149
PENGARUH SUHU KALSINASI PADA SIFAT KEMAGNETAN
MATERIAL BESI OKSIDA HASIL ELEKTROLISIS
Patimah
1dan Teguh Endah Saraswati
1*1 Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126 Indonesia
*Keperluan korespondensi, tel/fax : +62857-1910-8084, email : teguh@mipa.uns.ac.id Received: 2 June 2016 Accepted: December 1, 2016 Online Published: December 30, 2016
ABSTRAK
Kajian pengaruh suhu kalsinasi terhadap sifat kemagnetan besi oksida hasil elektrolisi telah dilakukan. Material besi oksida disintesis dengan metode elektrolisis menggunakan elektroda besi dalam media elektrolit NaCl. Hasil elektrolisis tersebut kemudian dikalsinasi pada variasi temperatur 250oC, 450oC, 650oC dan 850oC. Produk yang didapatkan dikarakterisasi
menggunakan X-ray diffraction (XRD) dan vibrating sample magnetometer (VSM). Pengujian menggunakan XRD pada masing-masing variasi suhu pemanasan memunculkan puncak-puncak besi oksida dalam beberapa fasa. Pada suhu pemanasan 250oC dan 450oC
menunjukkan terbentuknya pencampuran fasa magnetit (Fe3O4)dan fasa maghemit (γ-Fe2O3),
sedangkan pada suhu 650oC dan 850oC terbentuk fasa hematit (α -Fe2O3). Meningkatnya
temperatur kalsinasi mengakibatkan semakin melemahnya sifat kemagnetan material besi oksida.
Kata kunci: besi oksida, elektrolisis, kalsinasi, kemagnetan, XRD, VSM
ABSTRAK
Study of calcination temperature effect on the magnetic properties of iron oxide prepared by electrolysis was done. Iron oxide material synthesized by electrolysis method using an iron electrode in NaCl as electrolite media. Results of electrolysis were calcined at various temperatures 250 °C, 450°C, 650°C and 850 ° C. The products were characterized using X-ray diffraction (XRD) and vibrating sample magnetometer (VSM). XRD resulted some peaks of iron oxide in several phases at variation of heating temperature. At the heating temperature of 250 °C and 450 °C showed the formation of the mixing phase magnetite (Fe2O3) and maghemite phase (γ- Fe2O3), hence at a temperature of 650 oC and form hematite phase (α -Fe2O3) at 850 °C. By increasing calcination temperature resulted in the weakening of the magnetic properties of iron oxide material.
Keywords: iron oxide, electrolysis, calcination, magnetism, XRD, VSM
PENDAHULUAN
Seiring perkembangan ilmu pe-nge-tahuan dan teknologi terutama dalam bidang
magnetik, material ini sering dijumpai pada oksida-oksida seperti Fe2O3, Fe3O4, Fe, Co,
Ni dan lain-lain. Nano-partikel magnetik merupakan suatu material yang memiliki berbagai keunggulan, antara lain: bersifat superparamagnetik, kejenuhan magnet yang tinggi, biokompatibel, stabil dan toksisitas rendah [1,2]. Sifat ini dipengaruhi oleh uku-ran dan luas permukaan [3]. Nano-partikel magnetik telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi seperti : pemisahan/ imo-bilisasi enzim [4], sistem pengangkutan obat-obatan (Drug Delivery System/ DDS) [5] pemurnian air dari limbah [6], agen pe-ngontras dalam Magnetic Resonance Ima-ging (MRI) [7] dan diagnosa terapi kanker [8,9].
Diantara berbagai macam oksida, oksida besi merupakan material yang sa-ngat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Ok-sida besi memiliki beberapa fasa yaitu berupa magnetit (Fe3O4), maghemit (γ
-Fe2O3) dan hematit (α-Fe2O3). Perbedaan
suhu kalsinasi akan menghasilkan berbagai bentuk fasa oksida besi, dimana Fe3O4
(suhu ruang), γ-Fe2O3 (kalsinasi 200oC) dan
α-Fe2O3 (kalsinasi 300-600oC), oksida ini
bersifat ferimagnetik. Pemanfaatan nano-partikel bergantung pada sifat magnetik [10,11].
