• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Zat Gizi dan Non Gizi dalam Klaim Gizi dan Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Zat Gizi dan Non Gizi dalam Klaim Gizi dan Kesehatan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Klaim gizi dan kesehatan yang tercantum pada label maupun iklan pangan memberikan gambaran tentang keberadaan dan manfaat suatu zat yang terdapat dalam pangan. Pernyataan tentang keberadaan dan manfaat zat tersebut sangat terkait dengan jumlah zat yang terkandung dan bahkan dalam beberapa keadaan juga terkait dengan kualitas zat tersebut. Pada uraian definisi klaim gizi dan klaim kesehatan yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission, istilah yang digunakan untuk zat dalam pangan pada klaim gizi adalah zat gizi (nutrient) dan unsur pokok (constituent) pangan pada klaim kesehatan (CAC 2004). Tidak dijelaskan lebih lanjut apakah unsur pokok pangan tersebut termasuk zat gizi.

Sementara dalam definisi zat gizi yang juga dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission dikenal istilah substansi (substance). Zat gizi adalah setiap substansi yang biasanya dikonsumsi sebagai suatu unsur pokok (constituent) dari pangan yang 1) menghasilkan energi atau 2) dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan kehidupan atau 3) yang jika mengalami kekurangan substansi tersebut akan menyebabkan timbulnya perubahan karakteristik biokimia atau fisiologis (CAC 1993). Memperhatikan definisi zat gizi tersebut, maka seluruh zat atau substansi dalam pangan kemungkinan dapat disebutkan sebagai zat gizi.

Istilah lain yang dikenal terutama terkait dengan pangan fungsional adalah komponen fungsional (BPOM 2005) atau ingredien (Goldberg 1994) atau komponen lain, dan bio komponen. Komponen atau ingredien tersebut antara lain serat pangan, oligosakarida, gula alkohol, bakteri asam laktat. Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengkajian ini maka seluruh zat gizi, unsur pangan, komponen atau ingredien, komponen lain, dan bio komponen dari sampel klaim gizi dan kesehatan yang ditemukan disebut sebagai zat gizi dan non gizi.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, jumlah dan jenis zat gizi yang diketahui berperan terhadap kebutuhan dan kesehatan manusia terus meningkat. Hal ini juga tercermin dalam peraturan pemerintah tentang Angka

(2)

Kecukupan Gizi. Angka Kecukupan Gizi yang umum dikenal dengan sebutan AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (DEPKES 2002). Secara reguler Angka Kecukupan Gizi dikaji dan direvisi oleh para pakar terkait dalam pertemuan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (Almatsier 2003) dan selanjutnya ditetapkan sebagai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Hasil pengkajian setiap empat tahun dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi menunjukkan jenis zat gizi yang diatur semakin banyak (Lampiran 2). Sampai dengan tahun 1991 jumlah zat gizi yang diatur sebagai Angka Kecukupan Gizi Rata-rata Yang Dianjurkan sebanyak 11 (sebelas) zat gizi meliputi tujuh vitamin dan empat mineral (Ditjen POM 1998). Pada tahun 1994 jumlah zat gizi yang ditetapkan dalam Daftar Angka Kecukupan Gizi sebanyak 15 (limabelas) zat gizi, meliputi protein, tujuh vitamin dan tujuh mineral (DEPKES 1994). Sementara pada tahun 2002 sebanyak 18 zat gizi meliputi protein, 11 (sebelas) vitamin dan enam mineral (DEPKES 2002). Angka Kecukupan Gizi yang berlaku hingga saat ini adalah yang ditetapkan pada tahun 2005 meliputi 21 (duapuluh satu) zat gizi yang terdiri dari protein, 11 (sebelas) vitamin yaitu vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin K, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, piridoksin, vitamin B12, vitamin C dan sembilan mineral yaitu kalsium, fosfor, magnesium, besi, iodium, seng, selenium, mangan dan fluor (DEPKES 2005).

Meskipun demikian, jumlah zat gizi yang diatur dalam Angka Kecukupan Gizi tersebut jauh lebih kecil dibanding dengan jumlah zat gizi yang telah dikenal. Sebanyak empat puluh sembilan zat gizi esensial telah diketahui saat ini namun kurangnya pengetahuan terutama yang berkenaan dengan kebutuhan zat gizi pada manusia menyebabkan Angka Kecukupan Gizi belum dapat ditetapkan untuk semua zat gizi yang telah diketahui (Almatsier 2003). Uraian selengkapnya tentang zat gizi ensensial seperti dicantumkan pada Lampiran 3.

