• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN AROMATERAPI LAVENDER DENGAN TERAPI MUSIK KERONCONG ABADI TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KASIH ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN AROMATERAPI LAVENDER DENGAN TERAPI MUSIK KERONCONG ABADI TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KASIH ABSTRAK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN AROMATERAPI

LAVENDER

DENGAN TERAPI MUSIK

KERONCONG ABADI TERHADAP KUALITAS TIDUR LANSIA DI PANTI

WREDHA DHARMA BHAKTI KASIH

Mila Rusita

1)

, Atiek Murharyati

2)

, Ratih Dwi Lestari Puji Utami

2) 1)

Mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2)

Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Proses degenerasi pada lansia mengakibatkan kuantitas tidur lansia akan semakin

berkurang sehingga tidak tercapai kualitas tidur yang adekuat. Hasil studi pendahuluan

yang dilakukan di panti wreda bhakti kasih surakarta didapatkan dari 7 dari 10 lansia

mengatakan tidur hanya 3-4 jam sehari, ketika sudah terbangun pada malam hari sulit

untuk tidur lagi dan keadaan tersebut membuat lansia merasa lemas dan tidak

bersemangat dalam kegiatan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbandingan terapi

lavender dengan terapi musik keroncong abadi terhadap kualitas

tidur lansia.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan pre test-post test without

control group populasi dalam penelitian ini adalah 60 lansia. Pemilihan sampel dilakukan

dengan metode

purposive

sampling yaitu 30 lansia dengan kualitas tidur kurang dari 6

jam/hari. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan pre test terapi lavender 30 orang dalam parameter

buruk sedangkan post terapi lavender terdapat peningkatan kualitas tidur 14 orang baik

dan 16 orang buruk sedangkan post terapi musik 12 orang baik dan 18 buruk. Nilai

korelasi terapi

lavender

0,609 > terapi musik 0,584 sehingga terapi lavender lebih

berpengaruh dibandingkan terapi musik dalam meningkatkan kualitas tidur. Diharapkan

peneliti lain melakukan penelitian tentang kombinasi terapi

lavender dan musik

keroncong abadi dalam meningkatkan kualitas tidur lansia.

Kata Kunci

: Aromaterapi Lavender, Musik Keroncong, Kualitas Tidur

Daftar Pustaka

: 32 (2006-2016)

(2)

Comparison of Effect between Lavender Aromatherapy and Keroncong Music

on Sleep Quality of the Elderly at Dharma Bhakti Kasih Elderly Orphanage

ABSTRACT

Degeneration process in the elderly is reducing the sleep quantity of the

elderlies so that they do not have an adequate sleep quality. The preliminary

research shows that 7 out of 10 elderlies only slept 3-4 hours a day. When they

woke up at night, they were difficult to sleep, and it caused them to feel limp and

not excited in their daily activities. The objective of this research is to investigate

the comparison between the lavender aromatherapy and the keroncong music

therapy on the sleep quality of the elderly.

This research used the quantitative research method with the pre test-post

test without control group design. Its population was 60 elderlies. The samples of

research were determined through the purposive sampling technique and

consisted of 30 elderlies with the sleep quality of less than 6 hours/day. The data

of research were analyzed by using the Wilcoxon’s Test.

The result of research shows that in the pre test therapies, lavender therapy

and keroncong music therapy, the 30 respondents in each group were in the bad

parameter. In the lavender post-therapy, of 30 respondents, 14 had a good

parameter of sleep quality, and in the keroncong music post-therapy 12

respondents had a good parameter sleep quality. The result of the general

estimation shows that the p-value was 0.000, meaning that there was an effect of

the lavender aromatherapy and the keroncong music therapy on the sleep quality.

However, the correlation value of the former = 0.609 was greater than that of the

latter = 0.584, meaning that the lavender aromatherapy had a greater effect on

the sleep quality improvement than the keroncong music therapy. Thus, other

researchers were expected to conduct a research on the combination of the

lavender aromatherapy and the keroncong music therapy for the sleep quality of

the elderlies.

Keywords

: Lavender aromatherapy, keroncong music, sleeps quality

(3)

1

A.

