Gubernur Jawa Barat
RAPAT MONITORING DAN EVALUASI
GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA
Semarang, 20 Mei 2015
RINGKASAN
SISTEMATIKA
I
II
KONDISI UMUM JAWA BARAT
III
PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENCANA AKSI
KOORDINASI DAN SUPERVISI MINERAL DAN BATU BARA
PROGRES IMPLEMENTASI SASARAN RENCANA AKSI
KOORDINASI DAN SUPERVISI KEHUTANAN DAN
PERKEBUNAN
3
KONDISI UMUM JAWA BARAT
Luas wilayah daratan Provinsi Jawa Barat : + 3.709.528,44 Ha, mempunyai garis pantai sepanjang 816,82 Km.
Jumlah Penduduk + 46,49 juta Jiwa
Memiliki topografi yang bervariasi mulai dari datar sampai bergunung-gunung dengan sejumlah gunung api yang memuntahkan mineral dan sungai yang mengendapkan mineral di dataran luas membuat Jawa Barat sebagai salah satu wilayah yang subur, sehingga Jawa Barat sebagai salah satu pemasok beras terbesar di Indonesia
Luas kawasan hutan berdasarkan Kep Menhut 195/Kpts-II/2003 seluas + 816.603 Ha(22,03 % dari luas daratan wilayah Provinsi), terdiri dari hutan lindung 291.306 ha, hutan produksi 393.117 ha dan hutan konservasi 132.180 ha
Luas wilayah daratan Provinsi Jawa Barat : + 3.709.528,44 Ha, mempunyai garis pantai sepanjang 816,82 Km.
Jumlah Penduduk + 46,49 juta Jiwa
Memiliki topografi yang bervariasi mulai dari datar sampai bergunung-gunung dengan sejumlah gunung api yang memuntahkan mineral dan sungai yang mengendapkan mineral di dataran luas membuat Jawa Barat sebagai salah satu wilayah yang subur, sehingga Jawa Barat sebagai salah satu pemasok beras terbesar di Indonesia
Luas kawasan hutan berdasarkan Kep Menhut 195/Kpts-II/2003 seluas + 816.603 Ha(22,03 % dari luas daratan wilayah Provinsi), terdiri dari hutan lindung 291.306 ha, hutan produksi 393.117 ha dan hutan konservasi 132.180 ha
Potensi perkebunan seluas 494.167 ha, terdiri dari PBS (Perkebunan Besar Swasta) 52.588 ha, PT.PN 68.306 ha dan Perkebunan Rakyat 373.303 ha
Jawa Barat juga memiliki banyak sumber energi yang berkelanjutan seperti panas bumi dan air, dimana Gubernur telah menetapkan bahwa Jawa Barat sebagai lumbung panas bumi Indonesia, mengingat sekitar 6.101 MWe (21.7%) pot berada di Jawa Barat dan sebagian besar berada di dalam kawasan hutan.
Terdapat 828 IUP (izin Usaha Pertambangan) di Jawa Barat yang tersebar di 20 kabupaten/kota, terdiri dari mineral non
logam (50 IUP), mineral logam (125 IUP), batuan (652 IUP), dan 1 IUP batubara
Sebagian besar mineral strategis (emas, tembaga, timah hitam dll) berada di kawasan hutan
Potensi perikanan budidaya 99.798 ha
Beberapa PLTA terdapat di Jawa Barat & memanfaatkan air sungai yg hulunya berada di kawasan hutan
Potensi perkebunan seluas 494.167 ha, terdiri dari PBS (Perkebunan Besar Swasta) 52.588 ha, PT.PN 68.306 ha dan Perkebunan Rakyat 373.303 ha
Jawa Barat juga memiliki banyak sumber energi yang berkelanjutan seperti panas bumi dan air, dimana Gubernur telah menetapkan bahwa Jawa Barat sebagai lumbung panas bumi Indonesia, mengingat sekitar 6.101 MWe (21.7%) pot berada di Jawa Barat dan sebagian besar berada di dalam kawasan hutan.
Terdapat 828 IUP (izin Usaha Pertambangan) di Jawa Barat yang tersebar di 20 kabupaten/kota, terdiri dari mineral non
logam (50 IUP), mineral logam (125 IUP), batuan (652 IUP), dan 1 IUP batubara
Sebagian besar mineral strategis (emas, tembaga, timah hitam dll) berada di kawasan hutan
Potensi perikanan budidaya 99.798 ha
NO RENCANA AKSI PROGRES IMPLEMENTASI KENDALA UPAYA PEMECAHAN MASALAH INSTANSI TERKAIT
1 , Penataan Ijin Usaha Pertambangan
Baru terinventarisasi data pemegang IUP sebanyak 822 (159 Clean and Clear dan 663 non Clearn and Clear), tumpang tindih komoditas yang sama (2) ijin, tumpang tindih dengan beda komoditas sebanyak (3) ijin, tumpang tindih lahan kehutanan 18, permasalahan administrasi 135
a. Kab/kota ke Prov belum menyerahkan dokumen perijinan kepada Provinsi pasca UU 23/2014.
a. Pertemuan rapat koordinasi dan rekonsiliasi data di tingkat prov dan proaktif ke kab/kota
Dinas ESDM Prov,
Dinas/Instansi teknis Kab/Kota b. Data yang disampaikan oleh OPD teknis, OPD penerbit
izin dan OPD pengelola pendapatan daerah di kab/kota tidak sama dan tidak akurat.