Klaim Gizi dan Kesehatan

Klaim gizi atau klaim kesehatan banyak dijumpai pada berbagai label dan iklan pangan. Perkembangan pengetahuan tentang zat gizi dan non gizi serta

(3)

peranannya dalam kesehatan manusia merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan klaim gizi dan kesehatan. Klaim adalah setiap pesan atau representasi, termasuk dalam bentuk gambar, grafik atau simbol yang menyatakan, memberi kesan atau secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu pangan memiliki karakteristik tertentu (Anonim 2007). Sejalan dengan peningkatan perhatian konsumen terhadap pedoman makan yang sehat, banyak industri pangan yang menyoroti produk pangan yang rendah lemak atau yang mencantumkan klaim manfaat kesehatan (http://www.which.co.ok/files/ application/pdf/0501healthclaims_br-445-55332.pgf. [29 Oktober 2007]).

Terkait dengan klaim pada label dan iklan pangan, di Indonesia dikenal istilah klaim kandungan zat gizi (termasuk klaim perbandingan zat gizi), klaim fungsi zat gizi, dan klaim manfaat terhadap kesehatan sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional [BPOMRI 2005]. Pada saat tugas akhir ini dilaksanakan, peraturan tersebut dalam tahap peninjauan untuk direvisi sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius Commission.

Pengelompokan dan penamaan klaim gizi dan klaim kesehatan di beberapa negara tidak selalu sama, namun pada tingkat internasional kesepakatan klaim gizi dan kesehatan yang dituangkan dalam standar atau pedoman Codex Alimentarius Commission (CAC) digunakan sebagai acuan. Dokumen CAC yang memuat uraian tentang klaim antara lain General Guidelines on Claims (CAC/GL 1-1979. Rev.1-1991), General Standard for the Labeling of and Claims for Prepackaged Foods for Special Dietary Uses (CodexStan 146-1985), Guidelines on Nutrition Labeling (CAC/GL 2-1985. Rev.1-1993) dan Guidelines for Use of Nutrition and Health Claims (CAC/GL 23-1997. Rev.1-2004). Dokumen tersebut secara regular dikaji ulang setiap tahun dalam sidang-sidang terkait.

Pada prinsipnya semua negara mengatur beberapa hal yang sama tentang klaim antara lain tidak boleh menyesatkan konsumen dan tidak memuat klaim yang dikaitkan dengan peranan sebagai obat; pengobatan (treatment), pencegahan (preventive) atau penyembuhan (cure) penyakit. Pengertian menyesatkan, sering kali mengundang diskusi panjang terutama antara produsen dan instansi pemerintah terkait. Saat ini tidak tersedia peraturan atau pedoman yang memuat

(4)

secara rinci dan lengkap perihal ruang lingkup dan contoh-contoh klaim yang termasuk dalam kategori menyesatkan.

Terkait dengan peranan sebagai obat, di Canada secara jelas ditetapkan bahwa suatu produk digolongkan sebagai obat jika dimaksudkan untuk 1) mendiagnosa, mengobati, meringankan (mitigation) atau mencegah suatu penyakit, disorder, kelainan fisik atau simptomnya dan 2) memulihkan (restoring), memperbaiki (correcting) atau memodifikasi fungsi organ tubuh dan dihubungkan dengan penyakit yang termasuk dalam daftar penyakit yang ditetapkan dalam undang-undang pangan dan obat (schedule A), antara lain diabetes, ketidakteraturan waktu datang bulan (disorder of menstrual flow), hipertensi, dan obesitas (CFIA 2004).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pencantuman pernyataan yang menyesatkan masih mungkin terjadi pada pangan yang benar telah ditambah, diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lain. Hal tersebut terjadi jika karena pola pengkonsumsian pangan yang bersangkutan, maka penambahan, pengkayaan atau fortifikasi tidak memberi manfaat apapun bagi konsumen kecuali manfaat komersial yang diperoleh produsen.

