• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Kain Tradisional (Sebuah Pengantar) 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Inventarisasi Kain Tradisional (Sebuah Pengantar) 1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Inventarisasi Kain Tradisional (Sebuah Pengantar)

1 Oleh : Yan Yan Sunarya2

Pendahuluan

Indonesia memiliki keanekaragaman warisan budaya yang terbesar, di antaranya memiliki kain tradisional dengan aneka makna simbolis, berdasarkan pada falsafah masyarakatnya, berkualitas estetik, dan berfungi sosial. “Kain tradisional ini bukanlah pula benda pakai yang estetik saja, melainkan ia mempunyai dimensi spiritual dan dimensi translingual, yang menunjukkan tingkat kebudayaan bangsa Indonesia yang sudah sangat tinggi (Widagdo, 1997)”.

Seperti yang kita akan laksanakan, bahwa kegiatan inventarisasi kain tradisional ini bertujuan a.l.: (a) Menggali pengetahuan dan teknologi pembuatan kain tradisional; (b) Penyediaan data tentang kain tradisional; (c) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kain tradisional; dengan fokus inventarisasi meliputi : (a) Keunikan kain tradisional, khususnya pada proses pembuatan kain serta bentuk ragam hias yang digunakan; (b) Makna dan fungsi pada sosial budaya dalam kehidupan masyarakat penggunanya serta aspek ekonomi; (c) Sistem pengelolaan produksi, konsumsi, distribusi.

Kearifan Lokal

Jika kain tradisional dikaji berkenaan dengan nilai estetik yang didasari oleh nilai budaya lokal beserta masyarakat pendukungnya, tentu ia memiliki nilai kearifan lokal masing-masing daerah. “Dengan pertimbangan itu, label ‘kearifan lokal’ diartikan sebagai ‘kearifan dalam kebudayaan tradisional suku-suku bangsa’. ‘Kearifan’ hendaknya dimengerti dalam arti luas, yaitu tidak hanya berupa norma dan nilai budaya, melainkan juga segala unsur gagasan, termasuk yang berimplikasi pada teknologi dan estetika. Penjabaran ‘kearifan lokal’ itu, di samping peribahasa dan ungkapan kebahasaan yang lain, adalah juga berbagai pola tindakan dan hasil budaya material ke dalam seluruh warisan budaya : teraga dan tak teraga. Seluruh hasil budaya suatu (suku) bangsa adalah sosok jati diri pemiliknya. Namun, jati diri itu bukanlah suatu yang statis. Ungkapan-ungkapan budaya dapat mengalami perubahan, fungsi-fungsi dalam berbagai pranata dapat pula mengalami perubahan yang bisa terjadi oleh rangsangan atau tarikan dari gagasan-gagasan baru yang datang dari luar masyarakat yang bersangkutan. Pada suatu titik, rangsangan dan tarikan dari luar itu bisa amat besar tekanannya sehingga yang terjadi bisa bukan saja pengayaan budaya, melainkan justru pencerabutan akar budaya untuk diganti dengan isi budaya yang sama sekali baru dan tak terkait dengan aspek tradisi mana pun. Kalau itu terjadi, warisan budaya sudah tidak mempunyai kekuatan lagi untuk membentuk jati diri bangsa.Situasi yang lebih ‘lunak’ dapat terjadi, yaitu jati diri budaya lama berubah oleh pengambilalihan unsur-unsur budaya lain secara (agak) besar-besaran (sebagaimana yang dikenal sebagai ‘akulturasi’), yang pada gilirannya membentuk suatu sosok baru, namun masih membawa serta sebagian warisan budaya lama yang dapat berfungsi sebagai ciri identitas yang berlanjut (Sedyawati, 2006)”.

Kain tradisional dalam konstelasi dunia pertekstilan adalah sebagai konsekuensi logis dari persinggungan antarbudaya dalam ranah kesenian. “Kesenian dalam hal ini

                                                                                                                         

1 Disampaikan pada Kegiatan Inventarisasi Aspek-Aspek Tradisional, Dirjen Nilai Budaya, Seni, dan Film, Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif RI, 15 Maret 2012, Cisarua Bogor.

