• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat dan Ancaman Terhadap Ekosistem M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manfaat dan Ancaman Terhadap Ekosistem M"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

MANFAAT DAN ANCAMAN TERHADAP

MANFAAT DAN ANCAMAN TERHADAP

EKOSISTEM HUTAN MANGROVE SERTA PERAN

EKOSISTEM HUTAN MANGROVE SERTA PERAN

KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAANNYA

(2)

MENGAPA

MANGROVE

PENTING..?

1. Fisik : Pelindung keberadaan ekosistem dari gelombang pasang, angin taufan, abrasi, erosi, penahan lumpur, perangkap sedimen, pencegah intrusi air laut kedaratan.

2. Ekologis : Sebagai tempat pemijahan (spawning grounds), pembesaran (nursery grounds),

mencari makan (feeding grounds) bagi

komponen sumberdaya perikanan di wilayah perairan sekitar. MEMILIKI MANFAAT TIDAK LANGSUNG (indirect use value)

MEMILIKI MANFAAT LANGSUNG (direct use

value)

1. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang, bahan baku kertas. 3. Kulit kayu sebagai sumber tenin untuk Penyamak kulit (sepatu, tas, dll), sumber lem plywoot dan zat warna.

4. Daunnya sebagai bahan makanan ternak.

5. Buah dan bijian-bijian sebagai obat tradisional. 6. Bunganya sebagai sumber madu.

(3)

Daun yang jatuh dan terakumulasi dalam sedimen mangrove, sebagai lapisan yang akan mendukung komunitas organisme detritus, selanjutnya menguraikan daun dan mengkonversinya menjadi energi. Energi ini digunakan oleh seluruh organisme dalam rantai makanan yang mendukung sejumlah species komersial dan subsistem seperti udang Penaeid, kepiting mangrove, crustacea, berbagai jenis ikan, moluska, kerang, reptil laut dan burung.

KOMUNITAS HUTAN MANGROVE TERBENTUK KARENA ADA ENDAPAN LUMPUR ALLUVIAL YANG BERASAL DARI MUARA SUNGAI & TERLINDUNG DARI GELOMBANG & ARUS PASANG SURUT YG KUAT.

(4)

ABRASI

INTRUSI AIR LAUT KE DARATAN

PERANGKAP SEDIMEN

GELOMBANG PASANG

EROSI

ANGIN TAUFAN

(5)
(6)

Kegiatan “Bameti” Di Pesisir TAD

Kegiatan pancing tangan di TAD

(7)
(8)
(9)

30% hutan mangrove dunia ada di Indonesia,

Hutan mangrove Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati tertinggi di

dunia (89 spesies).

90% spesies laut tropis daur hidupnya bergantung pada ekosistem

mangrove.

80 spesies crustacea dan 65 spesies moluska terdapat pada ekosistem

mangrove.

Hasil tangkapan udang Penaeid di perairan Indonesia berkorelasi positif

dng keberadaan mangrove, dimana thn 1995 menghasilkan devisa

sebanyak 1,5 triliun US dolar.

Lebih dari 70 nilai pakai langsung dan nilai pakai tak langsung dari

tumbuhan mangrove dan ekosistemnya.

Merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan di wilayah pesisir.

90% hasil tangkapan ikan berasal dari perairan pesisir dalam 12 mil laut

dari pantai.

(10)

Maluku memiliki luasan hutan mangrove 212.000 ha pada tahun 1982, kemudian

menurun 100.000 ha pada tahun 1993.

Luas ekosistem hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan dari

5.209.543,16 ha pada tahun 1982 menjadi sekitar 2.500.000 ha pada tahun 1990

(luas penutupan menurun sampai 50%) ( Dahuri dkk, 2001).

Rusaknya hutan mangrove menyebabkan :

Laju abrasi di pantai Utara Jawa antara 0,7 – 7 m/tahun (Kusmana & Onrizal,

1988).

Dua desa dilaporkan hilang di pantai Kota Tegal.

Ruas jalan terguras di Kabupaten Pekalongan.

Proses pengikisan pantai terus berlangsung di desa Tanggultlare Kab. Jepara

Pengaruh reklamasi lahan mangrove di Segara Anakan menyebabkan 2.400

nelayan kehilangan pekerjaan dan kehilangan pendapatan sebesar 5,6 juta

US dolar setiap tahun

Pengaruh sedimentasi pada hutan mangrove di Teluk Ambon Dalam (TAD)

(11)

Desa Laha Desa Tawiri Desa Hative Besar Desa Wayame Desa Rumah Tiga Desa Poka Desa Rutong Desa Lehari Desa Hutumuri Desa Nania Desa Waiheru Desa Hunut Desa Negeri Lama Desa Passo Desa Halong Desa Latta Kelurahan Lateri

No. Pesisir Desa Jalur Hijau Luas

1. Poka Hutan Mangrove

49,5 Ha * 2. Hunuth Hutan Mangrove

3. Waiheru Hutan Mangrove

4. Nania Hutan Mangrove

5. Negeri Lama Hutan Mangrove

6. Passo Hutan Mangrove

7. Lateri (K) Hutan Mangrove

8. Latta Hutan Mangrove

9. Halong Hutan Mangrove

10. Rutong Hutan Mangrove

5 Ha ** 11. Lehari Hutan Mangrove

12. Tawiri Hutan Mangrove 10,8 Ha

13. Laha Hutan Mangrove 4 Ha

Total Hutan mangrove 69.3 Ha

KEBERADAAN HUTAN MANGROVE SAAT INI DI KECAMATAN

TELUK AMBON BAGUALA, TELUK AMBON, & LETIMUR

SELATAN

Spesies mangrove yang dominan adalah :

Sonneratia alba, Avecenia marina dan

Rhyzophora stylosa, serta Rhyzophora

(12)

LIMBAH CAIR SEDIMENTASI TUMPAHAN MINYAK

ANCAMAN KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE

LAHAN PEMUKIMAN LIMBAH DOMESTIK PENEBANGAN

REKLAMASI PANTAI dpt MENGURANGI

(13)

Identifikasi Masalah Terkait dng Ancaman Thdp Ekosistem Hutan Mangrove

Di Teluk Ambon Dalam (TAD) dan Teluk Ambon Luar (TAL).