Menurut penelitian Consumer’s Association di Inggris konsumen menilai klaim pada produk pangan sebagai suatu cara mudah dan cepat untuk mengidentifikasi produk pangan yang lebih sehat (http://www.which.co.uk/ files/application/pdf/0501health claims_br-44555332.pdf. [29 Oktober 2007]). Oleh karena itu pencantuman klaim perlu mendapat perhatian agar tidak menyesatkan konsumen. Hasil pengamatan Consumer’s Association Inggris terhadap produk pangan yang ditujukan kepada anak-anak menemukan bahwa banyak produk mengandung tambahan gula, garam dan lemak jenuh yang tinggi jika dibandingkan dengan pedoman tentang garam, lemak dan gula yang ditetapkan oleh Food Standardization Agency Inggris (http://www.which.co. uk/files/application/pdf/0311labelschildren_br-44555337.pdf. [29 Oktober 2007]). Pedoman tentang garam, lemak dan gula tersebut seperti tercantum pada Lampiran 4.

(5)

Codex Alimentarius Commission (CAC 2004), mengelompokan klaim gizi dan kesehatan sebagaimana tercantum dalam gambar 1 berikut.

Gambar 1 Pengelompokan klaim.

Klaim Gizi

Menurut Pedoman Codex klaim gizi adalah adalah setiap representasi yang menyatakan, memberi kesan atau secara tidak langsung menyatakan bahwa suatu pangan mempunyai sifat (properties) tertentu yang tidak terbatas pada nilai energi, kandungan protein, lemak dan karbohidrat serta vitamin dan mineral (CAC 2004). Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1, dalam Pedoman Codex tersebut diuraikan bahwa klaim gizi terdiri dari klaim kandungan zat gizi (nutrient content claim) dan klaim perbandingan (comparative claim). Klaim kandungan zat gizi menguraikan tentang level suatu zat gizi yang terkandung dalam suatu pangan dan klaim perbandingan adalah suatu klaim yang membandingkan level zat gizi dan/atau energi pada dua atau lebih pangan. Bentuk pernyataan yang dikaitkan dengan klaim kandungan gizi antara lain “sumber”, “tinggi”, “rendah” dan untuk klaim perbandingan zat gizi antara lain “dikurangi”, “lebih dari” (CAC 2004). Penggunaan klaim gizi tersebut harus memenuhi persyaratan spesifik untuk masing-masing zat gizi (Lampiran 5).

Di Malaysia uraian dan persyaratan tentang klaim kandungan zat gizi tersebut sama seperti yang diuraikan pada Codex (MOH 2006). Sementara Eropa menetapkan klaim kandungan zat gizi yang lebih rinci dari Codex, dengan menambahkan beberapa persyaratan khsusus (Lampiran 6). Indonesia mengatur klaim kandungan zat gizi dalam dua kelompok berdasarkan pada level zat gizi didalam pangan yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG); yaitu 10–19% AKG dan kelompok lainnya sama dengan atau lebih dari 20% AKG

Klaim Gizi

Klaim Kesehatan Klaim Fungsi Zat Gizi

Klaim Perbandingan Zat Gizi

Klaim Fungsi Lain

Klaim Kandungan Zat Gizi

(6)

(BPOMRI 2005). Dibandingkan dengan ketentuan Codex, persyaratan yang diberlakukan di Indonesia lebih sederhana dan bersifat umum. Uraian tentang pengelompokan klaim kandungan gizi di Indonesia dan bentuk pernyataan klaim gizi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7.

Klaim kandungan zat gizi di Indonesia berlaku untuk 38 jenis zat gizi dan non gizi; yaitu vitamin A, karotenoid, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B12, asam folat, vitamin C, vitamin D, vitamin E, kalium, kalsium, zat besi, seng, tembaga, iodium, magnesium, mangan, selenium, kromium, boron, vanadium, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, whey protein, laktoferin, protein kedelai, lisin, serat pangan, prebiotik, probiotik, kolin, isoflavon, fitosterol dan fitostanol dan polifenol. Khusus untuk natrium, pernyataan dan persyaratan kandungannya dikaitkan dengan pengurangan penggunaan natrium. Bentuk pernyataan klaim gizi untuk natrium adalah: “Bebas”, “Sangat rendah”, “Rendah”, “Kurang”, “Sedikit mengandung” dan “Tidak digarami”. (BPOM RI 2005).