(2)

dipandang sebagai bagian integratif secara fungsional dan kejiwaan dalam kebudayaan yang didukung oleh masyarakat tertentu. Dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat, baik secara sadar maupun tidak sadar, mengembangkan kesenian sebagai ungkapan dan pernyataan rasa estetik yang merangsangnya sejalan dengan pandangan, aspirasi, kebutuhan, dan gagasan yang mendominasinya. Cara-cara pemuasan terhadap kebutuhan estetik itu ditentukan secara budaya, serta terintegrasi pula dengan aspek-aspek kebudayaan lainnya itu. Proses pemuasan kebutuhan estetik berlangsung dan diatur oleh seperangkat nilai dan azas yang berlaku dalam masyarakat, dan oleh karena itu cenderung untuk direalisasikan dan diwariskan pada generasi berikutnya (Rohidi, 2000)”.

Dalam kerangka berpikir tentang kebudayaan secara luas, maka “kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai mahluk sosial; isinya adalah perangkat model pengetahuan atau sistem makna yang terjalin menyeluruh dalam simbol yang ditransmisikan secara historis. Model-model pengetahuan ini digunakan secara selektif oleh warga masyarakat pendukungnya untuk berkomunikasi, melestarikan, menghubungkan pengetahuan, dan bersikap serta bertindak dalam menghadapi lingkungannya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan (Geertz, 1973; lihat Suparlan, 1985). Dalam pengertian tersebut tersirat bahwa kebudayaan : (a) merupakan pedoman hidup yang berfungsi sebagai blueprint atau desain menyeluruh bagi kehidupan warga masyarakat pendukungnya; (b) merupakan sistem simbol, pemberian makna, model kognitif yang ditransmisikan melalui kode-kode simbolik; (c) merupakan strategi adaptif untuk melestarikan dan mengembangkan kehidupan dalam menyiasati lingkungan dan sumber daya di sekelilingnya (Rohidi, 2000)”.

Oleh karenanya, aspek jati diri perlu dikaji guna memposisikan keberadaan kain tradisional di dalam historiografi kebudayaan dalam konstelasi dunia pertekstilan. Jati diri pada masyarakat tradisional, apabila ditinjau dari terminologi dan estetik, diharapkan dapat ditemui dalam kain tradisional sebagai refleksi estetik jati diri budaya masyarakat setempat. Menurut Suparlan (1987) “berekspresi estetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang tergolong ke dalam kebutuhan integratif. Kebutuhan integratif ini muncul karena adanya dorongan dalam diri manusia yang secara hakiki senantiasa ingin merefleksikan keberadaannya sebagai mahluk bermoral, berakal, dan berperasaan. Dalam pemenuhan kebutuhan estetik ini kesenian menjadi bagian yang tak terpisahkan. Kesenian merupakan unsur integratif yang mengikat dan mempersatukan pedoman-pedoman bertindak yang berbeda-beda menjadi suatu desain yang bulat, menyeluruh, dan operasional serta bisa diterima sebagai hal yang bernilai. Kedudukan seni menjadi pengintegrasi yang merefleksi konfigurasi dari desain itu (Rohidi, 2000)”.

Metodologi (Contoh/Usulan)

Dalam mengkaji kain tradisional ini bisa terbagi atas dua kelompok metode penelitian yang bertautan, yang dapat diadopsi sebagai rujukan utama untuk menyusun ‘peta’ perkembangan kain tradisional dalam kurun waktu tertentu, beserta perubahannya dan unsur-unsur ‘luar’ yang mempengaruhi, untuk kemudian menggagas proyeksinya ke depan. Pertama, metode etnografi (visual), bertujuan “mendeskripsikan dan membangun struktur sosial budaya suatu masyarakat, yang secara lebih spesifik mendefinisikan budaya sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, sekaligus menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka (Spradley, 2006)”.