Banyak metode yang digunakan untuk mempersiapkan nanopartikel mag-netik besi oksida seperti mikro emulsi [12], dekom-posisi thermal [13], sintesis hydro-thermal [14], ball milling [15], sol gel [16, 17], hidro-metalurgi [18] elektrolisis dan ko-presipitasi [19,20]. Zang dan Nicol (2009) [21] juga melakukan proses elektrolisis. Pada elektrolisis terdapat pengaruh ion
klorida dan ion H+ [22]. Pada proses
elek-trolisis dapat mengurangi penggunaan asam karena proses elektrolisis akan mengha-silkan ion H+ dan ion Cl- berasal dari
elek-trolit NaCl yang juga dapat berperan seba-gai HCl dan akan membantu mengoksidasi elektroda besi.
Penelitian ini melaporkan sintesis material magnetik dengan menggunakan metoda yang mudah, murah dan sederhana, metode elektrokimia, dengan menggunakan elektroda paku besi sebagai katoda dan anoda. Material yang dihasilkan kemudian dikalsinasi pada suhu 250oC, 450oC, 650oC
dan 850oC.
Sebelumnya, Santi [23] melakukan studi pengaruh temperatur terhadap ukuran kristal besi oksidasi yang disintesis dari pasir besi dengan metode coprecipitation. Hasilnya menunjukkan peningkatan tem-peratur pemanasan dari 500oC menjadi
700oC menyebabkan perubahan fasa
mag-netit menjadi hematit.
Perubahan fasa ini diyakini akan merubah sifat kemagnetan material ter-sebut. Sejauh pengetahuan penulis, studi terkait tentang perubahan suhu terhadap sifat kemagnetan, belum secara mendalam dilakukan. Untuk itu, dalam artikel akan di-kaji pengaruh perubahan suhu kalsinasi material hasil elektrolisis besi terhadap sifat kemagnetannya berdasar dari hasil karak-terisasi menggunakan X-ray diffraction
(XRD) dan vibrating sample magnetometer
(VSM).
METODE PENELITIAN
elek-trolisis; Spektrofotometer X-Ray Diffraction
(XRD) Shimadzu 6000; vibrating sample magnetometer (VSM); neraca analitik Sar-torius BP 110 (maks : 110 gram; min : 0,001 gram); power supply (maks: 110 A; min: 10 A); penyaring Buchner; furnace/ hot plate; pengungkit; statif; klem; termometer (Futaba maks: 220oC min: 0oC); krus; dan peralatan
gelas maupun plastik (Pyrex dan Duran). Bahan-bahan yang digunakan meliputi paku besi; NaCl, AgNO3; akuades; dan kertas
Saring.Besi oksida diperoleh dari proses elektrolisis menggunakan elektroda paku besi untuk katoda dan anoda dan media elektrolit NaCl 0,031 M. Skematik proses elektrolisis ditunjukkan dalam Gambar 1.
Proses elektrolisis dilakukan selama 2,5 jam dengan menggunakan arus berkisar antara 10 A. Hasil elektrolisis berupa serbuk besi yang masih mengandung ion Cl- yang
berasal dari sisa media elektrolit. Untuk menghilangkan ion Cl- dilakukan pencucian
dengan menggunakan akuades sampai ion Cl- hilang yang diuji dengan larutan AgNO3.
Pengujian dilakukan dengan cara meng-ambil sedikit filtrat kemudian ditetesi dengan larutan AgNO3. Jika tidak terdapat endapan
pada filtrat menunjukkan tidak ada ion Cl
-pada hasil elektrolisis.