PENDAHULUAN

Proses menua merupakan proses alami

yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis maupun sosial yang saling

berinteraksi satu sama lain. Keadaan tersebut

berpotensi menimbulkan masalah kesehatan

secara umum maupun kesehatan jiwa secara

khusus pada lanjut usia (Anwar, 2010).

Peningkatan

jumlah

lansia

akibat

peningkatan usia harapan hidup tentunya

akan menimbulkan beberapa masalah di

bidang kesehatan, antara lain perasaan tidak

berguna, mudah sedih, stres, depresi,

ansietas, demensia, delirium dan mengalami

gangguan tidur baik kualitas maupun

kuantitasnya (Wayan, 2006).

Gangguan tidur yang dialami oleh

lanjut usia antara lain sering terjaga pada

malam hari, sering terbangun pada dini hari,

sulit untuk tertidur, dan rasa lelah pada siang

hari (Davison dan Neale, 2006). Faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya gangguan

tidur pada lanjut usia antara lain perubahan

lingkungan sosial, penggunaan obat-obatan

yang meningkat, penyakit dan perubahan

aktivitas. Prevalensi gangguan tidur pada

lanjut usia cukup tinggi, dilaporkan 40-50%

dari populasi lanjut usia di dunia menderita

gangguan tidur (Sadock dan Sadock, 2007).

Secara fisiologis, jika seseorang tidak

mendapatkan tidur yang cukup dapat

menyebabkan

penurunan

nafsu

makan,

kelemahan/kelelahan,

peningkatan

angka

kejadian kecelakaan baik di rumah maupun

di jalan, terjatuh, iritabilitas, menyebabkan

emosi menjadi tidak stabil, sulit untuk

berkonsentrasi,

dan

kesulitan

dalam

mengambil suatu keputusan (Wold, 2004).

Proses degenerasi pada lansia mengakibatkan

kuantitas

tidur

lansia

akan

semakin

berkurang sehingga tidak tercapai kualitas

tidur yang adekuat (Nugroho, 2008).

Proporsi penduduk lansia di Indonesia

mengalami peningkatan cukup signifikan.

Tercatat dalam statistik penduduk lanjut usia

2010 yang sumber datanya berasal dari hasil

Sensus

Penduduk

2010

(2010)

yang

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS),

jumlah penduduk lansia di Indonesia sebnyak

18,04 juta orang atau 7,59% dari keseluruhan

penduduk.

Jumlah

penduduk

lansia

perempuan (9,75 juta orang) lebih banyak

dari jumlah penduduk lansia laki-laki (8,29

juta orang). Sebarannya jauh lebih banyak di

wilayah

pedesaan

(10,36

juta

orang)

dibandngkan di daerah perkotaan (7,69 juta

orang (BPS, 2010).

Cara yang dapat digunakan untuk

mengatasi masalah kualitas tidur terdiri dari

terapi farmakologi dan nonfarmakologi.

Terapi farmakologi yang biasa digunakan dan

dianggap paling efektif adalah obat tidur,

dimana jika digunakan terus-menerus akan

mengalami

ketergantungan

(Soemardini,

Suharsono dan Kusuma, 2013). Terapi

nonfarmakologi untuk mengatasi gangguan

(4)

2

tidur yaitu terapi pengaturan tidur, terapi

psikologi, dan terapi relaksasi. Terapi

relaksasi dapat dilakukan dengan cara terapi

musik dan aromaterapi. Penggunaan terapi

musik ditentukan oleh intervensi musikal

dengan maksud memulihkan, merelaksasi,

menjaga,

memperbaiki

emosi,

fisik,

psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan

spiritual (Djohan, 2006).

Terapi nonfarmakologi salah satunya

adalah terapi musik, yaitu sebuah terapi

kesehatan yang menggunakan musik di mana

tujuannya adalah untuk meningkatkan atau

memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif,

dan sosial bagi individu dari berbagai

kalangan usia. Bagi orang sehat, terapi musik

bisa dilakukan untuk mengurangi stres

dengan

cara

mendengarkan

musik

(Javasugar, 2009). Musik memiliki efek

membantu untuk menenangkan otak dan

mengatur sirkulasi darah. Musik bisa

meredakan rasa sakit, mengurangi stres,

menurunkan tekanan darah, memperbaiki

mood, serta menyembuhkan insomnia. Musik

juga dapat mengaktifkan syaraf menjadi

rileks (Tarigan, 2010).