Klaim Kesehatan

Klaim kesehatan adalah setiap representasi yang menyatakan, memberi kesan atau secara tidak langsung menyatakan terdapat hubungan antara suatu pangan atau unsur pokok dari pangan tersebut dengan kesehatan (CAC 2004). Klaim kesehatan meliputi: 1) klaim fungsi zat gizi (nutrient function claims) yang menguraikan peranan fisiologis zat gizi dalam pertumbuhan, perkembangan dan fungsi normal tubuh, 2) klaim fungsi lain (other function claims) yang berkenaan dengan efek menguntungkan spesifik dari mengkonsumsi pangan atau unsur pokok pangan tersebut dalam konteks total diet terhadap fungsi normal atau aktivitas biologis tubuh yang dihubungkan dengan kontribusi terhadap kesehatan atau terhadap peningkatan suatu fungsi atau untuk memodifikasi atau mempertahankan kesehatan, dan 3) klaim penurunan risiko penyakit (reduction of disease risk claim) yang terkait dengan konsumsi suatu pangan atau unsur pokok pangan dalam konteks total diet, terhadap penurunan risiko terjadinya suatu penyakit/atau kondisi kesehatan (CAC 2004).

(7)

Beberapa negara juga telah menetapkan klaim kesehatan yang diizinkan untuk digunakan dan disertai dengan persyaratan yang harus dipenuhi. Di Malaysia klaim yang dizinkan adalah klaim fungsi zat gizi, dalam hal ini Malaysia tidak membuat kelompok klaim fungsi lain atau klaim penurunan risiko penyakit. Klaim fungsi zat gizi yang diizinkan tersebut adalah untuk 21 zat gizi dan non gizi yaitu protein, protein kedelai, sialic acid, Bifidobacterium lactis, inulin, serat larut oat, sterol dan stanol dari tanaman, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B12, niasin, asam folat, vitamin C, vitamin D, vitamin E, kalsium, zat besi, iodium, magnesium, dan seng. Sebagai persyaratan pencantuman klaim, setiap pangan yang memuat klaim tersebut harus memenuhi kriteria kandungan sebagai “sumber” (MOH 2006) seperti tercantum dalam Lampiran 8.

Di Canada terdapat dua kelompok klaim kesehatan yaitu klaim peranan biologis (Biological Role Claims) dan Diet-Related Health Claims seperti tercantum pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Klaim peranan biologis menggambarkan peranan energi atau zat gizi dalam suatu pangan bukan pangan per se dan jika dibandingkan dengan ketentuan Codex, klaim peranan biologis tersebut setara dengan klaim fungsi zat gizi. Terdapat dua klaim peranan biologis yang dapat digunakan secara umum yaitu “Energi (atau nama zat gizi) merupakan suatu unsur dalam pemeliharaan kesehatan yang baik” dan “Energi (atau nama zat gizi) merupakan suatu unsur dalam pertumbuhan dan perkembangan normal” (CFIA 2004). Selain kedua klaim tersebut Canada telah menetapkan sejumlah klaim peranan biologis yang spesifik untuk beberapa zat gizi dan Canada menetapkan bahwa klaim peranan biologis tidak diperkenankan untuk komponen lain dalam pangan seperti likopen, lutein, anthocyanins (CFIA 2004).

Diet-Related Health Claims di Canada pertama kali diberlakukan tahun 2002, menguraikan tentang karakteristik suatu pangan (diet) yang dapat menurunkan risiko timbulnya penyakit atau kondisi tertentu seperti osteoporosis atau stroke. Klaim tersebut disertai dengan uraian tentang sifat (properties) suatu pangan sehingga cocok sebagai bagian dari pola konsumsi (CFIA 2004). Klaim yang secara khusus diizinkan untuk pangan adalah klaim tentang penyakit jantung, hipertensi dan kanker; sebelumnya produk yang memuat klaim tentang penyakit dikategorikan sebagai obat (CFIA 2004). Dalam penerapannya, klaim

(8)

harus dikutip secara utuh, tidak diperkenankan untuk memodifikasi kata-kata, menyisipkan informasi, tanda grafis atau simbol dan tidak boleh menekankan (highlight) salah satu bagian kata (CFIA 2004).