b. Dilakukan desk antara prov dengan melibatkan OPD terkait di kab/kota dan pemegang IUP sekaligus untuk mendapatkan dokumen
Dinas ESDM Prov,
Dinas/Instansi teknis Kab/Kota, BPMPT Kab/Kota, DPPKAD Kab/Kota
2 Kewajiban keuangan pelaku usaha pertambangan
a. Dari sebanyak 125 IUP (Izin Usaha Pertambangan) mineral logam (8 kab), terdapat 76 IUP (6 kab) yang belum menyelesaikan kewajiban pembayaran royalti dan landrent
a. Identitas pemegang IUP tidak jelas dan tidak lengkap a. Rekonsiliasi perhitungan Dana Bagi Hasil
(DBH) pertambangan umum per triwulan Pemerintah Pusat, Dinas ESDM Prov, Dispenda Prov, Dinas/Instansi teknis Kab/Kota, BPMPT Kab/Kota, DPPKAD Kab/Kota
b. Total piutang negara yang belum dibayar sebesar Rp. 2,56 milyar (turun dari Rp. 86 milyar (97%) sebelum renaksi)
b. Tidak semua pemegang IUP menyerahkan tembusan bukti setor royalti dan landrent ke prov maupun kab/kota
b. Pemanggilan pemegang IUP dan OPD terkait
c. Terdapat kenaikan prosentase pembayaran Jaminan Reklamasi (dari 21% menjadi 36%), Jaminan Pascatambang (dari 2% menjadi 3%), Jaminan Keseungguhan (dari 0% menjadi 3%) setelah renaksi
c. Kab/kota tidak memberikan tindakan tegas kepada pemegang IUP yang belum memenuhi kewajibannya
3 Pengawasan produksi pertambangan mineral dan batubara
Teridentifkasi dari 663 IUP hanya 182 IUP (22%) yang menyampaikan laporan produksi secara rutin
Di beberapa kab/kota laporan produksi tambang tidak sampai kepada Dinas teknis namun langsung ditarik oleh Dispenda/DPPKAD
Alur pelaporan produksi perlu dibenahi serta mengembangan sistem pelaporan produksi yang mudah diakses (mis : sistem simponi di Ditjen Minerba)
Pemerintah Pusat, Dinas ESDM Prov, Dispenda Prov, Dinas/Instansi teknis DPPKAD Kab/Kota
4 Pengawasan pengolahan/pemurnian hasil tambang
a. Terdapat 50 pemegang IUP yang telah memiliki rencana pengolahan/pemurnian
a. Terbatasnya dukungan infrastruktur dan pasokan energi bagi operasional smelter
a. Perlu dukungan fasilitasi dari pemerintah seperti PLN untuk pasokan energi
Pemerintah Pusat, Dinas ESDM Prov, Disperindag Prov Dinas/Instansi teknis Kab/Kota b. Terdapat 2 pemegang IUP yang sedang membangun
smelter pasir besi, yaitu PT. Megatop (Kab. Cianjur) dan PT. Sumber Suryadaya Prima (Kab. Sukabumi), namun belum melaporkan progres kegiatannya
b. Pelaksanaan pengawasan oleh kab/kota tidak intensif b. Pemanggilan pemegang IUP dan OPD terkait c. Pengelolaan pabrik pengolahan oleh Ditjen Minerba bagi
pemegang IUP modal asing tidak dikoordinasikan ke Pemda
c. Koordinasi intensif dengan Pemerintah Pusat
5 Pengawasan penjualan/pengapalan hasil tambang
a. Terdapat 2 pembangunan Tersus di Kec. Cidaun Kab.
Cianjur dan Kec. Tegalbuleud Kab. Sukabumi Pemerintah Pusat, Dinas ESDM Prov, Dishub Prov Dinas/Instansi teknis Kab/Kota b. Laporan uji coba ekspor pasir besi PT. Megatop
sebanyak 50.000 MT (Des 2014) dengan royalti ekspor Rp. 666 Juta
a.
b.
Terdapat perbedaan data produksi dengan data penjualan yang digunakan untuk menghitung pajak bahan galian
Tidak menyampaikan bukti setor ke Pemda terkait pajak ekspor
a.
b.
Memberlakukan satu system perhitungan pajak
Pemda diberi akses untuk mendapatkan data penjualan dan pengapalan bahan tambang c. Pemda tidak memiliki akses terhadap data ekspor di
pelabuhan
5
1.2. PROGRES IMPLEMENTASI 5 SASARAN RENAKSI SEKTOR
PERTAMBANGAN DI JAWA BARAT
RENAKSI 1 :
Penataan Izin Usaha Pertambangan
Terjadi peningkatan jumlah IUP dari posisi Desember 2014 (720 IUP)
sampai Bulan Mei 2015 (828 IUP), hal ini dimungkinkan setelah adanya
koordinasi dan pendataan lapangan sehingga data lebih lengkap.
7
SOLUSI :
‐ Dilakukan beberapa kali pertemuan rekonsiliasi data di tingkat Provinsi dan proaktif ke
Kabupaten/kota.
‐ Akan dilakukan desk antara Pemerintah Provinsi dengan melibatkan OPD terkait di tingkat
kabupaten/kota dan perusahaan, sekaligus untuk mendapatkan dokumen.
KENDALA :
‐ Penyerahan dokumen perijinan dari Kabupaten/Kota ke Provinsi pasca UU
23/2014 belum dilakukan, sehingga data yang diperlukan sulit didapatkan.
‐ Antara OPD teknis, OPD penerbit ijin, dan OPD pengelola pendapatan daerah di
Kabupaten/kota tidak sinergis, sehingga data yang didapat tidak akurat.
RENAKSI 1 :
PENATAAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN
JUMLAH IUP (data rekon Mei 2015)
822
Jumlah IUP Clean and Clear (CNC)
159
Jumlah Kab/Kota yang memiliki potensi
mineral
20 kab/kota
Jumlah IUP Non CNC
663
Tumpang tindih sama komoditi
2
Tumpang tindih beda komoditi
3
RENAKSI 2 :
KEWAJIBAN KEUANGAN
PELAKU USAHA PERTAMBANGAN
HASIL YANG DICAPAI :
Dari sebanyak 125 pemegang IUP mineral logam di Jawa Barat (8
kabupaten), terdapat 76 perusahaan (di 6 kabupaten) yang belum
menyelesaikan kewajiban pembayaran landrent dan/atau royalti.
Total piutang negara yang belum dibayarkan sebesar 2,56 milyar rupiah
(menurun dari 86 milyar rupiah atau 97% dibandingkan sebelum
renaksi).
Terdapat kenaikan prosentase yang signifikan terhadap kewajiban
pembayaran Jaminan Reklamasi (dari 21% 36%), Jaminan
pascatambang (dari 2% 3%), dan jaminan kesungguhan dari 0%
3% setelah pelaksanaan Renaksi.
RENAKSI 2 :
KEWAJIBAN KEUANGAN
PELAKU USAHA PERTAMBANGAN
Masih banyak Pemegang IUP yang belum memenuhi kewajiban
keuangannya.
KENDALA :
‐ Identitas Pemegang IUP tidak jelas dan tidak lengkap.
‐ Tidak semua Pemegang IUP memberikan tembusan bukti setor royalti/landrent ke provinsi
maupun kabupaten/kota .
‐ Pemerintah kabupaten/kota tidak memberikan penindakan kepada Pemegang IUP yang
belum memenuhi kewajibannya.
SOLUSI :
‐ Rekonsiliasi perhitungan Dana Bagi Hasil per triwulan.
‐ Pemanggilan perusahaahan dan OPD terkait, serta melibatkan Pemerintah Pusat karena menyangkut penerimaan negara.
KEWAJIBAN
KEUANGAN
TOTAL PIUTANG NEGARA
KONDISI
DESEMBER 2014
SETELAH RENAKSI 1
LANDRENT
(Kurang
Bayar Dan Belum Bayar)
Rp. 1.839.257.556
Rp 1.521.775.825,22
ROYALTI
(Belum Bayar Dan
Kurang Bayar)
Rp. 85.142.510.056
Rp 1.057.528.784,00
JUMLAH
Rp. 86.981.767.612
Rp 2.578.704.609,22
(‐97%)
11JAMINAN REKLAMASI DAN JAMINAN
PASCA TAMBANG
KEWAJIBAN
KEUANGAN
KONDISI DESEMBER 2014
SETELAH RENAKSI 1
BELUM ADA SUDAH ADA
BELUM ADA
SUDAH ADA
JAMINAN
REKLAMASI
570 (79,2%)
150 (21%)
532 (64%)
296 (36%)
JAMINAN PASCA
TAMBANG
708 (98%)
12 (2%)
797 (97%)
31 (3%)
JAMINAN
KESUNGGUHAN
720 (100%)
0
805 (97%)
23 (3%)
RENAKSI 3 :
PENGAWASAN PRODUKSI PERTAMBANGAN
MINERBA
Dari sejumlah 663 IUP Operasi Produksi, hanya 182
perusahaan (22%) yang secara rutin menyampaikan laporan
produksi.