Setelah hasil elektrolisis bebas ion Cl-, kemudian hasil elektrolisis dikalsinasi
menggunakan furnace dengan variasi suhu 250oC, 450oC, 650oC, dan 850oC selama 2
jam. Dari hasil tersebut dilakukan pengujian untuk mengetahui perubahan kristanilitas, dan sifat kemagnetan dari besi oksida dengan menggunakan XRD dan VSM.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dilakukan proses elektrolisis untuk mendapatkan besi oksida dalam ukuran nano. Pada proses elektrolisis terdapat gelembung-gelembung pada anoda yang menandakan adanya gas Cl2 dan warna
larutan elektrolisis yang semula bening
ubah menjadi coklat menunjukkan ter-bentuknya besi oksida pada larutan elektrolit. Reaksi yang terjadi saat elektro-lisis adalah sebagai berikut:
Selama proses elektolisis, terjadi perubahan warna pada larutan elektrolit yang semula berwarna bening lama ke-lamaan menjadi coklat dan semakin lama
warna akan menjadi coklat gelap. Hal ini menunjukkan adanya korosi pada paku. NaCl yang tidak bereaksi akan dihilangkan dengan pencuci-an menggunakan aquades. Diharapkan dengan pencucian ion Na+ dan
Cl- tersebut akan ikut terbuang bersama air.
Untuk mengetahui hilangnya ion tersebut dilakukan pengujian dengan AgNO3 jika
tidak ada endapan putih pada filtrat setelah ditambah AgNO3 berarti larutan sudah
bebas dari ion Cl-. Dari proses elektrolisis ini
mendapatkan endapan besi oksida yang berwarna coklat tua. Pengambilan padatan besi oksida dengan cara filtrasi. Padatan besi oksida kemudian dikeringkan pada suhu ruang.
Hasil dari elektolisis dikalsinasi de-ngan menggunakan furnace. Tujuan dari kalsinasi untuk mengetahui pengaruh tem-peratur terhadap sifat kimia besi oksida. Kal-sinasi dilakukan pada variasi temperatur 250°C, 450°C, 650°C dan 850°C. Dengan adanya pemanasan akan mengubah Kris-tanilitas dan sifat kemagnetan dari besi oksida.
Dilakukan pengujian XRD untuk mengetahui susunan atom-atom dalam
suatu kistalin sehingga akan diketahui fasa, dan struktur. Berdasarkan hasil pola difraksi sinar X pada gambar kemudian dilakukan analisa secara kualitatif dengan identifikasi fasa yang didasarkan pada pencocokan data posisi-posisi puncak diraksi yang ter-ukur dengan basis data (database). Pen-carian posisi puncak dan pencocokan pada fasa basis data dilakukan dengan langkah mencari dan mencocokan (searchmatch). Pada gambar dapat dilihat pola difraksi
Gambar 2. Difraktogram JCPDS No. 89-0597 α- Fe2O3, JCPDS No. 89-0691 Fe3O4,
JCPDS No. 39-1346 γ-Fe2O3. Gambar XRD besi oksida a.kalsinasi 250oC,
sinar-X dari besi oksida dan dicocokkan dengan data standart JCPDS 89-0597 untuk
fasa α -Fe2O3 , data standart JCPDS
39-1346 untuk fasa ɤ-Fe2O3 dan data standat
jcpds 89-0691 untuk fasa Fe3O4.
Gambar 2a menunjukkan pola difraksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi pada suhu 250°C. Berdasarkan identifikasi dari pencocokan data, diperoleh
puncak-puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa sebagai berikut 30,5296°; 35,9186°; 43,6172°; 53,9676°; 57,5602° dan 63,2059° yang berturut – turut sesuai hkl (220) 30,265°; hkl (311) 35,659°; hkl (400) 43,320°; hkl (422) 53,779°; hkl (511) 57,321° dan hkl (440) 62,981°. Sesuai dengan JCPDS menunjukkan bahwa difraksi yang dihasilkan dari besi oksida 250°C merupakan Fasa magnetit (Fe3O4)dan fasa
maghemit (γ-Fe2O3).