No.

P e r m a s a l a h a n

1.

Belum ditetapkannya/tersosialisasinya tata ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir

Kota Ambon, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove

untuk berbagai kegiatan pembangunan.

2.

Penebangan mangrove untuk lahan pemukiman penduduk, kayu bakar, bahan bangunan dan

kegunaan lainnya melebihi kemampuan untuk pulih (

renewable capacity

).

3.

Pengendapan (sedimantasi) dan peningkatan kekeruhan perairan akibat pengelolaan kegiatan

lahan atas yang kurang baik, seperti pembangunan perumahan BTN di puncak Desa Lateri.

4.

Reklamasi pantai, serta penambangan pasir dan batu maupun batu karang yang dapat

mempengaruhi sirkulasi arus pasang surut.

5.

Pencemaran akibat tumpahan minyak dari keluar masuknya kapal, sampah rumah tangga, limbah

cair, air buangan (

cooling water

) yang berasal dari stasiun pembangkit tenaga listrik.

6.

Proyek pengairan yang dapat mengurangi aliran masuk air tawar (unsur hara) ke dalam ekosistem

hutan mangrove.

(14)

KOMPLEKSITAS

KEGIATAN DI

WILAYAH PESISIR

KEGIATAN INDUSTRI

PERHOTELAN

PARIWISATA

PELABUHAN

PEMUKIMAN

KEGIATAN

PELAYARAN

KEGIATAN PASAR

PERMASALAHAN LINGKUNGAN PESISIR

Tumpahan minyak Air ballast

Limbah padat

Reklamasi & pengerukan tanah

Penambangan pasir & batu

Penebangan & Konversi mangrove

(15)

SISTEM DALAM RUANG

SISTEM DALAM RUANG

WILAYAH LAUTAN

WILAYAH LAUTAN

WILAYAH UDARA

WILAYAH UDARA

WILAYAH DARATAN

(16)

MANGROVE

PADANG LAMUN

TERUMBU

KARANG

LAUT TERBUKA

HUBUNGAN ANTARA LAHAN ATAS DAN EKOSISTEM PESISIR

Air tawar, perbandingan air asin

Suplai nutrien

Erosi; perbandingan sedimen

Temperatur.

Kecerahan air; Masukan sedimen

Suplai nutrien; Temperatur

Salinitas; Sirkulasi air

Energi rendah.

FAKTOR-FAKTOR KRITIS ALAMI YG MEMPENGARUHI

PRODUKTIVITAS :

Kecerahan air; Masukan sedimen

Suplai nutrien; Temperatur

Salinitas; Sirkulasi air

Energi tinggi.

Masukan Air Tawar

Pasang Surut & Aliran Arus

Aktivitas Gelombang & Aliran Arus

Aliran Arus

Pemanfaatan lahan atas yg buruk (Masukan banjir, erosi, sedimen & bahan pencemar).

Daerah Migrasi

Daerah Migrasi

(17)

LAUT SEBAGAI

HALAMAN

BELAKANG

ORIENTASI KE

DARAT

PADA UMUMNYA PEMANFAATAN

(18)

Laut Sebagai Halaman Belakang &

Menjadi Keranjang Sampah

(19)
(20)
(21)
(22)

LAUT SEBAGAI

(23)

LIMBAH CAIR

SEDIMENTASI

LIMBAH DOMESTIK

TUMPAHAN MINYAK

(24)

Bom Ikan Ancam Kerusakan SD Wilayah Pesisir dan Laut

(25)

ILLEGAL FISHING

ILLEGAL FISHING

ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA

ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA

PESISIR DAN LAUT

(26)

TRAWL ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA

TRAWL ANCAM KERUSAKAN SUMBERDAYA

PESISIR DAN LAUT

PESISIR DAN LAUT

(27)

S E A N D A I N Y A... !

Ekosistem mangrove maupun SD hayati pesisir

dan laut bersifat tidak terbatas dan tidak

terusakan, maka kita dapat saja membiarkan

manusia untuk memanfaatkannya dengan cara

semena-mena.

KARENA TIDAK DEMIKIAN SIFAT SD PESISIR dan LAUT....!

Maka perlu dikelola untuk menjamin :

1. SD dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

2. Potensi ekonominya tidak dihamburkan secara tidak efisien dan

bahkan tidak ada lagi.

(28)

PERTIMBANGAN PENGELOLAAN

PERTIMBANGAN BIOLOGI :

Menjamin bahwa mortalitas pemanfaatan tidak melampaui kemampuan populasi untuk dapat pulih/bertahan & tidak mengancam

atau merusak kelestarian & produktivitas dari populasi yang

sedang dikelola

PERTIMBANGAN EKOLOGI & LINGKUNGAN Menjamin bahwa komponen ekosistem, seperti air, substrat, masukan ait tawar, nutrien atau proses non biologi lainnya, serta perubahan lingkungan seperti pasang

surut, suhu air dll tidak akan mempengaruhi pertumbuhan, rekrutmen, dan mortalitas alami.

PERTIMBANGAN SOSIAL & KELEMBAGAAN :

Perubahan sosial berlangsung terus dlm skala berbeda, dipengaruhi oleh lapangan pekerjaan, penawaran dan

permintaan, kondisi politik, dll, dapat mempengaruhi efektifitas dari strategi pengelolaan, sehingga

harus dipertimbangkan & diakomodasi.