Di Inggris, perusahaan yang akan menggunakan klaim kesehatan dianjurkan untuk mengikuti Code of Practice on Health Claims yang disiapkan oleh Joint Health Claims Initiative (http://www.jhci.co.uk/ [29 Oktober 2007]). Beberapa klaim kesehatan (disebut sebagai generic claim) yang diizinkan adalah berkenaan dengan lemak jenuh, pangan dari biji-bijian utuh (wholegrain), protein kedelai, oats, dan omega 3. Klaim lain yang diizinkan di Inggris adalah yang berkenaan dengan folat, kalsium dan zat besi (http://www.food.gov.uk/multimedia /pdfs/claimtable.pdf [29 Oktober 2007]).

Uni Eropa telah menetapkan peraturan tentang klaim gizi dan kesehatan sebagaimana tertuang dalam Regulation (EC) No 1924/2006 of The European Parliament and the Council on Nutrition and Health Claims made on Foods tanggal 20 December 2006 (Anonim 2007). Peraturan yang diberlakukan sejak Juli 2007 tersebut memuat persyaratan umum pencantuman klaim gizi dan kesehatan; antara lain terbukti secara ilmiah mempunyai manfaat gizi atau fisiologis, zat gizi atau non gizi yang diklaim terdapat dalam produk akhir sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, jika dimungkinkan terdapat dalam bentuk yang dapat digunakan tubuh, jumlah pangan yang wajar dikonsumsi memberikan sejumlah zat gizi atau non gizi sebagaimana klaim yang dicantumkan, secara rata-rata konsumen dapat mengerti manfaat kesehatan yang dimaksudkan klaim dan klaim dikaitkan dengan pangan dalam bentuk yang siap dikonsumsi sesuai petunjuk perusahaan. Dalam ketentuan tersebut juga ditetapkan bahwa penggunaan klaim gizi dan kesehatan hanya diizinkan jika produk memenuhi profil zat gizi (nutrient profile) yang akan ditetapkan. Profil zat gizi tersebut dimaksudkan untuk menjamin bahwa pangan yang memuat klaim tentang kesehatan tidak mengandung sejumlah zat gizi yang terkait dengan penyakit kronis jika dikonsumsi secara berlebihan (Anonim 2007).

Di Amerika, klaim kesehatan ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA) setelah dicapai kesepakatan ilmiah (significant scientific agreement) diantara para ahli yang ditunjuk dan ketentuan berlaku untuk pangan

(9)

dan suplemen makanan (Schmidl & Labuza 2000). Sejak 6 Januari 1993, Amerika telah mengizinkan penggunaan sejumlah klaim kesehatan, yang sebelumnya dilarang karena klaim sedemikian termasuk dalam definisi obat (intended for use in diagnosis, cure, mitigation, treatment or prevention of diseases in man or other animals) (Schmidl & Labuza 2000).

Meskipun telah diberlakukan selama bertahun-tahun, menurut survei internet yang dilakukan oleh Universitas Maine (Amerika) pada tahun 2001 terhadap 136 responden diperoleh data bahwa sebanyak 43% responden tidak mengetahui berapa jumlah klaim kesehatan yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) dan hanya 10% yang menjawab dengan benar. (Camire & Dougherty 2005). Terkait dengan pangan konvensional FDA menetapkan prosedur penilaian klaim yang disebut dengan Interim Procedures for Qualified Health Claims in the Labeling of Conventional Human Food and Human Dietary Supplements (CFSAN 2003). Prosedur ini merupakan alternatif dalam rangka percepatan proses pengkajian klaim kesehatan. Dalam hal ini FDA membuat keputusan berdasarkan pernyataan yang dipublikasi oleh suatu institusi ilmu pengetahuan (scientific body) di Amerika Serikat. Jika pada umumnya klaim yang diizinkan oleh pemerintah adalah klaim yang telah teruji, Qualified Health Claim mengizinkan pencantuman klaim yang hasilnya tidak konklusif atau tidak pasti seperti contoh berikut “Supportive but not conclusive research shows that consumption of EPA and DHA omega-3 fatty acids may reduce the risk of coronary heart disease. One serving of [name of food] provides [x] grams of EPA and DHA omega-3 fatty acids. [See nutrition information for total fat, saturated fat and cholesterol content. Untuk pangan, klaim tersebut diizinkan pada tahun 2004 sementara untuk produk suplemen telah diizinkan sejak tahun 2000 (FDA 2004).

