• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Pada Isteri Pasangan Usia Subur (Pus) Di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Pada Isteri Pasangan Usia Subur (Pus) Di Kecamatan Doloksanggul Tahun 2012"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kontrasepsi modern memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu. Kehamilan dan kelahiran yang lebih sedikit dan jarak kelahiran yang lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan) yang lebih rendah.

Salah satu target MDGs adalah akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang salah satu indikatornya adalah peningkatan angka prevalensi pemakaian kontrasepsi (CPR), yang didefinisikan sebagai penggunaan kontrasepsi saat ini (metode apapun) di antara perempuan menikah usia 15-49 tahun. Negara-negara di bagian timur dan timur laut Asia (dengan data yang tersedia) memiliki CPR di atas 50%. Berdasarkan data tahun terbaru yang tersedia di setiap negara, CPR terendah terdapat di Afghanistan (23%, 2008), Pakistan (27%, 2008), Samoa (29%, 2009) dan Timor-Leste (22%, 2010). (UNESCAP, 2011).

(2)

suntik (32,3%), selanjutnya pil (12,8%) (Riskesdas 2010, BkkbN 2011a). Persentase pemakaian alat/cara KB di Indonesia tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Persentase Perempuan Kawin Usia 10-49 Tahun yang Menggunakan Alat/Cara KB Menurut Jenis Alat/Cara KB (Sumber : Riskesdas 2010)

Mengingat bahwa pemakaian alat kontrasepsi pada perempuan kawin usia 15-49 tahun masih menunjukkan perkembangan yang cukup lambat, bahkan menurun pada tahun 2010 maka pelayanan KB oleh Pemerintah memang perlu ditingkatkan, tidak saja dalam upaya pengendalian pertumbuhan penduduk, melainkan juga karena KB merupakan bagian dari kesehatan reproduksi yang dapat meningkatkan kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu (Bappenas, 2007).

Meningkatkan kesehatan ibu merupakan salah satu dari delapan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) yang diadopsi pada KTT Milenium 2000. Target utama adalah untuk mengurangi rasio kematian ibu (AKI) sebesar tiga perempatnya antara 1990 dan 2015. Menurut data terbaru yang dirilis PBB perkiraan jumlah global kematian ibu dan angka kematian ibu turun sebesar sepertiga sejak 1990. Meskipun ada kemajuan yang signifikan di seluruh wilayah berkembang, penurunan persentase

12,8

(3)

rata-rata tahunan AKI global adalah 2,3%, kurang dari target MDG sebesar 5,5%.

AKI di dunia pada tahun 1990 adalah sebesar 400 per 100.000 kelahiran hidup, turun menjadi 260 pada tahun 2008. Angka tertinggi terdapat di Afrika Sub Sahara (640), diikuti Asia Selatan (290), dibandingkan dengan Amerika Latin dan Karibia (85), Amerika Utara (23) dan di Eropa (10) (Childinfo, 2011). Di Asia Tenggara AKI rata-rata 164, yang tertinggi adalah di Republik Rakyat Demokratik Laos (580), Timor-Leste (370) dan Kamboja (290), dan negara-negara dengan nilai yang relatif rendah, Singapura (9), Brunei Darussalam (21) dan Malaysia (31) (UNFPA, 2011; UNESCAP, 2011).

Tingkat penurunan tahunan sebesar 1,7% di Afrika Sub Sahara, di mana tingkat kematian ibu paling tinggi, lebih lambat daripada di wilayah lain (Childinfo, 2011).

(4)

Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (30%), eklampsia (25%), partus lama (5%), komplikasi aborsi (8%), dan infeksi (12%). Risiko kematian meningkat, bila ibu menderita anemia, kekurangan energi kronik dan penyakit menular. Aborsi yang tidak aman bertanggung jawab pada 11 persen kematian ibu di Indonesia. Aborsi yang tidak aman ini biasanya terjadi karena kehamilan yang tidak diinginkan (unwantedpregnancy) (Bappenas, 2007).

Kematian ibu karena hamil dan melahirkan juga merupakan akibat dari adanya “empat terlalu” yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua (usia lebih dari 35 tahun), terlalu banyak/sering hamil dan melahirkan (jumlah anak lebih dari 4 orang), serta terlalu dekat/rapat jarak antar kelahiran (jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun). Kondisi kehamilan yang tidak ideal (kehamilan dengan 4 terlalu) saat ini di Indonesia berdasarkan hasil SDKI 2007, seperti yang disampaikan Kepala BkkbN pada Pertemuan Tahunan PKMI Tahun 2010, yaitu : kehamilan yang terlalu muda 3% ; kehamilan yang terlalu tua 4,7% ; jarak kehamilan terlalu dekat 5,5% ; kehamilan yang terlalu banyak 8,1%. (BkkbN, 2009a; Syarief, 2010).