PERTIMBANGAN EKONOMI :

Kekuatan pasar sangat berpengaruh terhadap pengelolaan, juga persoalan

perikanan sbg akses terbuka (open access), akibatnya adalah hilangnya

keuntungan sehingga mengarah kepada tidak efisiensi & jika tidak ditegakan secara efektif akan terjadi

(29)

Telah muncul di Daerah Maluku kurang lebih sejak abad ke-17 yang

dikenal dengan istilah :

”Sasi” (Maluku Tengah); “

Yot-huwear”

(Maluku Tenggara);

Wunu”

(MTB).

Di beberapa daerah lain, misalnya :

“Awik-awik” (Bali & Lombok); “Rumpon” (Lampung);

“Panglima Laot” (Nanggrove Aceh Darussalam); “Fusu” (Ternate)

(30)

Model ini merupakan model yang berbasis

pada hak ulayat yang diwariskan secara

turun-temurun dan disebut sebagai

“Kearifan Lokal/Kearifan Ekologis”

(

ecological wisdom

)

”S a s i”

Secara harafiah, berarti larangan.

Diatur berdasarkan aturan-aturan adat & dalam

mekanismenya ada sangsi jika terjadi pelanggaran.

(31)

Yaitu lembaga negeri yang secara adat dikuasakan sebagai

pengelola sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat, sekaligus

sebagai pengawas pelaksanaan aturan-aturan atau disiplin adat

dalam masyarakat pesisir.

Kewang bertugas mengatur, mengawasi dan mengelola suatu

kegiatan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut serta

sumberdaya daratan.

Kewang terbagi atas “Kewang Laut” dan “Kewang Darat”.

Pranata adat ini merupakan salah satu anggota Badan Saniri

Negeri yang bertugas sebagai “Polisi Hutan/Polisi Laut”.

(32)

Yaitu pengelolaan yang berbasis pada masyarakat.

Dalam model CBM, pengelolaan sepenuhnya dilakukan

para nelayan atau pelaku usaha perikanan di suatu

wilayah tertentu melalui organisasi yang sifatnya informal.

Dalam model ini, partisipasi nelayan sangatlah tinggi dan

mereka memiliki otonomi terhadap pengelolaan sumber

daya perikanan.

SASI DAPAT DIGOLONGKAN DALAM 2 MODEL

PENGELOLAAN SD PERIKANAN

(33)

Beberapa keunggulan dari model CBM :

(a). Tingginya rasa kepemilikan masyarakat terhadap

sumber daya sehingga mendorong mereka untuk

bertanggung jawab melaksanakan aturan tersebut.

(b). Aturan-aturan dibuat sesuai dengan realitas yang

sebenarnya secara sosial maupun ekologis sehingga

dapat diterima dan dijalankan masyarakat dengan baik.

(c). Rendahnya biaya transaksi karena semua proses

pengelolaan dilakukan masyarakat itu sendiri,

khususnya dalam kegiatan pengawasan.

1. Community Based Management/CBM (lanjutan)

(34)

SASI DAPAT DIGOLONGKAN DALAM 2 MODEL

PENGELOLAAN SD PERIKANAN (lanjutan)

Adalah formulasi dari pembatasan input (membatasi jumlah pelaku, jumlah

dan jenis kapal, & jenis alat tangkap) yang menekankan penggunaan

fishing rigths

(hak untuk memanfaatkan sumber daya perikanan) dalam suatu

wilayah tertentu dengan batas yuridiksi yang jelas.

Hanya pemegang

fishing rights

yang berhak melakukan kegiatan perikanan di

suatu wilayah, sementara pihak yang tidak memiliki

fishing

rights

tidak

diizinkan beroperasi di wilayah tersebut.

Selain diatur pihak yang berhak melakukan kegiatan perikanan, diatur juga

waktu dan alat tangkap yang boleh digunakan dalam kegiatan perikanan.

Model ini menjurus pada bentuk pengkavlingan laut, tapi bentuk regulasi ini

dianggap penting untuk menjaga kepentingan nelayan kecil yang hanya

beroperasi di wilayah pantai-pesisir serta kepentingan kelestarian sumber daya.

(35)

MENGAPA “SASI” PENTING…?

Menjamin efektivitas

pengelolaan sumberdaya

perikanan di wilayah pesisir

secara berkelanjutan.

Memiliki arti penting dalam

kelestarian ekologi kawasan

pesisir maupun interaksi serta

kohesi sosial masyarakat.

Menjamin keterlibatan

masyarakat untuk berperan

aktif menjaga keseimbangan

dan melindungi wilayah pesisir

dan laut.

Menjamin kesempatan kepada

anggota komunitas untuk

melestarikan nilai-nilai

(36)

KEUNGGULAN PENERAPAN MODEL “SASI”

Tingginya rasa kepemilikan

masyarakat terhadap sumber daya

sehingga mendorong mereka untuk

bertanggung jawab

melaksanakan aturan tersebut

Aturan-aturan dibuat sesuai dengan

realitas yang sebenarnya secara

sosial maupun ekologis sehingga

dapat diterima dan dijalankan

masyarakat dengan baik.

Rendahnya biaya transaksi karena semua

proses pengelolaan dilakukan

(37)

Menurut Zener (1992) ada 4 hal yang terkandung

dalam “Sasi”

Penentuan waktu

panen/waktu operasi

Peraturan

penangkapan

berdasarkan spesies.

Pengaturan

berdasarkan alat

(38)

Faktor penyebab melemahnya Lembaga “Kewang” dan pelaksanaan

“Sasi” :

Hilangnya kewenangan dan peran “Kewang” yang bertanggung jawab

terhadap pengaturan pengelolaan sumberdaya, sejak diterapkannya

UU No: 5 Thn 1979, tentang Pemerintahan desa, Lembaga Kewang

tidak mendapat bagian dalam struktur pemerintahan desa.