KENDALA
Di beberapa kabupaten/kota, laporan produksi tambang tidak
disampaikan kepada Dinas teknis, namun langsung ditarik oleh
Dispenda/DPPKAD.
SOLUSI
Alur pelaporan produksi ke depan perlu dibenahi, serta dibuat
sistem pelaporan yang mudah diakses agar pengawasan
RENAKSI 4 :
PELAKSANAAN PENGAWASAN
PENGOLAHAN/PEMURNIAN HASIL TAMBANG
Terdapat 50 Pemegang IUP seluruh Jawa Barat yang telah memiliki rencana pengolahan pemurnian.Terdapat 2 perusahaan yang sedang membangun smelter pasir besi, yaitu PT. Megatop Inti Selaras (di Kab. Cianjur) dan PT. Sumber Suryadaya Prima (Kab. Sukabumi), namun sampai saat ini belum melaporkan
progresnya.
KENDALA :
1. Terbatasnya dukungan infrastruktur dan pasokan energi bagi operasional smelter 2. Pelaksanaan pengawasan oleh kab/kota tidak intensif
3. Pengelolaan pabrik pengolahan oleh Ditjen Minerba bagi pemegang IUP modal asing tidak dikoordinasikan ke Pemda.
SOLUSI :
1. Perlu dukungan fasilitasi dari pemerintah seperti PLN untuk pasokan energi. 2. Pemanggilan pemegang IUP dan OPD terkait.
RENAKSI 5 :
PELAKSANAAN PENGAWASAN
PENJUALAN/PENGAPALAN HASIL TAMBANG
• Terdapat 2 pembangunan Tersus di Kec. Cidaun Kab. Cianjur dan Kec. Tegalbuleud Kab. SukabumI. • Laporan uji coba ekspor pasir besi PT. Megatop sebanyak 50.000 MT (Des 2014) dengan royaltiekspor Rp. 666 Juta .
15
KENDALA :
1. Terdapat perbedaan data produksi dengan data penjualan yang digunakan untuk menghitung pajak bahan galian
2. Tidak menyampaikan bukti setor ke Pemda terkait pajak ekspor 3. Pemda tidak memiliki akses terhadap data ekspor di pelabuhan.
SOLUSI :
1. Memberlakukan satu sistem perhitungan pajak.
2. Pemda diberi akses untuk mendapatkan data penjualan dan pengapalan bahan
tambang.
REKAPITULASI TINDAKAN
17
TINDAKAN
TANGGAL
HASIL
Rapat Fasilitasi dan koordinasi Bidang Pertambangan
16 Desember 2014 Konsolidasi data dan sosialisasi format KPK di Bali
Rapat Koordinasi Renaksi‐1 17 Februari 2015 Konsolidasi data Evaluasi Renaksi‐1 dan Persiapan
Rencana Aksi Tahap 2
23 April 2015 Pengumpulan data Renaksi Tahap 2
Verifikasi data di 5 UPTD 6‐23 April 2015 Verifikasi dokumen dan data IUP Pemberitahuan Renaksi Tahap 2 22 April 2015 Pemberitahuan melengkapi berkas Pembentukan Satgas Penegakan
Hukum Lingkungan Terpadu bersama Polda Jabar
Desember 2014 Penegakan Hukum terhadap pelaku usaha pertambangan
Pelaksanaan Tinjauan lapangan kegiatan usaha pertambangan
Desember 2014 – April 2015
‐ Penutupan tambang pasir besi di Kab Tasikmalaya
‐ Penertiban PT. Juishin di Karawang ‐Penertiban penambangan ilegal di Gn. Sindur (Bogor) dan Gn. Guntur (Kab. Garut)
DOKUMENTASI PELAKSANAAN
TINDAKAN DI LAPANGAN
Penertiban Penambangan ilegal pasir di Gn. Guntur, Kab. Garut
Pemasangan garis polisi di PT. Anugerah Sumber Alam Mining, Kab. Tasikmalaya.
Penindakan instalasi pengolahan pasir besi PT. Treasure , Kab. Tasikmalaya.
LIST SURAT-SURAT YANG TELAH
DIKELUARKAN PROVINSI
NO SURAT DITUJUKAN KEPADA TANGGAL SURAT
PERIHAL
005/1661‐MGAT 26 KAB/KOTA SE JAWA BARAT 12 DESEMBER 2014 Rapat Fasilitasi dan Koordinasi Bidang Pertambangan
540/1694‐MGAT KABUPATEN/KOTA SE JAWA BARAT 18 DESEMBER 2015 Hasil Rapat Fasilitasi dan Koordinasi Bidang Pertambangan
540/22‐MGAT DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM RI 09 JANUARI 2015 Pelaksanaan CnC
540/40‐MGAT S.D 540/54‐MGAT
BUPATI DAN WALIKOTA SE JAWA BARAT 19 JANUARI 2015 Penyelenggaraan Usaha Pertambangan
540/72‐MGAT S.D 540/82‐MGAT
BUPATI DAN WALIKOTA SE JAWA BARAT 27 JANUARI 2015 Penyelenggaraan Usaha Pertambangan
005/180‐MGAT KAB/KOTA SE JAWA BARAT 13 FEBRUARI 2015 Undangan ke 2
540/292‐MGAT BAPAK GUBERNUR JAWA BARAT 27 PEBRUARI 2015 Laporan Tindak Lanjut Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Sektor Pertambangan Minerba
540/372.a‐MGAT KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) RI
10 MARET 2015 Laporan Pelaksanaan Rencana Aksi I Koordinasi dan Supervisi (Kousup) Sektor Minerba
540/372.b‐MGAT DIREKTUR JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ESDM
10 MARET 2015 Laporan Pelaksanaan Rencana Aksi I Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Sektor Minerba
005/624‐MGAT KAB/KOTA SE JAWA BARAT 20 APRIL 2015 Undangan ke 3 Korsup
540/639‐MGAT KAB/KOTA SE JAWA BARAT 22 APRIL 2015 Pelaksanaan Rencana Aksi Tahap II Kegiatan Koordinasi dan Supervisi
540/713.a‐MGAT BAPAK GUBERNUR JAWA BARAT 29 APRIL2015 Laporan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Aksi I dan Persiapan Pelaksanaan Rencana Aksi II Koordinasi dan Supervisi (Korsup)
REKAPITULASI SURAT
PERINGATAN/TEGURAN/PEMBATALAN
JENIS SURAT
JUMLAH
KABUPATEN/KOTA
JUMLAH IUP
SURAT TEGURAN
2
19
SURAT PERINGATAN I
2
108
SURAT PERINGATAN II
3
20
SURAT PERINGATAN III
2
10
SURAT PEMBATALAN/ REKOMENDASI
1
60
SURAT PENGHENTIAN SEMENTARA
1
1
SURAT PENAGIHAN PNBP
1
11
Sebagai tindak lanjut diterbitkannya UU 23/2014, untuk pengelolaan urusan pemerintahan pada
masa transisi (termasuk Bidang ESDM), Gubernur Jawa Barat telah mengeluarkan Instruksi
Gubernur No.4/2014, Peraturan Gubernur No. 86/2014, dan Kesepakatan Bersama antara
Gubernur dengan Bupati/Walikota se Jawa Barat.