Kedua, metode estetik “dilakukan untuk mengkaji sampai sejauh mana nilai-nilai estetik memiliki peran dalam upaya pemberdayaan budaya visual pada suatu masyarakat. Pendekatan ini meliputi pengamatan karya untuk memperoleh kejelasan mengenai perkembangan gaya desain dan latar belakang pemikirannya. Dalam membaca kain tradisional dalam bingkai pemaknaan pada hakikatnya merupakan pengamatan secara interdisipliner dan perlu dituntun oleh pemikiran teoritis dan tinjauan estetik. Upaya ini

(3)

perlu ditempuh, terutama untuk objek visual yang bervariasi, serta kerap tumpang-tindih dengan sejarah politik, situasi sosial, ekonomi, perubahan gaya hidup, dinamika budaya, juga selera pemegang kebijakan yang mempengaruhinya. Pengamatan ini dalam beberapa sisi, perlu didampingi dengan kajian historis, untuk meruntut perkembangan sebuah objek visual dalam skala waktu tertentu. Dalam membaca raut kesejarahan, umumnya dilakukan telaah terhadap dokumen tertulis, foto/gambar, analisis karya, dan wawancara dengan beberapa pelaku/informan. Selain itu, dikaji pula berbagai fenomena perkembangan intelektualitas yang melatarbelakangi kehadiran sebuah objek visual dalam masyarakat (Sachari, 2007)”. Pada akhirnya, berbagai bentuk dimensi pemaknaan, tujuan, hingga pengaruh keragaman budaya dalam kain tradisional, bisa didokumentasi ke dalam ranah estetik, melalui “pendekatan klasifikasi tipologis sebagai sub bagian dari taksonomi yang berkaitan dengan morfologi dari studi bentuk(Walker, 1989)”.

Makna Budaya Benda (Desain)

Dalam fenomena lain, karya dan kegiatan desain –dalam hal kaitannya dengan kain tradisional– dapat diinterpretasikan sebagai satu atau sekelompok tanda bermakna budaya, atau sebagai ‘kode’ dalam konteks kebudayaan. Pemahamannya dapat disimak dari muatan konotatif, yakni sebagai karya fungsional yang multiinterpretasi, atau dari aspek denotatif sebagai benda fungsional belaka. Makna budaya yang diperoleh dari kajian ini, adalah penyimakan upaya bangsa-bangsa dalam menciptakan dunia fisik sebagai bahan pertimbangan atau sebagai suatu dasar penyusunan strategi budaya. Makna tersebut dapat terjadi secara berlapis, yaitu sebagai makna pembelajaran, makna historis, makna pemberdayaan, makna pencerahan dan berbagai makna keanekaan dan persilangan budaya. Pandangan-pandangan dunia benda adalah sesuatu yang ‘mati’ dan tak bermakna, cenderung terpinggirkan, ketika fakta-fakta bahwa budaya benda memiliki nilai yang menjadi peradaban umat manusia. Benda dengan manusia, tidak dapat dipisahkan, meskipun terdapat budaya pada sekelompok masyarakat yang menafikan budaya benda sebagai sesuatu yang kurang bermakna.

Bagan 1. Desain sebagai makna budaya benda (Sachari, 2006).

Pemahaman tentang dunia desain bukan semata-mata menyimak karya desain sebagai barang mati atau artifak, tapi seharusnya merupakan kupasan terpadu, meliputi juga

nilai-D E S A I N

MAKNA

PEMBELAJARAN BUDAYAMAKNA

MAKNA STRATEGIS

MAKNA

PEMBERDAYAAN EKONOMIMAKNA

MAKNA HISTORIS

(4)