Aturan-aturan “Sasi” umumnya bersifat lisan ditransformasikan dari

generasi ke generasi, dan tidak tertulis dalam suatu dokumen.

Kondisi Masyarakat yang selalu mengalami perkembangan dari waktu

ke waktu menyebabkan berbagai nilai-nilai yang mengatur tentang

Kewang dan Sasi

yang dulunya mengakar kuat di masyarakat,

kemudian memudar.

Kurang mendapat perhatian pemerintah sehingga lambat laun

memudar.

(39)

DAMPAK MELEMAHNYA “SASI”

Terjadi Pengurasan

Sumberdaya

Terjadi Konflik Perebutan

Sumberdaya dan Konflik

Pemanfaatan Ruang Pesisir dan

Laut

Lemahnya Ketahanan Sosial

dan Budaya Masyarakat

Lemahnya Keterlibatan

(40)

PERKEMBANGAN “SASI”

Era Sebelum Merdeka s/d Orde Lama : Abad XVII s/d

Orde Lama

Era : Orde Baru, Tahun 1965

Era : Otonomi

(Pemerintah Provinsi)

• Penerapan Sasi oleh

masyarakat adat.

– Hak pengelolaan oleh

Lembaga Kewang di

wilayahnya.

• Thn 1979 : Hak-hak

masyarakat

adat

dibatasi, dng diterapkannya

UU No.5 Thn 1979 tentang

Pemerintahan desa.

Kemudian :

– Negeri dirubah menjadi

desa & kelurahan.

– Lembaga Kewang tdk

mendapat

bagian

dlm struktur pemerintahan

desa.

– Terjadi konflik antar

nelayan.

– Terjadi pengurasan SD.

• Thn 1992 : UU Nomor 24/1992,

tentang Penataan Ruang.

• Thn 1999 : UU Nomor 22/1999,

tetang Pemerintahan Daerah.

• Thn 2000 : PP Nomor 25/2000,

tentang Kewenangan Propinsi.

• Thn 2005 : Perda Maluku Nomor

(41)

Contoh Jepang : dengan istilah Soyu (

Territorial use rights)

Era Feodal : Rezim Edo, Abad

VI s/d Abad XIX Era : Restorasi Meiji Tahun 1868 (Pemerintah Provinsi)Era : Otonomi

Penerapan Soyu oleh masyarakat desa nelayan.

Hak pengelolaan oleh tuan tanah di wilayahnya.

Thn 1874 : Hak-hak soyu dihilangkan, dikembalikan pada pemerintah pusat. Kemudian :

Terjadi konflik antar nelayan.

Nelayan menuntut dikembalikan aturan lama.

Thn 1949 : UU Perikanan Jepang mengembangkan kebijakan di era Meiji :

Fiishery rights hanya diberikan pada nelayan & pengusaha

perikanan aktif.

Jual-beli hak dilarang.

Administrasi lokal yang menangani adalah FCA

Thn 1875 : Meiji memenuhi tuntutan nelayan.

Hak pengelolaan dari tuan tanah dialihkan ke Gubernur.

Hak pengelolaan oleh Gubernur diberikan ke Federasi Koperasi/ Asosiasi

Perikanan (fisheries cooperative association-FCA) untuk mengatur anggotanya.

Thn 1984 : UU Perikanan di revisi :

Fishery rights direvisi menjadi 3 tipe, yakni :

1. Common fishing rights. 2. Set-net fishing right.

(42)

Fishery rights

: diatur mengenai jenis ikan yang boleh ditangkap, jenis alat

tangkap dan metode penangkapan. Sangat tegas bahwa nelayan luar dari

wilayah lain tidak diizinkan masuk dan beroperasi di wilayah tersebut.

Dikategorikan menjadi 3 tipe, yakni :

1.Common fishing rights

: hak yang diberikan kepada nelayan melalui

koperasi perikanan di wilayah pesisir dengan batas wilayah hingga 2 km

dari garis pantai.

2.Set-net fishing right

: hak penangkapan ikan dengan menggunakan jaring

tancap (

set-net

) pada kedalaman lebih dari 27 meter dengan wilayah

tertentu sesuai dengan haknya. Alat ini umumnya menangkap ikan yang

bermigrasi.

3.Demarcated fishing rights

: digunakan pada usaha budidaya ikan di

pesisir. Hanya nelayan yang menjadi anggota koperasi perikanan yang

memperoleh

fishery rights

ini. Para nelayan itu dikenai pajak atas hasil

yang diperolehnya dan dibayarkan setiap tahun kepada koperasi.

(43)

Contoh Lombok : dengan istilah

“Awik-awik”

Awik-awik

diakui secara sah sebagai sistem hukum pengelolaan SD sejak

Januari 2002.

Ada 3 aturan dalam

Awik-awik

, yakni :

1.

Zonasi penangkapan untuk perahu yg menggunakan alat tangkap besar

(purse seine, payang dan sejenisnya) tidak boleh menangkap ikan

dibawah 3 mil dari pinggir pantai.

2.

Daerah suaka ikan (

fish sanctuary

) yg berfungsi untuk

restocking

alami

karena di wilayah tsb tumbuh subur ekosistem terumbu karang.

Mempunyai 3 zona :

i.

Zona preservasi, zona yang tidak membolehkan adanya kegiatan

penangkapan ikan atau bersifat tertutup secara permanen.

ii.

Zona konservasi, zona yang membolehkan adanya kegiatan

penangkapan ikan namun bersifat terbatas.

iii.

Zona pemanfaatan, zona yang membolehkan adanya kegiatan

penangkapan ikan, disebut juga zona ekonomi.

3.