Gambar 2b menunjukkan pola difraksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi pada suhu 450°C. Berdasarkan identifikasi dari pencocokan data, diperoleh
puncak-puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa
fe3O4 sebagai berikut 30,3585°; 35,7475°;
43,4461°; 53,882°; 57,4747° dan 63,0348° yang berturut–turut sesuai hkl (220) 30,112°; hkl (311) 35,469°; hkl (400) 43,107°; hkl (422) 53,478° dan hkl (511) 57,0 08°. Selain
itu puncak difraksi yang muncul dari sampel juga merupakan puncak-puncak dari ɤ -dengan JCPDS menunjukkan bahwa difraksi yang dihasilkan dari besi oksida 250°C merupakan Fasa magnetit (Fe3O4)dan fasa
maghemit (γ-Fe2O3).
Gambar 2c menunjukkan pola difraksi sinar-X besi oksidal yang dikalsinasi pada suhu 650°C Berdasarkan identifikasi dari pencocokan data, diperoleh
puncak-puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa α -Fe2O3 sebagi berikut 24,1996°; 33,2669°;
35,7475°; 40,9655°; 49,5195°; 54,1386°; 57,6458°; 62,436° dan 64,0613° yang berturut-turut sesuai dengan hkl (012) 24,126°; hkl (104) 33,118°; hkl (110) 35,605°; hkl (113) 40,824°; hkl (024) 49,413°; hkl (116) 54,003°; hkl 018) 57,6458°; hkl (214) 62,436° dan hkl (300) 63,950°. Dapat dilihat pada gambar bahwa puncak-puncak magnetit dan maghemit hilang dan hanya ada puncak-puncak hematit, hal ini dikarenakan pada tempe-ratur 650°C magnetit dan maghemit ter-oksidasi seluruhnya menjadi hematit. Hasil yang didapat merupakan fasa hematit [10].
Gambar 2d menunjukkan pola dif-raksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi pada suhu 850°C. Hasil yang diperoleh telah dicocokkan pada data standart JCPDS
89-0597 untuk fasa α-Fe2O3. Ber-dasarkan
puncak-puncak difraksi pada sudut 2θ untuk pada temperatur 850°C merupakan fasa hematite. Terjadi peningkatan kuantitas fasa hematit seiring naiknya suhu oksidasi yang terlihat jelas pada hasil difraksi sinar-X. Puncak-puncak magnetit dan maghemit yang dihasilkan pada suhu kalsinasi rendah, menghilang seiring dengan kenaikan suhu yang terjadi. Sebaliknya, puncak-puncak he-matit muncul pada suhu kalsinasi yang lebih tinggi dan semakin tinggi suhu kalsinasi menghasilkan puncak yang semakin tinggi, hasil ini sesuai dengan yang dilakukan Santi dkk [23].
Berdasarkan hasil analisa XRD, dirumuskan reaksi yang terjadi dengan perubahan suhu kalsinasi adalah sebagai berikut:
Hasil XRD kemudian dibandingkan dengan sifat kemagnetan yang dianalisis dengan menggunakan VSM. Dengan VSM, diperoleh kurva magnetisasi suatu bahan sebagai fungsi medan luar sehingga dapat ditentukan fasa magnetik dan konstanta
anisotropik bahan. Sifat kemagnetan dari besi oksida diukur dengan VSM sehingga diketahui besaran medan magnetisasi rema-nen M, yaitu magnetisasi yang tersisa ketika medan luar H ditiadakan dan medan koer-sivitas Hc, yaitu besarnya medan yang
dibu-tuhkan sama dengan nol (medan demag-netisasi) yang dapat dilihat pada gambar 3 kurva hysteresis besi oksida.
Tabel 2. Hasil Analisa VSM berdasarkan
nurunan seiring kenaikan suhu kalsinasi, sedangkan pada coercivity magnetical field
(Hc) mengalami kenaikan seiring dengan
kenaikan suhu kalsinasi. Pada saturation magnetization (Ms) mengalami penurunan
seiring dengan kenaikan suhu kalsinasi se-dangkan pada saturation magnetical field
(Hs) mengalami penurunan seiring dengan
Hal ini disebabkan, suhu yang meni-ngkat akan mengganggu domain magnet dalam material sehingga prosentase spin-spin domain magnet yang searah akan berkurang sehingga mengakibatkan berku-rangnya sifat kemagnetan yang diperoleh.