nilai budaya dan perubahan sosial ekonomi yang menyertainya. Sudah menjadi kelaziman, bahwa desain bukanlah suatu hasilan yang berdiri sendiri; melainkan sebagai suatu tatanan peradaban yang hidup. Bahkan para ahli sejarah berpendapat, bahwa desain adalah suatu bentuk gabungan interaktif-sinergis antara manusia, alam, dan lingkungan sosialnya dalam arti yang luas, juga substansial. Desain, sebagai inti karya budaya benda, lahir dari berbagai pertimbangan pikir, gagas, rasa, dan jiwa penciptanya, yang didukung oleh faktor luar menyangkut penemuan di bidang ilmu dan teknologi, lingkungan sosial, tatanilai, budaya, kaidah estetika, kondisi ekonomi politik, hingga proyeksi terhadap perkembangan yang mungkin terjadi di masa depan.

Bagan 2. Orientasi dan objek kajian desain (Sachari, 2006).

Desain adalah salah satu manifestasi kebudayaan yang berwujud dan merupakan produk nilai-nilai untuk kurun waktu tertentu (Widagdo, 1996). Pengertian yang diutarakan Widagdo tersebut merupakan ciri adanya pergeseran pengertian desain dari tahun 1980an di Indonesia, desain dikaitkan dengan nilai-nilai kontekstual yang menyuarakan kebudayaan. Kenyataan itu membuktikan bahwa karya desain bukan hanya memecahkan masalah manusia saja, tetapi juga bermuatan nilai-nilai yang membangun peradaban. (Sachari, 2006). Alhasil, mengupas perkembangan desain –dalam kaitannya dengan kain tradisional– bisa digali ke dalam :

a. Latar belakang terjadinya perubahan tatanilai masyarakat;

b. Menelusuri ’jejak’ sejarah kain tradisional ditinjau dari aspek sosial, pola pikir, dan peristiwa penting yang berhubungan;

c. Mengkaji kemajuan gagas perancangan dan teknologi beserta dampak sosialnya; d. Memahami sejumlah perubahan dan pergeseran gagas perancangan kain tradisional,

serta pengaruhnya kepada aspek estetik, gaya hidup, dan dinamika masyarakat.

Kerangka Pemikiran (Sanwacana)

Berkenaan dengan keberadaan dan perkembangan kain tradisional kini, bahwa “apa yang kita hadapi sekarang sudah bukan lagi kehalusan tutur kata, keluhuran budi, seperti yang tercermin pada kain tradisional tadi, tetapi masalah dasar tipikal untuk abad ini, yaitu kelangsungan hidup bangsa, ekonomi, persaingan bebas, dan masalah-masalah lainnya. Dengan latar belakang ini, kekayaan tradisional sebagai modal apakah merupakan padanan yang seimbang untuk menghadapi tantangan ini. Nilai-nilai yang terkandung pada budaya tradisi sudah banyak yang tidak berlaku lagi, tabu, dan larangan yang terkandung pada ragam hias kain tradisional sudah hilang dan dilanggar, zaman telah berubah, dan proses ini wajar dan selalu terjadi pada tiap tahapan sejarah yang sudah menunjukkan, bahwa selalu ada tarik-menarik antara tradisi dan modernisasi, antara tesis

KAJIAN DESAIN

KARYA & PROSES DESAIN TEORI DESAIN NILAI-NILAI ESTETIK

KARYA  DESAIN  GAYA HIDUP

DAMPAK SOSIAL DESAIN DESAIN & PEMBANGUNAN

(5)

dan antitesis. Dinamika dua kutub ini akan menghasilkan sintesis yang harus kita buat sendiri, sesuai dengan kebutuhan masa kini (Widagdo, 1997).