Melarang penangkapan ikan dng alat tangkap yang dapat merusak dan

membahayakan manusia dan lingkungan, seperti bom, dinamit,

(44)

CONTOH

: TUGAS UTAMA “KEWANG” DALAM

STRUKTUR PEMERINTAHAN ADAT DI HARUKU

“Kewang” : lembaga adat yang dikuasakan sebagai pengelola sumberdaya

alam dan ekonomi masyarakat sekaligus sebagai pengawas pelaksanaan

aturan-aturan atau disiplin adat dalam masyarakat. Tugas-tugas utamanya

adalah :

Menyelenggarakan sidang adat sekali seminggu (pada hari jumat malam)

Mengatur kehidupan perekonomian masyarakat.

Mengamankan pelaksanaan peraturan sasi.

Memberikan sanksi kepada yang melanggar peraturan sasi negeri.

Meninjau batas-batas tanah dengan negeri tetangga.

Menjaga serta melindungi semua sumberdaya alam, baik dilaut, kali/sungai

dan hutan sebelum waktu buka sasi.

Melaporkan hal-hal yang tidak dapat terselesaikan pada sidang adat

(45)

Contoh

: ATURAN SASI HUTAN DAN SANKSI Di

NEGERI HARUKU

Aturan :

Terlarang orang mengambil buah-buahan yang muda seperti nenas,

kenari, cempedak, durian, pinang, dll.

Terlarang orang menebang pohon pinang yang sedang berbuah atau

menebang pohon buah-buahan lainnya untuk membuat pagar.

Terlarang orang memotong atap atau pelepah sagu yang masih muda

sebelum mendapat izin dari pemiliknya dan juga dari kewang.

Terlarang menebang pohon kayu bakau atau jenis tumbuhan lain di

Kolam Jawa (nama salah satu kolam di negeri Haruku).

Sanksi :

Potong atap tanpa izin =

Rp.5.000,-•

Mengambil buah-buahan muda =

Rp.10.000,-•

Ke hutan atau ke laut pada hari minggu =

(46)

Rp.5.000,-1. Dilarang mengambil kelapa baik yang naik maupun yang gugur selama sasi masih ditutup.

2. Dilarang mengambil pucuk kelapa (daun ketupat) untuk keperluan apapun juga.

3. Dilarang mengambil batang kelapa kering untuk kayu api tanpa ijin Kewang.

4. Dilarang menebang pohon kelapa untuk rumah tanpa ijin Kewang.

5. Dilarang mengambil daun enau (mayang) untuk sapu sebelum buka sasi atau pengumuman dari Kewang.

6. Kalau sasi dibuka semua kebun (dusun) kelapa harus dibersihkan.

7. Sebelum sasi ditutup tiap pemilik kebun kelapa diharuskan untuk memberi kelapa sasi. Kelapa-kelapa sasi tersebut dibagikan kepada semua anggota Kewang, dan semua pegawai negeri yang bertempat tinggal di dalam desa termasuk Pendeta.

8. Tiap 3 (tiga) bulan sasi dibuka 1 (satu) kali untuk kelapa naik, dari gunung sampai ke pantai. Sedangkan dalam 3 (tiga) bulan jika Kewang melihat bahwa kelapa telah gugur banyak, maka dalam pertengahan 3 (tiga) bulan diadakan buka sasi kelapa gugur (kurang lebih berlangsung tiga hari). Buka sasi kelapa naik berlangsung 1 (satu) minggu.

(47)

9. Untuk mengambil daun enau (mayang) untuk sapu, juga diatur dengan sistem sasi, dengan ketentuan jika buka sasi kelapa 2 (dua) atau 3 (tiga) hari maka sasi untuk mengambil daun mayang dibuka.

10. Kalau hendak tebang sagu, harus naik untuk memotong dahan (jaganya) terlebih dahulu.

11. Kalau sagu ditebang tidak boleh kena atau menimpa sagu yang lain.

12. Kalau remas/peras hancuran sagu (ela), airnya (air goti) tidak boleh masuk ke dalam kali.

13. Pelepah (sahani) sagu yang akan digunakan untuk membuat goti harus ambil dari pohon sagu yang akan ditebang. Tidak boleh diambil dari pohon sagu yang lain.

14. Kalau mengambil atap (daun sagu) untuk membuat atap rumah, harus dipotong dengan ketentuan meninggalkan 5 (lima) dahan sisa dengan puncaknya (tombaknya).

15. Dilarang orang perempuan cuci pakaian di air yang terletak di bagian atas dari orang yang sedang meremas sagu untuk mengambil tepung sagunya.

16. Kayu yang hendak ditebang untuk bahan (menara) rumah harus dipotong dahannya dan harus melaporkan lebih dahulu pada kepala Kewang atau wakil kepala Kewang.

17. Orang luar desa yang hendak masuk hutan untuk mengerjakan (menokok) sagu atau potongan kayu untuk rumah, harus lapor pada kepala Kewang dan mendapat surat ijin kerja serta

membayar ongkos yang disebut ngase kepada kas desa.

(48)

18. Dilarang ribut-ribut di hutan apalagi pada saat buah-buahan sedang mengeluarkan bunganya.

19. Dilarang berjalan di hutan dengan payung.

20. Dilarang naik durian yang belum masak.

21. Dilarang melempar durian yang ada di pohon.

22. Dilarang mengambil kulit kayu bakau (tongke) untuk mengeras dan menguatkan jaring sebelum mendapat ijin atau petunjuk dari Kewang.

23. Dilarang mengambil pohon bakau untuk acara-acara tertentu sebelum mendapat ijin Kewang.

24. Dilarang bom dan racun (bore) ikan.

25. Dilarang mengambil teripang, bunga karang, bia kima (garu) untuk dijual ke luar desa.

26. Dilarang keras orang desa lain mengambil pasir, batu, pada suatu desa sebelum mendapat ijin dari Kewang atau pemilik tanah (tuan dusun).