(5)

metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD (Intra Uterine Device), implant (susuk) dan sterilisasi. Dapat dilihat dari indikator program Keluarga Berencana seperti yang tercantum dalam RPJM tersebut antara lain : persentase peserta KB baru MKJP dengan target 12,5 % (tahun 2011) dan 12,9 % (tahun 2012), kemudian persentase peserta KB aktif MKJP 25,1 % (tahun 2011) dan 25,9 % (tahun 2012) (BkkbN, 2011a).

Secara global, prevalensi pemakaian kontrasepsi jangka panjang khususnya MOW dan IUD cukup tinggi, masing-masing 33,7% dan 25,6%, dibandingkan MOP (4,2%) dan Implant (1%). Dalam 3 dekade terakhir MOW mencakup sepertiga dari metode kontrasepsi modern yang dipakai di Asia (yang terbanyak di India dan Cina) dan Amerika Latin, juga merupakan metode kontrasepsi terbanyak di Amerika Utara. Data terakhir prevalensi MOW di Asia (39%), Amerika Latin (38%), Amerika Utara (31%), Oseania (24%), dan di Afrika (7,5%). Sedangkan untuk pemakaian IUD >80% akseptor (140 juta wanita) ada di Asia, di Eropa 1 dari 5 wanita yang memakai KB modern memilih IUD, tetapi di Amerika Serikat IUD tidak banyak dipakai. Prevalensi pemakaian IUD di Asia (29%), Eropa (21%), Afrika (19%), Amerika Latin (11%), Amerika Utara (7%), dan di Oseania (2%) (Earth Policy Institute, 2012).

Di Amerika Serikat, kondom dan pil kontrasepsi adalah metode kontrasepsi

(6)

Survey of Family Growth) terbaru, dari semua wanita berusia 19-44 tahun yang memakai alat kontrasepsi di Amerika hanya ada 5,5% yang menggunakan IUD dibandingkan 27% di Norwegia dan 30% di Cina, sedangkan yang memakai metode sterilisasi adalah 22,8%, dan implant sebesar 0,7%. Beberapa penyebab rendahnya pemakaian IUD di Amerika antara lain adalah kurangnya provider terlatih, tingginya biaya awal pemakaian, dan ketidakakuratan pengetahuan dan sikap tentang IUD di antara dokter dan pasien (Stoddard, 2011).

Hasil penelitian Alemayehu, dkk (2011) di Etiopia prevalensi pemakaian MKJP 12,3% (87% di antaranya memakai Implant, 13 % IUD, dan tidak ada akseptor MOW). Alasan utama tidak menggunakan MKJP adalah karena sudah menggunakan metode KB yang lain (93,3%), timbulnya efek samping (3,9%), tidak diijinkan suami dan alasan kesehatan (1,6%), serta tidak tersedianya pelayanan MKJP (1,3%).

Kondisi saat ini di Indonesia, berdasarkan data BkkbN (2010), antara lain : 1)

Prevalensi pemakaian kontrasepsi masih rendah dan cenderung pada pemakaian alat

kontrasepsi bersifat hormonal dan jangka pendek. 2) Kesertaan KB MKJP cenderung

rendah dari 14,6 % (SDKI 2002/2003) turun menjadi 10,9 % (SDKI 2007). 3)

Tingkat putus pakai kontrasepsi tinggi, yaitu 20% (SDKI 2002/2003) meningkat

menjadi 26% (SDKI 2007). Beberapa alasan drop out, antara lain : 1) takut efek

samping (10%); 2) ingin hamil (5%); 3) preferensi terhadap suatu metode alat KB

(5%); 4) biaya, rasa tidak nyaman, perceraian, frekwensi hubungan seksual yang

(7)

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010, ditemukan bahwa 46,4 persen perempuan pernah kawin berusia 10-49 tahun adalah pengguna KB dengan metode jangka pendek (pil dan suntik), 8,8 persen dengan metode jangka panjang (IUD,

implant, MOP, MOW). Provinsi pengguna cara KB dengan metode jangka panjang bervariasi dari yang tertinggi di Provinsi Bali (23,1%), dan terendah di Provinsi Papua Barat (2,5%). Sedangkan di Sumatera Utara pengguna metode jangka panjang sebesar 7,1 % dan yang menggunakan metode jangka pendek sebesar 29,8%.

Gambar 1.2 Persentase Perempuan Kawin Umur 10-49 Tahun yang Menggunakan Alat/Cara KB

(Sumber : Riskesdas 2010)

Data pada Profil Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2010, jumlah PUS di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebanyak 21.689 orang, dan yang memakai metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yaitu AKDR/IUD, Implan, atau Metode Operasi Pria (Vasektomi) serta Metode Operasi Wanita (Tubektomi) ada sebanyak 2412 orang (11,12%). Di Kecamatan Doloksanggul jumlah PUS ada sebanyak 4975 orang, sedangkan yang memakai MKJP hanya ada

(8)

sebanyak 383 orang (7,7%). Kecamatan Doloksanggul adalah ibukota dari Kabupaten Humbang Hasundutan yang merupakan kabupaten baru, hasil pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan dengan jumlah penduduk tahun 2011 sebanyak 171.650 jiwa dan jumlah KK sebanyak 39.011 KK. Sebagai kabupaten yang baru berdiri, Kabupaten Humbang Hasundutan menghadapi banyak permasalahan yang harus segera ditangani termasuk masalah kependudukan dan keluarga berencana.