PENGATURAN MASA TRANSISI
UU 23/2014
TIMELINE TINDAK LANJUT
RENCANA AKSI 1 DAN 2
23
10 MARET 2015
‐ Pelaporan Renaksi I
APRIL 2015
‐ Rapat Konsolidasi data korsup 3
‐ Verifikasi data di 5 UPTD
‐ Pelaksanaan tindakan lapangan oleh satgas pertambangan (bersama Polda Jabar)
20 MEI 2015
‐ Rapat Evaluasi korsup di Semarang
‐ Pengiriman Surat Teguran/peringatan kepada Pemegang IUP ‐ Asistensi dan supervisi terhadap Pemegang IUP terkait pemenuhan kewajiban ‐ Rapat Koordinasi Persiapan Pelaporan Renaksi‐2 10 JUNI 2015 ‐ Pelaporan Renaksi II
PENGELOMPOKAN
TINDAK LANJUT RENAKSI
Bagi pemegang IUP yang belum memenuhi kewajiban, diberikan teguran/peringatan untuk memenuhi kewajibannya, terdiri dari :
1. Kewajiban pembayaran landrent dan royalti.
2. Kewajiban pembayaran Jaminan Reklamasi, Jaminan Pasca Tambang, dan Jaminan Kesungguhan.
3. Tidak memiliki NPWP.
4. Tidak membangun smelter.
Para Pemegang IUP yang bermasalah, diutamakan penyelesaian permasalahan dan/atau perbaikan, terdisi dari kasus-kasus :
1. Tumpang tindih lahan kehutanan/belum memiliki IPPKH. 2. Tidak sesuai RTRW dan Wilayah Pertambangan.
3. Koordinat tidak standar/salah. 4. Masalah administrasi lainnya.
Para Pemegang IUP yang telah diberi peringatan ke 3 dan tetap tidak memenuhi kewajibannya, akan direkomendasikan untuk dicabut/dibatalkan : 1. IUP yang telah direkomendasikan oleh Bupati/Walikota untuk dicabut.
PEMENUHAN
KEWAJIBAN
REKOMENDASI
PEMBATALAN/PE
PENYELESAIAN
MASALAH
DISKUSI
Diperlukan ketegasan Pemerintah Pusat dalam hal tata kelola pertambangan
umum (c.q. Kementerian ESDM).
25
Berkenaan dengan telah terbitnya UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang diantaranya
mengatur kewenangan Provinsi di Bidang ESDM, beberapa hal perlu menjadi perhatian:
Perlu ada perbedaan pengelolaan pelaksanaan Korsup antara sebelum
dengan sesudah terbitnya UU 23/2014 Bupati/Walikota di Jabar kurang
responsif terhadap pelaksanaan Korsup.
Siapakah yang seharusnya melakukan pencabutan/pembatalan IUP yang
bermasalah, Bupati/Walikota atau Gubernur?
Bagaimana mekanisme pengambil‐alihan dan pencairan Jaminan
Reklamasi/Jaminan Pascatambang setelah UU 23/2014?
DATA PENUNJANG
SEKTOR MINERBA
PENATAAN IUP DI JAWA BARAT
Keterangan : Jumlah adalah hasil rekonsialiasi data terakhir (per tgl 13 Mei 2015), hanya mencantumkan IUP yang masih berlaku.
1 KAB. BANDUNG 19 3 19
2 KAB. BANDUNG BARAT 71 70 70 1
3 KAB. BEKASI 1 0 1 4 KAB. BOGOR 114 46 89 2 23 5 KAB. CIAMIS 4 4 1 3 6 KAB. CIANJUR* 85 81 63 1 21 7 KAB. CIREBON 25 25 25 8 KAB. GARUT 30 18 15 14 1 9 KAB. INDRAMAYU 44 44 44 10 KAB. KARAWANG 3 2 3 11 KAB. KUNINGAN 20 20 20 12 KAB. MAJALENGKA 3 3 3 13 KAB. PURWAKARTA 28 25 25 1 2 14 KAB. PANGANDARAN 15 12 13 2 15 KAB. SUBANG 18 18 18 16 KAB. SUKABUMI 167 137 73 40 54 17 KAB. SUMEDANG 115 115 115 18 KAB. TASIKMALAYA 34 22 23 3 8 19 KOTA BANJAR 5 5 5 20 KOTA TASIKMALAYA 21 13 21 822 663 646 50 125 1 Batuan Mineral Bukan Logam Logam Batubara NO KABUPATEN/KOTA JUMLAH IUP
TOTAL
JUMLAH IUP NON
TUMPANG TINDIH DENGAN KAWASAN HUTAN
2009 - 2014
HUTAN LINDUNG (HL) HUTAN KONSERVASI (HK) HP,HPK,HPT 1 KAB. BANDUNG 2 KAB. BANDUNG BARAT 40.5 3 KAB. BEKASI 4 KAB. BOGOR 6258.81 4784.75 5 KAB. CIAMIS 6 KAB. CIANJUR 7 KAB. CIREBON 8 KAB. GARUT 8062.55 6573.7 9 KAB. INDRAMAYU 10 KAB. KARAWANG 11 KAB. KUNINGAN 1* 12 KAB. MAJALENGKA 13 KAB. PURWAKARTA 14 KAB. SUBANG 15 KAB. SUKABUMI 2376 9* 16 KAB. SUMEDANG 17 KAB. TASIKMALAYA NO KABUPATEN LUAS TUMPANG TINDIH KAWASAN HUTAN (ha)PELAKSANAAN KEWAJIBAN KEUANGAN
Keterangan :
‐Kewajiban pembayaran iuran tetap/landrent dan royalti hanya berlaku untuk pemegang IUP Mineral Logam. ‐ n/a : kabupaten tidak memberikan data
JUMLAH PERUSAHAAN Rp JUMLAH PERUSAHAAN Rp 1 KAB. TASIKMALAYA 4 Rp 447,478,177.22 5 Rp 144,494,280.00 Rp 591,972,457.22 2 KAB. CIANJUR** 5 Rp 726,487,890.00 Rp 726,487,890.00 3 KAB. PURWAKARTA* 1 Rp 600,000.00 4 KAB. GARUT 4 Rp 107,279,963.00 Rp 107,279,963.00 5 KAB. SUKABUMI 6 Rp 239,929,795.00 2 Rp 11,207,868.00 Rp 251,137,663.00 6 KAB. BANDUNG BARAT 7 KAB. BOGOR* n/a ‐ 18 Rp 901,826,636.00 Rp 901,826,636.00 8 KAB. CIAMIS/PANGANDARAN TOTAL 20 Rp 1,521,775,825.22 25 Rp 1,057,528,784.00 Rp 2,578,704,609.22 NO KABUPATEN KURANG BAYAR BELUM BAYAR JUMLAH
KONDISI JAMINAN REKLAMASI
DAN PASCA TAMBANG
NO KABUPATEN/KOTA JUMLAH IUP/KP BELUM ADA JAMINAN REKLAMASI BELUM ADA JAMINAN PASCA TAMBANG 1 KAB. BANDUNG 19 19 19 2 KAB. BANDUNG BARAT 71 71 71 3 KAB. BEKASI 1 1 1 4 KAB. BOGOR 114 42 114 5 KAB. CIAMIS 4 4 4 6 KAB. CIANJUR * 85 53 85 7 KAB. CIREBON 25 24 25 8 KAB. GARUT 30 17 24 9 KAB. INDRAMAYU 44 44 44 10 KAB. KARAWANG 3 3 3 11 KAB. KUNINGAN 20 20 20 12 KAB. MAJALENGKA 3 3 3 13 KAB. PURWAKARTA 28 12 27 14 KAB. SUBANG 18 1 1 15 KAB. PANGANDARAN 15 9 10 16 KAB. SUKABUMI 167 163 165 17 KAB. SUMEDANG 121 ‐ 121 18 KAB. TASIKMALAYA 34 25 34 19 KOTA BANJAR 5 ‐ 5