(49)

27. Dilarang keras orang desa lain mengambil tali hanatol (karung) sebelum mendapat ijin Kewang.

28. Dilarang menjual atap atau gaba-gaba (dahan sagu kering) ke desa lain.

29. Bagi setiap kebun (dusun) sagu yang hendak melelang sagu-sagunya, 2 x 24 jam sebelum acara

lelang harus melaporkan kepada kepala Kewang agar Kewang langsung mengotrol acara tersebut.

30. Bagi tuan dusun (pemilik tanah) yang mempunyai tanah kebun (ewang) yang hendak dibuka untuk membuat kebun jagung serta komoditas lainnya, harus melaporkan dulu kepada kepala Kewang supaya kepala Kewang dan anggotanya dapat melihat apakah kebun (ewang) tersebut sudah dapat dipergunakan untuk kebun atau belum.

(50)

CONTOH

: JENIS PELANGGARAN DAN SANKSI

No J e n I s P e l a n g g a r a n Sanksi Denda (Rp)

1 Menebang sagu tanpa membabat rumput di sekitarnya terlebih dahulu

1.000,-2 Memotong dahan sagu dengan meninggalkan kurang dari 5 (lima)

dahan ditambah pucuk.

5.000,-3 Memotong atap sagu tanpa babat rumput terlebih dahulu

1.000,-4 Menebang sagu tanpa memangkas dahannya

1.000,-5 Anakan sagu yang mati akibat tertindih sewaktu menebang sagu.

5.000,-6 Menebang sagu yang masih muda.

5.000,-7 Mengambil daun sagu untuk membuat tempat tepung sagu (tumang)

tanpa disabit.

1.000,-8 Memotong dahan sagu mentah untuk membuat pagar.

1.000,-9 Mencuri durian muda (1 buah).

5.000,-10 Mencuri kelapa muda (1 buah).

(51)

1.000,-JENIS PELANGGARAN DAN SANKSI (Lanjutan)

No Jenis Pelanggaran Sanksi Denda

(Rp)

12 Mengambil buah kelapa pada waktu tutup sasi

5.000,-13 Mengambil buah kelapa muda (1 buah).

5.000,-14 Membawa pulang dahan/ranting kelapa pada waktu tutup Sasi.

1.000,-15 Menebang pohon kelapa yang masih memberikan buah pada

pemiliknya. 5.000,-

16 Memotong jaga bakau (mange-mange) mentah.

10.000,-17 Memotong kayu mentah

(52)

Agar esensi

Kewang

maupun

Sasi

tetap terpelihara

maka :

Berbagai nilai-nilai ataupun

aturan-aturan tentang

Kewang

dan

Sasi

perlu diberi penguatan

kelembagaannya, direkonstruksi

dan direvitalisasi agar fleksibel dan

relevan dengan perubahan yang

terjadi dalam masyarakat.

Mekanisme penguatan & revitalisasi,

melalui keterlibatan partisipasi

masyarakat lokal sehingga akan

mengakar kuat dan dipatuhi.

Mendapat perhatian pemerintah

berupa ditetapkannya PERDA

Mekanisme penguatan,

reaktualisasi dan revitalisasi

nilai-nilai lokal

Kewang

dan

Sasi

ini

terutama ikut mengakomodasikan

pertimbangan-pertimbangan

saintifik dalam pengelolaan

(53)

Aspek Utama Penguatan Kembali Kelembagaan

“Kewang” dan “Sasi”

Perumusan tugas, peran,

fungsi

kewang

dan

merevitalisasi aturan-aturan

sasi

sesui dengan

perkembangan zaman.

Peningkatan kemampuan

masyarakat yang bekerja di

lembaga

kewang

dan

pelaksanaan

sasi

.

Peraturan perundangan

daerah yang mengakomodir

lembaga

kewang

dan

pelaksanaan

sasi

.

Penyediaan sarana, prasarana

dan program kerja untuk

mengoperasionalkan lembaga

kewang

dalam pelaksanaan

sasi

.

Lembaga adat ini dapat saja difungsikan untuk membantu Penyidik Pegawai

Negeri Sipil (PPNS) Perikanan daerah setempat, maupun Kepolisian Perairan

untuk melakukan operasi pengawasan dan pemantauan bersama (

Manajemen

) dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pesisir

(54)

Dikembangkan melalui :

Lembaga Sebagai

Institusi

Peningkatan kemampuan staf/personil Kewang

Dilakukan Secara Terpadu dengan Instansi Terkait

(Bappeda, Dinas, PT) Dalam Konteks Perencanaan

dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

(PPWPT) atau Co-Management

KELEMBAGAAN

KEWANG

PENGEMBANGAN LEMBAGA KEWANG :

PENGEMBANGAN LEMBAGA KEWANG :

MENGATASI MASALAH PENGELOLAAN PESISIR

Pelembagaan

Nilai-nilai

Penyediaan fasilitas, alat & bahan untuk operasi

Penyediaan dana operasional untuk biayai

kegiatan

Aturan-aturan Sasi, Sanksi, & SOP Kewang.

Pedoman Pengelolaan Ekosistem Pesisir.

Pedoman Pemantauan dan Pengawasan.

Dikembangkan melalui :

(55)

MASYARAKA T LOKAL (LEMBAGA

KEWANG)

SARANA & PRASARANA MEMADAI

• BIAYA OPERASIONAL CUKUP

KEMAMPUAN PERSONIL KEWANG

DOKUMEN ATURAN SASI, SANKSI & SOP.

DOKUMEN PEDOMAN PEMANTAUAN & PENGAWASAN

DOKUMEN PEDOMAN PENGELOLAAN

DISAHKAN OLEH RAJA/KADES = PERDES.