Penggunaan dan pemilihan alat/obat kontrasepsi pada wanita usia subur dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar responden memilih alat kontrasepsi non MKJP, kemudian umur ibu, jumlah anak hidup, pendidikan, pengetahuan, pandangan suami terhadap KB, dukungan petugas kesehatan, dan ketersediaan alat kontrasepsi merupakan hal-hal yang berpengaruh terhadap pemakaian dan pemilihan jenis alat kontrasepsi. Tetapi ada hal yang menarik bahwa jumlah anak hidup, agama, dan pandangan suami terhadap program KB tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan pemakaian alat kontrasepsi jangka panjang (Purba, 2008; Rahayu, dkk, 2009; Kusumaningrum, 2009). Penelitian Murti (2009), ada hubungan antara tempat tinggal, umur ibu, status ekonomi, pengetahuan tentang KB modern, tingkat pendidikan, status pekerjaan, jumlah anak ideal, jumlah anak yang pernah dilahirkan, dan jumlah anak hidup dengan pemakaian MKJP.

(9)

sebanyak 13 orang (65,0%) bukan merupakan akseptor KB dan 7 orang (35,0%) yang akseptor KB memakai kondom 1 orang (5,0%), implant 3 orang (15,0%) dan MOW 3 orang (15,0%). Dari 6 orang yang memakai MKJP, 5 orang (83%) berusia > 35 tahun dan 1 orang (17%) berusia < 30 tahun. Ketika ditanya pengetahuannya tentang MKJP ternyata banyak yang tidak tahu sebanyak 12 orang (60,0%). Beberapa alasan tidak menggunakan alat KB, khususnya MKJP antara lain : 1) suami/keluarga tidak mendukung (30%); 2) takut terhadap efek samping alat KB (20,0%); 3) anak adalah pemberian Tuhan sehingga tidak boleh dibatasi jumlahnya (15,0%); dan 4) belum mempunyai anak laki-laki/perempuan (15%).

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mencoba untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada isteri PUS di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.2 Permasalahan

Masih rendahnya pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada PUS di Kecamatan Doloksanggul (7,7% tahun 2010) dan belum diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

(10)

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh karakteristik responden (umur, jumlah anak hidup), pengetahuan, persepsi nilai anak, dukungan suami, dan ada/tidaknya KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terhadap pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada isteri PUS di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi petugas kesehatan dan KB guna meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KB khususnya MKJP di Kecamatan Doloksanggul dan Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai

bahan referensi dalam hal yang berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang pada PUS. 3. Bagi peneliti, menambah pengalaman meneliti dan merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

1) jangka panjang, seperti implant (susuk KB), AKDR, dan Metode kontrasepsi

mantap (MOW/MOP).

2) Faktor predisposisi (predisposing) adalah faktor-faktor yang mempermudah

PUS untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang dilihat dari karakteristik

PUS yang mencakup umur, pendidikan, pekerjaan, budaya, pengetahuan,

Gambar

Gambar 1.1 Persentase Perempuan Kawin Usia 10-49 Tahun yang Menggunakan Alat/Cara KB Menurut Jenis Alat/Cara KB
Gambar 1.2 Persentase Perempuan Kawin Umur 10-49 Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu pelayanan informasi yang cepat, tepat dan lengkap data sangat diperlukan Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis ingin membuat sebuah web yang dapat mempermudah

Berdasarkan aturan dalam Pelelangan sederhana dengan Pascakualifikasi, maka panitia pengadaan diharuskan melakukan pembuktian kualifikasi terhadap data-data kualifikasi

Optimasi jadwal pember- sihan bertujuan untuk menentukan berapa banyak pembersihan pada setiap penukar panas dalam periode yang ditinjau, yang dipengaruhi oleh biaya

Rs, sebagai informan kedua dalam penelitian ini, juga menceritakan hal yang sama, proses komunikasi terapeutik yang dilakukannya diawali dengan tahap persiapan, yaitu

Smith (2005) categorized some proactive strategies in formulating the strategic public relations. Based on the review of information gathered, the corporate communication of

Kelautan dan perikanan merupakan salah satu kegiatan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Tengah khusus nya pada Desa Hajoran yang memiliki sumber daya alam dan laut yang

Pemilihan media untuk melakukan komunikasi politik dengan masyarakat memang sangat bervariatif, sejauh penelitian yang telah dilakukan, DPRD Kota Bandung sudah semaksimal

Perancangan Aplikasi Pengenalan Karakter Korea pada Platform Android Menggunakan Metode OCR Adaptive Classifier.. Image Preprocessing For Improving