PENYAMPAIAN LAPORAN PRODUKSI
IUP Eksplorasi
IUP Operasi
Produksi IUP OPK IPR
Kab. Bandung 3 16 ‐ 19 ‐ Kab. Bandung Barat 1 70 71 ‐ Kab. Bekasi 1 1 ‐ Kab. Bogor 17 95 2 114 ‐ Kab. Ciamis 3 1 4 1 Kab. Cianjur 6 55 9 15 85 64 Kab. Cirebon 25 25 4 Kab. Garut 11 19 30 7 Kab. Indramayu 44 44 ‐ Kab. Karawang 2 1 3 ‐ Kab. Kuningan 20 20 9 Kab. Majalengka 3 3 ‐ Kab. Pangandaran 5 10 15 ‐ Kab. Purwakarta 6 22 28 13 Kab. Subang 18 18 12 Kab. Sukabumi 27 134 6 167 46 Kab. Sumedang 74 47 121 ‐ Kab. Tasikmalaya 5 29 34 26 Kota Banjar 5 5 ‐ Kota Tasikmalaya 21 21 ‐ Jumlah 86 663 64 828 182 Kab/Kota Jenis Izin TOTAL ADA LAPORAN PRODUKSI
RENCANA PENGOLAHAN DAN
PEMURNIAN
NO KABUPATEN KOMODITAS JUMLAH
1 KAB. BANDUNG n/a
-2 KAB. BANDUNG BARAT Batuan 32
3 KAB. BEKASI n/a
-Emas 1
Galena 2
5 KAB. CIAMIS / PANGANDARAN Besi 1
6 KAB. CIANJUR -
-7 KAB. CIREBON n/a
-8 KAB. GARUT Tembaga, Emas, Pasir Besi, Bijih Besi
-9 KAB. INDRAMAYU n/a
-10 KAB. KARAWANG n/a
-11 KAB. KUNINGAN n/a
-12 KAB. MAJALENGKA n/a
Andesit 13
Galena 0
14 KAB. SUBANG n/a
-15 KAB. SUKABUMI Pasir Besi 1
16 KAB. SUMEDANG n/a
-17 KAB. TASIKMALAYA n/a
-4 KAB. BOGOR
REKAPITULASI SURAT
PERINGATAN/TEGURAN/PEMBATALAN
33 NO Kab/Kota Surat Teguran Surat Peringatan I Surat Peringatan II Surat Peringatan III Surat Pembatalan IUP OP Surat Penghentian Sementara Surat Penagihan PNBP 1 Kab. Bandung 2 Kab. Bandung Barat 3 Kab. Bekasi 4 Kab. Bogor 9 2 6 5 Kab. Ciamis 6 Kab. Cianjur 60 7 Kab. Cirebon 8 Kab. Garut 1 9 4 9 Kab. Indramayu 10 Kab. Karawang 11 Kab. Kuningan 12 Kab. Majalengka 13 Kab. Pangandaran 14 Kab. Purwakarta 18 1 15 Kab. Subang 16 Kab. Sukabumi 99 9 17 Kab. Sumedang 18 Kab. Tasikmalaya 11 19 Kota Banjar 20 Kota Tasikmalaya Jumlah 19 108 20 10 60 1 11CONTOH SURAT-SURAT
CONTOH SURAT EDARAN BUPATI
NO RENCANA AKSI PROGRES IMPLEMENTASI KENDALA UPAYA PEMECAHAN MASALAH INSTANSI TERKAIT
1 Penyelesaian Pengukuhan Kawasan Hutan, Penataan Ruang dan Wilayah Administratif
Telah terbentuk Panitia Tata Batas Kawasan Hutan (KepGub no. 522.13/Kep 1742 -Binprod/2013 tahun 2013)
Pengumpulan data dan informasi penggunaan kawasan hutan utk kepentingan non kehutanan dan pemenuhan kewajibannnya
Tidak merekomendasikan perpanjangan izin terhadap penggunaan kawasan hutan yang tidak memenuhi ketentuan
a. b.
Belum terbit Juklak IP4T (Inventarisasi Penguasaan Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Luas Kawasan hutan jabar masih
menggunakan SK 195/Kpts-II/2003 sementara sejak 2003 sudah terbit bbp SK penetapan parsial dan perubahan fungsi kawasan hutan
a b
Mendorong Kementerian LHK untuk segera menerbitkan Juklak IP4T Mendorong Pemerintah utk menerbitkan SK Men LHK sbg penyesuaian atas kondisi saat ini, yg tidak sesuai lagi dengan SK 195/Kpts-II/2003
Kemen LHK, Pengelola Kawasan Hutan, Panitia Tata Batas Penggunaan Kawasan Hutan 2 Penataan Perizinan Kehutanan dan Perkebunan a. Kehutanan
Berdasarkan hasil inventarisasi, jumlah IUIPHHK (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu) Kapasitas Produksi s/d 6.000 m3 /tahun di Provinsi Jawa Barat adalah 110 izin terdiri dari : Kapasitas s/d 2.000 m3 = 87 izin, Kapasitas 2000 s/d 6.000 m3 = 23 izin
Belum semua industri kayu memiliki IUPHHK Mendorong industrikayu untuk
mengajukan izin iuppkh Pusat, Provinsi, Kab/Kota,
Pusat, Provinsi, Kab/Kota, b. Perkebunan
Dilakukan pendataan ulang terhadap para pelaku usaha perkebunan baik swasta maupun negara dengan melibatkan istansi terkait.
Masih banyak pelaku usaha yang tidak melaksanakan kewajiban administrasi dan keuangan negara
Penertiban dan pembinaan usaha perkebunan terhadap para pelaku usaha perkebunan
3 Perluasan Wilayah Kelola Masyarakat -.
-.
Kehutanan
Telah terbit Perda No. 10 Tahun 2011 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan dan Pergub No. 49 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaannya
Telah dibentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Hutan Pangkuan Desa (HPD) dalam rangka Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Jumlah LMDH sebanyak 1.340 ( dari jumlah desa hutan 1.351 desa), luas HPD 562.755 ha dari luas kawasan hutan 592.361 ha, masyarakat yang terlibat/anggota LMDH 190.709 orang
Masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap kebijakan yang sudah diterbitkan
Melaksanakan sosialisasi program dan kebijakan tentang pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan
Provinsi, Kab/Kota
,
Perkebunan
Melaksanakan kerjasama pemanfaatan lahan bawah perkebunan untuk dikerjasamakan dengan masyarakat sekitar
Masih ditemukan adanya pemanfaatan lahan perkebunan negara maupun swasta yang dilakukan oleh masyarakat tanpa izin
Dilakukan upaya mediasi diantara masyarakat dan pemegang hak.