Jepang merupakan salah satu negara yang mempelopori pembuatan peraturan tentang klaim kesehatan. Di Jepang pangan yang diizinkan memuat klaim tentang manfaat kesehatan dikenal dengan istilah FOSHU (Food for Specified Health Use) dan pangan dimaksudkan untuk memperbaiki masalah kesehatan yang serius seperti meningkatkan kondisi pencernaan, menurunkan

(10)

kadar yang tinggi dari kolesterol, tekanan darah dan glukosa, meningkatkan penyerapan mineral, dan mencegah kerusakan gigi (Hawkes 2004).

Banyak negara tidak atau belum mengatur klaim kesehatan dan menurut Hawkes (2004) pengaturan klaim kesehatan tidak mudah dilakukan bahkan telah menimbulkan kontroversi. Dalam pengaturan klaim kesehatan, pemerintah harus memperhatikan keseimbangan antara potensi pencapaian sasaran kesehatan masyarakat dengan kenyataan bahwa klaim kesehatan dapat mengelabui atau menyesatkan konsumen jika tidak didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan manfaat tersebut (Hawkes 2004).

Label Pangan

Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang bebentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan (Menteri Negara Pangan dan Hortikultura 1999). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan ditetapkan bahwa label pangan harus memuat keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia serta tanggal kedaluwarsa. Selain juga dapat dicantumkan keterangan tentang kandungan zat gizi dan manfaat serta informasi spesifik lain misal yang terkait dengan kehalalan, keorganikan, iradiasi, dan rekayasa genetika.

Menurut Bruhn (2000) informasi pada label dapat mengubah pengertian konsumen tentang atribut mutu pangan dan mengubah keputusannya dalam pembelian pangan. Informasi pada suatu produk pangan seyogianya membantu konsumen dalam memilih pangan secara tepat. Namun informasi tentang kandungan zat gizi (komponen yang diketahui secara luas bermanfaat bagi kesehatan) pada suatu produk pangan tidak selalu memberi manfaat bahkan dapat menyesatkan sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintanh Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Dalam Peraturan tersebut disebutkan bahwa pencantuman pernyataan tentang pengkayaan vitamin atau mineral pada suatu produk pangan yang benar diperkaya dengan zat gizi tersebut dapat

(11)

menyesatkan dalam hal pola konsumsi produk pangan yang bersangkutan tidak membawa manfaat apapun bagi konsumen.

Iklan Pangan

Selain label, iklan pangan juga merupakan sumber informasi yang tidak kalah penting bagi konsumen. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran atau perdagangan pangan. Iklan merupakan salah satu bentuk kegiatan pemasaran (Story & French 2004). Iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan (http://sebelasproduction. tripod.com/index_files/Page1201. htm [29 Oktober 2007].

Pada sidang Codex Committee on Food Labelling (CCFL) ke 35 bulan Mei 2007 disimpulkan bahwa iklan adalah segala bentuk komunikasi komersial kepada masyarakat yang dilakukan dengan berbagai cara kecuali dengan label pangan, dalam rangka meningkatkan secara langsung atau tidak langsung penjualan atau konsumsi suatu pangan dengan menggunakan klaim gizi dan klaim kesehatan; Advertising means any commercial communication to the public, by any means other than labelling, in order to promote directly or indirectly, the sale or intake of a food through the use of nutrition and health claims in relation to food and its ingredients (CAC 2007). Uraian tersebut menggambarkan bahwa klaim gizi dan kesehatan pada label pangan seyogianya tidak dimaksudkan sebagai ajang promosi.

Iklan merupakan suatu faktor kekuatan yang mempengaruhi kebiasaan makan dan pemilihan jenis pangan pada remaja (Story & French 2004). Iklan yang gencar pada anak-anak dimaksudkan untuk menumbuhkan dan membangun brand awareness/ recognition, brand preference and brand royalty sebagaimana terbukti dari sejumlah studi eksperimental yang secara konsisten menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar pada iklan pangan lebih menyukai dan memilih

(12)

produk pangan yang diiklankan daripada yang tidak diiklankan (Story & French 2004).