KEGIATAN SASI PEMERINTAH (Kebijakan, Fasilitasi, Pembukaan Akses, Pembina Mekanisme Sistem)

MEKANISME KERJASAMA PENGELOLAAN ANTARA MASYARAKAT

LOKAL, PERGURUAN TINGGI DAN PEMERINTAH DAERAH (

C0-MANAGEMENT

)

PT SEBAGAI EDUKATOR (Pendidik, Pelatih, Penyuluh,

(56)

UPAYA PENGELOLAAN PESISIR BERBASIS KEARIFAN

LOKAL

UPAYA PENGELOLAAN PESISIR BERBASIS KEARIFAN

LOKAL

UPAYA STRUKTUR :

PENDAYAGUNAAN LEMBAGA LOKAL

KEWANG

Penyediaan sarana, prasarana “Kewang”

Pengembangan zona “Sasi” ekosistem

pesisir (mangrove, terumbu karang &

tumbuhan pantai).

Pengembangan zona “sasi” untuk

preservasi, konservasi & zona

pemanfaatan.

• Pengembangan zona penyangga

(

buffer zone

) sepanjang aliran sungai &

perairan pesisir, sebagai zona “sasi”.

UPAYA STRUKTUR :

PENDAYAGUNAAN LEMBAGA LOKAL

KEWANG

Penyediaan sarana, prasarana “Kewang”

Pengembangan zona “Sasi” ekosistem

pesisir (mangrove, terumbu karang &

tumbuhan pantai).

Pengembangan zona “sasi” untuk

preservasi, konservasi & zona

pemanfaatan.

Pengembangan zona penyangga

(

buffer zone

) sepanjang aliran sungai &

perairan pesisir, sebagai zona “sasi”.

UPAYA NONSTRUKTUR :

REVITALISASI & REKONSTRUKSI

SASI.

STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR KEWANG (SOP).

PEDOMAN PEMANTAUAN &

PENGAWASAN OLEH KEWANG.

PERDA TENTANG “KEWANG”

DAN “SASI”

TATA RUANG ZONA “SASI”

PENETAPAN BATAS ZONA

“SASI”.

PENEGAKAN SANKSI.

SOSIALISASI & PENYULUHAN

PELATIHAN DAN SIMULASI

KEWANG & SASI

UPAYA NONSTRUKTUR :

REVITALISASI & REKONSTRUKSI

SASI.

STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR KEWANG (SOP).

PEDOMAN PEMANTAUAN &

PENGAWASAN OLEH KEWANG.

PERDA TENTANG “KEWANG”

DAN “SASI”

TATA RUANG ZONA “SASI”

PENETAPAN BATAS ZONA

“SASI”.

PENEGAKAN SANKSI.

SOSIALISASI & PENYULUHAN

PELATIHAN DAN SIMULASI

KEWANG & SASI

MELESTARIKAN KEARIFAN LOKAL, DAN EKOSISTEM

SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

(57)

UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN

UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN

UPAYA STRUKTUR :

PENGENDALIAN SAMPAH & LIMBAH

CAIR.

• Perbaikan sistem drainase & aliran sungai.

• Pengendalian sampah, erosi & sedimentasi

• Pengendalian limbah cair (PLN, kapal, dsb).

Pengelolaan daerah banjir dan bencana

• Rehabilitasi & Pelestarian ekosistem alami

(mangrove, terumbu karang, tumbuhan

pantai).

UPAYA STRUKTUR :

PENGENDALIAN SAMPAH & LIMBAH

CAIR.

Perbaikan sistem drainase & aliran sungai.

Pengendalian sampah, erosi & sedimentasi

Pengendalian limbah cair (PLN, kapal, dsb).

Pengelolaan daerah banjir dan bencana

Rehabilitasi & Pelestarian ekosistem alami

(mangrove, terumbu karang, tumbuhan

pantai).

UPAYA NONSTRUKTUR :

PEDOMAN PEMANTAUAN &

PENGAWASAN OLEH KEWANG.

STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR KEWANG (SOP).

PEDOMAN PENGENDALIAN

LIMBAH, SAMPAH, EROSI,

SEDIMENTASI.

PEDOMAN PENGELOLAAN LAHAN

ATAS DAN PESISIR.

PENETAPAN SEMPADAN PANTAI.

SOSIALISASI & PENYULUHAN

PENEGAKAN SANKSI & HUKUM.

PELATIHAN DAN SIMULASI.

UPAYA NONSTRUKTUR :

PEDOMAN PEMANTAUAN &

PENGAWASAN OLEH KEWANG.

STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR KEWANG (SOP).

PEDOMAN PENGENDALIAN

LIMBAH, SAMPAH, EROSI,

SEDIMENTASI.

PEDOMAN PENGELOLAAN LAHAN

ATAS DAN PESISIR.

PENETAPAN SEMPADAN PANTAI.

SOSIALISASI & PENYULUHAN

PENEGAKAN SANKSI & HUKUM.

PELATIHAN DAN SIMULASI.

MENINGKATKAN KUALITAS PERAIRAN &

MENGURANGI

BESARNYA KERUGIAN AKIBAT PENCEMARAN

(58)

PEDOMAN PENGELOLAAN EKOSISTEM

MANGROVE

(

Sumber diolah dari Dahuri, dkk tahun 2001

)

Sasi

ekosistem mangrove dan sumberdaya di dalamnya dapat dicapai dengan

mencegah terjadinya perubahan-perubahan nyata dari faktor-faktor seperti sirkulasi

air, salinitas dan aspek fisika-kimia dari substrat hidupnya. Penting untuk

diperhatikan bahwa banyak hal yang dapat merubah faktor-faktor tersebut, berasal

dari luar ekosistem mangrove. Karenanya,

sasi

mengarove bergantung sepenuhnya

pada perencanaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan

ekosistem mangrove. Usulan pengembangan dan kegiatan insidential yang

mempengaruhi ekosistem mangrove hendaknya mencerminkan perencanaan dan

pengelolaan sebagai berikut :

1.