Terapi nonfarmakologi lainnya yaitu

aromaterapi, aromaterapi dapat diberikan

dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan

dan kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa.

Aromaterapi dapat diberikan dengan tujuan

untuk

meningkatkan

kesehatan

dan

kesejahteraan tubuh, pikiran, dan jiwa.

Menghirup lavender meningkatkan frekuensi

gelombang alfa dan keadaan ini diasosiasikan

dengan bersantai (relaksasi). Selain itu

lavender juga berguna untuk menenangkan

rasa nyaman, keterbukaan, keyakinan, cinta

kasih, mengurangi sakit kepala, stres,

frustasi,

mengobati

kepanikan,

mereda

histeria, serta mengobati insomnia. Lavender

juga

membantu

penyembuhan

depresi,gelisah, susah tidur dan sakit kepala.

Penyembuhan

nonfarmakologi

terhadap

gangguan tidur sangat diperlukan untuk

meminimalkan efek terapi farmakologi

karena sifatnya yang tidak memberikan efek

samping dan ketergantungan (Soemardini,

Suharsono dan Kusuma, 2013).

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh

Kurnia (2009) bahwa terdapat perbedaan

yang

signifikan

kualitas

tidur

lansia

mengalami perbaikan setelah mendapat

aromaterapi lavender. Sedangkan menurut

Adesla

(2009)

setelah

terapi

musik

keroncong paling banyak memiliki kualitas

tidur baik sebanyak 30 orang (100%). Terapi

musik keroncong dan aromaterapi lavender

sama-sama memiliki efek yang baik untuk

kualitas tidur. Penelitian sebelumnya oleh

Rembulan (2014) tentang pengaruh terapi

musik instrumental dan aromaterapi lavender

eyemask

terhadap

penurunan

tingkat

insomnia pada mahasiswa fisioterapi D3

angkatan 2011, terapi musik memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap penurunan

(5)

3

tingkat insomnia pada mahasiswa Fisioterapi

D3

Angkatan

2011

Universita

Muhammadiyah Surakarta (p= 0,018).

Hasil

studi

pendahuluan

yang

dilakukan di panti wreda bhakti kasih

surakarta didapatkan dari 7 dari 10 lansia

mengatakan tidur hanya 3-4 jam sehari,

ketika sudah terbangun pada malam hari sulit

untuk tidur lagi dan keadaan tersebut

membuat lansia merasa lemas dan tidak

bersemangat dalam kegiatan sehari-hari.

Selama

ini

belum

ada

terapi

non

farmakologis untuk meningkatkan kualitas

tidur lansia di Panti Wredha Darma Bhakti

Kasih sehingga lansia sering mengobrol

dengan yang lain untuk mengatasi masalah

tidurnya.

Dari

latar

belakang

diatas

menunjukkan bahwa kualitas tidur pada

lansia mengalami penurunan baik secara

kualitas dan kuantitas, namun terdapat cara

penanganan dengan terapi non farmakologi

yaitu dengan terapi musik dan relaksasi

sehingga penulis tertarik untuk melakukan

penelitian

dengan

judul

“Bagaimana

Perbandingan Terapi

Lavender Dengan

Terapi Musik Keroncong Abadi Terhadap

Kualitas Tidur Lansia “.

B.

METODOLOGI

Rancangan penelitian yang digunakan

adalah rancangan

quasi eksperiment.

Desain

penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif

dengan

pre test-post test without control

group.

Dalam penelitian ini populasinya

adalah seluruh lansia yang tinggal di Panti

Wreda Darma Bhakti kasih surakarta

sejumlah 60 lansia terdapat 30 lansia yang

mengalami gangguan tidur. Adapun kriteria

inklusi pada penelitian ini adalah :

1.

Lansia yang berusia 60 tahun keatas

(laki-laki ataupun perempuan)

2.

Lansia dengan kualitas tidur <6 jam/hari

(insomnia, terbangun lebih awal, sulit

untuk memulai tidur)

3.