Menurut studi yang dilakukan oleh Institute of Medicine tentang pengaruh pemasaran pangan terhadap diet dan kesehatan anak dan remaja di Amerika menggambarkan bahwa cara-cara pemasaran makanan dan minuman akhir-akhir ini berisiko terhadap kesehatan anak-anak dalam jangka panjang (IOM 2005). Di Amerika Serikat angka kegemukan pada anak pra sekolah (2-5 tahun) dan remaja 12-19 tahun meningkat dua kali lipat sementara pada anak 6-11 tahun tiga kali lipat. Penyebabnya adalah interaksi sejumlah faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik dan makan anak termasuk peningkatan frekuensi mengkonsumsi makanan menyenangkan (convenience) yang mengandung tinggi kalori dan lemak, rendahnya konsumsi sayur, buah dan makanan bergizi lain, penggunaan waktu senggang yang lebih banyak untuk hal-hal yang bersifat sedentary (cara atau gaya hidup yang membutuhkan aktivitas fisik minimal) seperti menonton televisi, bermain komputer dan video game daripada bermain diluar (IOM 2005). Sejumlah peneliti perkembangan anak berpendapat bahwa anak berusia kurang dari 8 tahun merupakan kelompok yang rawan terhadap periklanan yang menyesatkan hal ini terkait dengan tingkat perkembangan kognitif mereka (Story & French 2004). Di Amerika Serikat, iklan pangan merupakan yang terbesar kedua setelah setelah otomotif, beberapa alasannya adalah 1) pengeluaran terhadap pangan sebesar 12,5%, 2) pangan merupakan komponen yang dibeli berulang-ulang dan pandangan konsumen dapat berubah dengan cepat, 3) pangan merupakan salah satu produk dengan merek yang sangat banyak (highly branded items) sehingga sangat berpeluang untuk diiklankan (Story & French 2004).

Saat ini tersedia berbagai sarana untuk menempatkan iklan pangan antara lain televisi, radio, majalah, koran, brosur, booklet, leaflet, billboard dan internet. Diantara sejumlah sarana tersebut, televisi memiliki sejumlah kelebihan untuk digunakan sebagai wadah pemasaran. Kekuatan media televisi dengan audio visualnya memiliki daya persuasif yang tinggi dalam memperkenalkan dan membentuk pengertian iklan televisi sebagai alat penyampai pesan, dengan harapan pemirsa dapat mengerti dan termotivasi (http://www.djpdn.go.id/servlet/ page? [29 Oktober 2007]).

(13)

Besarnya peranan televisi bagi industri pangan juga ditunjukkan dengan gambaran pengeluaran dana terhadap televisi. Lebih kurang 75% dana iklan industri pangan dan 95% dana iklan restoran cepat saji dialokasikan untuk televisi (Story & French 2004). Pemanfaatan televisi sebagai media promosi oleh industri pangan kemungkinan juga terkait dengan besarnya peluang masyarakat menonton iklan pangan di televisi. Menurut data statistik Indonesia, persentase populasi berusia 10 tahun keatas yang menonton televisi dari tahun ketahun terus meningkat; pada tahun 1993 sebesar 64,77%, tahun 2000 sebesar 87,97% dan tahun 2006 sebesar 85,86% sementara yang mendengarkan radio cenderung menurun dan yang membaca koran/majalah cenderung tetap (BPS 2007).

Televisi merupakan sumber pesan terbesar tentang pangan kepada anak-anak. Studi yang dilakukan oleh Universitas Liverpool terhadap 60 anak berusia 9-11 tahun menunjukkan bahwa iklan pangan di televisi memberikan pengaruh yang besar pada kebiasaan makan semua anak, meningkatkan konsumsi dua kali lipat (http://www.liv.ac.uk/newsroom/press_release/2007/-04/obesity_ads.htm [29 Oktober 2007]). Beberapa negara telah menetapkan aturan untuk membatasi iklan komersial selama program anak-anak di televisi, diantaranya Amerika, Belgia, Australia dan Swedia. Pada tahun 1990 Amerika mengeluarkan Children Television Act yang membatasi jumlah waktu komersial selama program anak-anak menjadi 10.5 menit per jam pada akhir pekan dan 12 menit per jam pada hari kerja. Di Belgia, ditetapkan larangan untuk menayangkan iklan selama program anak-anak berlangsung termasuk 5 menit sebelum dan sesudah acara tersebut. Australia tidak mengizinkan iklan selama program televisi untuk anak-anak prasekolah. Swedia memiliki pengaturan yang paling ketat, yaitu melarang iklan di radio dan televisi yang ditujukan kepada anak berusia dibawah 12 tahun dengan alasan tidak dapat diterima secara moral dan etis (morally and ethically unaccepted) karena anak-anak sulit untuk membedakan antara maksud/ tujuan iklan dan cara-cara komunikasi (Story & French 2004).