Peliharahlah dasar dan karakter substrat hutan dan saluran-saluran air. Sebab

substrat memegang peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

hutan mangrove. Proses-proses seperti sedimentasi berlebihan, erosi,

pengendapan sampai kepada perubahan sifat-sifat kimiawai (seperti

kesuburan) harus dapat dihindari.

(59)

3. Peliharalah kesimbangan alamiah antara pertambahan tanah, erosi dan

sedimentasi. Kegiatan di wilayah pesisir termasuk konstruksi sangat potensial

untuk mengubah keseimbangan antara pertumbuhan dan erosi. Kegiatan seperti

itu harus dievaluasi terutama potensi dampaknya terhadap hutan mangrove

sebelum diimplementasikan.

4. Peliharalah pola-pola temporal dan spasial alami dari salinitas air permukaan dan

air tanah. Pengurangan air tawar akibat perubahan aliran, pengambilan atau

pemompaan air tanah seharusnya tidak dilakukan apabila menggangu

keseimbangan salinitas di lingkungan pesisir. Salinitas juga mempengaruhi

komponen-komponen lainnya dalam wilayah pesisir termasuk manusia.

5. Pada daerah-daerah yang mungkin terkena tumpahan minyak dan bahan beracun

lainnya, harus memiliki rencana-rencana penanggulangan.

6. Hindarkan semua kegiatan yang mengakibatkan pengurangan (

impound

) areal

mangrove. Penghentian sirkulasi air permukaan mengakibatkan kematian hutan

mangrove.

7. Tetapkan batas maksimum untuk seluruh hasil panen/tangkapan yang dapat

diproduksi.

Kecenderungan

saat

ini

adalah

memaksimumkan

hasil

panen/tangkapan

untuk

mencapai

keuntungan

jangka

pendek

tanpa

memperhitungkan keuntungan jangka panjang. Plotkan rencana kerja

berdasarkan perencanaan yang mantap untuk menjamin keberlanjutan ekosistem.

(60)

ARAHAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE (Lanjutan)

Untuk menjaga keseimbangan sumberdaya mangrove, maka hal-hal yang perlu

diperhatikan ialah :

1.

Hindari penebangan mangrove, untuk dijadikan areal pemukiman. Tentukan

areal pemukiman di luar kawasan mangrove.

2.

Gunakan jenis kayu lain sebagai pengganti mangrove untuk kepentingan

kayu bakar, konstruksi dan sebagainya.

3.

Hindari pengambilan/pengerukan pasir pada kawasan mangrove, karena

akan mempengaruhi sirkulasi air maupun mengakibatkan tumbangnya

mangrove pada musim gelombang atau angin kencang.

4.

Hindari pembuangan sampah di kawasan mangrove, karena sampah dapat

mempengaruhi sirkulasi air dan menghambat pertumbuhan anakan

mangrove.

(61)

Tindakan pencegahan terhadap kemungkinan turunnya kualitas perairan pesisir,

terutama di daerah-daerah penting seperti daerah pemijahan dan pembesaran

sangat penting untuk diperhatikan. Turunnya kualitas perairan pesisir ini,

misalnya sebagai akibat dari tumpahan minyak, masuknya limbah industri, erosi

tanah permukaan dan sedimentasi.

Pencemaran perairan yang disebabkan oleh minyak bumi (hidrokarban) dapat terjadi

dari kegiatan pengangkutan bahan mentah, pencucian minyak dan kegiatan

transportasi minyak. Untuk pencemaran minyak yang bersumber dari kegiatan

didaratan, biasanya bahan pencemar tersebut masuk melalui aliran sungai.

Pencemaran perairan yang diakibatkan oleh buangan limbah industri dan unsur

hara berlebih yang berasal dari limbah rumahtangga, sangat potensial untuk

merusak habitat dan kehidupan organisme air, terutama yang bersifat rentan

seperti telur dan larva ikan dan udang

.

Tingkat kekeruhan yang tinggi disebabkan oleh erosi didaerah hulu maupun kegiatan

pengerukan, selain mengakibatkan terganggunya penetrasi cahaya juga dapat

merusak habitat dasar dan pernafasan hewan dasar karena terjadi penyumbatan.

Karena itu pengelolaan tanah di daerah atas harus dilakukan dengan baik agar tidak

terjadi erosi tanah permukaan.

Perubahan kualitas perairan dapat pula terjadi karena meningkatnya suhu

perairan, terutama pengaruh air buangan (

cooling water

) yang berasal dari

stasiun pembangkit tenaga listrik. Perubahan salinitas sekalipun kecil (1-2%)

dapat berakibat fatal pada stadia larva ikan dan udang.

PETUNJUK PELAKSANAAN

(62)
(63)
(64)
(65)

Referensi

Dokumen terkait

Buku Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) disusun sebagai acuan bagi penanggung jawab program PKPR di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota

Subyek dalam penelitian ini adalah guru bidang praktik dengan Menggunakan Komputer dan penanggungjawab laboratorium komputer, sedangkan obyek penelitiannya adalah sarana

BS 7799 terdiri dari dua bagian, yaitu: The Code of Practice for Information Security Management (Part 1) dan The Specification for Information Security Management

Manfaat teoretis penelitian ini adalah memberikan masukan pengetahuan tentang peran komite dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan

Perubahan tersebut dilaporkan dalam bentuk laporan keuangan yang merupakan hasil akhir atau proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai informasi tentang data

Langkah terakhir yang dilakukan adalah menambahkan nama package project Aplikasi Semaphore dan menentukan Android SDK minimal yang dapat

Enzim protease yang dihasilkan oleh bakteri selain berperan dalam mendegradasi dinding sel patogen, protease dapat digunakan oleh bakteri tersebut untuk melakukan