1
Kendala-Kendala Dalam Pemanggilan Pendeta di Jemaat GBKP
Semarang
Oleh: Harmi Seliso Br Ginting
NIM: 712006040
Abstract :
Gereja, dalam arti jemaat di manapun selalu butuh pendeta bukan saja sebagai pemimpin organisasi namun juga sebagai penanggungjawab berbagai kegiatan pelayanan. Namun ada saja jemaat yang belum memiliki pendeta. Masing-masing dengan kendala-kendalanya. Tulisan ini hendak mengkaji kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh GBKP Runggun (Jemaat) Semarang dalam pemanggilan pendeta. Jemaat ini sudah berdiri sejak 1983, namun setelah 30 tahun berdiri belum pernah memiliki seorang pendeta tetap.
Dengan mewawancarai sejumlah informan kunci, yakni beberapa majelis, tokoh gereja dan sejumlah warga, ditambah studi dokuemn-dokumen, kami mencoba menggali informasi mengenai pokok masalah di atas. Secara resmi, para responden berpendapat bahwa ada 2 kendala pokok. Kendala pertama adalah masih sedikitnya jumlah warga jemaat yang sudah bekerja (24 kepala keluarga, dan 164 pemuda/pemudi). Hal ini memunculkan kendala kedua yakni kemampuan finansial sangat terbatas, dan karena itu majelis memutuskan untuk menunda pemanggilan pendeta sampai kemampuan finansial meningkat. Walaupun jawaban resminya seperti itu, melalui percakapan penulis dengan anggota jemaat, mereka sebenarnya ingin segera memiliki pendeta sendiri. Hal ini mendorong penulis untuk mengkaji lebih jauh alasan sesungguhnya. Melalui berbagai analisa data terkumpul, maka penulis berkesimpulan bahwa alasan sesungguhnya adalah keengganaan dari majelis, khususnya ketua majelis untuk menempatkan seorang pendeta tetap karena akan kehilangan atau berkurangnya pengaruhnya di dalam jemaat. Hal ini dapat dipahami karena selama ini yang bersangkutan menjadi ketua majelis untuk beberapa periode, dan juga mempunyai kedudukan di dunia publik (sebagai dosen) yang cukup berpengaruh.
Dari kesimpulan tersebut penulis menyarankan agar Sinode GBKP turut berperan mendorong pemanggilan pendeta di runggun GBKP Semarang tersebut, karena pada dasarnya Sinode juga mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhan biaya hidup para pelayannya. Dengan demikian berbagai kegiatan pelayanan dalam jemaat dapat berjalan normal, dan anggota jemaat diperlengkapi untuk mampu berpartisipasi aktif dalam pelayanan jemaat. Kekuatiran terhadap kemampuan finansial tidak perlu menjadi alasan karena secara riil pendapatan jemaat sudah cukup apalagi kalau dibantu oleh pihak Sinode.