Dari Gambar 3 terlihat bahwa material yang terkalsinasi pada semua suhu bersifat fer-rimagnetik dengan magnetisasi saturasi (Ms)
yang semakin rendah dengan pertam-bahan perlakuan suhu kalsinasi.
Luas loop kurva histeresis yang terukur dapat menunjukkan besarnya energi termagnetisasi. Terlihat bahwa energi untuk magnetisasi besi oksida hasil kalsinasi suhu 850°C membutuhkan energi yang paling kecil dibandingkan dengan yang lain sehi-ngga memiliki sifat kemagnetan yang paling lemah dibanding dengan besi oksida hasil kalsinasi pada suhu kurang dari 850°C. Sec-ara keseluruhan, dengan meningkatnya suhu kalsinasi, konversi fasa besi oksida menuju fasa α-Fe2O3 yang memiliki sifat
kemagnetan yang semakin lemah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di-peroleh bahwa temperatur kalsinasi ber-pengaruh terhadap struktur kristanilitas dan sifat kemagnetan dari besi oksida.
Pe-ningkatan temperatur kalsinasi dari 250°C, 450°C, 650°C dan 850°C menyebabkan perubahan fasa magnetit dan maghemit menjadi fasa hematit. Peningkatan tem-peratur kalsinasi juga mengakibatkan berku-rangnya sifat kemagnetan besi oksida.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kami sampa-ikan kepada Kemenristekdikti yang telah mendukung penelitian ini dalam grant Hibah Kolaborasi Internasional PNBP UNS 2014 dan Hibah Kolaborasi Luar Negeri dan Publikasi Ilmiah 2016.
DAFTAR RUJUKAN
[1] Gupta, A. K., Gupta, M.,2005,
Biomaterials , 26, 1565.
[2] Zhao, M., Kircher, M. F., Josephson, Adsorption and Separation of Lysozyme with PAA-modified Fe3O4@Silica Core-Shell Microsphere. Journal of Colloid and Interface Science, 336, 526-532.
[5] B. Chertok, B.A. Moffat, A.E. David, F. Yu, C. Bergemann, B.D. Ross, V.C. Yang, 2008, Biomaterials. 29 , 487-496
[6] C.T. Yavuz, et al., 2006, Science. 314, 964-967.
[7] Dang, F., N. Enomoto, J. Hojo, and K. Enpuku, 2010, Sonochemical Coating of Magnetite Nanoparticles with Silica. Ultrasonic Sonochemistry. 17,
Synthesis of Magnetic Nanoparticles via the Sol-Gel Technique. Materials Science-Poland, 23. 1, 87-92.
[10] Aji, M. P., A. Yulianto dan S. Bijaksana, 2007, Sintesis Nanopartikel Magnetit, Maghemit dan Hematit dari Bahan Lokal. Indonesian Journal of Materials Science, ISSN: 1441-1098, 106-108.
[11] Chirita, M., and I. Grozescu, 2009,
Fe2O3-Nanoparticle, Physical
Pro-perties and Their Photochemical and Photoelectrochemical Applications. thesis and Structural Characterization of Iron Oxide-silica Nanocomposites Prepared by the Sol-Gel Method. International Journal of Electronic Engineering, 2. 1, 89-92. Phys. Lett. 73, 3156-3158.
[21] Zhang, S. And Nicol, M.J., 2009, An Electrochemical Study of the Reduction and Dissolution of Ilmenite in Sulfuric Acid Solutions. Hydrometallurgy, 97, 146–152.
[22] Mori, V. And Sobral, L. G. S., 2007,
“Copper Extraction by Electroleaching of Metallic Sulphides Flotation
Concentrates”. Centro de Tecnologia
Mineral-CETEM.
[23] D.santi and Puryanti,D., 2015,
Pengaruh Temperatur terhadap Ukuran Partikel Fe3O4 dengan Template