4 Penyelesaian Konflik
Wilayah Hutan . Membentuk Pengamanan Hutan Swakarsa untuk menekan tingkat gangguan keamanann hutan
Masih banyaknya lahan/kawasan hutan yang diokupasi oleh masyarakat
Mediasi masyarakat disekitar hutan dengan pengelola kawasan 5. Penguatan Instrumen
Lingk Hidup Dalam
Perlindungan Hutan Tidak ada yang menjadi tanggung jawab Pemda 6 Membangun Sistem Pengendalian Anti Korupsi -. -. Optimalisasi Website SKPD
Peningkatan efektifitas dan efisiensi perizinan melalui sistem perizinan satu atap (Perda No. 7 Tahun 2014) dan Pergub No. 92 tahun 2014 tentang juklak
pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu 37
1.3. PROGRES IMPLEMENTASI 6 SASARAN RENAKSI SEKTOR
KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI JAWA BARAT
PENYELESAIAN PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DAN PENATAAN RUANG DAN WILAYAH ADMNISTRASI PELAKSANAAN PENATAAN PERIZINAN PERLUASAN WILAYAH KELOLA MASYARAKAT PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN PENGUATAN INSTRUMEN LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERLINDUNGAN HUTAN MEMBANGUN SISTEM PENGENDALIAN ANTI KORUPSI
6 SASARAN
RENCANA
AKSI KORSUP
KEHUTANAN
PENYELESAIAN PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DAN PENATAAN RUANG DAN
WILAYAH ADMNISTRASI
REKOMENDASI :
A. Mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam proses pengukuhan kawasan hutan, penataan ruang dan batas wilayah administratif termasuk menerima partisipasi masyarakat
B. B.Mendorong penertiban terhadap penggunaan kawasan hutan oleh usaha perkebunan dan pertambangan tanpa izin
RENCANA AKSI :
(1) Membentuk Tim IP4T dengan daerah dan mengumpulkan informasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan (termasuk peta penggunaan lahan, peta masy. Adat
(2) Menyusun Perda Pengaturan dan Penetapan Masyarakat/Desa Adat (3) Menyelesaikan batas wilayah administrasi
(4) Mengumpulkan data dan informasi serta menyelesaikan batas wilayah administrasi (citra satelit resolusi tinggi untuk kebutuhan pengukuhan kawasan hutan dan pemetaan batas wilayah administrasi, peta dasar yang berkualitas untuk pengukuhan kawasan hutan dan batas wilayah administrasi)
(5) Melakukan evaluasi hak‐hak atas tanah masyarakat dalam kawasan hutan
(6) Melakukan pengumpulan data dan informasi penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan non kehutanan dan pemenuhan kewajibaannya
(7) Melakukan penertiban dan penegakan hukum terhadap penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai prosedur dan tidak memenuhi kewajiban
REKOMENDASI :
A. Mendorong peran aktif pemerintah daerah dalam proses pengukuhan kawasan hutan, penataan ruang dan batas wilayah administratif termasuk menerima partisipasi masyarakat
B. B.Mendorong penertiban terhadap penggunaan kawasan hutan oleh usaha perkebunan dan pertambangan tanpa izin
RENCANA AKSI :
(1) Membentuk Tim IP4T dengan daerah dan mengumpulkan informasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan (termasuk peta penggunaan lahan, peta masy. Adat
(2) Menyusun Perda Pengaturan dan Penetapan Masyarakat/Desa Adat (3) Menyelesaikan batas wilayah administrasi
(4) Mengumpulkan data dan informasi serta menyelesaikan batas wilayah administrasi (citra satelit resolusi tinggi untuk kebutuhan pengukuhan kawasan hutan dan pemetaan batas wilayah administrasi, peta dasar yang berkualitas untuk pengukuhan kawasan hutan dan batas wilayah administrasi)
(5) Melakukan evaluasi hak‐hak atas tanah masyarakat dalam kawasan hutan
(6) Melakukan pengumpulan data dan informasi penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan non kehutanan dan pemenuhan kewajibaannya
(7) Melakukan penertiban dan penegakan hukum terhadap penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai prosedur dan tidak memenuhi kewajiban
PERMASALAHAN :
1. Pengukuhan kawasan hutan di Jawa Barat belum seluruhnya selesai (Hutan Konservasi, Hutan Lindung/Produksi/Produksi Terbatas)
2. Luas kawasan hutan Jawa Barat masih menggunakan SK 195/Kpts‐II/2003, sementara sejak Tahun 2003 sudah diterbitkan beberapa SK Penunjukan/Penetapan Parsial dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
PROGRES IMPLEMENTASI :
1. Mendorong percepatan penyelesaian pengukuhan kawasan hutan melalui kegiatan: sinkronisasi dan rekonsiliasi data perkembangan pengukuhan kawasan hutan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pengelola kawasan hutan, rapat koordinasi percepatan penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, koordinasi dan konfirmasi kesiapan Panitia Tata Batas Kawasan Hutan di Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan tata batas kawasan hutan.
2. Membentuk Panitia Tata Batas Kawasan Hutan (Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 522.13/Kep.1742-Binprod/2013 tanggal 20 Desember 2013 tentang Panitia Tata Batas Kawasan Hutan Kabupaten/Kota) -> sesuai Permenhut No. P.25/Menhut-II/2014, Kepgub tersebut masih berlaku sampai terbentuknya SK Panitia Tata Batas yang dibentuk oleh Dirjen Planologi Kehutanan
3. Mendorong Pemerintah Pusat untuk menenerbitan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Kawasan Hutan di Provinsi Jawa Barat sebagai penyesuaian atas kondisi saat ini yang sudah tidak sesuai dengan SK 195/Kpts‐II/2003.
4. Mendorong dilaksanakannya identifikasi dan inventarisasi serta penyelesaian Hak‐hak masyarakat di dalam kawasan hutan pada saat Penataan Batas Kawasan Hutan.
5. Perda Prov. Jabar No. 22 Tahun 2010 tentang RTRWP Jabar 2009-2029
6. Menerbitkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 34 Tahun 2014 tentang RKTP Jawa Barat Tahun 2013-2032 yang berisi arahan‐arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan kehutanan dan pembangunan diluar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta perkiraan kontribusi sektor kehutanan di wilayah provinsi untuk jangka waktu 20 tahun.