Tidak pusing ketika diberi aromaterapi

4.

Tidak menggunakan obat tidur atau obat

penenang

5.

Bersedia menjadi responden

Analisis bivariat

dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau

berkorelasi.

Dalam

penelitian

ini

menggunakan skala ordinal sehingga uji yang

digunakan adalah uji nonparametrik yaitu uji

Wilcoxon.

C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

1.

Karakteristik responden berdasarkan

usia

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi

karakteristik responden berdasarkan usia

Usia

f

%

60-74 tahun

(lanjut usia dini)

16

53,3

75-90 tahun

(lanjut usia tua)

14

46,7

(6)

4

Berdasarkan

hasil

penelitian

diketahui bahwa usia responden terbanyak

adalah usia 60-74 tahun sebanyak 16

(53,3%)

orang.

Lanjut

usia

akan

mengalami

perubahan

fisik

berupa

penurunan fungsi organ sehingga rentan

terhadap berbagai penyakit seperti nyeri

pinggang, nyeri dada, nyeri sendi, pusing

dan gangguan tidur (Bandiyah 2009). Hal

tersebut dapat terjadi pada lanjut usia dini

karena adanya proses degenerasi dan hal

ini dapat menyebabkan kualitas tidur tidak

adekuat (Erliana 2008). Kualitas tidur

yang kurang pada lanjut usia terjadi

karena adanya penurunan yang progresif

pada tahap tidur NREM 3 dan 4, beberapa

lansia hampir tidak memiliki tahap tidur

NREM 4 dan tidur yang dalam (Potter dan

Perry 2006).

2.

Karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi

karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin

Jenis Kelamin

f

%

Perempuan

17

56,7

Laki-laki

13

43,3

Total

30

100

Berdasarkan

hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

responden

jenis

kelamin yang paling banyak adalah

perempuan sebanyak 17 orang (56,7%)

memiliki kualitas tidur buruk. Perempuan

cenderung memiliki kualitas tidur buruk

dibandingkan dengan laki-laki karena

perempuan

lebih

sering

mengalami

gangguan pada faktor psikis seperti stres

atau depresi (Widya 2010). Keadaan stres

dapat membuat tidur tidak lelap, susah tidur

bahkan tidak bisa tidur. Stress tingkat tinggi

juga menghambat kerja hormon melatonin

yang disekresikan pada saat tidur dalam

terutama pada malam hari, sehingga

penurunan kadar hormon tersebut akan

menyebabkan

lansia

sulit

untuk

mempertahankan tidur (Siregar 2011).

3.

Kualitas tidur lansia dengan pemberian

aromaterapi lavender dan musik

Tabel 4.3 kualitas tidur lansia dengan

pemberian aromaterapi lavender

Terapi Lavender p Terapi Musik P Kualitas Tidur

Pre Post Pre Post f f 0,00 f f 0,00 Baik 0 14 0 12 Buruk 30 16 30 18 Total 30 30 30 30

Lansia yang mengalami kualitas tidur

buruk terjadi karena gangguan fisik, mental

dan psikososial (Anwar 2010). Hal tessebut

sesuai dengan pernyataan Kupfer dan

Reyold (2012) mengenai masalah tidur

yang sering muncul adalah kesulitan untuk

memulai tidur dan mempertahankan tidur.

Menurut Kurnia dkk (2009) menyatakan

bahwa sebelum diberikan aromaterapi

lavender sebanyak 18 responden (100%)

mengalami gangguan kualitas tidur buruk.

(7)

5

Pada penelitian ini Kualitas tidur

lansia setelah pemberian terapi lavender

menunjukkan kualitas tidur buruk sebanyak

16 orang (53,5%) dan kualitas tidur baik

sebanyak

14

orang

(46,7),

setelah

pemberian terapi musik kualitas tidur naik

sebanyak 12 orang (40%) dan kualitas tudur

buruk 18 (60%) dengan p value 0,000.

Aromaterapi merupakan salah satu

terapi non farmakologi yang bisa diberikan

untuk mengatasi masalah gangguan tidur.

Aromaterapi merupakan terapi dengan

menggunakan minyak essensial oil atau sari

minyak murni yang berasal dari tumbuhan

yang

digunakan

untuk

membantu

memperbaiki kesehatan, membangkitkan

semangat,

menyegarkan

serta

menenangkan jiwa dan raga. Aromaterapi

lavender merupakan salah satu minyak

yang paling aman digunakan sekaligus

mempunyai daya antiseptik yang kuat,

antivirus, anti jamur, bersifat menenangkan

dan sedatif. Kandungan kimia

lynalil ester

yang

berkhasiat

menenangkan

dan

memberikan efek rileks sistem syaraf pusat

dengan menstimulasi syaraf

olfaktorius

(Stanley, 2007).

Kelemahan aromaterapi yaitu susah

untuk didapatkan dan tidak bisa digunakan

secara berulang kali, aromaterapi lavender

dijual dalam bentuk sudah olahan seperti

minyak atau lilin sehingga memerlukan

biaya untuk membelinya. Akan tetapi

aroma terapi juga mempunyai manfaat yang

baik

untuk

kesehatan.

Pemberian

aromaterapi lavender melalui inhalasi dapat

dirasakan manfaatnya secara langsung oleh

pasien dan mampu melatih otot-otot

pernapasan melalui teknik relaksasi napas

dalam disertai penghirupan aromaterapi.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa

aromaterapi lavender memiliki khasiat

menenangkan,

sedatif

dan

membantu

meregulasi sistem syaraf pusat. Mekanisme

aromaterapi ini dimulai dari aromaterapi

bunga lavender yang dihirup memasuki

hidung dan berhubungan dengan silia,

bulu-bulu halus di dalam lapisan hidung.

Penerima-penerima

didalam

silia

dihubungkan dengan alat penghirup yang

berada di ujung saluran bau. Ujung saluran

ini selanjutnya dihubungkan dengan otak

itu sendiri. Bau-bauan diubah oleh silia

menjadi

impuls listrik yang dipancarkan ke

otak melalui sistem penghirup. Semua

impulsi

mencapai

sistem

limbik

di

hipotalamus

yang

selanjutnya

akan

meningkatkan gelombang alfa didalam otak

dan gelombang inilah yang membantu kita

untuk merasa rileks (Sharma, 2011).

Menurut peneliti aromaterapi sangat

efektif jika digunakan di lembaga atau panti

sebagai implementasi untuk meningkatkan

kualitas tidur lansia. Aromaterapi dapat

ditempatkan di berbagai sudut ruangan

sehingga baunya dapat memberikan efek

(8)

6

rileks terhadap lansia yang berada di

ruangan tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan setelah

pemberian terapi musik kualitas tidur naik

sebanyak 12 orang (40%) dan kualitas tudur

buruk 18 (60%). Kualitas tidur lansia

sebelum pemberian terapi musik keroncong

yang paling banyak adalah buruk sebanyak

30 orang (100%) dan setelah pemberian

terapi musik keroncong yang paling banyak

adalah baik sebanyak 30 orang (100%)

dengan dengan p value 0,000. Terapi musik

keroncong

ini

merupakan

terapi

nonfarmakologi yang dapat meningkatkan

kualitas

tidur

dan

termasuk

dalam

relaxation therapy. Teknik

relaxation

therapy ini melatih otot dan pikiran menjadi

rileks dengan cara yang cukup sederhana

(Adesla 2009).

Menurut

Rachmawati

(2005)

menyebutkan bahwa musik menghasilkan

rangsangan

ritmis

yang

kemudian

ditangkap melalui organ pendengaran dan

diolah di dalam sistem syaraf dan kelenjar

yang

selanjutnya

mengorganisasi

interpretasi bunyi ke dalam ritme internal

pendengarnya. Musik pada dasarnya dapat

membuat relaksasi dan membawa efek

menenangkan

otak,

hal

ini

dapat

mempercepat lanjut usia untuk tertidur, dan

tentunya musik yang digunakan adalah

musik yang lembut. Mendengarkan musik

selama satu setengah jam sama efektifnya

dengan memperoleh suntikan 10 miligram

valium (sejenis obat tidur) (Purwanto,

2007). Pemberian terapi musik keroncong

untuk terapi tidur, dengan memberikan

suara yang berbeda tempo irama lagu, dan

dapat mempengaruhi telinga dan otak

kemudian akan menangkap selisih dari

perbedaan frekuensi tersebut kemudian

mengikutinya sebagai gelombang otak.

Mekanisme ini disebut dengan FFR

(Frequency Following Response) dan

terjadi di dalam otak, tepatnya di dua

superior olivary nuclei. FFR didefinisikan

sebagai penyesuaian frekuensi gelombang

otak oleh karena respon dari stimulus

auditori dan mendorong perubahan

gelombang otak secara keseluruhan serta

tingkat kesadaran (Atwater, 2009).

Sesuai mekanisme yang dijelaskan

oleh Atwater diatas, gelombang alfa

tercipta pada korteks cerebri melalui

hubungan

kortikal

dengan

thalamus.

Gelombang ini merupakan hasil dari osilasi

umpan

balik

spontan

dalam

sistem

talamokortikal. Perubahan gelombang otak

menjadi

gelombang

otak

alfa

akan

menyebabkan

peningkatan

serotonin.

Serotonin adalah suatu neurotransmitter

yang bertanggung jawab terhadap peristiwa

lapar dan perubahan

mood.

Serotonin

dalam tubuh kemudian diubah menjadi

hormon melatonin yang memiliki efek

regulasi terhadap relaksasi tubuh. Keadaan

(9)

7

tenang dan rileks itu membantu seseorang

untuk tertidur (Guyton & Hall, 2006).

Peneliti berasumsi bahwa terapi

musik yang didengarkan oleh responden

memiliki efek yang positif ditandai dengan

hasil

observasi

ditemukan

responden

mengalami

kenyamanan,

akan

tetapi

beberapa lansia justru mengikuti irama

musik keroncong sehingga

menggerak-gerakkan anggota tubuhnya, maka dari itu

musik

keroncong

yang

didengarkan

membuat lansia lebih lama untuk tertidur.

4.

Hasil

analisis

General

Estimasi

pemberiaan aromaterapi

lavender dan

terapi musik keroncong abadi

Parameter Tes Hipotesis Sig. r

Pre Post Bk Brk Bk Brk Terapi lavender Terapi musik 0 0 30 30 14 12 16 18 0,000 0,000 0,609 0,584

Hasil analisis

general estimasi p =

0,000 ada perbedaan antara aromaterapi

lavender

dan terapi musik dengan nilai

korelasi lavender sebesar 0,609 dan terapi

musik 0,584, yang dapat disimpulkan

bahwa terapi

lavender

lebih efektif

dibandingkan

terapi

musik

untuk

meningkatkan

kualitas

tidur

lansia.

Berdasarkan

hasil

tersebut

dapat

disimpulkan bahwa terapi

lavender lebih

memiliki berpengaruh terhadap kualitas

tidur lansia diketahui dari nilai korelasi

terapi

lavender

0,609 > terapi musik

0,584.

Menurut Jespersen,

et al

(2012)

penggunaan terapi musik instrumental

untuk menurunkan tingkat insomnia pada

seseorang adalah untuk mengurangi resiko

penggunaan farmakoterapi yang efek

sampingnya sangat negatif. Mekanisme

kerja musik untuk rileksasi rangsangan

atau unsure irama dan nada masuk ke

canalis auditorius

di hantar sampai ke

thalamus sehingga memori di sistem

limbic

aktif

secara

otomatis

mempengaruhi

saraf

otonom

yang

disampaikan ke thalamus dan kelenjar

hipofisis dan muncul respon terhadap

emosional melalui feedback ke kelenjar

adrenal untuk menekan pengeluaran

hormon stress sehingga seseorang menjadi

rileks.

Mekanisme

Aromatherapy

Lavender Eyemask

untuk rileksasi pada

seseorang berawal dari aroma (Linalool)

masuk ke sistem limbik dan diteruskan ke

bulbus olfactory, lalu pada amygdala pada

sistem limbic sebagai penyampai respon

emosi terhadap aroma dan sampai ke

hipotalamus dan merangsang memori

diotak yang menghasilkan efek sedasi

(Mirna, 2014). Hasil penelitian didapatkan

bahwa terapi

lavender lebih berpengaruh

karena memberikan perasaan rileks akan

diteruskan

ke

hipotalamus

untuk

menghasilkan

Corticotropin Releasing

(10)

8

Factor (CRF), menurut teori CRF

merangsang kelenjar pituitary untuk

meningkatkan

produksi

Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga

produksi enkephalin oleh medulla adrenal

meningkat.

Kelenjar

pituitary

juga

menghasilkan

endorphin

sebagai

neurotransmitter

yang

mempengaruhi

suasana hati menjadi rileks. Peningkatan

enkephalin dan endorphin, maka lansia

akan tertidur dan merasa lebih rileks dan

nyaman dalam tidurnya (Potter & Perry,

2006; Purwanto & Zulaekah, 2007;

Guyton, 2008).

Peneliti

berpendapat

bahwa

aromaterapi lavender membuat responden

lebih

nyaman

karena

mengalami

kesegaran aromaterapi yang membuat

perasaan

menjadi

tenang,

serta

menimbulkan

efek

rileks.

Hasil

wawancara didapatkan bahwa 22 lansia

lebih rileks menggunakan aromaterapi

lavender

dibandingkan dengan terapi

musik. Terapi musik memiliki kelemahan

yaitu terapi musik harus sesuai dengan

jenis musik kesukaan responden, ritme

yang cocok dalam mencapai perasaan

yang senang. Terapi musik akan lebih

efektif bagi orang yang menyukai musik

sehingga dapat menikmati alunan lagu

yang membuatnya akan semakin rileks.

Aromaterapi

lavender

memiliki

kelemahan

yaitu

cara

untuk

mendapatkannya dan harus membeli.

Aromaterapi

lavender tidak tahan lama,

ada beberapa rentang tertentu aroma akan

tetap

tercium

sehingga

harus

mengeluarkan biaya tambahan untuk

membelinya.

Aromaerapi

lavender

banyak disukai oleh lansia karena

memiliki aroma yang khas

lavender

membuat para lansia nyaman diruangan

dan menjadi rileks. Sejauh ini belum ada

literatur yang menyebutkan kelemahan

aromaterapi lavender dan terapi musik

D.

SIMPULAN

1.

Hasil penelitian diketahui bahwa usia

responden terbanyak adalah usia 60-74

tahun sebanyak 16 orang.

2.

Kualitas tidur lansia sebelum pemberian

terapi lavender semua buruk sebanyak 30

orang dan setelah pemberian terapi

lavender semua lansia memiliki kualitas

tidur yang baik sebanyak 14 orang

(46,7%) dan kualitas tidur buruk 16 orang

(53,5%).

3.

Kualitas tidur lansia sebelum pemberian

terapi musik keroncong yang semua buruk

sebanyak 30 orang dan setelah pemberian

terapi musik keroncong yang paling

banyak adalah baik sebanyak 12 orang

(40%) dan yang memiliki kualitas tidur

buruk 18 orang (60%).

4.

Hasil uji statistik wilcoxcon p value 0,000

dengan nilai korelasi terapi

lavender

0,609 > terapi musik 0,584 sehingga

(11)

9

terapi

lavender

lebih

berpengaruh

dibandingkan

terapi

musik

dalam

meningkatkan kualitas tidur.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Anwar, Z. (2010).

Penanganan Gangguan

Tidur pada Lansia.

diakses 06 Februari 2016

dari (http:// researchreport. umm.ac. id/ index.

php/

researchreport/

article/

viewfile/341/435ummresearchre

portfulltext.pdf).

2.

Asmadi. (2008).

Konsep Dasar Keperawatan.

Jakarta: EGC.

3.

Badan Pusat Statistik. (2010). Data Statistik

Indonesia:

Jumlah

Penduduk

menurut

Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Provinsi, dan

Kabupaten/Kota, 2005. Diakses 20 Februari

2016 dari http: //demografi. bps. go.id/ versi1/

index.

php?option=com_tabel&task=&Itemid=1.

4.

Bandiyah, S. (2009).

Lanjut Usia dan

Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha

Medika.

5.

Djohan. (2006).

Terapi Musik, Teori dan

Aplikasi. Yogyakarta: Galangpresss.