Inggris mengeluarkan ketentuan baru tentang iklan pangan di televisi. Secara bertahap sejak 1 Juli 2007 ketentuan tersebut akan membatasi anak berusia kurang dari 16 tahun terpapar terhadap iklan makanan dan minuman yang tinggi lemak, garam dan gula (dikenal dengan istilah high in fat, salt and sugar/HFSS)

(14)

yang ditayangkan sebelum jam 21.00 (http://www.ofcom.org.uk/ media/mofaq /bdc/ foodadsfaq/ [29 Oktober 2007]).

Bayi, Anak Balita, Ibu Hamil dan Menyusui

Millenium Development Goals yang ditandatangai oleh sebanyak 189 negara memuat delapan sasaran serta sejumlah target pembangunan millennium yang berkenaan dengan kemiskinan dan kelaparan, pendidikan dasar, HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain, lingkungan dan kerjasama dalam pembangunan. Sementara dua sasaran lain berkenaan dengan anak dan ibu yaitu menurunkan angka kematian anak dan peningkatan kesehatan ibu (http://www.who.int/mdg/ goals/en/index.html [27 Oktober 2007]). Sasaran pembangunan millennium tersebut menunjukkan bahwa anak dan ibu menjadi fokus pembangunan. Di Indonesia tiga dari empat sasaran pembangunan kesehatan terkait dengan bayi dan ibu sebagaimana dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Nasional. Sasaran pembangunan kesehatan tersebut adalah menurunkan angka kematian bayi menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup, menurunkan gizi kurang pada anak balita menjadi 20% dan menurunkan angka kematian ibu melahirkan menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup (http://bankdata.depkes.go.id/ data%20intranet/ProfilDep/ Renstra2005-2009.pdf. [30 Oktober 2007]).

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1986 dan 2001 di Indonesia terjadi peningkatan proporsi kematian akibat penyakit tidak menular. Proporsi kematian karena penyakit kardiovaskuler meningkat dari 9,1% (1986) menjadi 26,3% (2001), penyakit jantung iskemik dari 2,5% (1986) menjadi 14,9% (2001), stroke dari 5,5% (1986) menjadi 11,5% (2001) dan kanker dari 3,4% (1986) menjadi 6,0% (2001) (Depkes 2003). Berdasarkan perhitungan Human Development Index (HDI) yang salah satu kriteria perhitungannya adalah usia harapan hidup, posisi Indonesia saat ini berada di peringkat 110, berada diatas Myanmar dengan peringkat 129 namun dibawah Vietnam dengan peringkat 108 (http://www.sfeduresearch.org/ images/Fast_Facts/hdi.png [30 Oktober 2007]).

Menurut Depkes (2005) angka kematian bayi tahun 2002 di Indonesia adalah 43.5 per 1000 kelahiran hidup sementara angka kematian anak balita 46.0 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu pada tahun 2001 sebesar 377

Gambar

Gambar 1 Pengelompokan klaim.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti memahami lokasi penelitian dengan mengidentifikasi khalayak yang akan dijadikan penelitian. Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka

Metode pencarian yang digunakan pada mesin pencari string ini adalah menggunakan metode pencarian fuzzy string matching dengan menggunakan algoritma

Tabel 4.. Untuk mengetahui kategori hasil jawaban sub variabel secara keseluruhan, perlu di tentukan terlebih dahulu intervalnya. Besarnya interval diperoleh dari

Konsep epistemologi tersebut juga dapat diterapkan bagi Integrasi dan interkoneksi antara agama dan sains yang selama ini dianggap sebagai suatu distingsi. Dengan

Setiap modul diuji secara percobaan, melihat data teknis dan membaca grafik modul dengan suhu sisi panas (T h ) dijaga tetap 50°C untuk menentukan nilai kalor yang diserap (Q c )

Data dikumpulkan dengan lembar check list yang dibagikan kepada responden untuk mendapatkan data mengenai hubungan antara karakteristik pengguna NAPZA dengan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi akad rahn dan ijarah dalam layanan gadai syariah di Perum Pegadaian Syariah Unit Kauman Cabang Malang dan untuk

Pengambilan keputusan merupakan proses pertimbangan sebelum seorang gay melakukan coming out sehingga dapat dilihat apa saja yang menjadi pertimbangan gay untuk