Bagan 3. Tradisi - Modernitas dalam kain tradisional Indonesia (disadur dari : Anas, 2005). Tradisi - Modernitas dalam kain tradisional Indonesia, memberikan simpulan sbb.: a. Prospek kain tradisional pada konteks tradisi dan modernitas bergantung pada

pemahaman menyeluruh tentang arti tradisi dan hubungannya dengan modernitas; b. Tradisi bersifat adaptif terhadap lingkungan dan semangat zaman;

c. Tradisi dan modernitas berada dalam hubungan dialektis, bukannya dikotomis; d. Tradisi kain tradisional Indonesia menunjukkan pertautan potensi lokal dengan

kekuatan eksternal yang terungkap lewat diversifikasi produksinya;

e. Pertautan antara tradisi dan modernitas kain tradisional Indonesia telah menunjukkan ketahanan keberadaan kain tradisional dalam wahana produk-produk sejenis di tengah percaturan dan desakan tuntutan modernitas;

f. Kekayaan budaya Nusantara menjadi sumber gagasan yang tidak berbatas bagi berbagai bentuk manifestasi kain tradisional masa kini.

Referensi

Anas, B. (2005) “Tradisi - Modernitas Dalam Desain Batik Indonesia”, Makalah Seminar IKM Cirebon Rohidi, T. R., (2000)Kesenian Dalam Pendekatan Kebudayaan, Bandung : STISI Press

Sachari, A. & Sunarya, Y. (1999) Modernisme Sebuah Tinjauan Historis Desain Modern, Jakarta : PT BP Sachari, A. (2006) Tinjauan Desain, Bandung : Penerbit ITB

Sachari, A. (2006) Estetika : Makna, Simbol dan Daya, Bandung : Penerbit ITB

Sedyawati, E. (2006) Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah, Raja Grafindo Persada Spradley, J. P. (2006) Metode Etnografi, Terjemahan, Yogya : Tiara Wacana

Walker, J.A. (1989) Design History & The History of Design, London : Pluto Press Widagdo (1996) Desain dan Kebudayaan, Bandung : Penerbit ITB

Widagdo (1997) “Sekilas Tekstil Indonesia”, Makalah Seminar Desain Tekstil Indonesia 2000, FSRD ITB ADOPSI-ADAPTASI INTERNAL (Endogenous) EKSTERNAL (Exogenous) RASIONALISASI Kecerdasan kritis: analogi, generalisasi, diferensiasi PENGAMATAN IMAJINASI PEMIKIRAN KOREKSI EKSPRESI PERTEMUAN ANTARTRADISI (CULTURE CONTACT) KREATIFITASà ENRICHMENT & REFINEMENT OF TRADITION Peranan ilmuwan/cendekia/ tokoh karismatik sebagai ‘tradition breaker’ PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN PERPADUAN SINKRETIS - Elaborasi, adaptasi DINAMIKA SOSIAL (demografis, teknologis, ekonomis) - adopsi tradisi baru

- keunggulan baru

- peluang eksploitasi sumber daya TRADISI

STABILITAS

- Kontinuitas budaya - Warisan sosial - Tentu, pasti dan diterima - Kelekatan; normatif - Kenyamanan - Pengalaman yang sah - Revitalisasi masa lalu

PERUBAHAN

- EVOLUSI

(6)

RIWAYAT HIDUP

Yan Yan Sunarya. S1 Desain Tekstil ITB (1993). S2 Desain ITB (1999). Kandidat Doktor Ilmu Seni Rupa Desain ITB (2012) dengan Topik : “Refleksi Estetik Kesundaan Dalam Batik Priangan”. Dosen & peneliti di FSRD ITB (1995 – kini).

RISET

2012 - Re-Inventing Batik, Zeolite Engineered Pore Structure as Resource of Contemporary Batik System

2011 - Identifikasi Potensi Industri Kreatif Jawa Barat

2009 - Pemetaan dan Inventarisasi Desain Batik Tradisional sebagai Langkah Cultural Heritage dalam Pengembangan

Artefak Berbasis Local Genius Sentra Industri UKM di Era Industri Kreatif

2007 - Telaah Semantika Kain Batik Tasik : Identifikasi Persepsi Subjek terhadap Makna Tampilan Warna, Corak,

Tekstur Kain Batik Tasik Melalui Analisis Semantic Differential Method

JURNAL

2012 - Priangan Batik in the Constellation of Modern Aesthetics, ITB Journal VisualArtDesign –Submitted

2012 - Design Innovation by Diversification Method of Applied Ornament for Modern Batik Priangan in the

Commercial Scale of Creative Industry, Jurnal Gendang Alam Univ Sabah Malaysia –Submitted

2012 - Inovasi Desain dengan Metode Diversifikasi Terapan Ragam Hias Batik Priangan Modern Dalam Skala

Komersial Industri Kreatif, Jurnal Seni Budaya Mudra ISI Denpasar –Submitted

2012 - Desain Batik Tradisional Priangan Timur : Model Pewarisan Budaya, Jurnal Panggung STSI Bdg –Submitted

2010 - Batik Priangan Modern Dalam Konstelasi Estetik dan Identitas, Jurnal Pendidikan Seni : Kagunan, Asosiasi

Pendidik Seni Indonesia APSI, Vol 4 No. 2, Des 2010.

2007 - The Semantics of New Batik Clothes : Identifying Users’ Perception on the Colors and Patterns of Newly

Developed West Javanese Batik Clothes, ITB Journal Visual Art and Design Vol. 1 D No. 3

PROSIDING

2011 - Batik Priangan : Past and Present, 3rd ASEAN Traditional Textiles Symposium, Celebrating Shared Heritage,

Kuala Terengganu Malaysia, 20 – 23 March, Asean TTAC, TiDE – Terengganu Institute of Design Excellence

2011 - The Aspect of Identity in Modern Batik Priangan in The Context of Creative Industry in The City of Bandung,

3rd International Seminar, Culture, English Language Teaching and Literature (CELT), 19 – 20th January, The

Faculty of Letters, Soegijapranata University

2011 - Batik Priangan : Identity and Aesthetics Study (Prologue), The International Seminar on Reformulating and

Transforming Sundanese Culture, UNPAD Jatinangor, 9 – 10 February, Faculty of Letter UNPAD, The Ministry of Tourism and Culture, The Provincial Government of West Java

2011 - The Priangan Batik in the Constellation of Modern Aesthetics, International Heritage Textiles and Costume

Congress 24 - 26th October, ITB (Indonesia), CCA (Korea) and Ars Textrina (UK)

2011 - Pemetaan Desain Batik Priangan Modern dalam Konteks Industri Kreatif di Bandung, Konferensi Internasional

Budaya Sunda II, Revitalisasi Budaya Sunda : Peluang dan Tantangan dalam Dunia Global, Gedung Merdeka Bandung, 19 – 22 Desember 2011, Yayasan Kebudayaan Rancage

BUKU

2011 - Editor, Inventarisasi Kain Tradisional : (1) Kain Tenun Tradisional “Kofo” di Sangihe, (2) “Kumpe” Kain Kulit

Kayu dalam Kehidupan Masyarakat Sulawesi Tengah, Dirjen Nilai Budaya, Seni dan Film

2010 - Editor, Inventarisasi Tenun Tradisional : (1) Songket Palembang, (2) Ikat Ende, Dirjen Nilai Budaya, Seni, Film

2005 - Motif Batik : Batik dan Tenun dalam Perspektif Industri dan Dagang, Dirjen IKM

2004 - Amanat Gua Pawon : Gua Pawon dalam Wacana Konstelasi Potensi Kriya Jawa Barat, KRCB

2002 - Sejarah dan Perkembangan Desain dan Kesenirupaan di Indonesia, Penerbit ITB

2001 - Kemasan Tradisional Makanan Sunda, Ungkapan Simbolik-Estetik Seni Rupa Tradisional Sunda, Penerbit ITB

2001 - Desain : Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya, Penerbit ITB

1999 - Modernisme : Sebuah Tinjauan Historis Desain Modern, Balai Pustaka, Mendapatkan penghargaan dari

Mendiknas RI dan Yayasan Buku Utama (2000), Buku Terbaik Bidang Sains-Teknologi

Referensi

Dokumen terkait