6.

Lumbantobing.

(2004).

Gangguan

tidur.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

7.

Maryam, S dkk. (2008). Mengenal Usia Lanjut

dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika

8.

Nugroho. (2008).

Keperawatan

gerontik dan

Geriatrik. Jakarta: EGC

9.

Nurcahyo, I (2013). Pengaruh Latihan Pasrah

Diri terhadap Perbaikan Kualitas Tidur pada

Usia Lanjut dengan Simtom Depresi.

Tesis.

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

10.

Potter, PA & Perry AG. (2006).

Buku Ajar

Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses

dan Praktik, E/4, Vol 2. Jakarta: EGC.

11.

Rifkia, V. (2011).

Sejarah Aromaterapi di

Mesir Kuno. diakses 20 Februari 2016 dari

http: //Fxa. yimg. com/ Via+ Rifkia+

1006827410+ Sejarah+ Aromaterapi+Di+Mes.

12.

Sadock, BJ & Sadock, VA. (2007).

Kaplan

and Saadock’s Synopsis of Psychiatry. 10th ed.

Wolter Kluwer. Philadelphi

13.

Sandjaya, I. (2007).

Seri Menata Rumah

Kamar Tidur. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

14.

Sharma, S. (2009) .

Aromaterapi. Tangerang:

Kharisma Publishing Group.

15.

Siregar, MH. (2011).

Mengenal Sebab-Sebab,

Akibat-Akibat dan Cara Terapi Insomnia.

Yogyakarta: Flash Books.

16.

Soemardini, Suharsono, T & Kusuma, AM.

(2013).

Pengaruh

Aromaterapi

Bunga

Lavender terhadap Kualitas Tidur Lansia di

Panti Werdha Pangesti Lawang, diakses 20

Februari 2016 dari http: //old. fk. ub. ac.id/

artikel/

id/

filedownload/

keperawatan/arimiraku suama.

17.

Stanley, M & Beare, PG. (2007).

Buku Ajar

Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.

18.

Sutjaksono, T. (2008). Sejarah Keroncong di

Indonesia. diakses 20 Februari 2016 dari http://

dianrana-katulistiwa.com/keroncong.pdf.

19.

Tarigan, I. (2010).

Terapi Kesehatan dengan

Musik. diakses 20 Februari 2016 dari

http://www.esqmagazine.com/kesehatan.

20.

Wayan, P. (2006).

Bisakah Lansia

Sehat dan

Bahagia ?. diakses 06 Februari 2016 dari

http:// balipost cetak/2006/5/28/kel/html.

21.

Wijayanti, FY. (2012) Perbedaan Tingkat

Insomnia pada Lansia Sebelum dan Sesudah

Pemberian Terapi Musik Keroncong di

Pelayanan Sosial Lanjut Usia Tulungagung.

Skripsi.

Universitas

Brawijaya

Malang.

Malang.

22.

Wold, Gloria H. (2004).

Basic Geriatric

Nursing. Third edition. Amerika : Mosby.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti apabila orang tua dalam memberikan pola asuh permisif kepada anak tepat atau sesuai maka moralitas siswa SMA Islam Hidayatullah Semarang semakin meningkat

Data keanekaragaman ini sangat penting untuk memonitoring perubahan lingkungan yang terjadi sehingga pada tahun yang akan datang, data keanekaragaman ini dapat

Berikut pengertian arsip menurut beberapa pakar: Menurut Barthos (2007:2) arsip dapat diartikan pula sebagai suatu badan (agency) yang melakukan segala kegiatan pencatatan

nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang paling efektif dan efisien karena menggunakan nilai uji epoch sebanyak 1000x dan train goal yang memiliki tingkatan eror

Retrieve Retrieve information information elements elements Analyze Analyze entire entire files files Prepare Prepare reports reports from from multiple multiple

Kegiatan tahun ke-3 ini adalah memberikan penguatan pada program- program atau kegiatan yang telah dilaksanakan pada Tahun I dan Tahun II. Hal ini mengingat bahwa ini adalah

[r]

Terkait dengan upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada siswa, guru perlu menciptakan proses pembelajaran yang terpusat pada siswa [6]. Siswa hendaknya