah dengan tetap rnenjaga budaya dan keindahan alarn suatu daerah. Kegiatan pariwisata dapat rnendorong perturnbuhan ekonorni pada daerah nonindustri terutarna pariwisata alarn.

Pengernbangan kegiatan pariwisata diharapkan dapat rnenjaga lingkungan agar tidak rnenjadi rusak akibat pemanfaatan oleh rnanusia. Pernbukaan suatu kawasan wisata dilakukan dengan rnempertirnbangkan potensi surnberdaya dan kesesuaian lahan untuk peruntukannya. Kesesuaian lahan untuk wisata dihitung berdasarkan parameter utarna jenis wisata yang akan dikernbangkan. Kesesuaian lahan wisata bahari katagori wisata selam rnernpertirnbangkan 6

parameter utama. Kesesuaian wisata pantai untuk katagori rekreasi ditentukan dengan rnernpertimbangkan 10 parameter utarna berdasarkan kondisi surnberdaya.

2.6.2 Sektor Perikanan

Ketersediaan surnberdaya perikanan sangat berkaitan erat dengan kondisi pesisir suatu wilayah. Kerusakan wilayah pesisir sebagai ternpat rnernijah dan ternpat berlindung ikan-ikan kecil akan berakibat pada rnenurunnya produksi ikan secara keseluruhan. Surnberdaya perikanan yang rnerniliki potensi besar untuk dikembangkan adalah surnberdaya perikanan laut. Kondisi geografis Kecarnatan Pulo Aceh yang berada pada perternuan Selat Malaka dan Sarnudera Hindia rnenyimpan potensi perikanan yang cukup besar yang belurn dikelola secara optimal untuk kesejahteraan penduduk lokal.

(11)

Keterbatasan teknologi nelayan dalarn memanfaatkan potensi kelautan baik ikan pelagis kecil maupun ikan pelagis besar rneyebabkan hasil tangkapan yang tidak optimal dan pengelolaan pasca penangkapan yang tidak tepat menyebabkan kualitas produksi menjadi rnenurun. Ketidakmampuan menangani hasil tangkapan secara baik menyebabkan nilai jual rnenjadi menurun.

Sumberdaya perikanan Kabupaten Aceh Besar berada dalarn Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia (WPPI) I yaitu kawasan Selat Malaka antara lain perairan Selat Malaka di bagian utara dan Lautan Hindia pada bagian barat. Perairan Lautan Hindia pada bagian barat terdapat Palung Andaman dengan kedalam antara 1200- 2000 m. Pada kawasan ini banyak terdapat kawanan ikan hiu yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi. Kawanan hiu ditangkap untuk diambil siripnya yang mengandung minyak dan memiliki harga yang cukup tinggi. Djamil (2004) menyebutkan lkan hiu terutama hiu botol, disamping diambil siripnya juga dimanfaatkan untuk diarnbil minyak dari hati hiu yang dikenal dengan minyak squalene. Squalene berkhasiat untuk menjaga vitalitas dan kesehatan.

Potensi perikanan tangkap yang berada pada perairan barat surnatera dimanfaatkan oleh nelayan Kabupaten Aceh Besar dengan menggunakan perahu motor. Armada yang digunakan antara lain kapal motor sebanyak 202 unit, motor tempel sebanyak 495 unit, dan perahu tanpa motor sebanyak 125 unit. Alat tangkap yang digunakan umumnya merupakan pukat kantong sebanyak 44 unit, pukat cincin 24 unit, jaring angkat 161 unit, jaring hanyut 69 unit, dan berbagai jenis alat pancing (DKP Aceh Besar, 2002).

Gambar

Tabel  1  Efektivitas hutan pantai dalarn rneredarn tsunami

Referensi

Dokumen terkait

dibawah ini : Lihat Kendaraan Lihat daftar kendaraan Lihat datar tarif Lihat daftar booking Mengelola daftar sopir Mengelola data transaksi Home Pelanggan Lihat Tarif

Fisioterapis dapat membantu pasien stroke dalam rangka penyembuhan, seperti meningkatkan keseimbangan berjalan, mengurangi spasme (ketegangan) otot, mengurangi resiko

Tarif yang ditetapkan peraturan daerah Pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung Pendapatan Perkapita Peningkatan PDRB Sektor Pariwisata Katalisator pembangunan (agent

(1) Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura mempunyai tugas melaksanakan penyusunan, pelaksanaan kebijakan, dan pemberian bimbingan teknis, serta pemantauan dan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang menikah dengan sesama etnis menunjukkan penyesuaian pernikahannya lebih tinggi dari laki-laki yang menikah dengan

1) tidak menyelesaikan studi sesuai dengan kualifikasi program yang tertera pada Surat Keputusan Penerima Beasiswa tanpa unsur kesengajaan. 2) mengundurkan diri setelah

Pada hasil analisa juga diperoleh bahwa perlakuan terbaik untuk uji bakteri ini adalah pada konsentrasi cuka kayu 10% dan lama perendaman 1 jam pada penyimpanan

Bentuk kelembagaan LPP diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Penyiaran yang mengatakan bahwa LPP merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang