• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Botani Tanaman Kemiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sifat Botani Tanaman Kemiri"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Botani. Daerah Penyebaran dan Temat Tumbuh Kemiri

Sifat Botani Tanaman Kemiri a

Kemiri (Aleurites moluccana WILLD.) merupakan tanaman tahun-

an yang tergolong famili Euphorbiaceae. Tanaman berbentuk pohon

de-

ngan tinggi 10

-

20 meter, berdaun lebar dengan bentuk segitiga. Tu- lang daun berbentuk jari dengan tangkai daun yang panjang. Bunga tersusun dalam malai. Malai bunga jantan pada umumnya tidak mem- punyai daun, sedangkan malai bunga betina berdaun pada pangkalnya. Pada umumya pada satu pohon terdapat malai bunga jantan, malai bu- nga betina dan malai yang terdiri dari bunga jantan dan betina. Bunga betina terdiri dari lima kelopak bunga yang berwarna putih, bakal buah yang beruang dua dengan dua tangkai putik. Bunga jantan memiliki 20 benangsari yang tersusun dalam empat lingkaran yang bersatu mem- bentuk tiang pada dasar bunga (Steenis, 1978). Buah kemiri ber- ukuran besar dan berbentuk bulat telur melebar ; buah yang telah ma- sak mempunyai ukuran lebar 6

-

7 cm dan panjang 7

-

8 ern. Buah mu- da berwarna hijau dan berwarna wklat setelah masak. Menurut Steenis (1978), buah kemiri termasuk buah batu dengan satu sampai tiga biji di dalamnya. Biji berbentuk gepeng pada salah satu sisi, de- ngan penampang lintang yang berbentuk segitiga. Kulit benih tebal se- perti tempurung dengan permukaan yang kasar, bennrarna coklat kehi- taman.

(2)
(3)

Tengah dan Barat dan Cina adalah produsen mhyak tung

utama

di dunia. A. montana WLLD. atau Mu Oil Tree merupakan tanaman asli daerah Cina Subtropik dan Jasirah Indocina.

Diantara spesies-spesies lain, A. cordata Streud. terdapat di Je- pang Selatan dan Taiwan, A. moluccana MLLD. atau yang dikenal

de-

ngan nama Candle tight Tree terdapat di Malaysia, Filipina, Pulau- pulau di Laut Pasifik, Indonesia, Australia, Sri Lanka dan Hawaii, se- dang A. tn'sperma Blanco. atau Lumbang Tree terdapat di Filipina. Di Indonesia kemiri tersebar di seluruh daerah dan paling banyak dijumpai di Sulawesi Selatan, Jawa, Maluku dan Surnatera Utara.

Pohon kemiri tumbuh dengan baik pada tanah-tanah berkapur, atau berpasir, dan dapat tumbuh pada tanah-tanah Podsolik yang ku- rang subur, tanah Latosol dan lain-lain. Ketinggian lahan yang dike- hendaki berkisar antara 0

-

800 meter di atas permukaan laut, namun di beberapa tempat masih bisa tumbuh sampai ketinggian 1 200 meter di atas permukaan laut pada lapang yang datar atau curam.

Pohon kemiri dapat tumbuh di daerah beriklim kering, juga di da- erah beriklim basah seperti Jawa Barat (Junus dan Gintings, 1981).

Ekoloai Perkecambahan Benih

Lama atau tidaknya waktu yang dibutuhkan untuk perkecambah- an benih secara alami diatur oleh sifat genetik benih itu sendiri serta faktor lingkungan tumbuh benih.

(4)

pemasakan benih maupun faktor lingkungan selama proses perkecam- bahan benih akan mempengaruhi sifat perkecambahan benih.

Pengaruh Faktor Internal Perkecambahan Benih

Pada umumnya sebagian besar benih tanaman hutan mempu- nyai variabilitas genetik yang tinggi terutama dalam perilaku perkecam- bahannya (Muller, 1993). Menurut Edwards dalam Muller (1 993). dor-

mansi benih sangat beragam dari tahun ke tahun, di antara lot benih dan di antara individu benih di dalam lot benih spesies pohon berkayu keras. Selanjutnya Marquis dalam Mc. Caughey (1 993) mengatakan

bahwa penundaan perkecambahan pada benih dari spesies-spesies pohon berdaun lebar merupakan fenomena yang umum.

Kemiri merupakan salah satu spesies pohon berdaun lebar yang menghasilkan benih yang bersifat dorman. Sifat dormansi yang secara genetik diturunkan adalah kulit benihnya yang tebal dan keras sehingga suplai air dan oksigen kemungkinan menjadi faktor pembatas atau akar tidak mampu menembus kulit benih.

Ketebalan kulit benih dan kerasnya kulit benih juga dapat dise- babkan oleh faktor lingkungan tanaman induk selama proses pemasak- an benih, seperti dilaporkan oleh Karsen dalam Mayer dan Mayber

(1 982) mengenai benih Chenapodium album dan Onosis sicula

(Gutterman, 1973).

Benih yang berasal dari pohon induk yang diberi perfakuan hari panjang menghasilkan benih dengan kulit lebih tebal dibanding dengan benih yang diperoleh dari pohon yang diberi perlakuan hari pendek.

(5)

Menurut Pukittayacamee (1 990). struktur utama kulit benih keras adalah lapisan kutikula dan sel-sel makroskleroid. Khususnya pada be- nih dari famili Euphorbiaceae, sel-sel epidermisnya mempunyai kutikula yang tebal (Vaughan, 1970).

Sel-sel skleroid mempunyai dinding sekunder yang terlignifikasi (Essau, 1977). Lignin dan hemiselulosa pada dinding sel kayu ber- fungsi sebagai bahan yang mengisi rongga antar serat-serat selulosa dan resisten terhadap tekanan fisik (Fiechter, 1987 serta BlaEej dan Kosi k, 1 993).

Salah satu senyawa penyusun utama kulit biji yang resisten ter- hadap dekomposisi adalah selulosa dan lignin. Aspinal dalam Burton et al. (1984) melaporkan bahwa xylan merupakan polimer utama penyu-

sun hemiselulosa tanaman dikotil. Selanjutnya Bittner dalam Burton et at. (1 984) menunjukkan adanya hubungan positif yang linier antara sta-

dium kemasakan benih Reed Canarygrass dengan lignifikasi kulit be- nih.

Hasil analisis kulit benih kemiri masak yang dilakukan oleh Labo- ratorium Kimia Hutan LPH Bogor menunjukkan kadar lignin dan hemi- selulosa yang cukup tinggi, masing-masing 29.30% dan 41.09%. Ke- rasnya kulit benih kemiri kemungkinan disebabkan oleh lignifikasi kulit benih yang diduga ada hubungannya dengan stadium kemasakan be- nih. Selain itu dilaporkan oleh Junus dan Gintings (1981) bahwa benih kemiri yang berasal dari buah berbiji satu mempunyai kulit benih yang lebih tebal dan keras dibandingkan dengan benih yang berasal dari buah berbiji dua, sehingga perkecambahannya menjadi lebih lambat.

(6)

Hasil penelitian lain yang menunjukkan hubungan antara tingkat kekerasan kulit benih dengan tingkat kemasakan benih pada lamtoro (Leucaena leucocephala) dilaporkan oleh Haris (1983). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa benih yang dipanen pada stadium lewat masak fisiologi ternyata memiliki persentase benih keras yang paling tinggi dan persentase daya berkecambah yang paling rendah.

Menurut Jacubson (1993), dormansi pada benih tanaman hutan kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor :

1. Kulit benih yang impermeabel terhadap oksigen dan air. Pa- da umumnya sifat impermeabel tersebut terdapat pada benih- benih Leguminoceae seperti akasia blanka (Robinia pseudo- acacia) dan akasia negra (Gleditsia friacanthes). Perkecam- bahan tidak akan terjadi sampai air dapat masuk ke dalam benih. Dormansi semacam ini dapat dipersingkat oleh ada- nya bakteri dan fungi pada permukaan tanah hutan.

2. Kulit benih resisten terhadap tekanan mekanik yang cukup kuat untuk menahan pemanjangan akar embrio. Pada bebe- rapa benih, dormansi semacam ini kemungkinan dapat terjadi selama 30 tahun atau lebih.

Pengaruh faktor internal lain yang dapat menyebabkan dormansi benih dan banyak dijumpai pada tanaman berkayu adalah adanya ABA pada embrio benih yang jumlahnya meningkat dengan semakin ma- saknya benih (Bonamy dan Dennis dalam Purwoko, 1993).

Menurut Hein, Brenner dan Brun dalam Wang eta/. (1987), jum- lah ABA pada poros embrio benih kedelai berbeda secara nyata selama

(7)

perkembangan benih, sedangkan Hsu dalam Wang et al. (1987) mela-

porkan bahwa ABA menunjukkan kurva bifasik pada embrio Phasedus vulgaris yang sedang berkembang. Tetapi perubahan ABA selama per-

kembangan benih dalam penelitian tersebut tidak ada hubungannya dengan penghambatan perkecambahan. Hasil yang sama didapat oleh Wang et a/. (1 987) pada benih Pisum sativum.

Akumulasi ABA pada benih P. sativum berkulit keriput menunjuk-

kan perkecambahan yang lebih lama dibanding dengan benih berkulit halus yang mempunyai ABA febih rendah (Headley et a/. dalam Wang et al. , 1 987).

Arginina adalah salah satu asam amino yang kadarnya didalam benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih (Young dan Mason, 1972). Hasil penelitian kedua peneliti tersebut menunjukkan bahwa ka- dar arginina benih kacang tanah berbanding terbalik dengan persenta- se benih inferior (belum masak) pada saat pemanenan.

Johnson, Mozingo dan Young (1973) menunjukkan bahwa nilai

Arginine Maturity Index ( M I ) berkorelasi dengan ukuran benih. Nilai

AM1 minimum diperoleh dari benih kacang tanah yang berukuran mak- simum. Selanjutnya Young dan Hammons (1974) menyatakan bahwa AM1 minimum merupakan indikasi masak fisiologi dan ada hubungan- nya dengan produksi maksimal benih.

Benih kemiri mengandung banyak lemak dan kadarnya mening- kat selama masa pemasakan benih. Berrie et a/. dalam Purwoko

(1993) menyatakan bahwa asam lemak jenuh rantai pendek berperan dalam berbagai proses fisiologi tanaman termasuk dormansi pada

(8)

benih. Menurut Vaughan (1 970) A. fordii mengandung banyak sekali

asam lemak eleostearat. Asam lemak ini termasuk asam lemak tidak jenuh rantai panjang.

Inhibitor perkecambahan benih selain ABA adalah coumarin.

Shamsuddin et a/. (1 988) melaporkan bahwa batang A. moluccana me- ngandung senyawa moluccanin yang merupakan turunan senyawa cou-

marin. Pada umumnya senyawa yang dijumpai pada suatu bagian ta-

naman juga terdapat pada bagian lainnya. Ada kemungkinan senyawa

coumarin dan moluccanin tersebut terdapat juga dalam benih kemiri.

Menurut Bewley dan Black (1 985), untuk benih dengan kulit ke- ras dan tebal yang resisten terhadap tekanan mekanik, embrio mernbu- tuhkan kekuatan atau daya dorong minimal untuk menembusnya. Ke- kuatan tersebut dipengaruhi oleh adanya inhibitor pada embrio, ku- rangnya air atau oksigen dari luar. Untuk mengatasi hambatan ini di- perlukan pemberian oksigen dari luar dengan cara menusuk kulit benih.

Pengaruh Fa ktor Eksternal Perkecamba han Benih

Faktor ekstemal yang mengatur perkecarnbahan benih di alam meliputi kelembaban tanah, cahaya yang jatuh di atas permukaan ta- nah, sifat fisik dan kimia tanah, inhibitor dalam tanah serta faktor-faktor biotik lainnya (Mayer dan Mayber, 1982).

Menurut Barton dan Crocker (1 948), mikroorganisme berperan dalam mengatasi impermeabilitas kulit benih keras, bila benih ditanam pada temperatur tinggi di musim panas, sedangkan Koller (1972) me- nyatakan bahwa faktor lingkungan biotik secara tidak langsung dapat

(9)

mempengaruhi perkecambahan benih dengan merubah kondisi rig- kungan perkecambahan. Selain itu, mikroorganisme juga dapat berpe- ran langsung yaitu dengan mengubah sifat-sifat faik dan kimia kuEii

be-

nih keras. Dalam ha1 ini mikroorganisme berperan pokok dalam men- dekomposisi set-sel kulit benih, walaupun masalah ini sampai sekarang belum dipelajari secara sistematik.

Peran pokok mikroorganisme dalam mendekomposisi kulit benih. ditunjukkan oleh Muller dalam Crocker, Thornton dan Schroeder (1946) yang menyatakan bahwa tekanan internal yang dibutuhkan untuk me- mecahkan kulit benih black walnut, hickorynut dan buffernuf menjadi berkurang bila benih ditaruh pada medium lembab, suhu

28°C

tanpa sterilisasi. Namun efektivitas tersebut hilang bila benih tersebut diste- rilkan dan direndam dalam air. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berkurangnya tekanan yang dibutuhkan untuk memecahkan kulit benih tersebut disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang mem- pengaruhi kekerasan kulit benih.

Menurut Barton dan Crocker (1 948) perubahan fisiologis dan morfologis pada benih snowberry menunjukkan terjadnya disintegrasi kulit benih pada suhu tinggi dan kemungkinan terdapat hubungan an- tara infeksi kulit benih oleh fungi dengan perkecambahan benih. Nam- paknya dekomposisi lapisan serat-serat kulit benih oleh aktivitas fungi atau sesuatu senyawa harus terjadi sebelum perkecambahan karena benih-benih yang bebas fungi ternyata tidak berhasil tumbuh. Benih snowbeny mempunyai kulit benih yang resisten terhadap tekanan me- kanik karena mempunyai struktur kulit yang tebal yang terdiri dari lignin,

(10)

pentosan dan selulosa.

Menurut Chaturvedi, Siradhana dan MuraSia (1974), eksudat yang dikeluarkan oleh benih Cuminum cyminum yang ditaruh dalam ta- nah akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme tanah sehingga ke- mungkinan berpengaruh terhadap perkecambahan benih tersebut.

Selain faktor biotik medium perkecambahan, komposisi medium juga berperan dafam menentukan keberhasilan perkecambahan benih. Hasil penelitian Yafid (1991) menunjukkan bahwa benih kemiri yang ditanam pada medium campuran tanah dengan kompos (1:l) mem- punyai daya berkecambah yang lebih tinggi dari pada yang ditanam pada medium campuran pasir dengan kompos.

Diantara mikroorganisme, kelompok fungi yang mampu merom- bak selulosa meliputi genus Aspergillus, Pennicillium, Rhizopus, Tncho- derma, Chaetomium, Fusarium, sedangkan kelompok bakteri meliputi genus Bacillus, Cellsllomonas, Clostridium, Cytophaga, Pseudomonas serta dari anggota-anggota aktinomisetes yaitu Nocardia, Streptomyces (Alexander, 1977 dan Subba Rao, 1982).

Selanjutnya, Alexander (1 977) menyatakan bahwa mikroorganis- me anggota kelompok Hymenomycetes tanah seperti Agrocybe, Cera- tobasidium, Coniophora, Hyphodontia, Marasmus dan Pistillonia d i kenal mampu menghancurkan jaringan berkayu dan lignin. Di pihak lain me- nurut Subba Rao (1982), kelompok fungi yang dapat mendegradasi I ig nin adala h Clavaria, Cephalosporium dan Humicola.

Lignin pada jaringan tanaman pada umumnya tidak terdapat be- bas tetapi selalu berada bersama-sama polisakarida, dapat dijumpai

(11)

pada lapisan sekunder dinding set dan juga pada lamela tengah. k- komposisi lignin dibanding selulosa, hemiselulosa serta karbohiat lainnya berlangsung sangat lambat. Selama 150 hari hanya 21 -7% kar- bon lignin dalam tanah dikonversi menjadi CO, (Alexander, 1977).

Selanjutnya dikatakan bahwa meskipun yang digunakan adalah biakan murni basidiomisetes seperti Clitocybe, Collibia, Mycena dan

Marasmus masih dibutuhkan waktu 6 sampai 7 bulan untuk merombak

50% lignin. Pada kayu, struktur serat-serat selulosa dibungkus oleh lig- nin yang berperan sebagai pelindung selulosa dari hidrolisis enzim se- lulase.

Polimer lignin terdiri atas unit-unit fenol propanoid yang dihu- bungkan satu sama lain dalam berbagai macam ikatan tidak beraturan antara atom C-C dan C-0-C. Struktur lignin yang kompleks menyebab- kan senyawa tersebut tahan terhadap biodegradasi oleh mikroorganis- me.

Oksidasi lignin dilakukan oleh aktivitas enzim lignase yang terdiri dari enzim-enzim fenol oksidase, lakase serta peroksidase (Alexander, 1977). Ketiga enzim tersebut dihasilkan oleh sejumlah kapang seperti

Phanerochaete chrysosporium (Fiechter, 1987), Trarnetes versicolor

serta Bjerkandera adusta menghasilkan enzim lakase dan peroksidase

(Rayner dan Boddy, 1980), serta Cerrena maximalaccase menghasil-

kan enzim lakase (Bldej dan Kosik, 1993). Pada T. pseudokoningii yang diperoleh dari tandan kelapa sawit kosong yang sedang melapuk juga ditemukan ketiga enzim tersebut (Goenadi dan Away, 1994).

(12)

tanah dan bahan organik yang sedang melapuk. Menurut Domsch, Gams dan Anderson (1980), T. pseudokoningii paling sering ditemukan

di tanah-tanah hutan pinus, konifer, akasia dan pohon berdaun War, selain itu juga di tanah-tanah perkebunan jeruk, pekarangan, serta ta- nah berpasir dan lain-lain. Pada umumnya fungi ini hidup dipermukaan tanah yang sedikit asam tetapi juga dapat hidup sampai kedalaman 120 cm. Selain itu T. pseudokoningii juga dijumpai pada biji kapas, kacang

tanah dan Avena fatua. Spesies lain yaitu T.

v i e

banyak dijumpai pada tanah hutan tanaman berkayu keras yang sangat lembab, tanah- tanah bergaram dan tanah rawa mangrove. Pada umumnya dijumpai di

tanah-tanah dengan kisaran pH 3-8 pada kedalaman 60

crn,

walaupun fungi ini lebih menyukai tanah yang bersifat asam. Selain itu juga di- jumpai pada biji kacang tanah, jagung, padi, wortel, pepaya, kopi, tem- bakau dan beberapa tanaman dari famili Euphorbiaceae.

T. reesei QM 9414 merupakan mutan dari galur liar T. vmi (QM 6a) yang berasal dari New Guinea dan menghasilkan enzim selu- lase empat kali lebih banyak dari pada enzim yang dihasilkan fungi in- duknya (Reese, 1 976)

Fenomena Dormansi

Sumber pertanaman dapat tersedia dalam jumlah besar dan murah dengan menggunakan benih sebagai bibit. Namun sebagian be- sar beni'h tanaman hutan mempunyai masalah akibat adanya dormansi. Walaupun dormansi benih merupakan sifat alami untuk dapat bertahan

(13)

hidup atau untuk pelestarian spesiesnya, tetapi sifat dormansi tersebut dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan dalam pembibitan.

Terminologi Dormansi Benih

Pada umumnya dormansi terjadi sejak benih masih berada pada tanaman induk namun faktor lingkungan, yaitu suhu dan cahaya, dapat menyebabkan terjadinya dormansi.

Beberapa terminologi yang dapat digunakan untuk mengkatego- rikan dormansi ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa Terminologi Yang Digunakan Untuk Mengkategorikan Dormansi

Terrnindogi Dormami

Kasus Dormansi Villiers Roberts Mayer Bewley Copeland dan dan dan Mayber Black McDonald (1972) (1972) (1962) (1985) (1985)

1. Dormansi yang terjadi Dormansi Donnansi Dormansi O m a n s i Donnansi sqak benih tersebut Innate atau Endogen masih berada pada Dorrnansi Primer

tanaman induk Primer

3. Benih yang donnan Dormami Dormansi Damansi Dormansi Donnansi karena fahtor linglarngan Enforce R e l a l Eksogen

(suhu dan cahaya), dan Primer dormansi dapat diatasi

setelah fahtor lingkungan yaw mewhambat dihilangkan

3. Benih yang dorman Dormansi Dormansi Dormansi Dormansi Dormansi karena faldor lingkungan Induce Sekunder Sekunder Sekunder (suhu dan cahaya), tetapi

dormansi b a ~ dapat diatasi setelah diberi perlabwan khusus, setelah faktor lingkungan yang rnenghambat dihilangkan

(14)

Penyebab dan Mekanisme Dormansi

Dormansi benih dapat disebabkan oleh embrio dan kulit benih (Villiers, 1972 ; Mayer dan Mayber, 1982 ; Bewley dan Black, 1985 ; Copeland dan McDonald, 1985 serta Pukittayacamee, 1990).

Dormansi karena embrio benih (disebut juga dormansi fisiologi) dapat disebabkan embrio yang dorman, mekanisrnenya bisa karena adanya inhibitor pada embrio atau karena embrio yang belum masak.

Dormansi yang disebabkan oleh kulit benih atau dormansi fisik, mekanismenya adalah sebagai berikut :

1. terhalangnya pengambilan air, 2. terhalangnya pengambilan oksigen, 3. adanya inhibitor pada kulit benih,

4. kulit benih menjadi penghalang terhadap keluarnya inhibitor dari embrio,

5. membatasi cahaya yang akan masuk ke embrio (filter terha- dap cahaya), dan

6. pembatasan mekanik, sehingga struktur penting (poros em- brio) tidak dapat menembus kulit benih.

Selanjutnya Copeland dan McDonald (1 985) juga mengatakan bahwa bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih, maka dapat disebut sebagai dormansi fisiologi, sedangkan bila penyebab- nya kulit benih disebut juga dormansi fisik.

Kulit benih dalam ha1 ini termasuk struktur yang mengelilingi biji seperti glumme, lemma, palea, perikarp (termasuk endokarp) dan testa.

(15)

maupun fisiologi atau karena embrio benih ini dapat dijumpai pada berbagai spesies, tetapi ada spesies yang rnempunyai dormansi ganda yaitu dormansi fisik maupun fisiolog i. Pada umumnya dormansi ganda banyak dijumpai pada benih tanaman berkayu termasuk benih tanman hutan.

Berbagai Atfernatif Pematahan Dormansi Benih

Penyebab dan mekanisme dormansi merupakan ha1 yang sangat penting diketahui untuk dapat menentukan cara atau metode pematah- an dormansi. Berbagai cara dan metoda pematahan dormansi telah banyak digunakan. Untuk kasus benih dengan dormansi fisiologi, cara pematahannya dengan menggunakan :

1. Perlakuan stratifikasi suhu rendah, So -lO°C, pada kondisi lembab. Pada embrio dorman benih ape1 dilaporkan bahwa terjadi peningkatan asam giberelat sesudah perlakuan suhu dingin selama 20 hari diikuti dengan peningkatan perkecam- bahannya (Sinka dan Lewak dalam ~ S m e dan Thevenot, 1982). Roberts dan Bodrell (1 983) melaporkan bahwa per- lakuan stratifikasi dengan suhu 4°C selama 1 bulan dapat meningkatkan perkecambahan benih Solanum saccarhwdes Sendt. menjadi 89% dibanding kontrol, 8%. Hal yang sama dilaporkan pula oleh Forward dalam Copeland dan McDonald (1 985) pada benih oats, bahwa perlakuan stratifikasi pada suhu 10°C selama 5 hari meningkatkan perkecambahan da- ri 60% menjadi 96%.

(16)

pada benih hawthorn (Crataegus asardlus L.) rnenunjukkan penurunan ABA pada benih dan endokarp diikuti dengan pe- ningkatan perkecambahan menjadi 25% dibanding kontrol, 3%, (Qrunfleh, 1991).

Beberapa peneliti melaporkan bahwa terjadi perubahan akti- vitas metabolisme pada benih pinus setelah diberi perlakuan stratifikasi seperti peningkatan giberelin (Paul et a/. dalam

Murphy dan Hammer, 1993), sitokinin (Taylor dan Wareing

dalam Murphy dan Hammer, 1993), penurunan ABA (Murphy

dan Noland dalam Murphy dan Hammer, 1993), peningkatan

aktivitas enzim PAL dan asam fenolat (Murphy dan Noland

dalam Murphy dan Hammer, 1993), peningkatan aktivitas en-

zim ICL dan ATP, peningkatan sintesis protein dan aktivitas enzim amino peptidase (Noland dan Murphy dalam Murphy

dan Hammer, 1993), peningkatan kemampuan absorbsi dan metabolisme sukrosa (Carpita eta/. dalam Murphy dan

Hammer, 1993) dan peningkatan aktivitas enzim sukrosa sintetase serta respirasi (Murphy dan Hammer dalam Murphy

dan Hammer, 1993). Selanjutnya hasil penelitian Murphy dan Hammer (1 993) menunjukkan terjadinya perubahan- perubahan jumlah mRNA, aktivitas enzim sukrosa sintetase serta sintesis sukrosa selama perlakuan stratifikasi pada suhu rendah, 5°C. Aktivitas metabolisme tersebut erat hubungan- nya dengan perkecambahan benih.

(17)

lembab selama 3

-

9 hari pada benih Paspaium d a t u m F. meningkatkan perkecambahan (Fernandes, 1 976).

Demikian pula halnya penelitian pada benih padi varietas Srikuning dan Bahbutong yang baru dipanen, pemanasan dengan suhu 30"

-

41°C dan RH 50% sampai 85%, mening- katkan perkecambahan (Muchtar, 1987).

3. Pemberian KNO, dan zat pengatur tumbuh, misalnya gibere- tin dan sitokinin. Perendaman selama

4%

jam dengan 643A, 0.005 M, meningkatkan perkecambahan benih red rice sampai 40% (Kandakai, 1983).

Penggunaan asam giberelat (G&) untuk mematahkan dor- mansi benih telah banyak dilaporkan. Berkendam dalam

Siriwan (1 977) menyatakan bahwa pemberian GA, 500 ppm pada benih wheat, barley, oats dan rye dapat mematahkan

dormansinya.

Penelitian pada benih kemiri dilaporkan oleh Toesahono et al.

(1 990) bahwa perlakuan benih dengan KNO, 0.02 M selama 30 menit meningkatkan daya berkecambah benih menjadi 86.25% yang berbeda nyata dengan kontrol, 1 1.20%.

Pada kasus benih dengan dormansi fisik beberapa alternatif pe- matahannya dapat dilakukan dengan perlakuan-perlakuan sebagai ber- ikut :

1. perendaman dengan air panas, 2. skarifikasi mekanik,

(18)

4. pencucian benih,

5. menghilangkan sebagian struktur yang mengelilingi benih, 6. degradasi dinding sel (struktur yang mengelilingi benih) seca-

ra hayati dengan menggunakan enzim selulase yang telah di- beri tambahan enzim-enzim lain seperti 6-D glukosidase, he- miselulase dan poligalakturonase (Burton, Campbell, Bittner dan Johnson, 1984). Nogueira (1 985) melaporkan bahwa perlakuan fisik yang paling efektif dalam mematahkan dor- mansi benih Johnsongrass (Sorghum halepanse L. Pers.)

adalah puncturing (penusukan pericarp), juga perlakuan

skarifikasi kimia dengan H2S0, pekat atau NaCIO.

Hal yang sama dilaporkan oleh Toesahono et al. (1990). bah- wa skarifikasi kimia dengan H2S0, pekat selama 15 menit terhadap benih kemiri meningkatkan daya berkecambah, 53.75%, dan berbeda nyata dibandingkan kontrol, 1 1.20%. Menurut Jacubson (1993), dormansi pada benih-benih tanaman hutan dapat dipatahkan dengan metode sebagai berikut :

1. Skarifikasi mekanik untuk melunakkan atau melemahkan ku- lit benih, meretakkan sehingga memungkinkan air masuk. 2. Skarifikasi kimia dengan asam kuat.

3. Benih pinus yang lewat masak lebih cepat berkecambah se- telah melalui perlakuan stratifikasi suhu 5"

-

10°C untuk pe- riode beberapa minggu sampai 2

-

3 bulan.

4. Pada beberapa spesies tertentu dapat digunakan metode su- hu berganti dari yang ekstrim rendah seperti -20°C sampai

(19)

-120°C ke suhu kamar.

Hasil penelitian pada benih Melilotus alba dengan kulit keras

menunjukkan peningkatan daya berkecambah, 97%. setelah diberi 4 kali perlakuan dengan nitrogen cair, -120°C. selama 30 detik diikuti waktu thawing 1 menit dibandingkan &ngan

kontrol, 0% (Barton dan Crocker, 1948).

5. Perlakuan dengan tekanan udara sebesar 2 atm pada 18°C selama 5 sampai 20 menit dapat meningkatkan 50

-

100% perkecambahan pada benih.

Hasil penelitian Maria Dayan di Filipina menunjukkan bahwa be- berapa mikroorganisme seperti Aspergillus niger, Trichoderma spp. dan Penicillium spp. dapat meningkatkan perkecambahan benih kemiri. Pe-

ningkatannya berturut-turut sebesar 49.3%, 21 .O% dan 10.1 %. Tetapi bagaimana mekanisme mikroorganisme tersebut dalam mempenga- ruhi pematahan dormansi belum diketahui (komunikasi pribadi).

Gambar

Tabel 1.  Beberapa Terminologi Yang Digunakan Untuk  Mengkategorikan Dormansi

Referensi

Dokumen terkait

Konsep VALSAT digunakan untuk memilih detailed mapping tools dengan cara menghitung hasil pembobotan pemborosan dari WAQ dengan skala yang ada pada Tabel VALSAT

Pengambilan contoh tanah dengan metode SRS lebih sederhana, mudah dan cepat serta data yang diperoleh akan dapat mencerminkan keadaan tanah yang sebenarnya, jika contoh tanah

114 Pada hakikatnya Masakan ayam Pelleng ini merupakan makanan khas suku Pakpak yang masih dilaksanakan sampai sekarang ini, baik suku Pakpak yang beragama Islam

Asrama atau mess merupakan bangunan berpetak-petak untuk tempat tinggal bagi kelompok orang untuk sementara waktu, terdiri atas sejumlah kamar, dan dipimpin oleh seorang

Pembentukan empiema yang berkaitan dengan pneumonia merupakan suatu proses yang progresif dari bentuk efusi eksudat tanpa penyulit menjadi stadium fibronopurulen

Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain:(1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian

Bedasarkan ciri-ciri anak saleh maka dapat dipahami bahwa anak saleh adalah anak yang memiliki kriatirial yang berbeda dengan anak-anak biasa. Dimana anak saleh bisa

Penerapan jenis bahan dan waktu proses demineralisasi dalam proses produksi ekstrak kolagen berbahan baku tulang ayam ras pedaging (broiler) berpengaruh