7. Melakukan pengumpulan data dan informasi penggunaan kawasan hutan non kehutanan dan pemenuhan kewajibannya
8. Melakukan evaluasi penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan non kehutanan dan menyampaikan hasilnya kepada Kementerian LHK 9. Melaksanakan sosialisasi peraturan terkait pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan
10. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengatur setiap perijinan melalui sistem perijinan satu atap dengan menerbitkan Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Pergub No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu
11. Tidak merekomendasikan perpanjangan ijin terhadap pengguna kawasan hutan yang tidak memenuhi kewajiban PERMASALAHAN :
1. Pengukuhan kawasan hutan di Jawa Barat belum seluruhnya selesai (Hutan Konservasi, Hutan Lindung/Produksi/Produksi Terbatas)
2. Luas kawasan hutan Jawa Barat masih menggunakan SK 195/Kpts‐II/2003, sementara sejak Tahun 2003 sudah diterbitkan beberapa SK Penunjukan/Penetapan Parsial dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
PROGRES IMPLEMENTASI :
1. Mendorong percepatan penyelesaian pengukuhan kawasan hutan melalui kegiatan: sinkronisasi dan rekonsiliasi data perkembangan pengukuhan kawasan hutan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pengelola kawasan hutan, rapat koordinasi percepatan penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, koordinasi dan konfirmasi kesiapan Panitia Tata Batas Kawasan Hutan di Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan tata batas kawasan hutan.
2. Membentuk Panitia Tata Batas Kawasan Hutan (Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 522.13/Kep.1742-Binprod/2013 tanggal 20 Desember 2013 tentang Panitia Tata Batas Kawasan Hutan Kabupaten/Kota) -> sesuai Permenhut No. P.25/Menhut-II/2014, Kepgub tersebut masih berlaku sampai terbentuknya SK Panitia Tata Batas yang dibentuk oleh Dirjen Planologi Kehutanan
3. Mendorong Pemerintah Pusat untuk menenerbitan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Kawasan Hutan di Provinsi Jawa Barat sebagai penyesuaian atas kondisi saat ini yang sudah tidak sesuai dengan SK 195/Kpts‐II/2003.
4. Mendorong dilaksanakannya identifikasi dan inventarisasi serta penyelesaian Hak‐hak masyarakat di dalam kawasan hutan pada saat Penataan Batas Kawasan Hutan.
5. Perda Prov. Jabar No. 22 Tahun 2010 tentang RTRWP Jabar 2009-2029
6. Menerbitkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 34 Tahun 2014 tentang RKTP Jawa Barat Tahun 2013-2032 yang berisi arahan‐arahan makro pemanfaatan dan penggunaan spasial atau ruang dan potensi kawasan hutan untuk pembangunan kehutanan dan pembangunan diluar kehutanan yang menggunakan kawasan hutan serta perkiraan kontribusi sektor kehutanan di wilayah provinsi untuk jangka waktu 20 tahun.
7. Melakukan pengumpulan data dan informasi penggunaan kawasan hutan non kehutanan dan pemenuhan kewajibannya
8. Melakukan evaluasi penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan non kehutanan dan menyampaikan hasilnya kepada Kementerian LHK 9. Melaksanakan sosialisasi peraturan terkait pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan
10. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengatur setiap perijinan melalui sistem perijinan satu atap dengan menerbitkan Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Pergub No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu
PELAKSANAAN PENATAAN PERIZINAN KEHUTANAN
REKOMENDASI:
Mendorong kepatuhan pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam melaksanakan kewajiban keuangannya termasuk penegakan sanksinya
RENCANA AKSI :
1. Melakukan pengumpulan data dan informasi pelaksanaan semua kewajiban keuangan dan kewajiban lainnya dari pemegang ijin
2. Melakukan rekonsiliasi data perijinan: 1) produksi, 2) wilayah konsesi, 3) kepemilikan saham, 4) kewajiban keuangan (PNBP dan Pajak), 5) perlindungan lingkungan hidup
Dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan terdapat keterkaitan dengan banyak sektor dengan peraturan masing‐masing sektor (ESDM, Perindustrian dan Perdagangan, PSDA, PU dan Perumahan Rakyat, Pertanian, Agraria dan Tata Ruang, Perikanan dan Kelautan, Pertanian, dan lain‐lain) yang mempengaruhi proses perijinan di daerah.
Progres Implementasi:
1. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengatur setiap perijinan melalui sistem perijinan satu atap dengan menerbitkan Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Pergub No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu
2. Melaksanakan sosialisasi peraturan terkait pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan 3. Mengkoordinasikan dengan instansi teknis terkait proses perizinan kehutanan
4. Melakukan evaluasi penggunaan kawasan hutan dalam rangka tertib penggunaan kawasan hutan. REKOMENDASI:
Mendorong kepatuhan pemegang ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam melaksanakan kewajiban keuangannya termasuk penegakan sanksinya
RENCANA AKSI :
1. Melakukan pengumpulan data dan informasi pelaksanaan semua kewajiban keuangan dan kewajiban lainnya dari pemegang ijin
2. Melakukan rekonsiliasi data perijinan: 1) produksi, 2) wilayah konsesi, 3) kepemilikan saham, 4) kewajiban keuangan (PNBP dan Pajak), 5) perlindungan lingkungan hidup
Dalam pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan terdapat keterkaitan dengan banyak sektor dengan peraturan masing‐masing sektor (ESDM, Perindustrian dan Perdagangan, PSDA, PU dan Perumahan Rakyat, Pertanian, Agraria dan Tata Ruang, Perikanan dan Kelautan, Pertanian, dan lain‐lain) yang mempengaruhi proses perijinan di daerah.
Progres Implementasi:
1. Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengatur setiap perijinan melalui sistem perijinan satu atap dengan menerbitkan Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Pergub No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu
2. Melaksanakan sosialisasi peraturan terkait pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan 3. Mengkoordinasikan dengan instansi teknis terkait proses perizinan kehutanan
PERLUASAN WILAYAH KELOLA MASYARAKAT
REKOMENDASI:
Mendorong perluasan wilayah kelola masyarakat
RENCANA AKSI:
Melakukan pengumpulan informasi dan evaluasi terhadap pengelolaan hutan timgkat tapak dan oleh masyarakat (KPH, usulan pencadangan HKm, HD, dan HTR) ‐> HKm, HD dan HTR tidak ada di Jabar Melakukan pengajuan izin HKm, HD dan HTR ‐> HKm, HD dan HTR tidak ada di Jabar
PROGRES IMPLEMENTASI:
Perluasan wilayah kelola masyarakat dalam rangka memberikan akses kepada masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan di Jawa Barat, dikembangkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) :
1. Pengembangan PHBM di wilayah pengelolaan Perum Perhutani Divre Jawa Barat dan Banten merupakan bentuk kelola sosial pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat.
2. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat membuat kebijakan melalui Perda No. 10/2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Hutan, Pergub No. 49 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 10 Tahun 2011 untuk memfasilitasi akses masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan kawasan hutan di Jawa Barat.
3. Melaksanakan sosialisasi program dan kebijakan tentang pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
REKOMENDASI:
Mendorong perluasan wilayah kelola masyarakat
RENCANA AKSI:
Melakukan pengumpulan informasi dan evaluasi terhadap pengelolaan hutan timgkat tapak dan oleh masyarakat (KPH, usulan pencadangan HKm, HD, dan HTR) ‐> HKm, HD dan HTR tidak ada di Jabar Melakukan pengajuan izin HKm, HD dan HTR ‐> HKm, HD dan HTR tidak ada di Jabar
PROGRES IMPLEMENTASI:
Perluasan wilayah kelola masyarakat dalam rangka memberikan akses kepada masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan di Jawa Barat, dikembangkan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) :
1. Pengembangan PHBM di wilayah pengelolaan Perum Perhutani Divre Jawa Barat dan Banten merupakan bentuk kelola sosial pemanfaatan kawasan hutan oleh masyarakat.
2. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat membuat kebijakan melalui Perda No. 10/2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Sekitar Hutan, Pergub No. 49 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 10 Tahun 2011 untuk memfasilitasi akses masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan kawasan hutan di Jawa Barat.
3. Melaksanakan sosialisasi program dan kebijakan tentang pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
PENYELESAIAN KONFLIK KAWASAN HUTAN
REKOMENDASI:
Mendorong peran aktif Pemerintah Daerah dalam penyelesaian konflik terkait SDA
RENCANA AKSI :
1. Menyediakan desk penyelesaian dan membangun basis data dan informasi tentang konflik SDA (termasuk melibatkan KPH)
2. Menyusun regulasi mengenai mekanisme penanganan konflik SDA
Konflik yang berkembang dalam pengelolaan kawasan hutan di Jawa Barat berupa konflik penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan yang berlaku.
PROGRES IMPLEMENTASI:
1. Melakukan sosialisasi kebijakan terkait pengelolaan kawasan hutan
2. Melaksanakan sinkronisasi dan rekonsiliasi data permasalahan kawasan hutan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pengelola kawasan hutan.
3. Mengusulkan rekonstruksi batas kawasan hutan untuk wilayah kelola Pemerintah Provinsi.
4. Mendorong dan melaksanakan penegakan hukum antara lain melalui operasi gabungan terpadu pengaman hutan dengan instansi terkait.
REKOMENDASI:
Mendorong peran aktif Pemerintah Daerah dalam penyelesaian konflik terkait SDA
RENCANA AKSI :
1. Menyediakan desk penyelesaian dan membangun basis data dan informasi tentang konflik SDA (termasuk melibatkan KPH)
2. Menyusun regulasi mengenai mekanisme penanganan konflik SDA
Konflik yang berkembang dalam pengelolaan kawasan hutan di Jawa Barat berupa konflik penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan yang berlaku.
PROGRES IMPLEMENTASI:
1. Melakukan sosialisasi kebijakan terkait pengelolaan kawasan hutan
2. Melaksanakan sinkronisasi dan rekonsiliasi data permasalahan kawasan hutan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pengelola kawasan hutan.
3. Mengusulkan rekonstruksi batas kawasan hutan untuk wilayah kelola Pemerintah Provinsi.
4. Mendorong dan melaksanakan penegakan hukum antara lain melalui operasi gabungan terpadu pengaman hutan dengan instansi terkait.
PENGUATAN INSTRUMEN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM PERLINDUNGAN HUTAN
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat memperkuat instrumen lingkungan hidup dalam perlindungan hutan melalui :
1. Penguatan kelembagaan melalui :
• Perda No 8 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Kehutanan
• Perda No 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan • Perda Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengelolaan DAS
• Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung
• Kepgub 593.05/Kep.534‐Yansos/2011 tentang Tim Pengendalian dan rehabilitasi Lahan Kritis
• Kepgub Nomor 591.5/Kep.802‐Yansos/2014 tentang Penetapan data dan peta Lahan Kritis Provinsi Jawa Barat Tahun 2013.
2. Untuk meningkatkan koordinasi pengamanan gangguan keamanan hutan negara, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta di Jawa Barat diterbitkan Kepgub No. 22.05/Kep.503‐binprod/2012 dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan dan pengawasan penyelesaian gangguan keamanan hutan negara, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta di Jawa Barat.
3. Dalam penegakan hukum lingkungan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Keputusan Gubernur No. 188.44/kep.1836‐Hukham/2014 tentang Satgas Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu di Jawa Barat
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat memperkuat instrumen lingkungan hidup dalam perlindungan hutan melalui :
1. Penguatan kelembagaan melalui :
• Perda No 8 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Kehutanan
• Perda No 10 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan • Perda Nomor 20 Tahun 2014 tentang Pengelolaan DAS
• Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung
• Kepgub 593.05/Kep.534‐Yansos/2011 tentang Tim Pengendalian dan rehabilitasi Lahan Kritis
• Kepgub Nomor 591.5/Kep.802‐Yansos/2014 tentang Penetapan data dan peta Lahan Kritis Provinsi Jawa Barat Tahun 2013.
2. Untuk meningkatkan koordinasi pengamanan gangguan keamanan hutan negara, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta di Jawa Barat diterbitkan Kepgub No. 22.05/Kep.503‐binprod/2012 dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan dan pengawasan penyelesaian gangguan keamanan hutan negara, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta di Jawa Barat.
3. Dalam penegakan hukum lingkungan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan Keputusan Gubernur No. 188.44/kep.1836‐Hukham/2014 tentang Satgas Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu di Jawa Barat
REKOMENDASI:
1. Mendorong Pemda untuk memaksimalkan penggunaan sistem NSDH dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan di sektor kehutanan
2. Mendorong akuntabilitas pelayanan publik di sektor SDA
RENCANA AKSI:
1. Inventarisasi data dan informasi daerah yang diperlukan dalam sistem informasi untuk perencanaan, pengelolaan dan pengawasan di sektor kehutanan
2. Melakukan pemutakhiran terhadap NSDH berdasarkan data dan informasi inventarisasi hutan, perijinan, penatausahaan hasil hutan, peerdaran kayu dan pembayaran kewajiban keuangan
3. Menyediakan informasi SDH bagi publik sesuai dengan UU KIP
PROGRES IMPLEMENTASI:
1. Peningkatan efektifitas dan efisiensi sistem penyelenggaraan perizinan kehutanan melalui Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT) dengan mengatur setiap perijinan melalui sistem perijinan satu atap melalui Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Pergub No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelakanaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu
2. Optimalisasi website SKPD untuk memberikan informasi terkait Sumber Daya Hutan serta mewadahi dan melayani pengaduan masyarakat
REKOMENDASI:
1. Mendorong Pemda untuk memaksimalkan penggunaan sistem NSDH dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan di sektor kehutanan
2. Mendorong akuntabilitas pelayanan publik di sektor SDA
RENCANA AKSI:
1. Inventarisasi data dan informasi daerah yang diperlukan dalam sistem informasi untuk perencanaan, pengelolaan dan pengawasan di sektor kehutanan
2. Melakukan pemutakhiran terhadap NSDH berdasarkan data dan informasi inventarisasi hutan, perijinan, penatausahaan hasil hutan, peerdaran kayu dan pembayaran kewajiban keuangan
3. Menyediakan informasi SDH bagi publik sesuai dengan UU KIP
PROGRES IMPLEMENTASI:
1. Peningkatan efektifitas dan efisiensi sistem penyelenggaraan perizinan kehutanan melalui Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu (BPMPT) dengan mengatur setiap perijinan melalui sistem perijinan satu atap melalui Perda No. 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Pergub No. 92 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelakanaan Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan Terpadu
2. Optimalisasi website SKPD untuk memberikan informasi terkait Sumber Daya Hutan serta mewadahi dan melayani pengaduan masyarakat